Anda di halaman 1dari 41

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pertumbuhan Ikan Nila
Kegiatan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut memiliki tujuan
peningkatan produksi. Gambar 3 dan 4 menunjukkan penambahan bobot total
ikan nila yang dipelihara bersama rumput laut maupun tanpa rumput laut. Ikan
nila yang dipelihara bersama rumput laut memiliki pertumbuhan yang lebih baik
dari monokultur selama 35 hari pemeliharaan.
Gambar 3 menunjukkan grafik pertumbuhan bobot ikan nila yang setiap
minggu bertambah pada semua perlakuan. Penambahan bobot pada perlakuan
ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut memiliki pertumbuhan bobot paling
rendah setiap minggu selama 35 hari pemeliharaan yaitu sebesar 106,90±3,98
gram. Pemeliharaan minggu kedua sampai ketiga menggambarkan penambahan
bobot yang relatif kecil dari minggu sebelumnya.
Grafik pertumbuhan perlakuan penambahan rumput laut (polikultur) selalu
memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa rumput laut.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut tertinggi 600 gram/m3 + ikan nila 100
ekor/m3, selalu memiliki pertumbuhan paling baik diantara perlakuan yang lain
yaitu dengan bobot akhir 154,02±1,49 gram, disusul dengan kepadatan 400
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan bobot akhir 145,32±1,11
gram, kemudian perlakuan kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100
ekor/m3 memiliki bobot akhir 142,13±1,99 gram. Perlakuan polikultur pada
minggu kedua hingga ketiga memiliki pertumbuhan yang relatif kecil
dibandingkan dengan minggu sebelumnya maupun setelahnya, sedangkan pada
minggu awal hingga minggu kedua memiliki grafik pertumbuhan yang besar pada
setiap perlakuan (Lampiran 4).
Grafik hubungan antara waktu pemeliharaan terhadap penambahan bobot
total ikan nila selama 35 hari pemeliharaan yang diukur setiap minggu, terdapat
pada Gambar 3.

16
180
160
140

Bobot (gram)
120
100
80
0 gram/m3
60
200 gram/m3
40
400 gram/m3
20
600 gram/m3
0
0 1 2 3 4 5

Minggu ke-
Gambar 3. Biomasa ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam
rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Gambar 4 menunjukkan peningkatan padat tanam rumput laut dari 0, 200,


400, dan 600 gram/m3 menyebabkan peningkatan bobot ikan nila sejalan dengan
persamaan yang terbentuk dari kurva kubik pertumbuhan ikan nila selama 35 hari
pemeliharaan adalah bobot nila = 106,9 + 0,3188x – 0,000870x2 + 0,000001x3
dengan R2 = 79,7% (Gambar 4) padat tanam rumput laut (x) dan bobot akhir ikan
nila (y) dan R2 menyatakan koefisien determinasi. Berdasarkan persamaan kubik
tersebut, maka setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila
menjadi 107,2 gram selama 35 hari pemeliharaan, dengan nilai korelasi 0,803 dan
signifikan (P<0,05). Kecenderungan grafik garis yang terbentuk terjadi
peningkatan biomasa ikan yang disebabkan peningkatan padat tanam rumput laut.

180
170
160 154,02
150 142,13 145,32
Bobot (gram)

140
130
120
106,90
110
100
90
80
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 4. Persamaan biomasa ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai
padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

17
Gambar 5 menunjukkan peningkatan panjang ikan nila pada keempat
perlakuan setiap minggu. Perlakuan tanpa rumput laut menghasilkan panjang yang
relatif lebih kecil setiap minggu. Peningkatan panjang ikan nila paling besar pada
keempat perlakuan terdapat pada minggu awal hingga kedua terlihat dari
kemiringan garis yang lebih curam dibanding minggu setelahnya.
Perlakuan dengan penambahan rumput laut pada kepadatan berbeda
memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari perlakuan tanpa rumput laut setiap
minggu. Namun, pada perlakuan polikultur, panjang ikan nila yang dihasilkan
tidak berbeda nyata hingga 35 hari pemeliharaan (P<0,05).

