Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak reformasi dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, terjadi perubahan dalam
pelaksanaan sistem pemerintahan di daerah yang semula bersifat sentralistik dengan
sistem top down begeser kepelaksanaan pemerintah daerah yang bersifat desentralistik.
Secara formal pemerintah menyerahkan kewenangan kepada daerah otonom untuk
mengurus rumah tangganya sendiri dan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan
aspirasi masyarakatnya.
Penguatan otorisasi pemerintah daerah melalui kebijakan otonomi ini
menghasilkan kemajuan dibidang demokrasi lokal dengan menerapkan sistem
keterbukaan informasi dan pemberian pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan
tujuan desentralisasi dan otonomi daerah adalah mendekatkan pemerintah kepada
masyarakat yang dilayani sehingga pemerintah daerah dapat mengakomodir seluruh
kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera.
Paradigma desentralisasi telah menumbuhkan kepekaan masyarakat untuk menuntut
kualitas pelayanan publik (public service) yang merupakan kewajiban dari pemerintah
daerah. Hasbullah Malau mengatakan, untuk meningkatkan pelayanan publik yang
berkualitas dan bermutu, pemerintah daerah sebaiknya merubah paradigma berfikir dan
bertindak yang ada di birokrasi daerah dari paradigma dilayani, pangreh praja,
memerintah dan menguasai menjadi paradigma melayani, pelayan masyarakat,
penyuguhi masyarakat, memfasilitasi dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi da-
lam pelayanan publik, memberikan pelayanan prima, responsif, transparan, akuntabel,
komunikatif.1
Berkaitan dengan hal tersebut, Karjuni Dt Maani mengemukakan, bahwa
penyelenggara pelayanan publik harus bertanggungjawab dalam menjalankan
1
Hasbullah Malau, Menyoal Pelayanan Publik yang Berkualitas di Era Otonomi Daerah, Jurnal Ilmiah
Politik Kenegaraan, Vol. VIII No.1 Edisi Oktober 2009, Universitas Negeri Padang, Hlm.14

1
wewenangnya dengan baik, karena publik memiliki hak untuk mengontrol,
mempertanyakan dan meminta pertanggungjawaban aparat pemerintah (melalui
wakilnya).2 Dengan akuntabilitas dan responsibilitas publik, setiap aparat pemerintah
diminta untuk dapat mempertanggungjawabkan hak, kewajibannya, tindakannya,
keahliannya bahkan waktu yang dipergunakan di depan publik, dengan sistem
administrasi negara yang efisien dan efektif bukan berarti pengaduan publik di berbagai
aspek pembangunan sudah meningkat kearah yang lebih baik, tetapi merupakan ciptaan
kreatif dasar pengelolaan pemerintahan yang proaktif terhadap berbagai kebutuhan
publik. Posisi aparatur pemerintah seharusnya mampu mendorong aktivitas publik.
Pendapat ini didukung H. Alwi Wahyudi yang menyatakan, bahwa peran birokrasi
tidak hanya mengandalkan kebutuhan barang dan jasa publik, melainkan sekaligus
sebagai motivator tumbuh kembangnya peran serta masyarakat dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat sendiri.3 Profesionalisme yang dikembangkan melalui kekuatan
etika dan moralitas, penegakan supremasi hukum merupakan faktor utama untuk
mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang memenuhi prinsip transparansi
dan akuntabel, membawa pengaruh terhadap partisipasi masyarakat serta melestarikan
keperca yaan masyarakat, terhadap aparatur birokrasi pemerintah.
Berkaitan dengan hal tersebut, Mita Widyastuti mengatakan, selama ini ada
anggapan dan kesan bahwa penyelenggaraan pelayanan merupakan monopoli
pemerintah, masyarakat dilibatkan hanya pada saat pemerintah membutuhkan informasi
dari masyarakat.4 Pendapat ini ditanggapi oleh Ruli Isa, yang menyatakan keluhan-
keluhan masyarakat merupakan indikator pelayanan yang diberikan belum memenuhi
harapan masyarakat, kemampuan sebuah organisasi mengenali kebutuhan masyarakat
dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dalam pelayanan, direalisasikan dalam
kebijakan dan kegiatan, prosedur pelayanan dinilai dengan adanya saluran komunikasi
atau cara untuk menampung keluhan-keluhan masyarakat.5

