Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke Non Hemoragik


2.1.1 Definisi dan klasifikasi
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan
tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi
klinis stroke dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu
mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu.10
Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah
otak, stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :
1. Stroke Non Hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan
aliran darah otak.11 Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :10
A. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang
dari 21 hari.
C. Stroke in Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
D. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel
yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya
terjadi kematian neuron.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:12
A. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan
di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit
jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan
serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti
berolahraga.
B. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat
dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)
merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah
kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh
darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan
hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
2. Stroke Hemoragik
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang
interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan
mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila
susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di
dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarakhnoid.
A. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai
deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak
berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
d. Dysphagia
e. Kehilangan komunikasi
f. Gangguan persepsi
g. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
h. Disfungsi Kandung Kemih

2.1.2 Tanda dan gejala stroke non hemoragik


Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:13
1. Gangguan Motorik

a. Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)

b. Penurunan kekuatan otot

c. Gangguan gerak volunter

d. Gangguan keseimbangan

e. Gangguan koordinasi

f. Gangguan ketahanan

2. Gangguan Sensorik

a. Gangguan propioseptik

b. Gangguan kinestetik

c. Gangguan diskriminatif
3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi

a. Gangguan atensi

b. Gangguan memori

c. Gangguan inisiatif

d. Gangguan daya perencanaan

e. Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah

4. Gangguan Kemampuan Fungsional


a. Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet
dan berpakaian.
2.1.3 Faktor risiko stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan
didasari oleh berbagai macam faktor risiko.

Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih
dalam penelitian yaitu:
1. Tidak dapat dirubah :

b. Usia

c. Jenis kelamin

d. Ras

e. Genetik

2. Dapat dirubah :

a. Hipertensi

b. Merokok
c. Diabetes

d. Fibrilasi atrium

e. Kelainan jantung

f. Hiperlipidemia

g. Terapi pengganti hormon

h. Anemia sel sabit

i. Nutrisi

j. Obesitas

k. Aktifitas fisik

3. Dalam penelitian lebih lanjut:

a. Sindroma metabolik

b. Penyalahgunaan zat

c. Kontrasepsi oral

d. Obstructive Sleep Apnea

e. Migrain

f. Hiper-homosisteinemia

g. Hiperkoagulabilitas

h. Inflamasi
i. Infeksi
2.1.4 Patofisiologi stroke non hemoragik
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan
jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga
mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60
ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300-
1400 gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan
jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari
seluruh curah jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan
demikian, kecepatan otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram
otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit
akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya
akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob.
Energi yang dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol
Adenoain trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya
dihasilkan 2 mol Atp/mol glukosa.
Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini digunakan
untuk keperluan :
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan
pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.

2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar


sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan
patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang
ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui
transpor glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang
menembus membran. Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak,
bekerja melalui aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat
dibedakan melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi-
5-metil-4-isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat
(NMDA). Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya
eksitasi neumoral dan depolarisasi.19 Glutamat yang menstimulasi reseptor
NMDA akan mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang
terkait, yaitu :
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak

2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.

2.1.5 Diagnosis stroke non hemoragik


2.1.5.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun
gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara
bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk
menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk
mengetahui gejala atau onset stroke seperti:
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.

3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.

4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,


infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan
hiponatremia.13

2.1.5.2 Pemeriksaan Penunjang


Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya
tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50%
pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut
dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi
trombolitik.
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:
1. CT Angiografi

2. CT Scan Perfusion

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.
2.1.6 Penatalaksanaan stroke non hemoragik
2.1.6.1 Penatalaksanaan umum
1. Umum :
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan
elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
2. Khusus :
Pencegahan dan pengobatan komplikasi
Rehabilitasi
Pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder.
2.1.6.2 Penatalaksanaan khusus
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:

1. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol

2. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA))


