Anda di halaman 1dari 8

E.

Penyediaan Bahan Baku & Proses Pembuatan Semen Portland Pada Pabrik
Semen PT. Indocement

1) Penyediaan Bahan Baku


Untuk membuat semen Portland ada beberapa persenyawaan yang harus terdapat dalam
bahan dasar (The Four Main Elemen), yaitu :
- Oksida calcium (CaO)
- Oksida Silkon (SiO2)
- Oksida Alumunium (A12O3)
- Oksida Besi (Fe2O3)

Untuk memenuhi bahan tersebut, PTSP menggunakan



 Bahan Mentah utama :

- Batu Kapur

Batu Kapur ini sebagai sumber Calsium Oksida yang persentasenya terdapat dalam batu
kapur sebesar 50%. Sedangkan penggunaan tanah liat sendiri di dalam bahan baku secara
keseluruhan adalah sebanyak 80%.

- Batu Silika

Bahan ini digunakan sebagai sumber silisium Oksida dan Alumunium Oksidan dan
Oksida besi. Bahan ini mengandung 65% oksida silisium, 13% oksida alumunium
dan 7% oksida besi. Kebutuhan bahan ini dalam bahan pengolahan bahan dasar
adalah + 10%

- Tanah Merah

Digunakan sebagai sumber Alumunium Oksida (29%) dan Oksida besi (10%).
Kebutuhan secara keseluruhan + 10%. Hal yang menyulitkan di dalam pemakaian
bahan ini adalah kandungan air (30%) dan batu (3%).

 Bahan Mentah Tambahan :

- Pasir Besi

Untuk membuat semen Portland yang berwarna lebih gelap maka perlu ditambahkan bahan
mentah pasir besi yang didatangkan dari cilacap. Bahan ini mengandung oksida besi sekitar
83% dan dipakai sebanyak + 2 %. Kegunaan sebagai flux dalam pembakaran dan
mempengaruhi warna semen.

- Gypsum

Merupakan bahan mentah tambahan dalam industri semen yang kegunaannya untuk
meperbaiki sifat-sifat semen.
2) Proses Pembuatan Semen

Secara umum proses pembuatan semen dibedakan atas dua proses yaitu proses basah (wet
process) dan proses kering (dry process).

a. Proses Basah

Proses ini yaitu dengan penambahan air sewaktu penggilingan bahan mentah, sehingga hasil
gilingan mentah berupa lumpur yang disebut slurry dengan kadar air sekitar 30 – 36 %.

b. Proses Kering

Proses ini dengan pengaringan bahan mentah sejalan dengan penggilingannya, sehingga hasil
gilingan bahan mentah berupa tepung/bubuk yang disebut raw mix (raw meal), dengan kadar
airnya < 1 %.

Tahapan Proses

Secara umum proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu:

1. Penyediaan bahan bahan baku


2. Pengolahan bahan bahan baku
3. Pembakaran raw mix/slurry menjadi klinker
4. Penggilingan klinker dan Gypsum menjadi semen

Semen Portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak/clinker yang mengandung senyawa kalsium silikat yang ditambah
dengan gypsum. Disebut hidrolik karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen
dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat perekat terhadap batuan.
Semen memiliki sifat sebagai berikut :

1. Dapat mengeras apabila dicampur dengan air.


2. Tidak larut dalam air.
3. Plastis sementara apabila dicampur dengan air.
4. Dapat melekatkan batuan apabila dicampur dengan air.

Proses pembuatan semen di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Plant 12 terbagi menjadi
beberapa tahap, yaitu:

1. Penambangan dan penyediaan bahan baku (mining).


2. Proses produksi, yang meliputi :

 Pengeringan dan penggilingan awal bahan baku (raw mill)
 Pembakaran dan pendinginan clinker (burning and cooling)
 Penggilingan akhir (cement mill)

3. Pengepakan (packing)

a) Penambangan Dan Penyediaan Bahan Baku (Mining).


Adapun tahapan penambangan batu kapur adalah sebagai berikut :

1. Pembersihan (clearing)
2. Pelucutan (stripping)
3. Pengeboran (drilling)
4. Peledakan (blasting)
5. Pemuatan (loading)
6. Penghancuran (crushing)
7. Pengiriman (conveying)

Untuk material clay, laterite dan silica, pekerjaan penambangan dilakukan dengan cara
pengerukan biasa. Penambangan tanah liat dan pasir besi dilakukan beberapa tahapan sebagai
berikut:

1. Loosening (pengerukkan)
2. Loading
3. Pengecilan ukuran
4. Pengiriman

Material yang dibawa ke storage dikumpulkan oleh tripper yang berkapasitas 2300 ton/jam
(kondisi kering). Tripper mengatur material dengan berjalan bolak-balik membentuk
tumpukan secara longitudinal dimana material ditumpuk menjadi beberapa tumpukan yang
terdiri dari banyak alur paralel. Pada saat dituangkan dari alat pengangkut ke
dalam storage terjadi penyeragaman awal komposisi kimia dan ukuran butir. Selama
pengambilan, pemotongan dilakukan secara melintang terhadap alur penyimpanan sehingga
terjadi proses homogenisasi. Material ditimbang dengan menggunakan belt scale.
Dari storage, material dikumpulkan dan dibawa ke dozing house dengan
menggunakan reclaimer (tipe bridge yang berkapasitas 700 ton/jam) dan belt conveyor.