2
Karjuni Dt Maani, Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayanan Publik, Jurnal Ilmiah Politik
Kenegaraan,Vol.VIII No.1 Edisi Oktober 2009,Universitas Negeri Padang, Hlm. 48.
3
H.Alwi Wahyudi, Peran Strategis Birokrasi dalam menentukan Pelayanan Publik, Jurnal Konstitusi, Vol.1
No. 1 Edisi Juni 2011. Madiun: Fakultas Hukum Universitas Merdeka, Hlm. 61.
4
Mita Widyastuti, Transparansi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Jurnal LPPM Paradigma, Vol.
10 No. 2 Edisi Desember 2009, Bekasi: Universitas Islam 45, Hlm. 157.
5
Ruli Isa, Efektivitas Organisasi Kecamatan Dalam Pelayanan Publik Setelah Menjadi Perangkat Daerah,
Jurnal Inovasi, Vol 6 No.4 Edisi Desember 2009, Universitas Negeri Gorontalo, Hlm. 70

2
Mengingat negara Indonesia adalah negara demokrasi, dimana kekuasaan berasal
dari rakyat, rakyat yang menentukan dan memberi arah yang sesungguhnya
menyelenggarakan kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu, wajar jika Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang mewakili rakyat seharusnya mampu menyusun
kebijakan dalam peraturan daerah tentang pelayanan publik yang sesuai dengan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat di daerahnya, baik di bidang pendidikan,
kesehatan, transportasi, ekonomi, sosial budaya, dan bidang lainnya. Selain hal itu, di
dalam masyarakat demokratis seringkali timbul persoalan bagaimana menyerap opini
publik dan membangun suatu kebijakan tentang pelayanan publik yang mendapat
dukungan publik. Pada saat ini, pelayanan publik menjadi isu yang sangat strategis dan
sensitif dimana masyarakat semakin kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan pelayanan publik.
Masyarakat memandang pelayanan publik merupakan hak masyarakat sebagai
sarana pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat un tuk mencapai kesejahteraan
sosial. Oleh karena itu nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan keterlibatan
masyarakat dalam mengambil kebijakan merupakan faktor pendukung dalam
mewujudkan kesejahterakan masyarakat.
Saat ini perhatian masyarakat tertuju pada sejauh mana kebijakan otonomi daerah
dapat memberikan peningkatan kualitas dan efektivitas pelayanan publik. Hal ini
disebabkan karena kebijakan pada masa orde baru yang bersifat sentralistik
menimbulkan efek daerah tidak dapat mengambil kebijakan sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan masyarakat sehingga kualitas pelayanan publik di daerah menjadi
sangat rendah. Kondisi ini dapat membuat kualitas manajemen pemerintahan menjadi
tidak produktif, tidak efektif dan tidak efesien sehingga muncul pula kualitas pelayanan
publik yang tidak akuntabel, tidak transparan, ditambah lagi dengan kedudukan
masyarakat masih diberlakukan sebagai objek, bukan sebagai subjek. Dari uraian di atas
akan dibahas tentang Model Demokrasi dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
(Studi Otonomi Daerah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Pasca
Reformasi).