8
7
6
Panjang (cm)

5 0 gram/m3
4 200 gram/m3
3 400 gram/m3

2 600 gram/m3

1
0
0 1 2 3 4 5
Minggu ke-

Gambar 5. Panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam
rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Hasil pengukuran panjang ikan nila menghasilkan persamaan kurva


kuadratik, yaitu panjang nila= 6,540 + 0,001639x – 0,000001x2 (Gambar 6), padat
tanam rumput laut (x) dan panjang ikan nila (y). Berdasarkan persamaan kubik
tersebut, setiap 1 gram rumput laut (x) akan menghasilkan panjang ikan nila 6,542
cm dengan R2=57,2% (pemeliharaan selama 35 hari dan pada kisaran wadah
pemeliharaan yang sesuai). Peningkatan padat tanam rumput laut yang digunakan
pada awal pemeliharaan berbanding lurus terhadap penambahan panjang ikan nila
yang dihasilkan, terlihat dari kurva yang semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan padat tanam rumput laut. Grafik garis pada Gambar 6 memiliki nilai
korelasi 0,729 dan signifikan (P<0,05).

18
Grafik model peningkatan panjang ikan nila yang terbentuk selama 35 hari
pemeliharaan dengan berbagai kepadatan rumput laut setiap perlakuan, terdapat
pada Gambar 6.

7,40
7,20 7,06
6,96
7,00 6,84
Panjang (cm)

6,80
6,53
6,60
6,40
6,20
6,00
5,80
5,60
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)

Gambar 6. Persamaan panjang ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai


padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Laju pertumbuhan harian (LPH) ikan nila adalah penambahan bobot dalam
persen (%) ikan nila setiap hari selama pemeliharaan. LPH ikan nila pada
kepadatan 100 ekor/m3 ikan nila tanpa rumput laut memiliki nilai paling kecil
dibandingkan perlakuan polikultur, yaitu 2,03±0,40% per hari. Perlakuan dengan
kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan LPH
ikan nila yang rendah yaitu 2,91±0,37% per hari, sedangkan perlakuan dengan
kepadatan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan LPH
yang paling besar yaitu 3,12±0,21% per hari, nilai tersebut tidak jauh berbeda
pada perlakuan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan nilai
LPH 3,05±0,22% per hari. Hal ini terlihat pada Gambar 7 LPH ikan nila pada
perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400 gram/m3 rumput
laut + ikan nila 100 ekor/m3, 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3,
dan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Persamaan garis yang terbentuk adalah LPH nila= 2,030 + 0,00686x –
0,0000016x2 + 0,0000001x3, dengan R2=76,7% sehingga 1 gram rumput laut
menghasilkan laju pertumbuhan harian ikan nila sebesar 2,03% per hari pada
kondisi lingkungan budidaya yang sesuai. Grafik garis memiliki kecenderungan

19
peningkatan padat tanam rumput laut menyebabkan peningkatan laju
pertumbuhan ikan nila sejalan dengan persamaan kubik di atas. Grafik garis
Gambar 7 memiliki nilai korelasi cukup erat 0,773 dan signifikan (P<0,05).
Laju pertumbuhan harian ikan nila pada perlakuan monokultur dan
polikultur yang dipelihara bersama rumput laut dalam satu wadah pemeliharaan
selama 35 hari, terdapat pada Gambar 7.

4,0 3,05 3,12


Laju pertumbuhan harian

2,91
3,5
3,0 2,03
2,5
(%/hari)

2,0
1,5
1,0
0,5
0,0
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 7. Laju pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis niloticus) pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Bobot akhir ikan nila yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan


berbanding lurus dengan nilai pertumbuhan bobot relatif ikan nila. Pertumbuhan
bobot relatif pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut
menghasilkan nilai yang paling kecil yaitu 105,05±30,26%, nilai ini berbeda nyata
terhadap perlakuan polikultur (P<0,05), tetapi tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m3 rumput laut
+ ikan nila 100 ekor/m3 dengan nilai pertumbuhan bobot relatif 174,38±36,42%.
Perlakuan dengan kepadatan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100
ekor/m3 memiliki nilai pertumbuhan bobot relatif paling besar yaitu
198,10±22,88%, nilai ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan
kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 yang memiliki nilai
pertumbuhan bobot relatif sebesar 191,04±24,35% (P<0,05). Hal ini terlihat dari
Gambar 8 pertumbuhan bobot relatif ikan nila pada perlakuan bobot awal 200
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400 gram/m3 rumput laut + ikan

20
nila 100 ekor/m3, 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.
Grafik garis pertumbuhan bobot relatif ikan nila selama 35 hari terhadap
padat tanam rumput laut yang dipelihara secara polikultur, terdapat pada Gambar
8.

