Anda di halaman 1dari 11

ACC NILAI

JURNAL PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


KELARUTAN

Tujuan Percobaan : Mempelajari kelarutan suatu zat dan memprediksi kepolarannya.


Pendahuluan
Kelarutan (solubility) merupakan jumlah maksimal zat yang dapat larut di dalam suatu
pelarut. Pelarutan zat melibatkan zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent). Zat yang akan
dilarutkan tidak sepenuhnya larut. Zat pelarut memiliki kapasitas tertentu untuk melarutkan
zat terlarut. Zat yang tidak larut nantinya akan membentuk kristal-kristal yang akan
mengendap didasar wadah. Melarutnya suatu zat ditentukan oleh gaya antar molekul yang
dimiliki oleh setiap zat, jika gaya yang dimiliki setiap zat mirip maka zat akan lebih mudah
untuk larut. Gaya antar molekul ini berhubungan dengan kepolaran yang dimiliki oleh setiap
senyawa (Tungandi, 2009). Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelarutan zat dan
memprediksi kepolaran yang dimiliki oleh setiap zat.
Pelarutan merupakan suatu proses pencampuran zat terlarut dan zat pelarut dengan
perbandingan tertentu hingga membentuk larutan. Proses pelarutan sangat bergantung pada
kelarutan (solubility) suatu zat terlarut. Kelarutan merupakan jumlah maksimum zat terlarut
yang dapat terlarut dalam sejumlah tertentu pelarut pada suhu tertentu. Jenis-jenis zat
berdasarkan kelarutannya dapat dibagi menjadi zat dapat larut, zat sedikit larut, dan zat tak
dapat larut. Zat dapat larut merupakan zat yang apabila dilarutkan dalam air, sebagian zatnya
akan melarut, jika tidak maka zat tersebut dikatakan zat sedikit larut atau tidak dapat larut
(Chang, 2003).
Proses pelarutan tak hanya bergantung pada kelarutan, tetapi juga tergantung pada jumlah
zat terlarut (solute), dan zat pelarut (solvent). Zat pelarut umumnya merupakan zat yang
jumlahnya berlebih dibandingkan zat terlarut dan biasanya berwujud cairan. Kelarutan
merupakan ukuran banyaknya zat yang dapat larut dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu
dan dinyatakan dalam mol/liter. Pelarut tidak mampu melarutkan zat terlarut apabila zat
pelarut melebihi batas ambang kemampuan untuk melarutkan suatu zat (Sukardjo, 1997).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat diantaranya yaitu jenis zat
pelarut dan zat terlarut yang diukur dari sifat kepolaran, ukuran partikel zat, tekanan, dan
temperatur (Alberty, 1992). Zat nonpolar dalam proses pelarutan harus terjadi suatu
percampuran homogen dimana molekul zat terlarut akan terbagi rata, percampuran homogen
antara molekul pelarut dan zat nonpolar ini menunjukkan bahwa ikatan antara molekul zat
terlarut, dan pelarut harus dicampurkan. Ikatan tersebut apabila tidak sejenis sifat
kepolarannya maka dapat menunjukkan bahwa tingkat homogenitas sulit dicapai karena
molekul polar akan cenderung mengikat polar dan yang nonpolar akan mengikat sesama
nonpolar. Senyawa dalam ikatan tersebut akan terdiri dari kation dan anion, dimana kation
bermuatan positif dalam pelarut air dan anion bersifat negatif (Daintith, 1994).
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh sifat polaritas pelarutnya. Kelarutan dari
senyawa kovalen dalam air adalah sifat yang dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Senyawa yang
dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air cenderung lebih mudah larut dalam air.
Senyawa seperti glukosa banyak mengandung gugus OH- dan dapat larut dalam air. Air juga
dapat melarutkan fenol, alkohol, aldehida dan keton, yang mengandung oksigen dan nitrogen
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Sikloheksena tidak dapat membentuk
ikatan hidrogen dan tidak dapat memecah ikatan hidrogen yang terdapat didalam air sehingga
sikloheksena sulit larut dalam air (Fessenden, 1995).