Indikasi :
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan
selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak
mengalami stroke perdarahan dengan CT scan.
Kontra Indikasi :
rtPA tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami resiko tinggi
perdarahan, pasien yang menerima antikoagulan oral (warfarin), menunjukkan
atau mengalami perburukan pendarahan, punya riwayat stroke atau kerusakan
susunan saraf pusat, hemorrhage retinopathy, sedang mengalami trauma pada
external jantung (<10 hari), arterial hipertensi yang tidak terkontrol, adanya
infeksi bakteri endocarditis, pericarditis, pancreatitis akut, punya riwayat
ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir, oesophageal varicosis,
arterial aneurisms, arterial/venous malformation, neoplasm dengan peningkatan
resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah termasuk sirosis hati, portal
hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis aktif, setelah operasi besar atau
mengalami trauma yang signifikan pada 10 hari, pendarahan cerebral, punya
riwayat cerebrovascular disease, keganasan intrakranial, arteriovenous
malformation, pendarahan internal aktif. Dosis : dosis yang direkomendasikan
0,9mg/kg (dosis maksimal 90 mg) secara infusi selama 60 menit dan 10% dari
total dosis diberikan secara bolus selama 1 menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg
(10% dari dosis 0,9mg/kg) secara iv bolus selama 1 menit, diikuti dengan 0,81
mg/kg (90% dari dosis 0,9mg/kg) sebagai kelanjutan infus selama lebih dari 60
menit. Heparin tidak boleh dimulai selama 24 jam atau lebih setelah penggunaan
alteplase pada terapi stroke.
Efek Samping :
1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf pusat (demam),
dermatologi (memerah(1%)), gastrointestinal (perdarahan saluran cerna(5%),
mual, muntah), hematologi (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan minor (7%)),
reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan intrakranial (0,4% sampai
0,87%, jika dosis ≤ 100mg)
Faktor Resiko :
a. Kehamilan; Berdasarkan Drug Information Handbook menyatakan Alteplase
termasuk dalam kategori C. Maksudnya adalah pada penelitian dengan hewan uji
terbukti terjadi adverse event pada fetus ( teratogenik atau efek embriocidal) tetapi
tidak ada kontrol penelitian pada wanita atau penelitian pada hewan uji dan wanita
pada saat yang bersamaan. Obat dapat diberikan jika terdapat kepastian bahwa
pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko pada janin. Pada BNF
disebutkan bahwa Alteplase berpeluang menyebabkan pemisahan prematur
plasenta pada 18 minggu pertama. Secara teoritis bisa menyebabkan fetal
haemorrhage selama kehamilan, dan hindarkan penggunaannya selama
postpartum. b. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati
parah.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :
a. Terdiagnosis stroke non hemoragik.

b. Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.

c. Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.

d. Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan


Alteplase.
e. Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
f. Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
g. Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran
kencing dalam 21 hari terakhir.
h. Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
i. Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7
hari terakhir.
j. Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
k. Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg
dan diastolik kurang dari 110 mmHg).
l. Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama
pemeriksaan.
m. Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000
mm3.
n. Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
o. Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi
postictal residual.
p. Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction
(hypodensity kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).

3. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)

4. Neuroprotektan.

2.1.6.3 Terapi komplikasi


1. Antiedema : larutan Manitol 20%

2. Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : atas indikasi

3. Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.


2.1.6.4 Penatalaksanaan faktor risiko
1. Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu

2. Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu

3. Antidislipidemi : atas indikasi.

2.1.6.5 Terapi non medikamentosa


1. Operatif

2. Phlebotomi

3. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik

4. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)

5. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet).


2.1.7 Keluaran stroke
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai
impairments, disabilitas dan handicaps. Oleh WHO membuat batasan sebagai
berikut:
1. Impairments : menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis, psikologis dan
anatomis yang disebabkan oleh stroke. Tindakan psikoterapi, fisioterapi, terapi
okupasional ditunjukkan untuk menetapkan kelainan ini.