250,0
Pertumbuhan relatif (%)

198,10
200,0 174,38 191,04

150,0
105,05
100,0

50,0

0,0
0 200 400 600
Padat tanam rumput laut (gram/m3)

Gambar 8. Pertumbuhan bobot relatif ikan nila (Oreochromis niloticus) pada


berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

4.1.2 Pertumbuhan Rumput Laut (Gracilaria verrucosa)


Pertumbuhan rumput laut pada ketiga perlakuan polikultur memiliki grafik
yang sama, mengalami peningkatan setiap minggu. Berdasarkan grafik yang
terbentuk pada Gambar 9 terlihat bahwa perlakuan dengan kepadatan rumput laut
paling rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki grafik garis yang
lebih landai.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m3 + ikan
nila 100 ekor/m3 memiliki grafik garis yang lebih curam dari perlakuan kepadatan
rumput laut paling rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki arti
pertumbuhan rumput laut setiap minggu mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Namun, grafik garis yang terbentuk pada perlakuan tersebut tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan pada kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3. Peningkatan pertumbuhan rumput laut pada masing-masing
perlakuan dapat dibandingkan pada nilai LPH rumput laut pada Gambar 10.
Grafik pertumbuhan rumput laut dapat terlihat pada Gambar 9 pertumbuhan padat
tanam rumput laut (G. verrucosa) perlakuan padat tanam 200 gram/m3 rumput

21
laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3,
dan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 selama 35 hari
pemeliharaan (Lampiran 5).

120,0

100,0 99,00
Bobot (gram)

80,0 79,07 82,70


75,83
70,57
60,0 59,00 200 gram/m3
55,13 55,97
48,60 50,83
400 gram/m3
40,0 39,60
32,40 28,60 30,90 600 gram/m3
26,43 27,70
20,016,20 20,70

0,0
0 1 2 3 4 5
Minggu ke-
Gambar 9. Pertumbuhan biomasa rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Grafik garis yang terbentuk pada Gambar 10 menjelaskan bahwa


penambahan rumput laut akan meningkatkan laju pertumbuhan harian, akan tetapi
pada kepadatan rumput laut 400 gram/m3 adalah titik optimum LPH rumput laut
dan akan mengalami penurunan pada kepadatan 600 gram/m3. Hal ini terlihat dari
grafik garis pada Gambar 10 yang membentuk parabola dan titik teratas terdapat
pada kepadatan 400 gram/m3 dan setelah itu mengalami penurunan. Namun, nilai
tersebut tidak berbeda nyata antara perlakuan (P<0,05).
Laju pertumbuhan harian (LPH) adalah pertumbuhan rumput laut dalam
persen (%) setiap hari. Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai LPH rumput laut
terbesar pada perlakuan dengan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3
yaitu, 2,22±0,10% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut
paling rendah 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki nilai
LPH 1,84±0,09% per hari dan pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut
paling besar 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki nilai LPH
2,03±0,34% per hari. Ketiga perlakuan memiliki nilai LPH yang tidak berbeda
nyata (P<0,05). Perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, 400
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan 600 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3 selama 35 hari pemeliharaan. Grafik garis yang terbentuk

22
menunjukkan hubungan padat tanam rumput laut pada masing-masing perlakuan
terhadap laju pertumbuhan rumput laut pada pemeliharaan bersama ikan nila
dengan kepadatan 100 ekor/m3.
Grafik pada Gambar 10 menunjukkan peningkatan padat tanam rumput laut
menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan rumput laut mengikuti persamaan
LPH rumput laut = 0,0452 + 0,01088x – 0,000013x2 dengan R2= 96,4%, yaitu
setiap 1 gram rumput laut akan memiliki laju pertumbuhan harian sebesar
0,0056%/hari dipelihara dengan ikan nila kepadatan 100 ekor/m3 selama 35 hari.
Grafik garis memiliki kecenderungan penurunan saat titik kepadatan rumput laut
400 gram/m3. Grafik garis Gambar 10 memiliki korelasi 0,801 dan signifikan
(P<0,05).