Peristiwa bercampurnya dua zat menunjukkan adanya suatu interaksi diantara kedua zat
baik zat pelarut maupun zat terlarut. Interaksi ini dapat berupa gaya antarmolekul dan
intramolekul. Gaya antarmolekul adalah gaya tarik yang terjadi antarmolekul, sedangkan gaya
intramolekul adalah gaya yang terjadi pada atom-atom dalam molekul. Gaya intramolekul
dapat menstabilkan molekul sedangkan gaya antarmolekul dapat menentukan sifat-sifat yang
dimiliki oleh setiap molekul, misalnya seperti titik didih, titik leleh dan kelarutan. Gaya
antarmolekul bersifat sangat lemah dibandingakan dengan gaya intramolekul sehingga
dibutuhkan energi yang lebih kecil untuk menguapkan cairan daripada untuk memutuskan
ikatan dalam molekul (Chang, 2003).
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik antara ion elektrolit kuat dan lemah
karena memiliki tetapan kelarutan yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan
kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam
golongan pelarut aprotik dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non
elektrolit. Pelarut yang bersifat non polar umumnya digunakan dalam hal melarutkan suatu
zat (Fessenden, 1995).
Pelarut merupakan zat yang dapat melarutkan suatu zat. Pelarut dapat dibagi menjadi 4
jenis pelarut. Pelarut semiprotik mempunyai sifat asam maupun basa seperti halnya air.
Etanol dan metanol memiliki sifat asam-basa yang mirip dengan air. Asam asetat, asam
format, dan asam sulfat disebut pelarut asam dan merupakan asam basa yang jauh lebih lemah
daripada air. Pelarut basa seperti amonia cair dan etil diamina mempunyai keasaman yang
jauh lebih kecil daripada keasaman air (Day dan Underwood, 2001).
MSDS (material safety data sheet)
1. Akuades (H2O)
Akuades memiliki rumus kimia H2O. Akuades memiliki sifat fisik antara lain berwujud
cairan, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Akuades memiliki berat molekul
18,02g/mol, pH netral, titik didih 100oC dan tekanan uap 2,3 kPa. Akuades ini merupakan zat
yang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan (ScienceLab, 2017).
2. Kloroform (CHCl3)
Kloroform adalah senyawa yang tergolong berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan),
kontak mata (iritan), menelan, dan inhalasi. Hal yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit
langsung dengan kloroform adalah segera siram kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang
lebih 15 menit. Tutupi kulit yang teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu
yang terkontaminasi. Cuci pakaian sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju
dengan bersih sebelum digunakan kembali, kemudian segera dapatkan bantuan medis.
Kloroform memiliki sifat fisik dan kimia yaitu berwujud cair, tidak berwarna, memiliki titik
didih 61 ° C (141,8 ° F), memiliki titik lebur -63,5 ° C (-82,3 ° F), memiliki kerapatan sebesar
1,49 g/cm3 (Sciencelab, 2017).
3. Hexana (C6-H14)
Hexana adalah salah satu senyawa organik yang tergolong berbahaya jika terjadi kontak
langsung. Salah satu cara jika terjadi kontak langsung dengan senyawa ini adalah Periksa dan
keluarkan lensa kontak apa pun, segera basuh mata dengan air yang mengalir kurang lebih
selama 15 menit, pertahankan kelopak mata Buka. Dapatkan perawatan medis jika terjadi
iritasi. Hexana memiliki sifat fisik dan kimia yaitu berwujud cair, tidak berbau, tidak
berwarna, memiliki titik didih 68 ° C (154,4 ° F), larut dalam dietil eter, asetonid dan tidak
larut dalam air dingin, air panas (Sciencelab, 2017).