Untuk pure limestone dibawa oleh belt conveyor dan selanjutnya dikumpulkan
oleh tripper yang berkapasitas 1800 ton/jam (pada kondisi kering) pada storage.
Dari storage, material dibawa ke bin dengan menggunakan reclaimer tipe semibridge dengan
kapasitas 200 ton/jam. Bahan baku yang lain adalah laterite dan silica yang dibawa oleh belt
conveyor serta tripper dengan kapasitas 500 ton/jam.

Di atas belt conveyor ditambahkan peralatan magnetic separator dan metal detector yang
berfungsi untuk menarik potongan-potongan logam yang terdapat dalam material
menggunakan magnet agar tidak ikut terbawa dan mempengaruhi proses. Dalam
pembuatan portland cement, supaya semen tidak cepat mengeras perlu
ditambahkan gypsum ke dalam clinker.
b) Proses Produksi

Pada dasarnya proses atau teknologi pembuatan semen dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1. Proses Basah

Dalam proses basah, raw material dihancurkan kemudian digiling dalam raw mill sambil
diiringi penambahan air sehingga kadar airnya menjadi 25-40% dari total material. Selama
penggilingan berlangsung, bahan baku yang telah berbentuk slurry dicampur hingga dicapai
komposisi yang memenuhi pabrik. Setelah itu, slurry tersebut dimasukkan ke
dalam silo untuk kemudian dibakar. Adapun keuntungan dari proses basah adalah sebagai
berikut :

 Pencampuran dari komposisi slurry lebih mudah karena berupa luluhan.
 Kadar alkali tidak menimbulkan gangguan penyempitan dalam saluran
 Debu yang dihasilkan relatif sedikit.
 Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah mencampur dan
mengkoreksinya.

Sedangkan kerugian dari proses basah antara lain :



 Konsumsi bahan bakar lebih banyak.
 Kiln yang dipakai lebih panjang.
 Kapasitas rendah.
 Memerlukan air proses dalam jumlah besar.

2. Proses Semi Basah

Dalam proses semi basah, umpan dalam bentuk cake. Penyediaan umpan kiln sama
dengan proses basah, hanya umpan kiln disaring terlebih dahulu. Selanjutnya cake yang
digunakan sebagai umpan kiln disyaratkan memiliki kandungan air antara 17-27%.

3. Proses Semi Kering

Dalam proses semi kering, umpan dalam bentuk butiran. Bahan baku yang telah
dihancurkan, digiling dalam raw mill. Selanjutnya dibentuk
butiran-butiran dalam inti granulasi dan dicampur untuk mencapai homogenitas. Kadar air
yang disyaratkan dalam umpan kiln sekitar 10-15%. Setelah homogen baru diumpankan
ke kiln. Di dalam kiln, umpan dibakar hingga membentuk clinker. Setelah dingin, digiling
ke cement mill bersama gypsum hingga terbentuk semen.

4. Proses Kering

Pada proses kering, bahan baku dipecah dan digiling sampai kadar air maksimal 1%. Bahan
baku yang telah digiling, dicampur dalam blending silo untuk mendapatkan campuran yang
homogen dengan menggunakan udara tekan. Tepung baku yang telah homogen ini
diumpankan ke kiln selanjutnya didinginkan dan dicampur dengan gypsum dengan
kadar gypsum sebanyak 4% untuk kemudian digiling dalam finish mill hingga menjadi
semen. Keuntungan dari proses kering :

 Kiln yang digunakan relatif pendek.
 Heat comsumption rendah sehingga bahan bakar yang digunakan relatif lebih sedikit.
 Kapasitas produksi besar.
 Biaya operasi rendah.

Sedangkan kerugian dari proses kering adalah :



 Kadar air sangat mengganggu operasi karena material menjadi lengket.
 Campuran kurang homogen.
 Banyak debu yang dihasilkan, maka diperlukan alat penangkap debu.
Proses kering merupakan proses yang paling banyak dipilih untuk diaplikasikan dalam proses
produksi. Ini disebabkan karena proses tersebut mampu menghemat pemakaian bahan bakar
dan pemakaian alat-alat produksi.