3,00
Laju pertumbuhan harian

2,50
2,22
(%/hari)

2,03
2,00 1,84

1,50

1,00
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 10. Laju pertumbuhan harian rumput laut (Gracilaria verrucosa) pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

4.1.3 Kelangsungan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Nilai kelangsungan hidup ikan nila pada perlakuan budidaya polikultur
rumput laut dengan kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3,
kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan pada kepadatan
600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menunjukkan hasil yang
berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput
laut selama 35 hari pemeliharaan.

23
Hal ini terlihat dari Gambar 11 tingkat kelangsungan hidup ikan nila
(O. niloticus) selama pemeliharaan 35 hari, nilai kelangsungan hidup tertinggi
terdapat pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 600 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3 yaitu 91,36±4,28% dan terendah pada perlakuan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut yaitu 72,84±2,14%, pada perlakuan 200 gram/m3
rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3, dan kepadatan 400 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3, memiliki kelangsungan hidup secara berturut-turut adalah
85,19±2,62% dan 90,12±4,28% (Lampiran 6).

100 90,12 91,36


90 85,19
Survival rate (%)

80 72,84
70
60
50
40
30 b a
20
10
0
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 11. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus) pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

4.1.4 Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP)
Nilai konversi pakan menggambarkan efisiensi pakan yang diberikan ke
ikan nila dalam menghasilkan bobot akhir. Feeding convertion ratio adalah
jumlah pakan yang diberikan (kg) untuk menghasilkan 1 kg bobot tubuh ikan.
FCR ikan nila tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pemeliharaan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut yaitu 4,31±1,60 memiliki arti dalam menghasilkan
1 kg ikan nila dibutuhkan pakan sebanyak 4,31 kg, sedangkan pada kepadatan
rumput laut tertinggi 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 FCR
sebesar 1,87±0,18 memiliki arti dalam menghasilkan 1 kg bobot ikan nila
membutuhkan 1,87 kg pakan.
Efisiensi pakan merupakan persen tingkat efisiensi pakan untuk
pertumbuhan ikan nila. Efisiensi pakan tertinggi diperoleh pada nilai FCR
terendah. Jadi pada perlakuan monokultur ikan nila dengan nilai FCR tertinggi

24
menghasilkan efisiensi 23,19±3,64% lebih rendah dari perlakuan pemberian
rumput laut, dan efisiensi pemberian pakan tertinggi terdapat pada perlakuan 600
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan FCR terendah, nilai EPP
yaitu sebesar 53,60±1,84%. FCR dan EPP sangat dipengaruhi dari bobot akhir,
bobot awal, bobot mati ikan nila dan total pakan yang diberikan selama
pemeliharaan (Lampiran 13 dan 14).

Tabel 1. Feeding Convertion Ratio (FCR) dan Efisiensi Pemberian Pakan (EPP)
ikan nila (Oreochromis niloticus) pada berbagai padat tanam rumput laut
selama 35 hari pemeliharaan
Padat tanam rumput laut (gram/m3)
Peforma Ikan nila
0 200 400 600
Bobot Awal (g) 52,13±0,15 51,80±1,41 49,93±0,57 51,67±0,07
Bobot Akhir (g) 106,90±3,98b 142,13±1,99a 145,32±1,11a 154,02±1,49a
Bobot Mati (g) 18,47±1,19a 11,30±2,56ab 7,23±4,72b 7,07±3,49b
Total Pakan (g) 140,5 158,6 167,1 176,7
FCR 4,31±1,60a 2,06±0,38b 1,90±0,08b 1,87±0,18b
EPP (%) 23,19±3,64b 48,61±4,42 a
52,70±1,46a 53,60±1,84a
Keterangan : Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris
menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)

4.1.5 Nitrogen yang dikeluarkan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Pakan yang diberikan merupakan sumber nitrogen yang mampu mengurangi
kualitas air. Nilai nitrogen yang dikeluarkan ikan nila tergantung dari bobot total
ikan nila, semakin besar bobot ikan nila maka semakin banyak pakan yang
dikonsumsi dan semakin banyak limbah nitrogen yang dikeluarkan. Pengeluaran
nitrogen berasal dari feses, urea, dan insang. Hal ini terlihat dari Tabel 2 pada
kepadatan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki
pertumbuhan bobot ikan nila tertinggi sehingga menghasilkan nitrogen tertinggi
3,151±0,10 mg/L, pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut
memiliki pertumbuhan bobot akhir paling kecil (Gambar 3 dan 4) menghasilkan
nitrogen di wadah pemeliharaan sebesar 2,257±0,19 mg/L (Lampiran 7).
Pengeluaran nitrogen ikan semakin meningkat sejalan dengan waktu, dan
terlihat bahwa perlakuan ikan nila dipelihara bersama rumput laut kepadatan
tertinggi akan mengeluarkan nitrogen paling banyak setiap minggu. Berikut
disajikan Tabel 2, jumlah nitrogen yang dikeluarkan ikan nila di wadah
pemeliharaan ikan nila dan rumput laut berdasarkan peforma ikan nila.