2. Disabilitas : merupakan setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat


sesuatu yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang yang sehat.

3. Handicaps : merupakan halangan atau gangguan pada seorang penderita stroke


untuk berperan sebagai manusia normal akibat impairment dan disabilitas.
Dalam uji klinik, Indeks Barthel merupakan skala yang sering digunakan
untuk menilai keluaran dan merupakan pengukuran yang dipercaya dapat
memberikan penilaian yang lebih objektif terhadap pemulihan fungsional setelah
stroke.
Indeks Barthel telah dikembangkan sejak tahun 1965 dan kemudian
dimodifikasi oleh Grager dkk sebagai suatu teknik yang menilai pengukuran
performasi pasien dalam 10 aktifitas hidup sehari-hari yang dikelompokkan ke
dalam 2 kategori yaitu:

1. Kategori yang berhubungan dengan self care antara lain : makan,


membersihkan diri, berpakaian, perawatan buang air besar dan buang air kecil,
penggunaan toilet.

2. Kategori yang berhubungan dengan morbiditas antara lain : berjalan, berpindah


dan menaiki tangga.
Skor maksimum dari Indeks Barthel ini adalah 100 yang menunjukkan
bahwa kemampuan fungsional penderita sangat mandiri dan dapat melakukan
aktifitas sehari-hari tanpa bantuan dari orang lain, sedangkan skor terendah adalah
0 yang menunjukkan bahwa penderita mengalami ketergantungan total untuk
dapat melakukan aktifitas sehari-hari.

2.2 CT Scan
CT Scan merupakan teknologi sinar X-rays yang diproses menggunakan
komputer untuk memproduksi gambaran tomografi (irisan virtual) dari area
spesifik objek yang di scan, sehingga penggguna dapat melihat gambaran organ
dalam tanpa melakukan pembedahan.21 CT Scan diperkenalkan kepada dunia
kedokteran oleh EMI Limited London ditahun 1972 pada kongres British Institute
Of Radiology.
Pemotretan dengan sinar rontgen banyak informasi yang dibawakan oleh
setiap gelombang sinar tidak tercatat, karena film yang mencatat tibanya
gelombang sinar rontgen tidak peka terhadap perbedaan intensitas yang halus.
Pada CT Scan, film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan 3 alat detektor
yang dapat mencatat semua sinar secara berdiferensiasi. 2 diantaranya menerima
sinar yang telah menembus tubuh dan yang 1 lainnya berfungsi sebagai detektor
referens yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah menembus tubuh.
Penyinaran dilakukan menurut proyeksi dari 3 titik, yaitu dari posisi jam 12, jam
10, dan jam 2. Penyinaran dari 3 posisi itu memakan waktu 4,5 menit, tercatat
oleh setiap pesawat detektor 43200 berbagai intensitas sinar tembus. Kemudian
diolah oleh sistem komputer selama proses penyinaran dikerjakan. Pesawat
komputer itu menghitung informasi yang dihasilkan oleh pencatatan tibanya sinar
rontgen setelah menembus berbagai bangunan tubuh yang sangat berbeda dalam
kepadatan struktur dan substansinya. Selisih intensitas berbagai sinar rontgen
setelah menembus tubuh disebabkan oleh daya absorbsi setiap jaringan yang
dinyatakan dalam koefisien terhadap absorbsi oleh air yang ditetapkan sebagai 0.
Bagi jaringan kepala dan isinya, koefisiennya adalah sebagai berikut:
Air : 0 S.Grisea : 18-23
Lemak : 50 Darah : 28-38
Darah : 6 Tulang/Pengapuran : 40-150
S.Alba : 11-16
Berbagai manfaat dapat diperoleh dengan adanya CT Scan itu. Namun
demikian mudah sekali terjadi praktek komersial mengingat mahalnya harga dan
besarnya perongkosan pemeliharaan pesawat CT Scan itu. Adapun indikasi tepat
bagi penggunaan CT Scan kepala ialah adanya dugaan yang kuat akan suatu
kelainan pada otak berdasarkan analisis klinis yang sudah dapat menentukan
lokalisasi dan sifat lesi. Indikasi yang tidak tepat dan mudah menimbulkan kesan
bahwa penggunaan CT Scan bersifat komersial adalah :
a. Sakit kepala kronik yang jelas bersifat psikogenik

b. Epilepsi yang sudah diketahui secara mantap tidak disebabkan tumor

c. Penyakit-penyakit saraf tepi

d. Tidak mengetahui apa yang harus diperbuat kepada pasien dengan keluhan di
luar kepala dan susunan saraf pusat.
Proses-proses yang menimbulkan kelainan pada otak yang dapat
divisualisasikan itu adalah :
a. Tumor intrakranial

b. Edema serebri

c. Lesi kontusio serebri


d. Infark serebri

e. Perdarahan serebral/intrakranial

f. Lesi demielinisasi

g. Hidrosefalus internus dan eksternus


Evaluasi CT Scan diperlukan pengetahuan multidisipliner dimana anatomi
susunan saraf pusat, neuropatologi dan neuroradiologi menjadi pengetahuan
dasarnya.
Perdarahan memperlihatkan kepadatan yang tinggi, sedangkan infark
tampak dengan kepadatan yang rendah. Infark segar dan yang sudah beberapa
lama dapat dikenal juga akibat okulasi serebri media. Infark segar yang baru
terjadi biasanya tidak dapat dikenal pada CT Scan. Setelah infark itu berusia 3-4
hari, lesi dapat dijumpai sebagai bercak yang hipodens. Di daerah pendarahan
arteria serebri anterior, media atau posterior bentuknya seperti baji. Edema yang
menyertai infark serebri tampak dalam 3 minggu setelah infark terjadi, baik di
substansia alba maupun substansia grisea.
Sejak 1970, CT Scan menjadi instrumen penting untuk pencitraan medik
yang banyak digunakan untuk terapi pencegahan maupun screening suatu
penyakit.
CT Scan pada kepala pada umumnya digunakan untuk mendeteksi adanya
infark, tumor, kalsifikasi, perdarahan dan trauma tulang. Dari semua yang telah
disebutkan, struktur hipodens dapat mengindikasikan edema dan infark, struktur
hiperdens mengindikasikan kalsifikasi, perdarahan dan trauma tulang. Tumor
dapat dideteksi dengan adanya pembengkakan dan perubahan anatomis yang
disebabkan oleh tumor. CT Scan kepala juga digunakan untuk pedoman
melakukan pembedahan stereotatik dan untuk terapi tumor intrakranial,
malformasi arteriovenous dan terapi pembedahan yang lain menggunakan alat
yang disebut sebagai N-localizer.24,25,26
MRI kepala menyediakan informasi yang dapat dibandingkan dengan CT
Scan ketika mencari informasi mengenai sakit kepala untuk mengonfirmasi
diagnosis neoplasma, penyakit vaskuler, lesi fosa kranial posterior, lesi
servikomedular atau kelainan tekanan intrakranial. CT scan juga dapat digunakan
untuk mendiagnosa sakit kepala ketika diindikasikan untuk pencitraan MRI
namun tidak tersedia atau pada keadaan darurat ketika dicurigai terjadi
perdarahan, stroke atau trauma otak. Walaupun pada keadaan darurat, ketika
cedera kepala minor didiagnosis oleh evaluasi tenaga kesehatan dan berdasarkan
oleh guidelines yang telah ditetapkan, CT Scan kepala harus dihindari untuk
dewasa dan anak-anak.
BAB II

KASUS

Seorang Pasien inisial adalah Tn. I, belaiau masuk rumah sakit tanggal 16
juli 2017,No. RM : 080249. Tn. I Lahir pada 24 November 1968 sekarang
berumur 48 tahun. Bertempat tinggal di Asrama Hubdam V/Brawijaya Kesatrian
05/11 Blimbing Malang, No. Telp 08133349xxx, Suku : Jawa, beragama islam,
sudah menikah, Diagnosa Medis : CVA Non Hemoragic , Tanggal Pengkajian 17
Juli 2017.