Proses produksi ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :

1. Pengeringan dan Penggilingan Awal Bahan Baku (Raw Mill)

Dari storage, material dikumpulkan dan dibawa ke dozing house dengan


menggunakan reclaimer (mix reclaimer, pure limestone reclaimer dan sandstone reclaimer)
dan belt conveyor. Karena frekuensi pemakaian yang relatif kecil, sandstone reclaimer juga
digunakan sebagai laterite reclaimer. Empat jenis material dimasukkan ke masing-
masing hopper bin dengan masing-masing alat penimbangnya untuk masing-masing bahan
baku. Komposisi keempat material diatur oleh Quality Control menggunakan QCX (Quality
Control by X-Ray System), kemudian keempat material di transportasikan ke raw mill dalam
satu belt conveyor.

Material dari raw mill ditransportasikan dengan udara panas dari suspension preheater dan
hisapan dari electrostatic precipitator menuju separator. Material hasil penggilingan yang
masih kasar akan dipisahkan oleh separator dan dijatuhkan kembali ke meja penggiling,
kemudian terlempar dari meja penggiling karena gaya sentrifugal, dikumpulkan
oleh scraper dan dijatuhkan ke bucket elevator dan oleh bucket elevator material dibawa
ke separator untuk dijatuhkan kembali dan digiling, sedangkan material yang sudah halus
dihisap oleh electrostatic precipitator. Material product yang keluar dari raw mill sudah
seperti tepung dan disebut raw meal.

Produk ditransportasikan menuju blending silo melewati electrostatic precipitator yang


berfungsi untuk menangkap debu. Di dalam electrostatic precipitator, debu yang tidak dapat
ditangkap dibuang ke udara bebas melalui cerobong. Debu yang tidak tertangkap itu adalah
debu yang telah aman untuk di buang ke lingkungan. Batas emisi debu adalah 80 mg/m3.
Sedangkan bahan baku halus yang dapat ditangkap oleh electrostatic precipitator akan jatuh
ke screw conveyor dan airslide, kemudian dibawa masuk ke bucket elevator dan dialirkan
ke blending silo (homogenizing silo) untuk dihomogenisasi.

Homogenisasi material di dalam blending silo tidak dilakukan dengan pengadukan secara
fisik melainkan dengan cara dihembus menggunakan blower untuk mendapatkan efek
pencampuran. Sistem pengeluaran menggunakan multifeeding yang diharapkan bisa
memperoleh lapisan yang seragam di sepanjang permukaan blending silo. Proses
percampuran dilakukan bersamaan dengan pengeluaran material. Jalur yang dipakai untuk
mengalirkan material keluar diaktifkan oleh aerasi di bagian bawah silo secara bergantian
dengan menggunakan 6 buah saluran. Sistem homogenisasi semacam ini memiliki efisiensi
percampuran tinggi dengan konsumsi energi yang cukup rendah, sehingga material yang
masuk ke dalam kiln juga akan seragam.
2. Pembakaran dan Pendinginan Clinker (Burnining and Cooling)

Dari blending silo, raw meal yang sudah dihomogenkan ditransportasikan ke sistem
pengumpan kiln menggunakan air slide dan bucket elevator dan diumpankan ke cyclon
preheater. Untuk mengatur kontinuitas dan jumlah material yang akan dimasukkan ke dalam
sistem pembakaran di kiln, material ditampung di dalam sebuah bin penampung sementara
yang dilengkapi dengan penimbang. Diharapkan aliran material ke sistem
pengumpan kiln selalu stabil agar proses operasi juga stabil. Level material di feed bin dijaga
konstan dengan mengatur keluaran dari blending silo. Penimbang (load cell) di feed
bin memberikan signal ke katup keluaran blending agar bukaan katup atau valve tersebut
disesuaikan pada level bin tertentu (90 ton). Material mengalir keluar secara rutin
dikalibrasikan dengan penurunan berat di bin.

Proses pembentukan clinker tidak seluruhnya terjadi di rotary kiln, tetapi di dalam dua unit
yaitu suspension preheater dimana tepung baku (raw meal) mengalami proses penguapan air,
pemanasan awal dan sebagian proses kalsinasi. Sedangkan pada kiln terjadi proses kalsinasi
lanjutan, sintering dan pendinginan clinker. Adanya suspension preheater memberikan
beberapa keuntungan diantaranya :

 Rotary kiln lebih pendek
 Gas panas yang keluar dari suspension preheater dapat digunakan sebagai pemanas di raw
mill dan coal mill.
 Penghematan bahan bakar.

Kiln merupakan salah satu alat utama dalam pabrik semen yang berfungsi sebagai tempat
pembentukan clinker yang merupakan produk setengah jadi dalam pembuatan semen.
Penggunaan suspension preheater yang dilengkapi calsiner merupakan pilihan yang tepat
untuk memperoleh konsumsi panas yang kecil dan meningkatkan kapasitas produksi kiln.
Selain itu, beban kiln menjadi berkurang, karena kalsinasi sudah mulai terjadi di suspension
preheater (calsiner).

Tahapan reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker dari umpan baku (raw meal):

1. Proses pengeringan/penguapan air

Proses penguapan ini terjadi pada suhu sampai 1000C, umpan baku (raw meal) yang masuk
ke kiln dari blending silo memiliki suhu > 750C.

2. Tahapan pelepasan air hidrat clay (tanah liat).

Proses ini terjadi pada temperatur sekitar 5000C dan terletak di siklon stage 2.
Al2SiO7H2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O

3. Dekomposisi tanah liat pada suhu 600 - 9000C


Al4(OH)8Si4O10 2(Al2O3.2SiO2) + 4H2O

4. Tahap penguapan CO2 dari limestone dan mulai kalsinasi (600 – 800 0C)
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO +CO2

5. Dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan CA (600 – 1000 0C)


3CaO + 2SiO2 + Al2O3 2CS + CA

6. Tahap pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 900 0C


CS + C C2S
CaOSiO2 + CaO 2CaOSiO2 atau C2S
7. Tahap pembentukan C3A dan C4AF

Proses pembentukan garam kalsium aluminat dan ferrit ini terjadi pada suhu 1095-1205oC
3CaO + Al2O3 3CaOAl2O3 atau C3A
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO Al2O3 Fe2O3 atau C4AF

8. Tahap pembentukan C3S

Proses pembentukan garam silikat ini terjadi pada temperatur 1260-1455oC. C3S terbentuk
sedangkan C2 S mulai turun persentasinya. 2CaOSiO2 + CaO
3CaOSiO2 atau C3S

Bagian dari CaO yang tidak bereaksi dengan oksida-oksida aluminium besi dan silika
biasanya berupa senyawa CaO bebas atau free lime. Free lime ini dalam hasil
produksi clinker dibatasi antara 0,5 – 1,2 %.
3. Penggilingan Akhir (Cement Mill)

Clinker merupakan produk setengah jadi yang dihasilkan oleh kiln. Clinker sudah
mempunyai nilai ekonomis. Hanya saja, clinker belum bisa digunakan secara langsung
karena bentuknya yang masih besar dan juga perlu ditambahkan gypsum agar tidak cepat
mengeras dan akhirnya akan pecah. Alat penggiling akhir ini dibagi menjadi dua alat utama
yaitu pregrinder yang berfungsi untuk menurunkan ukuran dari diameter 3 cm ke blaine 1000
dan tube mill yang berfungsi menurunkan ukuran lagi sehingga menjadi semen yang siap
dipakai yaitu blaine-nya 3200.

Pada penggilingan akhir atau finish mill dilakukan penambahan zat aditif sehingga menjadi
semen yang memenuhi syarat kehalusan. Zat aditif dalam proses pembuatan semen antara
lain :

 Gypsum, merupakan suatu bahan retarder yang berfungsi untuk memperlambat
pengerasan/pengeringan semen. Gypsum dari appron conveyor yang partikelnya sudah halus
diangkut oleh belt conveyor menuju hopper, sedangkan gypsum yang kasar akan masuk
ke crusher (penghancur) untuk dihaluskan terlebih dahulu. Penambahan gypsum pada
umumnya adalah 3-5 % dari massa semen yang akan dihasilkan.

 Limestone

 Trass

 Fly Ash

Pada penambahan bahan aditif semen, harus diperhatikan syarat dari kuat tekan semen harus
tetap terpenuhi meski dilakukan penambahan bahan dalam proses ini.
c) Pengepakan
Dari 3 unit cement silo, semen ditransportasikan menggunakan air
slide menuju bucket elevator, kemudian masuk ke dalam vibrating screen untuk menyaring
material yang terbawa ke dalam produk semen. Pada cement silo ini terjadi fluidisasi antara
semen dan udara blower. Dengan adanya gravitasi bumi, semen jatuh ke bawah dan oleh air
slide dibawa ke bucket elevator.
Produk yang berupa material halus dimasukkan ke dalam hopper untuk dialirkan ke
dalam packer. Aliran massa semen terbagi menjadi dua, yaitu massa semen yang setelah
ditimbang di weigh bridge menuju truck loader untuk pembelian dalam bentuk semen curah
(bulk cement) dan massa semen yang menuju rotary packer untuk pengemasan semen dalam
bentuk kantong (sack). Semen yang terbuang pada saat pengantongan ditangkap dengan dust
collector jenis bag filter untuk mencegah polusi udara.

Packing produk menggunakan 5 unit mesin rotary packer dengan kapasitas masing-masing
110 ton per jam. Semen kemudian ditransport ke kapal atau truk untuk dipasarkan baik dalam
bentuk bulk cement maupun semen kantong

Anda mungkin juga menyukai