4. Ethanol (C2H5OH)
Ethanol memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki bau yang
khas dan menyengat. Ethanol memiliki massa molar sebesar 46,06844 g/mol, densitas 0,7893
g/cm3, dan memiliki titik didih sebesar 78,29 C. Ethanol adalah senyawa yang tergolong
berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan, dan inhalasi. Hal
yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit langsung dengan ethanol adalah segera siram
kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang lebih 15 menit. Tutupi kulit yang teriritasi
dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci pakaian sebelum
digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju dengan bersih sebelum digunakan kembali,
kemudian segera dapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2017).
5. Methanol (CH3OH)
Methanol memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki bau
yang khas dan menyengat. Methanol memiliki massa molar sebesar 32.04 g/mol, densitas
0.7918 g/cm³ , dan memiliki titik didih sebesar 64.7 °C. Methanol adalah senyawa yang
tergolong berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan, dan
inhalasi. Hal yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit langsung dengan methanol adalah
segera siram kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang lebih 15 menit. Tutupi kulit yang
teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci pakaian
sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju dengan bersih sebelum digunakan
kembali, kemudian segera dapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2017).
6. 1-Butanol (C4H10O)
1-Butanol memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki bau
yang khas dan menyengat. 1-Butanol memiliki massa molar sebesar 74,12 g·mol−1, densitas
0,81 g cm−3, dan memiliki titik didih sebesar 117,7 °C. 1-Butanol adalah senyawa yang
tergolong berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan, dan
inhalasi. Hal yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit langsung dengan 1-Butanol adalah
segera siram kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang lebih 15 menit. Tutupi kulit yang
teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci pakaian
sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju dengan bersih sebelum digunakan
kembali, kemudian segera dapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2017).
7. Asam benzoat (C6H5COOH)
Asam benzoat merupakan padatan kristal berwarna putih dan merupakan asam
karboksilat aromatik yang paling sederhana. Asam lemah ini beserta garam turunannya
digunakan sebagai pengawet makanan. Asam benzoat adalah prekursor yang penting dalam
sintesis banyak bahan-bahan kimia lainnya. Asam benzoate memiliki sifat fisika dan kimia
yaitu berbentuk padat, berwarna putih, memiliki titik leleh 122,4 C, titik didih 249,2 C, berat
jenis 1,321 g/cm3. Asam benzoat adalah salah satu senyawa yang tergolong berbahaya jika
terjadi kontak langsung. Salah satu cara jika terjadi kontak langsung dengan senyawa ini
adalah Periksa dan keluarkan lensa kontak apa pun, segera basuh mata dengan air yang
mengalir kurang lebih selama 15 menit, pertahankan kelopak mata terbuka (ScienceLab,
2017).
8. Anilin (C6H5NH2)
Anilin memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki bau yang
khas dan termasuk senyawa aromatik. Anilin memiliki massa molar sebesar 93.13 g/mol,
densitas 1.0217 g/mL, dan memiliki titik didih sebesar 184,13 °C. Anilin berbahaya bila
terjadi kontak dengan mata. Bila terjadi kontak dengan mata basuh mata dengan air yang
mengalir selama 15 menit (ScienceLab, 2017).
9. Ter-Butanol(C4H10O)
Ter-Butanol memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki
bau yang khas dan menyengat. Ter-Butanol memiliki massa molar sebesar 74,12 g·mol−1,
densitas 0,81 g cm−3, dan memiliki titik didih sebesar 117,7 °C. Ter-Butanol adalah senyawa
yang tergolong berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan, dan
inhalasi. Hal yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit langsung dengan Ter-Butanol
adalah segera siram kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang lebih 15 menit. Tutupi kulit
yang teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci
pakaian sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju dengan bersih sebelum
digunakan kembali, kemudian segera dapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2017).
10. Fenol (C6H5OH)
Fenol memiliki bentuk fisik berupa padatan krital, tak memiliki warna dan memiliki
bau yang khas. Fenol memiliki massa molar sebesar 94,11 g·mol−1, densitas 1.07 g/cm3, dan
memiliki titik didih sebesar 181,7 °C. Fenol berbahaya bila terjadi kontak dengan mata. Bila
terjadi kontak dengan mata basuh mata dengan air yang mengalir selama 15 menit
(ScienceLab, 2017).
11. Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida merupakan bahan kimia yang memilikirumus kimia NaOH. Bahan
ini berbentuk padat, tidak memiliki bau, dan berwarna putih. Natrium hidroksida memiliki
sifat fisik yaitu berat molekul 40 g/mol, titik didih 1388°C, dan titik leleh 323°C. Bahan ini
larut dalam air dingin, serta bahan ini memiliki sifat kimia berupa pH sebesar 13,5 (basa).
Natrium hidroksida dapat menyebabkan iritasi pada mata yang ditandai dengan rasa gatal dan
panas pada mata. Penanganan yang harus dilakukan jika bahan ini terkena mata yaitu mencuci
mata dengan air yang mengalir selama minimal 15 menit (ScienceLab, 2018).
12. Asam Klorida (HCl)
Asam Klorida memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki
bau yang khas dan menyengat. Asam Klorida memiliki massa molar sebesar 36,46 g/mol,
densitas 1,18 g/cm3, dan memiliki titik didih sebesar 110 °C. Asam Klorida adalah senyawa
yang tergolong berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan, dan
inhalasi. Hal yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit langsung dengan Asam Klorida
adalah segera siram kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang lebih 15 menit. Tutupi kulit
yang teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci
pakaian sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju dengan bersih sebelum
digunakan kembali, kemudian segera dapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2017).
13. Aseton (C3H6O)
Aseton merupakan bahan kimia yang berwujud cairan jernih tak berwarna dan
memiliki rumus kimia C3H6O. Bahan ini memiliki bau seperti buah, wangi, dan mirip daun
mint, selain itu bahan ini juga memiliki rasa manis yang menyegat. Sifat fisika bahan ini
diantaranya memiliki berat molekul 58,08 g/mol, titik didih 56,2 oC, titik leleh -95,35oC,
tekanan uap 24 kPa, dan massa jenis uap sebesar 2. Sifat kimia bahan ini yaitu reaktif
terhadap bahan oksidator, reduktor, asam, dan alkali, serta sifat kimia lainnya yaitu tidak
korosif. Penanganan apabila bahan ini terkena kontak dengan tubuh maupun ketika terhirup.
Basuh mata atau kulit dengan air mengalir minimal 15 menit, apabila terkena kontak dengan
bahan. Perawatan medis juga diperlukan ketika kontak dengan tubuh atau terhirup
menimbulkan dampak yang lebih buruk (ScienceLab, 2017).
14. 2-naftol (C10H8O)
2-naftol memiliki bentuk fisik berupa padatan, dan memiliki bau yang khas. Naftol
memiliki massa molar sebesar 144.17 g·mol−1, densitas 1.280 g/cm3, dan memiliki titik didih
sebesar 285 °C. Naftol berbahaya bila dihirup bisa menyebabkan iritasi pada saluran
pernapasan. Pertolongan bila terhirup yakni dengan membawa korban ke tempat yang terbuka
dan segera beri pertolongan medis (ScienceLab, 2017).
15. Kolesterol (C27H46O)
Kolesterol memiliki bentuk fisik berupa cairan kental, dan memiliki bau yang khas.
Kolesterol memiliki massa molar sebesar 386.65 g/mol, densitas 1.052 g/cm3, dan memiliki
titik didih sebesar 360 °C. Kolesterol berbahaya bila ditelan bisa menyebabkan masalah pada
saluran pencernaan. Pertolongan yang dapat dilakukan yakni dengan tidak memberi apa – apa
melalui mulut dan langsung beri pertolongan medis (ScienceLab, 2017).
16. Sikloheksana (C6H12)
Sikloheksana memiliki bentuk fisik berupa cairan, tak memiliki warna dan memiliki bau
yang khas dan menyengat. Sikloheksana memiliki massa molar sebesar 84.16 g/mol, densitas
0.779 g/mL, dan memiliki titik didih sebesar 80,74 °C. Sikloheksana adalah senyawa yang
tergolong berbahaya jika terjadi kontak kulit (iritan), kontak mata (iritan), menelan, dan
inhalasi. Hal yang harus dilakukan jika terjadi kontak kulit langsung dengan Sikloheksana
adalah segera siram kulit yang teriritasi dengan banyak air kurang lebih 15 menit. Tutupi kulit
yang teriritasi dengan emolien. Lepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Cuci
pakaian sebelum digunakan kembali. Bersihkan sepatu dan baju dengan bersih sebelum
digunakan kembali, kemudian segera dapatkan bantuan medis (ScienceLab, 2017).
Prinsip Kerja
A. Kelarutan suatu padatan
Padatan dikatakan larut apabila padatan dalam tabung reaksi sudah habis maupun tersisa
sedikit dari jumlah padatan yang ditambahkan. Kelarutan padatan dapat dibagi menjadi tiga
jenis yaitu larut, tidak larut, dan larut sebagian. Kelarutan suatu padatan dipengaruhi oleh
kepolaran yang mana senyawa non polar tidak dapat larut dalam senyawa polar, begitupun
sebaliknya, sedangkan senyawa yang memiliki sistem kepolaran yang sama akan melarutkan
padatannya.
B. Kelarutan alkohol
Kelarutan alkohol merupakan kelarutan suatu senyawa dengan gugus alkohol yang
dilarutkan pada suatu senyawa. Ikatan hidrogen yang menyusun gugus alkohol dapat
mempengaruhi kelarutannya. Alkohol dapat larut dalam air karena air juga memiliki ikatan
hidrogen.
C. Kelarutan asam-basa organik
Larutan asam dapat larut dalam pelarut basa karena terjadi reaksi netralisasi yang akan
terurai membentuk ionnya menjadi H2O dan sebaliknya. Sampel dapat larut dalam air karena
sifat kepolarannyasenyawa tersebut. Senyawa yang bersifat polar dapat larut dalam air yang
bersifat polar juga.
D. Bercampur atau tidak bercampur
Percampuran dua senyawa yang berbeda dapat menyebabkan kelarutan atau tidak
berlarutnya zat tersebut. Percampuran dua senyawa dapat dikatakan bercampur apabila hanya
terdapat satu fase dalam sistem. Senyawa-senyawa dikatakan tidak bercampur apabila tedapat
dua fase cairan dalam sistem.
Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan kelarutan ini yaitu gelas arloji, pipet pasteur,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, pengaduk kaca, dan penangas air.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan kelarutan ini diantaranya yaitu air, heksana,
etanol, metanol, 1-butanol, ter-butanol, asam benzoat, anilin, fenol, NaOH 1,0 M, HCl 1,0 M,
etil asetat, aseton, 2-naftol, kolesterol, sikloheksana, dan kloroform.
Prosedur Kerja
A. Kelarutan suatu Padatan
Dimasukan asam benzoat ke dalam masing-masing 4 tabung reaksi yang bersih dan kering
sekitar 40 mg. Tabung reaksi diberi label, kemudian ditambahkan 1 mL air pada tabung reaksi
pertama, 1 mL metanol pada tabung reaksi kedua, dan 1 mL heksana pada tabung ketiga.
Tabung reaksi keempat digunakan sebagai kontrol. Campuran diaduk pada tabung reaksi 1-3
dengan pengaduk selama 1 menit, lalu didiamkan selama 30 detik, serta diamati apakah
sampelnya larut, tidak larut, atau larut sebagian dengan membandingkan banyaknya sisa
padatan dalam tabung 1-3 terhadap tabung 4. Hasil pengamatan dicatat dalam lembar
pengamatan. Larutan (bagian cairan) dipipet pada tabung reaksi 1-3 masing-masing pada 3
tabung reaksi yang lain menggunakan pipet Pasteur. Cairan yang dipindahkan, diuapkan dari
tabung reaksi 1-3 dengan penangas air hingga seluruh cairan menguap.
B. Kelarutan Alkohol
Dimasukkan pelarut (air) ke dalam masing-masing 3 tabung reaksi sebanyak 1 mL.
Tabung reaksi pertama ditambahkan tetes demi tetes metanol sampai total 10 tetes. Reaksi
diamati kemudian tabung reaksi dikocok setiap penambahan satu tetes metanol. Reaksi
diamati jika terbentuk dua fase atau bola cair mengindikasikan kedua cairan tidak bercampur
atau tidak larut. Percobaan ini diulangi dengan mengganti etanol dengan 1-butanol, dan ter-
butanol serta mengganti pelarut air dengan heksana
C. Kelarutan Asam-Basa Organik
Dimasukkan asam benzoat ke dalam tiga tabung reaksi yang kering masing-masing sekitar
30 mg. Tabung reaksi pertama ditambahkan 1 mL air, tabung kedua 1 mL NaOH 1,0 M, dan
tabung ketiga 1 mL HCl 1,0 M. Tabung reaksi diaduk dengan pengaduk selama 10-20 detik.
Perlakuan didiamkan dan diamati serta diulangi percobaan ini dengan mengganti asam
benzoat dengan 1 mL anilin dan 1 mL fenol.
D. Bercampur atau Tidak Bercampur
Ditambahkan masing-masing 1 mL pasangan cairan yang diantaranya air-etanol, air-
sikloheksana, air-aseton, air-etil asetat, dan air-kloroform dalam satu tabung reaksi yang
sama. Gunakan tabung reaksi yang berbeda untuk setiap pasangan. Kocok tabung reaksi 10-
20 detik untuk menentukan apakah kedua cairan bercampur atau tidak bercampur. Catat hasil
pengamatan pada lembar pengamatan.
Waktu yang dibutuhkan
No Kegiatan Waktu
1. Persiapan praktikum. 10 menit
Mengecek kelengkapan praktikan dan pengarahan sebelum
2. 10 menit
melakukan percobaan.
3. Praktikum kelarutan suatu padatan 30 menit
4. Praktikum kelarutan alkohol 25 menit
5. Praktikum kelarutan asam-basa organik 30 menit
6. Praktikum bercampur atau tidak bercampur 20 menit
6. Post test. 15 menit
Total Waktu 140 menit

Referensi
Alberty, R. 1992. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Chang, R. 2003. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia Edisi Baru. Jakarta: Erlangga.
Day, R. A. Dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kualitatif. Jakarta: Erlangga
Fessenden, R. J. 1995. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Benzoat Acid.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9957351. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Water.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Hexane.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9926346. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of chloroform.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924998. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of ethanol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923898. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Methanol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9923896. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Buthanol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=99263326. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of anillin.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9913321. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Ter-Butanol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9956731. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Phenol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924341. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of sodium hydroxide.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of hydrochloric acid.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9933236. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of acetone.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9933336. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of Naphthol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9911136. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of cholesterol.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9932246. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
ScienceLab. 2017. Material Safety Data Sheet of siklohexane.
https://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9931236. (diakses pada tanggal 9
oktober 2018).
Tim Dosen Kimia Organik. 2017. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Jember: Universitas
Jember.
Tungadi, R. 2009. Kimia Farmasi. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo
Saran
Percobaan tentang kelarutan harus dilakukan dengan teliti agar hasil yang didapatkan
sesuai dengan literatur. Endapan yang dihasilkan oleh setiap larutan harus dengan teliti
diamati agar data yang dihasilkan sesuai. Sampel yang digunakan harus dengan cepat
ditimbang agar tidak memakan waktu banyak saat melakukan percobaan. Alat yang telah
selesai digunakan segera dicuci bersih dengan menggunakan sabun agar tidak ada zat yang
tersisa.
Nama dan Nim : Dzulkifli Florenda Metiardo (171810301021)
Kelompok : 01
Asisten : Supriati Khotijatul Qubro

Anda mungkin juga menyukai