Keluhan Utama adalah Keluarga Subjek mengatakan Subjek susah untuk


berbicara/ bicara pelo.Riwayat penyakit sekarang Keluarga pasien mengatakan
Subjek sulit bicara atau bicara pelo sejak 1 hari yang lalu, muncul tiba-tiba. Badan
terasa kaku, tangan dan kaki kiri susah untuk digerakkan. Lalu Subjek dibawa ke
IGD RS Lavalete malang untuk periksa setelah di RS Lavalete Subjek dilakukan
pemeriksaan dan dilakukan CT-Scan. Setelah itu Subjek dianjurkan untuk rawat
inap. Setelah itu Subjek dirujuk ke RS Tk.II dr. Soepraoen Malang untuk
dilakukan perawatan lebih lanjut. Di IGD RS Tk.II dr. Soepraoen Malang
dilakukan pemeriksaan lagi setelah itu pasein dibawa ke Ruang Unit Stroke untuk
dilakukan perawatan. Riwayat penyakit yang lalu ialah Keluarga Subjek
mengatakan sebelumnya Subjek sudah pernah mengalami stroke yang sama pada
tahun 2012 dan 2016. Pada tahun tersebut serangan yang muncul hanya
kelemahan pada tangan dan kaki kiri. Subjek mempunyai riwayat penyakit
Hipertensi. Riwayat kesehatan keluarga, keluarga subjek mengatakan keluarga
tidak ada yang mengalami sakit yang sama seperti subjek.

Pemeriksaan Fisik

N Pemeriksaan Subjek 1 Subjek 2


O Fisik
1. Pernafasan Pola nafas teratur, Pola nafas teratur,
Frekwensi nafas: 22x/mnt, Frekwensi nafas:
suara nafas normal, tidak 20x/mnt, suara nafas
terdapat periode apnoe, normal, tidak terdapat
tidak terdapat suara nafas periode apnoe, tidak
tambahan, tidakterdapat terdapat suara nafas
pembesaran vena jugularis, tambahan, tidakterdapat
tidak terdapat edema pembesaran vena
tungkai jugularis, tidak terdapat
edema tungkai
2. Kardiovaskular Bunyi jantung normal, nadi Bunyi jantung normal,
pedalis teraba kuat, Nadi: nadi pedalis teraba kuat,
84x/mnt nadi terba kuat Nadi: 86x/mnt nadi terba
dan teratur, pengisian kuat dan teratur,
kapiler < 2 detik, TD: pengisian kapiler < 2
150/100 mmHg, detik, TD: 170/110
suhu:36,7°C axial, Warna mmHg, suhu:36°C axial,
kulit normal, Kulit teraba Warna kulit normal,
hangat, Tidak terdapat Kulit teraba hangat,
cyanosis Tidak terdapat cyanosis
3. Pencernaan Mulut dan gigi bersih tidak Mulut dan gigi bersih
terdapat karies gigi, tidak tidak terdapat karies gigi.
terdapat gigi palsu, Bising Subjek susah membuka
usus 11x/mnt, tidak mulut, Tidak terdapat
kembung, kebiasaan gigi palsu. Bising usus
makan 3x/hari, nafsu 12x/mnt tidak kembung,
makan kurang porsi makan kebiasaan makan 3x/hari,
hanya 5 sendok setiap nafsu makan kurang
makan. Dengan komposisi porsi makan 1/4 piring.
nasi tim + lauk, Subjek Degan komposisi nasi
tidak suka sayur, kebiasaan tim, sayur, dan lauk.
minum 4-6 gelas/ hari, Kebiasaan minum 5-7
masalah dalam makanan gelas/ hari. Terdapat
mual ketika makan banyak, nyeri telan,Diet : nasi
Diet : nasi tim, subjek tidak tim, subjek tidak
menggunakan alat bantu menggunakan alat bantu
untuk makan, subjek belum untuk makan, Selama di
BAB sejak ± 4 hari RS subjek BAB 1x.
yanglalu, masalah BAB: Tidak terdapat masalah
konstipasi. Subjek tidak dalam BAB
menggunakan
kolostomibag. Abdomen
teraba keras
4. Perkemihan Kebiasaan BAK: 3-5x/hari Kebiasaan BAK: 4-
warna kuning pekat, idak 7x/hari warna kuning,
terdapat distensi kandung Tidak terdapat distensi
kemih, subjek kandung kemih, subjek
mengguanakan pempers tidak mengguanakan alat
untuk BAK bantu untuk BAK
5. Persyarafan Kesadaran: Compos Kesadaran: Compos
Mentis, GCS : 456, Mata Mentis, GCS : 456, Mata
normal, tidak plus subjek
menggunakan alat bantu, menggunakan alat bantu
Pupil isokor, reaksi kaca mata.Pupil isokor,
terhadap cahaya kanan (+) reaksi terhadap cahaya
kiri (+), Tidak terdapat kanan (+) kiri (+)Tidak
halusinasi penglihatan, terdapat halusinasi
Terdapat gangguan penglihatan. Terdapat
pergerakan: hemiplegic gangguan pergerakan:
sebelah kiri, Subjek dapat hemiparesis sebelah kiri.
merasakan sesuatu Subjek dapat merasakan
sentuhan, Tidak terdapat sesuatu sentuhan.
gangguan bicara Terdapat gangguan
bicara/ bicara pelo.
subjek kesulitan
membuka mulut
6. Integument dan Keadaan kulit utuh. Turgor Keadaan kulit
muskoloskeletal kulit elastic, terdapat utuh,Turgor kulit
kesulitan pergerakan pada elastic,Terdapat kesulitan
tangan kiri dan kaki kiri, pergerakan pada tangan
aktivitas Subjek dibantu kiri dan kaki
oleh keluarga. Terdapat kiri.Terdapat resiko jatuh
resiko jatuh pada Subjek. pada Subjek .Tidak
Terdapat resiko dekubitus terdapat resiko dekubitus
pada punggung karena karna Subjek sering
kurangnya miring kanan miring kanan kiri dan
miring kiri dibantu untuk
Kekuatan otot 3 0 dudukKekuatan otot
5 3
3 0
5 3

7. Reproduksi Status perkawinan Subjek: Status perkawinan


menikah, Jumlah anak 4 Subjek: menikah, Jumlah
anak 3
8. Istirahat dan tidur Kebiasaan tidur: malam4-6 Kebiasaan tidur: malang
jam; siang 2 jam namun 5-7 jam; siang 2 jam
sering terbangun pada saat namun sering tertidur
tidur, Tidak terdapat saat siang hari, Tidak
masalah pada tidur, Subjek terdapat masalah pada
tidak mengkonsumsi obat tidur. Subjek tidak
tidur mengkonsumsi obat tidur