1.2 Rumusan Masalah

3
1. Bagaimanakah peranan dan kebijakan pelayanan publik dalam desentralisasi
pemerintah daerah?
2. Apa saja permasalahan dalam pelayanan publik pemerintah daerah?
3. Bagaimana solusi dalam pemecahan permasalahan pelayanan publik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimanakah pelayanan publik pemerintah daerah
2. Untuk mengetahui apa saja permasalah yang terjadi dalam pelayanan publik
pemerintah daerah
3. Untuk mengetahui bagaimana solusi dalam memecahkan permasalaan yang
terjadi dalam peayanan publik pemerintah daerah

1.4 Manfaat Penulisan


1. Agar bagi pembaca mendapatkan wawasan tentang pelayanan publik pemerintah
daerah dalam hal permasalahan yang sering terjadi maupun solusi dalam
memecahkan permasalahan tersebut
2. Agar bagi penulis dapat menambah wawasan untuk menulis
3. Agar bagi mahasiswa dapat dijjadikan referensi untuk pembuatan skripsi atau
makalah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pelayanan Publik Pemerintah Daerah
Pelayanan publik pada hakikatnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas
dan juga merupakan salah satu unsur yang mendorong perubahan kualitas Pemerintah
Daerah. Sebagai negara yang demokratis pelayanan publik merupakan hak dasar setiap
warga negara yang harus dipenuhi oleh negara, selain itu pelayanan publik merupakan

4
bagian yang tidak terpisahkan dari kewajiban negara untuk mensejahterakan rakyatnya.
Pasal 18 A UUD 1945 memuat prinsip-prinsip dasar yang memungkinkan
terselenggaranya pelayanan masyarakat, hal tersebut diimplementasikan melalui
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Pengertian pelayanan publik menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan
penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Menurut Heryanto Monoarfa, pelayanan publik adalah pelayanan yang ditargetkan
sebagai kepuasan bagi siapapun menerimanya. 6 Dari pendapat dan pengertian pelayanan
publik di atas dapat dipahami bahwa pelayanan publik adalah pemberian layanan atau
melayani kebutuhan, kepentingan orang/masyarakat atau organisasi lain baik di pusat
atau di daerah yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada penerima pelayanan.
Sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang ditentukan oleh undang- undang. Segala
bentuk jasa pelayanan, baik da- lam bentuk barang publik maupun jasa publik yang
menjadi tanggung jawab dilaksanakan oleh institusi pemerintah pusat dan daerah da-
lam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat.7
Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang, untuk
kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63/KEPMEN/PAN/17/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, antara lain memuat tentang hakekat pelayanan publik adalah pemberian
pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur
negara sebagai abdi masyarakat.
Keputusan Menpan Nomor 81 Tahun 1993 menegaskan bahwa dalam
penyelenggaraan pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut.

6
Heryanto Monoarfa, Efektivitas dan effisiensi Penye- lenggaraan Pelayanan Publik: Suatu Tinjauan
Kinerja Lembaga Pemerintahan, Jurnal Pelangi Ilmu, Vol. 05 No. 01 Edisi 2012, Universitas Negeri
Gorontalo, Hlm. 1
7
Yusnani Hasjimzum, MODEL DEMOKRASI DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN
PUBLIK
(Studi Otonomi Daerah dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Reformasi), Jurnal
Dinamika Hukum, Vol.14, No. 3, Edisi September 2014, Universitras Lampung, Hlm. 448

5
Pertama, hak dan kewajiban bagi pemerintah maupun penerima pelayanan umum harus
jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak. Kedua, pengaturan setiap
bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan
masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas. Ketiga, mutu,
proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi keamanan,
kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Keempat, apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah
terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban
memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan publik merupakan pola hubungan antara negara dengan masyarakat yang
lebih mementingkan kepentingan masyarakat. Sebagai akibatnya, negara dituntut untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih baik dan lebih demokratis,
yang menekankan hak antara sesama warga negara.
Bagaimanapun kecilnya suatu negara, negara tarsebut tetap akan membagi–bagi
pemerintahan menjadi sistem yang lebih kecil (Pemerintahan Daerah) untuk
memudahkan pelimpahan tugas dan wewenang. Pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang–undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak–hak asal–usul dalam daerah yang bersifat
istimewa. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan
berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan
dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan–pelayanan lain dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas dan lainnya.
Sejak diberlakukan penerapan UU No. 22 Tahun 1999 telah terjadi pergeseran
model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efesiensi struktural ke
arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa
penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan
kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan Negara
bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam

6
oraganisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya
desentralisasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi
Dengan demikian, pemerintah daerah dalam menjalankan monopoli pelayanan
publik, sebagai regulator (rule government) harus mengubah pola pikir dan kerjanya dan
disesuaikan dengan tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu memberikan dan
meningkatkan pelayanan yang memuaskan masyarakat. Untuk terwujudnya good
governance, dalam menjalankan pelayanan publik, Pemerintah Daerah juga harus
memberikan kesempatan luas kepada warga dan masyarakat, untuk mendapatkan akses
pelayanan publik, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan, transparansi, akuntabilitas dan
keadilan. Konsepsi Pelayanan Publik, berhubungan dengan bagaimana meningkatkan
kapasitas dan kemampuan pemerintah dan/atau pemerintahan daerah menjalankan
fungsi pelayanan, dalam kontek pendekatan ekonomi, menyediakan kebutuhan pokok
(dasar) bagi seluruh masyarakat.
Bersamaan dengan arus globalisasi yang memberikan peluang sekaligus tantangan
bagi perbaikan ekonomi, mendorong pemerintah untuk kembali memahami arti
pentingnya suatu kualitas pelayanan serta pentingnya dilakukan perbaikan mutu
pelayanan. Penyediaan pelayanan pemerintah yang berkualitas, akan memacu potensi
sosial ekonomi masyarakat yang merupakan bagian dari demokratisasi ekonomi.
Penyediaan pelayanan publik yang bermutu merupakan salah satu alat untuk
mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang semakin berkurang,
akibat krisis ekonomi yang terus menerus berkelanjutan pada saat ini. Hal tersebut
menjadikan pemberian pelayanan publik yang berkualitas kepada masayarakat menjadi
semakin penting untuk dilaksanakan.
2.2 Permasalahan Dalam Pelayanan Publik Pemerintah Daerah
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan
peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat
tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata
laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki
berbagai kelemahan antara lain:
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan

7
tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan
sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan
lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan
penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff)
untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan
masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka
menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat
sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama
untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/
aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa
adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan
perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan
dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga
setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem
kompensasi yang tepat.

8
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang
tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh
dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak
terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi
pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh
pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.

Yang seharusnya pelayanan publik memiliki kualitas yang dapat menimalisir adanya
permasalahan. Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. 8
Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public accuntability, dimana setiap warga
negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima.
Sangat sulit untuk menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran
masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi
yang berasal dari pengguna pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis
kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu
pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan.9

Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk


mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:10

a. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses
oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah di mengerti.

b. Akuntabilitas, yakni pelayan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektivitas.
d. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan
harapan masyarakat.

8
Tjiptono, Fandy. (1997). Prinsip-prinsip Total Quality (TQS). Yogyakarta Penerbit ANDI, Hlm. 29
9
Ibid, Hlm. 29
10
Sinambela, Lijan P. Rochadi, Sigit. Ghazali, Rusman. Muksin, Akhmad. Setiabudi, Didit. Bima, Djohan. dan
Syaifudin. (2006). Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara, Hlm. 35

9
e. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek
apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status social, dan lain-lain.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek
keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik.
2.3 Solusi Dalam Pemecahan Masalah Pelayanan Publik Pemerintah Daerah
Pada era sekarang ini perhatian masyarakat lebih menekankan pada kinerja
pemerintah daerah. Masyarakat akan menuntut pelayanan publik yang berkualitas akan
semakin menguat. Karena itu, profesianlisme pemerintah sangat ditentukan oleh
kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu
menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.Pelayanan publik yang baik akan sangat bergantung pada pihak pihak
yang ada didalamnya,seperti para aktor kebijakan yang dipilih oleh legislatif maupun
eksekutif.
William Dunn menyatakan bahwa aktor-aktor kebijakan terdiri dari para pejabat
yang dipilih baik eksekutif maupun legislatif,para pejabat yang diangkat,kelompok-
kelompok kepentingan,organisasi - organisasi penelitian dan media massa. Dari sisi
mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:11
1. Standar Pelayanan. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen
penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas
tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan
kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang
dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan,
identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses
ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang
harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu
mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan
adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya

11
Neneng Siti Maryam, MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE MELALUI PELAYANAN PUBLIK, Jurnal Ilmu
Politik dan Komunikasi, Volume VI No. 1 Juni 2016, Hlm. 13

10
manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan
ditanganinya.
2. Pengembangan Prosedur Operasi Standar (SOP). Untuk memastikan bahwa
proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Prosedur
Operasi Standar atau Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP,
maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan
dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara
konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
 Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas
menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain
dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan
terus.
 Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
 Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran
terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan.
 Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-
perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan.
 Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan.
 Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang
akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu
proses pelayanan tertentu.
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai
apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi
kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan
pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik.
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara

11
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.12
Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara
dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan
masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan.Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat
pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara khusus untuk
menghasilkan kualitas yang baik.Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan
privatisasi kebijakan.
Maka dengan adanya permasalahan diatas hendaknya pemerintah daerah melakukan
perancangan tindakan yang akan dilakukan dalam rangka memberikan solusi terhadap
masalah kebijakan tersebut. Usaha awal untuk mengambil berbagai kemungkinan
langkah bagi pemecahan masalah kebijakan inilah yang dilakukan dalam identifikasi
solusi alternatif. Dalam proses ini, pemerintah berupaya mengambil berbagai
kemungkinan yang tersedia sebagai solusi- solusi kebijakan. Dalam mengambil solusi
yang tersedia, pemerintah tidak harus mebambil pilihan secara banyak (mutlak)
mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki pemerintah sendiri.Pemerintah dapat
mengambil solusi-solusi alternatif yang ditawarkan ataupun dimunculkan. Setelah solusi
alternatif diidentifikasi, maka solusi alternatif tersebutkemudian dirumuskan. Semakin
banyak rumusan alternatif dihasilkan, akan memungkinkan pilihan-pilihan solusi yang
tersedia terhadap permasalahan kebijakan akan semakin banyak. Dari proses definisi
dan perumusan alternatif, pada tahapan berikutnya adalah penilaian alternatif. Dalam
hal ini, berbagai faktor dipertimbangkan atas berbagai solusi alternative yang telah
dirumuskan.Dan setelah proses penilaian alternatif dilakukan,maka pada tahap akhir
perumusan kebijakan,pemerintah melakukan pemilihan alternatif untuk kemudian
menjadi keputusan pemerintah.
Namun hal yang perlu dan penting dilakukan oleh sebuah pemerintahan dalam hal
pelayanan dan kebijakan publik yaitu adanya Evaluasi Kebijakan Publik.Dalam hal ini,
evaluasi kebijakan memiliki posisi penting dalam keseluruhan siklus kebijakan;
 Pertama, evaluasi memberikan informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan.

12
Ali Abdul Wakhid, Reformasi Pelayanan Pubik Di Indonesia, Jurnal TAPIs, No.14 Vol. 1, Junuari-Juni
2017, Hlm. 56

12
 Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-
nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target kebijakan.
 Ketiga, evaluasi memberi kontribusi bagi aplikasi metode-metode kebijakan
karena berbagai informasi yang didapat tentang tidak memadainya kinerja
kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan,
(Dunn, 2000: 609-610).
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya
struktur birtokrasi yang jelas dan baik. Birokrasi yang terlalu luas bisa saja menjadi
ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.Dan beberapa waktu
terakhir ini kita bisa melihat bahwa beberapa kasus KKN dalam birokrasi mulai terkuak
keberadaanya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

13

Anda mungkin juga menyukai