25
Tabel 2. Nitrogen dalam air yang dikeluarkan oleh ikan nila Oreochromis
niloticus pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari
pemeliharaan (mg/L).
Padat Minggu ke-
tanam
(gram/m3) 1 2 3 4 5
200 1.589±0.00 2.004±0.13ab 2.148±0.30ab 2.271±0.13ab 2.504±0.13bc
a ab a
400 1.589±0.00 2.032±0.02 2.235±0.16 2.429±0.17 2.797±0.10b
600 1.589±0.00 2.060±0.03a 2.358±0.24a 2.564±0.32a 3.151±0.10a
0 1.589±0.00 1.779±0.12b 1.871±0.13b 1.825±0.24b 2.257±0.19c
Keterangan :
 Huruf superscript dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap kolom
menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0,05)
 Pada minggu ke-6 telah dilakukan pemanenan, sehingga angka N yang dikeluarkan ikan
nila sebesar 0 (tidak dilakukan pengukuran).

4.1.6 Konsentrasi TAN, Nitrit, dan Nitrat, dan Fosfat


Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan konsentrasi nitrogen
(TAN, nitrat, dan nitrit) dan fosfat pada perlakuan polikultur ikan nila dan rumput
laut dengan budidaya monokultur ikan nila. Kemampuan rumput laut dalam
menyerap nitrogen di wadah pemeliharaan mampu mengurangi konsentrasi
nitrogen di wadah pemeliharaan.
Konsentrasi TAN pada Gambar 12 menunjukkan pada perlakuan ikan nila
100 ekor/m3 tanpa rumput laut menghasilkan konsentrasi TAN paling tinggi.
Setiap minggu konsentrasi TAN pada perlakuan ini semakin meningkat, dan pada
minggu kedua menuju minggu ketiga, peningkatan TAN lebih tinggi dari minggu
sebelum dan sesudahnya, terlihat dari kemiringan grafik yang lebih curam.
Konsentrasi TAN perlakuan tersebut yaitu 2,470±0,3 mg/L selama 35 hari
pemeliharaan (Lampiran 20).
Konsentrasi TAN pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila
kepadatan 100 ekor/m3 lebih rendah dari perlakuan monokultur ikan nila saja.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gram/m3 + ikan nila
100 ekor/m3 memiliki konsentrasi TAN terendah setiap minggu yaitu 0,303±0,1
mg/L pada 35 hari pemeliharaan, akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan dengan kepadatan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3
yaitu 0,369±0,3 mg/L, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih
rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan TAN lebih tinggi dari
kedua perlakuan sebelumnya yaitu 0,961±0,4 mg/L. Perlakuan polikultur dengan

26
perbedaan kepadatan rumput laut yang berbeda memiliki konsentrasi TAN yang
tidak berbeda nyata, tetapi ketiga perlakuan tersebut berbeda nyata terhadap
perlakuan tanpa rumput laut atau monokultur (P<0,05).

3,5
KonsentrasiTAN (mg/L)

3,0
2,5 0 gram/m3
2,0 200 gram/m3
400 gram/m3
1,5
600 gram/m3
1,0
0,5
0,0
-0,5 0 1 2 3 4 5

Minggu ke-
Gambar 12. Konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan pada berbagai padat tanam
rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Hasil pengukuran TAN di wadah pemeliharaan polikultur ikan nila dan


rumput laut maupun monokultur ikan nila selama 35 hari pemeliharaan
menghasilkan persamaan kubik, TAN = 2,470 – 0,01051x + 0,000016x2 –
0,0000001x3 dengan R2= 92,6%. Berdasarkan persamaan tersebut, setiap 1 gram
rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan kepadatan 100 ekor/m3 akan
menghasilkan TAN sebanyak 2,459 mg/L (pada kondisi wadah pemeliharaan
yang sesuai). Gambar 13 menunjukkan garis membentuk slope negatif (turun),
peningkatan padat tanam rumput laut berbanding terbalik terhadap konsentrasi
TAN yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput laut yang ditanam maka
semakin rendah konsentrasi TAN yang dihasilkan. Hal ini terlihat pada 600
gram/m3 rumput laut, konsentrasi TAN jauh lebih rendah dibandingkan
pemeliharaan tanpa rumput laut, memiliki korelasi -0,875 dan signifikan (P<0,05).
Berikut disajikan grafik garis model dari penambahan rumput laut dengan
berbagai kepadatan terhadap konsentrasi TAN selama 35 hari pemeliharaan di
wadah budidaya (Gambar 13).