Hasil Pemeriksaan Diagnostik


Jenis
Pemeriksaan KLAS B Nilai normal
Diagnostik
Labora Hematol 1. Tgl 16/07/2017
torium ogi a. Hemoglobin a.(L:14,4-17,5)/
(met hb): 13,3 (P:12,0-
b. Lekosit (flow 15,3g/dl)
impedance) : b. (4-10
6.460 ribu/cmm)
c. Trombosit
(flow
impedance): c.(150-450 ribu)
315.000
d. PCV (flow
impedance): d. (40-50 %)
39,5
Diabete 2. Tgl 17/07/2017
s (GOP a. Gula darah a. (70-110
PAP) puasa: 105 mg/dl)
Elektroli
t a. Natrium :139,5 a.(135-
b. Kalium: 3,12 155mmol/L)
c. Clorida :104,2 b. (36-5,5
mmol/L
c.(98 -107 mmol/L
Lemak a. Kolesterol :211 a.(< 200 mg/dl)
b. HDL Kolesterol: b. (> 45
55 mg/dl)
c. LDL Kolesterol: c.(< 150 mg/dl)
143 d. (<150
d. Trigliserid :99 mg/dl)
Faal a. Ureum : 16 a. (15-45 mg/dl)
Ginjal b. Kreatinin 1,20 b. (0,7- 1,4 mg/dl)
c. Uric Acid: 5,3 c.(2,5 -7,7 mg/dl)
Faal Hati a. SGOT : 24 a.(<33 U/L)
b. SGPT : 31 b. (< 42 U/L)
c. Total Protein : c.(6,3 - 8,9 g/dl)
7,65 d. (3,6 – 5,2
d. Albumin : 4,56 g/dl)
CT- Tanggal
Scan 16/07/2017
Hasil CT-Scan :
1. Tampak lesi
hipodens batas
tidak tegas pada
corona radiate
sinistra dan
batas tegas pada
thalamus dextra
dan subcortex
temporal dextra
2. Sulci dan gyri
normal
3. System
Ventrikel
lateralis D/S,III,
dan IV normal
4. System sisterna
normal
5. Tidak ada
pergeseran mid
line
6. Infra tentorial:
mensephalon,
pons, kedua
CPA dan
cerebellum
normal.
7. Sinus
Paranasalis,
kedua orbita dan
mastoid normal
8. Calvaria intak

Kesimpulan
1. Infark acut pada
corona radiate
sinistra
2. Infark chronic
pada thalamus
dextra dan
subcortextempor
al dextra

Terapi / pengobatan
Subjek Nama obat Dosis Cara pemberian
Subjek 1. Citicolin 250mg 2x1 Intravena
2 2. Vitamin B1 1x1 Intravena
3. CPG 0-1-0 Peroral
4. Tyarit 2x1/2 Peroral
5. Ketorolac 1 amp extra Intravena
6. KCL drip NS 0,9% 20tpm micro Intravena
7. Infus Ns 0,9 % 20tpm Intravena
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari kasus yang dibahas telah dilakukan pengkajian sampai tahap


evaluasi , diperoleh 9 diagnosa penyakit, dari masalah yang diprioritaskan
yaitu gangguan menelan, ketidakseimbangan nutrisi, hambatan komunikasi
verbal, defisit perawatan diri makan, hambatan mobilitas fisik, defisit
perawatan diri mandi, defisit perawatan diri eliminasi, defisit perawatan diri
pakaian, dan resiko ketidakstabilan tekanan darah.

Definisi dari gangguan menelan yaitu fungsi abnormal mekanisme


menelan yang dikaitkan dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring, atau
esofagus. Ketidakseimbangan nutrisi yaitu asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik. Hambatan komunikasi verbal yaitu
penurunan, pelambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,
memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbil.

Defisit perawatan diri: makan yaitu ketidakmampuan makan secara


mandiri. Hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan dalam gerakan fisik
atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Defisit
perawatan diri mandi yaitu ketidakmampuan melakukan pembersihan diri
saksama secara mandiri.

Defisit perawatan diri eliminasi yaitu ketidakmampuan untuk


melakukan secara mandiri tugas yang berkaitan dengan eliminasi fekal dan
urine. Defisit perawatan diri pakaian yaitu ketidakmampuan untuk
menggunakan atau melepas pakaian secara mandiri. Resiko ketidakstabilan
tekanan darah yaitu rentan mengalami fluktuasi dorongan aliran darah
dalam pembuluh arteri, yang dapat mengganggu kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai