Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Food record atau food diary yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
sebagai metode pencatatan makanan, merupakan salah satu metode survei
konsumsi pangan yang bersifat prospektif. Dalam metode ini responden membuat
catatan makanan yang dikonsumsi selama waktu tertentu. Metode ini dapat dibagi
menjadi estimated food record dan weighed food record untuk menilai asupan
makanan tingkat individu. Sementara untuk menilai asupan tingkat rumah tangga
dapat menggunakan household food record. Estimated food record adalah metode
pencatatan makanan yang dilakukan oleh responden dengan cara mengestimasi
jumlah makanan yang dikonsumsi. Sedangkan weighed food record merupakan
metode pencatatan makanan yang dilakukan oleh responden atau petugas
pengumpul data dengan cara menimbang makanan yang dikonsumsi oleh
respoden.
Metode food record dapat menghasilkan data yang cukup detail dan
akurat. Data yang dihasilkan bersifat kuantitatif, sehingga metode ini dapat
digunakan untuk mengukur asupan zat gizi seperti asupan energi, karbohidrat,
protein, dan lemak. Metode ini juga dapat digunakan untuk mengukur asupan
cairan. Responden sulit untuk mengingat kapan dan berapa jumlah cairan yang
diminum, sehingga metode pencatatan ini cocok untuk mengukur asupan cairan
dalam sehari. Dalam pelaksanaannya metode record harus memperhatikan kondisi
responden karena metode ini cocok digunakan untuk responden dengan latar
belakang pendidikan yang cukup tinggi. Metode ini tidak dapat digunakan untuk
responden yang buta huruf, karena responden harus menuliskan semua makanan
dan minuman yang dikonsumsi. Metode ini juga dapat menjadi beban bagi
responden.

Metode pencatatan makanan (Food Record) adalah metode yang


difokuskan pada proses pencatatan aktif oleh subjek terhadap seluruh makanan
dan minuman yang telah dikonsumsi selama periode waktu tertentu. Pencatatan
adalah fokus yang harus menjadi perhatian karena sumber kesalahannya juga
adalah pada proses pencatatan yang tidak sempurna. Jika pencatatan dilakukan
dengan sempurna maka hasil metode ini adalah sangat baik (Cheng et al. 2012).

Metode pencatatan ini dapat dilakukan di rumah tangga ataupun di


institusi. Syarat umum pencacatan adalah literasi subjek harus baik. Konsistensi
dalam proses pencatatan juga menjadi aspek yang harus ditekankan agar informasi
terhadap makanan dan minuman akurat dan dapat memberikan informasi jumlah
makanan yang dikonsumsi secara tepat. Literasi merupakan syarat utama sehingga
pada subjek dengan kemampuan baca tulis tidak ada tidak dapat dilakukan.
Pencacatan hanya dapat dilakukan oleh subjek yang diukur dan tidak dapat
dilakukan oleh orang lain, karena alasan tidak efisien (Roy et al. 1997).

Metode pencatatan makanan tidak dapat dilakukan pada subjek yang tidak
memiliki tempat tinggal menetap dalam periode waktu tertentu. Alasannya adalah
karena informasi makanan dan minuman yang dikonsumsi harus dapat dicatat
dalam periode waktu. Periode waktu yang dimaksud adalah lima dan tujuh hari.
Jika pada periode tersebut tidak dapat dilakukan pencatatan maka metode ini tidak
dapat digunakan. Selain itu kondisi subjek dalam periode waktu tersebut harus
konsisten sehat. Jika pada periode pencatatan subjek sakit maka pencatatan dapat
dihentikan karena alasan subjek sakit (Aang Sutrisna, Marieke Vossenaar, Dody
Izwardy 2017).

Kelebihan dari metode food record antara lain seperti yang diuraikan di bawah ini
1. Metode food record dapat menyediakan data secara kuantitatif sehingga jumlah
asupan zat gizi responden dalam sehari dapat diketahui.
2. Data yang dihasilkan dari metode food record cukup detail seperti waktu
malam, jenis bahan makanan, metode pengolahan yang digunakan dan jumlah
atau porsi dari makanan yang dikonsumsi responden.
3. Dapat mengurangi bias yang disebabkan karena keterbatasan ingatan
responden, karena dalam metode food record responden langsung menuliskan
makanan yang dikonsumsi.
4. Dapat digunakan untuk mengumpulkan data konsumsi makanan pada jumlah
responden yang cukup besar.
5. Hasil yang diperoleh cukup akurat jika responden menuliskan data konsumsi
makanan dengan teliti.

Kelemahan dari metode food record antara lain seperti yang diuraikan di bawah
ini
1. Penggunaan metode food record membutuhkan tingkat kerja sama yang tinggi
dengan responden dan membutuhkan komitmen responden untuk bersedia
melakukan pencatatan makanan.
2. Metode food record sangat membebani responden karena responden harus
menuliskan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama periode
penelitian.
3. Keakuratan data konsumsi makanan tergantung kemampuan responden dalam
menuliskan bahan makanan, metode pengolahan makanan dan perkiraan atau
estimasi jumlah makanan yang dikonsumsi.
4. Keakuratan data dari metode food record ini juga sangat tergantung dari
kejujuran responden dalam melaporkan semua makanan dan minuman yang
dikonsumsi. Sebagian responden mungkin tidak melaporkan beberapa konsumsi
makanan karena beberapa alasan, seperti lupa menuliskan makanan yang
dikonsumsi, makanan yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit sehingga responden
beranggapan tidak perlu melaporkannya, responden malu atau tidak mau
melaporkan makanan tertentu karena dianggap kurang baik atau kurang sehat.
5. Metode ini tidak cocok digunakan untuk responden yang buta huruf.
6. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pengumpulan data.

dapus

Aang Sutrisna, Marieke Vossenaar, Dody Izwardy, A.T. 2017. Sensory


Evaluation of Foods with Added Micronutrient Powder (MNP) “Taburia” to
Assess Acceptability among Children Aged 6–24 Monthsand Their Caregivers in
Indonesia. Nutrien, 9(979), pp.2–17.

Cheng, G. et al., 2012. Relative validity of a 3 d estimated food record in German


toddlers. Public Health Nutrition, 16(4), pp.1–8.

Roy, D.S. et al., 1997. Fat-gram counting and food-record rating are equally
effective for evaluating food records in reduced-fat diets. Journal of the American
Dietetic Association, 97(9), pp.987–990.

Anda mungkin juga menyukai