27
3,00 Ulangan 1

Konsentrasi TAN (mg/L)


2,50 Ulangan 2

2,00 Ulangan 3

1,50

1,00

0,50

0,00
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 13. Persamaan konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan pada berbagai
padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Konsentrasi nitrit pada Gambar 14 menunjukkan perlakuan kepadatan 100


ekor/m3 ikan nila tanpa rumput laut memilki konsentrasi nitrit paling tinggi setiap
minggu dibandingkan perlakuan polikultur dengan penambahan rumput laut,
konsentrasi nitrit perlakuan monokultur sebesar 0,622±0,30 mg/L selama 35 hari
pemeliharaan. Minggu keempat konsentrasi nitrit perlakuan tersebut mengalami
titik puncak dan penurunan pada minggu kelima.
Konsentrasi nitrit polikultur rumput laut dan ikan nila menunjukkan
perbedaan lebih rendah dari perlakuan tanpa rumput laut. Perlakuan kepadatan
600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 menunjukkan konsentrasi nitrit
paling rendah selama 35 hari pemeliharaan yaitu 0,087±0,03 mg/L berbeda nyata
terhadap ketiga perlakuan yang lain. Perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3 dan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki
nilai nitrit tidak berbeda nyata, secara berturut-turut 0,324±0,12 mg/L dan
0,253±0,17 mg/L. Namun, ketiga perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut
berbeda nyata tehadap perlakuan tanpa rumput laut (Lampiran 21).
Grafik konsentrasi nitrit (NO2-) hubungan penambahan waktu pemeliharaan
dengan konsentrasi nitrit yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan, terdapat
pada Gambar 14.

28
1,00

Konsentrasi nitrit (mg/L)


0 gram/m3
0,80 200 gram/m3
400 gram/m3
0,60 600 gram/m3

0,40

0,20

0,00
0 1 2 3 4 5
-0,20
Minggu ke-

Gambar 14. Konsentrasi nitrit (NO2-) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat
tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Gambar 15 menunjukkan konsentrasi nitrit media pemeliharaan polikultur


rumput laut dan ikan nila maupun monokultur ikan nila. Pengukuran nitrit (NO2-)
selama 35 hari pemeliharaan menghasilkan persamaan kurva kubik. yaitu Nitrit =
0,6220 – 0,002595x + 0,000007x2 – 0,0000001x3 dengan R2=62,6%. Berdasarkan
persamaan kubik tersebut, maka setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama
ikan nila kepadatan 100 ekor/m3 akan menghasilkan konsentrasi nitrit di wadah
pemeliharaan sebesar 0,619 mg/L (kondisi wadah pemeliharaan sesuai untuk
pemeliharaan ikan nila selama 35 hari). Grafik garis membentuk slope negatif
dengan nilai korelasi -0,765 yaitu semakin tinggi peningkatan padat tanam rumput
laut, konsentrasi nitrit semakin rendah dengan signifikan (P<0,05).
Garis pada persamaan kubik Gambar 15 membentuk slope negatif (turun)
yang artinya padat tanam rumput laut memiliki nilai berbanding terbalik terhadap
konsentrasi nitrit yang dihasilkan. Semakin besar padat tanam rumput laut yang
ditanam maka semakin rendah konsentrasi nitrit yang dihasilkan selama 35 hari
pemeliharaan bersama ikan nila 100 ekor/m3, terlihat pada biomasa rumput laut
600 gram/m3 akan menghasilkan nitrit lebih rendah dibanding tanpa rumput laut
(0 gram/m3).
Grafik garis menggambarkan hubungan peningkatan padat tanam rumput
laut terhadap konsentrasi nitrit di wadah pemeliharaan ikan nila dan rumput laut
selama 35 hari, terdapat pada Gambar 15.

29
0,90 Ulangan 1

Konsentrasi nitrit (mg/L)


0,80 Ulangan 2
0,70
0,60 Ulangan 3
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 15. Persamaan konsentrasi nitrit (NO2-) di wadah pemeliharaan pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Konsentrasi nitrat pada Gambar 16 menunjukkan perlakuan ikan nila 100


ekor/m3 tanpa rumput laut memiliki konsentrasi nitrat selalu lebih tinggi sejalan
dengan bertambahnya waktu dibandingkan dengan perlakuan penambahan rumput
laut (polikultur). Perlakuan monokultur mengalami peningkatan nitrat sampai
minggu ketiga dan terjadi penurunan setelahnya hingga minggu kelima, tetapi
nilai tersebut masih lebih besar dari perlakuan polikultur ikan nila dan rumput
laut. Konsentrasi nitrat perlakuan monokultur ikan nila adalah 7,319±1,34 mg/L
selama 35 hari pemeliharaan. Konsentrasi nitrat perlakuan tanpa rumput laut
(monokultur) berbeda nyata terhadap perlakuan polikultur (P<0,05).
Konsentrasi nitrat perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling besar 600
gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 selalu menghasilkan nilai paling kecil sebesar
0,370±0,22 mg/L dibandingkan dengan perlakuan penambahan rumput laut yang
lain. Nilai tersebut tidak berbeda jauh dengan konsentrasi nitrat yang dihasilkan
pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 400 gram/m3 + ikan nila 100
ekor/m3 sebesar 0,998±0,24 mg/L selama 35 hari pemeliharaan. Perlakuan dengan
kepadatan rumput laut 200 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan nitrat
yang memiliki nilai lebih besar dan tidak berbeda nyata dari kedua perlakuan
polikultur yang lain (P<0,05), memiliki nilai sebesar 1,635±0,39 mg/L (Lampiran
22).

30
12,00

Konsentrasi nitrat (mg/L)


10,00

8,00

6,00 0 gram/m3
200 gram/m3
4,00 400 gram/m3
600 gram/m3
2,00

0,00
0 1 2 3 4 5
-2,00
Minggu ke-

Gambar 16. Konsentrasi nitrat (NO3-) di wadah pemeliharaan pada berbagai padat
tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Gambar 17 menggambarkan konsentrasi nitrat (NO3-) wadah pemeliharaan


budidaya ikan nila dan rumput laut selama 35 hari. Persamaan kurva kubik yang
terbentuk pada pemeliharaan ikan nila dan rumput laut terhadap konsentrasi nitrat
(NO3-) adalah nitrat = 7,319 – 0,04945x + 0,000126x2-0,0000001x3 dengan R2=
95,7%, sehingga setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan
kepadatan 100 ekor/m3 menghasilkan nitrat 7,269 mg/L (kondisi wadah
pemeliharaan yang sesuai), yaitu sumbu axis (x) merupakan padat tanam rumput
laut yang ditanam dan sumbu ordinat (y) merupakan konsentrasi nitrat yang
dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan di wadah pemeliharaan. Grafik garis
menunjukkan kecenderungan negatif dengan korelasi -0,848 yaitu peningkatan
padat tanam semakin menurunkan konsentrasi nitrat di wadah pemeliharaan dan
signifikan (P<0,05).
Garis persamaan kubik (Gambar 17) menunjukkan slope negatif (turun)
memiliki arti bahwa padat tanam rumput laut berbanding terbalik dengan
konsentrasi nitrat yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan, semakin besar
padat tanam rumput laut maka semakin rendah konsentrasi nitrat (NO3-) yang
dihasilkan. Konsentrasi nitrat pada 600 gram/m3 akan lebih rendah dari tanpa
rumput laut 0 gram/m3.
Konsentrasi nitrat persamaan kubik perlakuan monokultur dan polikultur
ikan nila dan rumput laut yang diperlihara bersama selama 35 hari pemeliharaan,
terdapat pada Gambar 17.

31
10,0

Konsentrasi nitrat (mg/L)


9,0 Ulangan 1
8,0
Ulangan 2
7,0
6,0 Ulangan 3
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 17. Persamaan konsentrasi nitrat (NO3-) di wadah pemeliharaan pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Konsentrasi fosfat perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut pada
Gambar 18 terlihat mengalami peningkatan setiap minggu dan memiliki nilai yang
lebih besar dari perlakuan yang lain. