Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE Dan COMBUSTIO

Dosen pengampu : Jamaludin,A. Kep.,M.Kes

Disusun oleh :

Nama : Laelatun Ni'mah


NIM : 20181394
Kelas : 2A

PROFESI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS

TAHU AJARAN 2019 / 2020


A. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani
secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak
yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi
pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
(Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah  kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
B. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008) stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala
kliniknya, yaitu:
1. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi
dua, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya
keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
2. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
3. Stroke komplit
Dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. Etiologi
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan
arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh
darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan
mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Faktor Pencetus
1. Faktor tidak dapat diubah
a. Usia
Hal ini berhubungan dengan proses degenerasi (penuuaan) dengan
bertambahnya usia pembuluh darah akan menjadi kaku dan berkurang
keelastisannya, dengan adanya plak akan semikin memperburuk keadaan
pembuluh darah dan beresiko stroke dari pada usia muda.
b. Herediter
Terkain riiwayat stroke di keluarga, orang dengan riwayat stroke pada keluarga
akan memiliki resiko lebih tinggi
2. Faktor dapat diubah
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan penyebab terbesar terjadinya stroke, dalam hipertensi
akan terjadi gangguan pembuluh darah yang mengecil, sehingga aliran darah
yang menuju otak akan berkurang, dengan berkurangnya aliran darah ke otak,
pada otak akan terjadi kematian jaringan otak atau pecahnya pembuluh darah
karena tekanan darah yang cukup tinggi
b. Penyakit jantung
Penyakit jantung coroner dan infark miocard (kematian otot otak). Pusat aliran
darah adalah jantung, dengan adanya kematian pusat aliran darah, suplay darah
dan oksigen ke otak juga akan terganggu, sehingga terjadi kematian jaringan
otak secara perlahan ataupun cepat

c. Diabetes Milletus
Pembuluh darah pada penderita diabetes akan mengalami kekauan. Aliran
darah yang menuju otak dengan peningkatan atau penurunan kadar gukosa
dalam darah akan memperngruhi kerja otak
d. Hiperkolessterolemia
Kadar hkolesterol tinggi akan menyebabkan terbentuknya plak dalam pembuluh
darah, yang akan menghambat aliran darah ke otak sehinggaa terjadi kematian
jarigan otak.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan kadar kolesterol dan lemak daalam darah yang
tinggi, sehingga terbentuknya plak dalam pembuluh darah juga semikin tinggi.
f. Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan kadar fibrinogen dalam darah, sehingga
mempermudah terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah yang akan
membuat pembuluh darah menjadi sempit, aliran darah ke otak akan terganggu,
sehingga terjadi kematian jaringan otak.
E. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada
gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah
akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan
yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan
neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60
cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada
perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara
30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc
dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
F. Manifestasi Klinik
Stroke Hemoragik
Gejala Klinis Stroke Non Hemoragik
PIS PSA
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan/tidak ada
Permulaan (onset) Menit/ jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Muntah pada Sering Sering Tidak, kecuali lesi di
awalnya batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya Sering kali
tidak
Kesadaran Bisa hilang Bisa hilang Bisa
sebentar
Kaku kuduk Jarang Bisa ada Tidak ada
pada
permulaan
Hemiparasis Sering sejak Tidak ada Sering dari awal
awal
Gangguan bicara Sering Jarang Sering

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran
darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan
membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
6. Disartria (bicara pelo atau cadel)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
9. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

G. Pathway
Faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah
H. Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Penatalksanaan hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di IGD dan tindakan resusitasi serebro kardio
pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas.
a. Pemberian oksigen dan cairan kristaloid/ koloid, hindari cairan dektrosa atau salin
dalam H2O.
b. Lakukan pemeriksaan CT scan otak, EKG, foto thorak dan pemeriksaan lain, jika
hipoksia lakukan pmeriksaan analisa gas darah
c. Tindakan lain di IGD memberikan dukunngan mental kepada pasien dan
memberikan penjelasan kepada keluarga agar tetap tenang
2. Penalaksanaan akut
Dilakukan penanganan factor-faktor etiologic maupun penyulit, juga dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara, psikologi dan telaah social untuk membantu
pemulihan pasien. Edukasi kepada keluarga mengenai dampak stroke dan
perawatanya.
a. Stroke iskemik
1) Terapi umum: letakkan posisi pasien 30º, kepala dan dada pada satu bidang,
ubah posisi 2 jam sekali, mobilisasi bertahap bila hemodinamik stabil.
Bbebaskan jalan nafas dengan pemberian oksigen, jika erlu dilakukan
intubasi
2) Apabila demam dilakukan kompres dan pemberian antipiretik, bila kandung
kemih penuh lakukan pemasangan kateter
3) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid atau koloid hindari cairan
glukosa atau salin isotonic
4) Pemberian nutrisi peroral diberikan jika fungsi meneln baik, bila mengalami
gangguan menelan atau penurunan kesadaran diberikan melaalui NGT
5) Nyeri, mual diatasi dengan obat-obatan yang sesuai
6) Tekanan darah tidaak perlu segera diturunkan, kecuali tekanan sistolik ≥220
mmhg distolik ≥120 mmhg, MAP ≥130 mmhg (dalam 2 kali ppengukuran
selang waktu 30 menit atau didapatkan infrk miocard akut, gagal ginjal atau
gagal jantung kongesi.Penurunan tekanan darah maksimal 20 % dan bat
direkomendasikan: natrium nitropuid, penyekat reseptor alfa beta, penyekat
ACE, atau angiotensin natrium
7) Jika hipotensi, sistolik ≤ 90 mmhg, diastolic ≤70 mmhg berikan NaCl 0,9%
250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml jam dan 500 ml sampai hipotensi
teratsi. Jika belum terkoreksi berikan dopamine 2-20µ/kg/ menit sampai
tekana darah sistolik ≥110 mmhg
8) Jika kejang berikan diaazepaam 5-29 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg/hari dialnjut pemberian antikonvulsan peroral
9) Jika terjadi peningkatan TIK berikan manitol bolus intravena 0,25-1g/kgBB/30
menit, jika kondisi memburuk dilanjut 0,25g/kgBB/30 mnt setiap 6 jam selama
3-5 hari
Terapi khusus: ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan antikoagulan atau antitrombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator) dan diberikna agen neuroproteksi yaitu citicolin atau
piracetam (jika didapat afaksia)
b. Stroke hemoragik
Terapi umum: pasien stroke di rawat di ICU jika volume hematoma >30 ml,
perdarahan intravaskuler dengan hidrosefalus dan kedaan klinis memburuk
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premoid atau 15-20%
bila tekanan darah sistolik >180 mmhg, diatolik >120 mmhg dan MAP 130 mmhg
dan vol hematoma bertambah, bila gagal jantung teknan drah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian 10 menit) maksimal 300 mg. enalapril 0,625-1,25 mg/ 6 jam, kaptopril
3x 6,25-25 mg per oral. Bila didapat peningkatakn TIK, diposisikan 30º,
pee,berian manitol dan hiperventilasi (Pco 20-35 mmhg) Penatalksaan umum
sama dengan stroke iskemik.
Terapi khusus: Neuroprotektor dapat diberikan kecuali bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan serebelum >3 cm, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intravertikal atau serebelum, dilakukan VP-shuting dan perdarahan
lobar >60 ml dengan peningktan TIK dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid digunakan antagonis kalsium (nimodipin) dan
tindakan bedah (ligase, embolasi, ekstirpasi, maupun gamma knife)
jika
penyebabnya aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformasi,
(AVM)
c. Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi wicara, kognitif, perilaku, bladder training.
Dilakukan pemulihan.
Manfaat Pemberian manitol:
Pada gangguan neurologis, diuretic osmotic (Manitol) merupakan jenis deuretik
yang paling sering digunakan untuk terapi oedema otak dan adanya peningkatan
tekanan intracranial (TIK). Manitol adalah suatu hiperosmotik agent yang
digunakan dengan segera untuk meningkatkan aliran darah ke otak dan
menghantarkan oksigen.
J. Pengkajian
Format Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Tanggal masuk:
No RM :
2. Diagnosa medik:
3. Keluhan utama/ alasan masuk RS :
Pengkajian primer (primary survey)
Airway:
 Tidak ada tanda-tanda cedera servikal?
 Tidak ada sumbatan jalan nafas (benda asing, darah, sputum)?
Breathing:
 Klien mengalami sesak napas saat beraktivitas?
 Tidak ada nafas cuping hidung ?
 Ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan tambahan?
 Kedalaman:
 Frekuensi: tidak teratur, RR: x/menit
 Tidak ada bunyi nafas tambahan (ronkhi, crackles, wheezing)
 Batuk?
Circulation:
 Nadi: x/menit
 Irama:
 Denyut:
 Tekanan darah:
 Ekstermitas (hangat/ dingin):
 Pengisian kapiler (CRT):
 Nyeri:
Disability:
 Tingkat kesadaran (AVPU):
 Alert/ perhatian :
 Voice respon/ respon terhadap suara:
 Pain respon/ respon terhadap nyeri:
 Unresponsive/ tidak berespon:
 Pupil:
Ukuran/ Reaksi
Pengkajian Sekunder (secondary survey)
 Riwayat kesehatan sekarang:
 Riwayat kesehatan lalu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Anamnesa singkat (AMPLE)
 Alergies:
 Medikasi (riwayat pengobatan):
 Past illness (riwayat penyakit):
 Last meal (terakhir kali makan):
 Event of injury (penyebab injuri):
 Pemeriksaan head to toe
 Kepala:
Rambut :
Mata :
Hidung :
Mulut :
Telinga :
 Thorax:
Paru-paru
Jantung
 Abdomen:
 Ekstermitas/ muskuloskeletal:
Edema tidak
Kekuatan otot :
Kulit/ integumen:
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Terapi medis (indikasi, kontraindikasi, dan efek samping):
1. Masalah Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


        Jakarta: Salemba Medika
Nurarif & Kusuma 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA Nic-Noc . Yogyakarta .Mediaction.
Wijaya dan Putri 2013 .Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori
danContoh Askep. Yogyakarta:Nuha Medik
LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO

A. Pengertian

Combustio adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak


dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi
(Moenadjat, 2010).

Combutsio (Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu
panas (thermal), kimia, elektrik dan radiasi (Suriadi, 2010).

Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena
luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada
tempatnya untuk jangka waktu yang lama.(Maliya. 2012).

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

B. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik. Berikut ini adalah beberapa
penyebab luka bakar, antara lain:

1. Panas (misal api, air panas, uap panas)


2. Radias
3. Listrik
4. Petir
5. Bahan kimia (sifat asam dan basa kuat)
6. Ledakan kompor, udara panas
7. Ledakan ban, bom
8. Sinar matahari
9. Suhu yang sangat rendah (frost bite)
C. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut (Suriadi, 2010) :

1. Riwayat terpaparnya
2. Lihat derajat luka bakar
3. Status pernapasan; tachycardia,nafas dengan menggunakan otot asesoris,
cuping hidung dan stridor
4. Bila syok; tachycardia, tachypnea, tekanan nadi lemah, hipotensi, menurunnya
pengeluaran urine atau anuri
5. Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi.

D. Patofisiologi

Berat ringannya luka bakar tergantung pada faktor, agent, lamanya terpapar,
area yang terkena, kedalamannya, bersamaan dengan trauma, usia dan kondisi
penyakit sebelumnya.

Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian; derajat satu (superficial) yaitu
hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih
utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24
jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari. Derajat dua (partial) adalah
mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula
dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis.Fase penyembuhan tanpa
infeksi 7-21 hari.Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan
epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi
kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan
putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).

Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi
kapiler secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena
hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang
dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit
tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah
dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi
ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan
volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan
dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi
vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.

Repon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan
menurunkan aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital.

Respon metabolik pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang


merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin;
dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme, hiperglikemi karena
meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang kemudian
terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status
hipermetabolisme dan injury jaringan.

Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang
kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.

Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus


pada penyembuhan jaringan yang rusak.

Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan


pada saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan
cairan interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium
keluar dari dalam sel.Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam
intravaskuler.Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap
injury pada anak/orang dewasa dan perpindahan cairan setelah injury thermal.

E. Klasifikasi
1. Kedalaman Luka Bakar

Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut
sebagai luka bakar superficial partial-thickness, deep partial-thickness, dan full-
thickness. Istilah deskriptif yang sesuai adalah luka bakar derajat-satu,dua dan tiga.
a. Pada luka bakar derajat-satu, epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan
sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bias terasa nyeri, tampak merah dan
kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bullae.

b. Luka bakar derajat-dua meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis
dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri,
tampak merah dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang
terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.

c. Luka bakar derajat-tiga meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada
sebagian kasus, jaringan yang berada di bawahnya. Warna luka bakar sangat
bervariasi mulai dari warna putih hingga merah, cokelat atau hitam.Daerah yang
terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut sarafnya hancur.Luka bakar
tersebut tampak seperti bahan kulit.Folikel rambut dan kelenjar keringat turut
hancur.

Setiap daerah yang terbakar memiliki tiga zona cedera:

a. Daerah sebelah dalam dikenal sebagai zona koagulasi dimana terjadi kematian
selular.
b. Daerah tengah disebut zona stasis tempat terjadinya gangguan suplai darah,
inflamasi dan cedera jaringan.
c. Daerah sebelah luar merupakan zona hiperemia. Zona ini merupakan luka bakar
derajat-satu yang harus sudah sembuh dalam waktu satu minggu dan lebih khas
untuk cedera terbakar atau tersengat arus listrik ketimbang cedera akibat cairan
yang panas.
2. Luas Permukaan Tubuh Yang Terbakar

Luas permukaan tubuh yang terbakar disederhanakan dengan menggunakan


Rumus Sembilan (Rule of Nine). Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat
untuk menghitung luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan
persentase dalam kelipatan Sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.

3. Berat ringannya luka bakar

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,


yaitu:
a. Luka bakar mayor
1.) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari
20% pada anak-anak.
2.) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
3.) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan
perineum.
4.) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
5.) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
1.) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak.
2.) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
3.) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan
perineum.
c. Luka bakar minor
1.) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang
dari 10% pada anak-anak.
2.) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
3.) Tidak terdapat luka bakar pada wajah, tangan dan kaki.
4.) Luka tidak sirkumfer.
5.) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik dan fraktur.

F. Fase Luka Bakar

Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

1. Fase akut

Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena
adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi.Pada fase ini terjadi gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat
sistemik.

2. Fase sub akut


Fase ini berlangsung setelah shock berakhir.Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan di bawahnya) menimbulkan masalah inflamasi,
sepsis, dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energy.

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi


maturasi.Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa
hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

G. Penatalaksanaan

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma, karenanya harus
dicek Airway, breathing dan circulation-nya terlebih dahulu.

1. Airway

Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang


Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah:
terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan
sputum yang hitam.

2. Breathing

Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada untuk


bernapas, segera lakukan escharotomi.Periksa juga apakah ada trauma-trauma
lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax,
hematothorax, dan fraktur costae.

3. Circulation

Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan edema,


pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran
plasma yang luas.Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan
dengan Formula Baxter.

Formula Baxter

a. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar


b. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
c. Obat – obatan:

Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.

Analgetik : Antalgin, aspirin, asam mefenamat, dan morfin.

DAFTAR PUSTAKA

Maliya, Arina. 2012. Penuntun Praktek Laboratorium KMB IIIB. Surakarta:


Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Moenadjat, Yefla. 2010. Luka Bakar. Jakarta: FKUI

Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai