Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP TEORI SIROSIS HEPATIS

Dosen Pembimbing :
Ns. Suzana Widyaningsih, S.Kep.,MNS
Disusun oleh :
Zulhana Pertiwi (1811020071)
Firli Madani Akbariza (1811020081)
Rama Nanda Soleha (1811020088)
Novalia Nur Kholifah (1811020112)
Atieka Wahyu Syafdiana (1811020116)
Rahma Roihanna (1811020119)
Hauzan Fadhil (1811020121)

Kelas 3B

PRODI KEPERAWATAN S1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang.............................................................................3
BAB II : ISI
a. Definisi...................................................................................5
b. Anfis.......................................................................................5
c. Etiologi...................................................................................9
d. Patofisiologi............................................................................10
e. Manifestasi Klinis...................................................................12
f. Terapi dan Prognosis..............................................................13
BAB III : PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi
proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam
tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi
kerusakan pada hati.
Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya
proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001).
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika
pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila
diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat
ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang
30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain,
sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada
kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur
rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar
40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003)
Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat
alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti
kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi,
penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis

3
akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini
dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar
masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien
dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien,
membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan
penyakit dan pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai
perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan
tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif.

4
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Sirosis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
Sirosis didefinisikan suatu penyakit hati kronis dan progresif yang dilalui
dengan degenerasi dan destruksi sel maupun jaringan hati (Reeves, Roux &
Lockhart, 2001). Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Suzanne & Bare, 2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur
hati yang normal oleh lembar – lembar jaringan ikat dan nodul – nodul regenerasi
sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal (Price & Wilson, 2005).
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus
dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi 8 dan
regenerasi sel – sel hati sehingga timbul kekacauan dalam parenkim hati
(Mansjoer, 2001).
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Sirosis
Hepatis adalah suatu penyakit hati kronis menahun dengan keadaan patologis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif sel hati maupun jaringan hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal sehingga timbul kekacauan dalam parenkim
hati.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi

Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1, 2 – 1, 8 kg


atau kurang lebih 25 % berat badan orang dewasa yang menempati sebagian

5
besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas hati berada sejajar dengan
ruang interkostal V kanan dan batas bawah meyerong ke atas iga IX kanan ke
iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekungan dan terdapat celah
transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis. Omentum miror terdapat
mulai dari sistem porta yang mengandung arteri hepatik, vena porta dan
duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan di balik
kandung empedu.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang
berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara ligamentum falsiform
dengan kandungan empedu di lobus kanan kadang-kadang dapat ditemukan
lobus kuadran dan sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kuadratus yang
biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan ligamentum venosum pada
permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi yang
berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena kava
sampai kandungan empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional
dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang
dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8 segmen didasarkan
pada aliran cabang pembuluh darah dan saluran empedu yang dimiliki oleh
masing-masing segmen.
Secara mikroskopis di dalam hati manusia terdapat 50.000 - 100.000
lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati
berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara
lembaran sel hati terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan
cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel
kupffer) yang merupakan sistem retikuloendotelial dan berfungsi
menghancurkan bakteri dan benda asing lain di dalam tubuh. Jadi hati
merupakan salah satu organ utama pertahanan tubuh terhadap serangan
bakteri dan organ toksik.

6
Selain cabang - cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang membentuk
kapier empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara
lembar sel hati (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,
2006).
2. Fisiologi

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena


porta yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peran penting dalam
fisiologi hati, terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam
lemak. Telah dibuktikan bahwa pada zona-zona hepatosit yang memperoleh
oksigen yang lebih baik (zona 1) mempunyai kemampuan glukoneogenesis
dan sintesis glotation yang lebih baik dibandingkan dengan zona 3.
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati
mengekskresikan ampedu sebanyak satu liter per hari ke dalam usus halus.
Unsur utama empedu adalah air ( 97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun
bilirubin (pigmen empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara
fisiologis tidak memiliki peran aktif, tapi penting sebagai indikator penyakit
hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memeberi warna pada
jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai
glukosa 11 secara konstan ke darah (glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan untuk menghasilkan
tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang disimpan pada otot) atau
lemak (yang disimpan dalam jaringan subkutan).
Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah menghasilkan protein
plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan
osmotik koloid), protombin, fibrinogen dan faktor bekuan lainnya.

7
Fungsi hati dalam metabolisme lemak adalah menghasilkan lipoprotein,
kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
Fungsi hati selain itu adalah sebagai endokrin yang mensintesis 25 –
hidroksilase vitamin D. Sedangkan fungsi immunologinya adalah untuk
perkembangan limfosit B fetus, pembuangan kompleks imun sirkulasi,
pembuangan limfosit T CD 8 teraktifasi, fagositosis dan presentasi antigen,
produksi lipopolysaccaride – binding protein, pelepasan sitokin (TNFα dan
interferon), transport immunoglobnulin A. Fungsi lain yaitu kemampuan
untuk regenerasi sel – sel hati dan pengaturan angiogenesis (Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).
gambar 1.1

Gambar 1.2

8
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.Adapun
factor predisposisinya:
a. Alkohol
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan
mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi
dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol merupakan zat hepatotoksis
yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati sehingga
menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein.
b. Faktor keturunan dan malnutrisi
WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi
terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis
Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis
ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin.
c. Hepatitis virus
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta
menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena
banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut dan
nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 %
penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis.
d. Obat-obatan hepatotoksik
Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian
bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus.
Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati
yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang
juga mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan

9
pemberian alternative pengganti obat yang tidak menimbulkan efek yang
progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005).
e. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan
Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang
abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson).
f. Kolestasis, Atresia bilier
Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus,
dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary
atresia.
D. PATOFISIOLOGI
Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat
sehingga menyebabkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsule glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan mengecil setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka
permukaan hati akan teraba benjol-benjol (Smeltzer, 2002).
Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan
penyakit tersebut. Sel-sel hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati yang
masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati
hasil regeneasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstruksi sehingga
hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar
(hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang
insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang
melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Smeltzer, 2002).

10
Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok
dan biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat
terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan
semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi
pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami serosis. Peningkatan obstrukisi
pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus intestinal dan limpa akan
mencari jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium
kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah
pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung
bagian atas. Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat
rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya
yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau
vena kava superior dan trombosis vena hepatika.
Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian
dan menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi
serebral, hepatik serta ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen
akibat perdarahan kedalam traktus gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia
serum yang meningkatkan resiko encefalopati. Kemungkinan terjadinya
perdarahan pada varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis dan
melena, khususnya pada klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras.
Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika
ada peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang
menyangga menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif.
Faktor-faktor yang menimbulkan perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang
berat, mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk atau muntah, esofagitis, atau
iritasi pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak dikunyah dengan baik
atau minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat
menimbulkan erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula
menyebabkan perdarahan.(Smeltzer, 2002).

11
E. MANIFESTASI KLINIS
 Manifestasi Klinis
a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ).
Pada awal perjalanan sirosis, hati cendrung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam
yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang
lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga
menyebabkan pengerutan jaringan hati.
b. Obstruksi Portal dan Asites.
c. Varises Gastroinstestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke
dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d. Edema.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang
tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi
yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
 Test Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister,
hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
2. Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan
petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan

12
billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan
juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang
kurang dan menghadapi stress.
4. Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE
turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan
menunjukkan prognosis jelek.
5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan
garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L
menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
6. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg,
HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP
(Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan.
b. Pemeriksaan penunjang lainnya:
1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises
esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis
hati/hipertensi portal.
3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan
sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.
F. TERAPI dan PROGNOSIS
 Terapi
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada
fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang
dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
a. Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200
kalori), bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau

13
III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori
(2000-3000) dan tinggi protein (80-125g/hari).
b. Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam
makanan dihentikan (diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan klien atau meningginya hasil metabolisme protein
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
d. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam
aminoesensial berantai cabang dan glukosa.
e. Pemberian robboransia Vitamin B kompleks. (Setya, 2011)
f. Komplikasi
-. Komplikasi menurut Smeltzer (2002) ada dua yaitu:
1). Perdarahan dan hemorargia
2). Ensefalopati hepatic
-. Komplikasi menurut Mansjoer (2009) ada dua yaitu:
1). Hematemisis melena
2). Koma hepatikum
-. Komplikasi menurut Engram (2009) ada empat yaitu:
1). Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia
darah.
2). Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan serosa ke dalam
rongga peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi
portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap natrium dan
penurunan albumin serum.
3). Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.
4).Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi
gonadotropi.

14
 Prognosis
Penderita serosis hepatis kompensata akan menjadi dekompensata dengan
angka sebesr 10 % per tahun. Penderita serosis hepatis dekompensata
mempunyai angka ketahanan hidup 5 tahun, hanya sekitar 20 %, ascites adalah
tanda awal adanya dekompensata. Penderita serosis hepatis dengan peritonitis
bakterial spontan mempunyai angka ketahanan hidup 1 tahun sekitar 30-45 %,
dan yang mengalami ensefalopati hepatik angka ketahanan hidup 1 tahun
sekitar 40 %.

15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Skrining untuk penyakit hati kronis dapat dilakukan dengan murah dan mudah
dengan pengambilan riwayat klinis, pengukuran konsentrasi transaminase,
ultrasonografi abdominal atas, dan elastografi sementara (jika tersedia). Temuan
abnormal harus meminta tes diagnostik spesifik untuk menentukan etiologi penyakit
yang mendasarinya. Pada sebagian besar pasien, proses dinamis dari fibrosis
progresif, yang pada akhirnya dapat menyebabkan sirosis, dapat terganggu oleh
pengenalan risiko yang tepat waktu, diikuti oleh perawatan yang tepat.

Daftar Pustaka
 ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3583179/
 Mariyani,Sri.2005.Jurnal Sirosis Hepatis.FK UNSUMSEL
 Baradero.2008.Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
 Barbara,Engram.2009.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
 Doenges, Marilynn E, Mary.2001.Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta:EGC

16

Anda mungkin juga menyukai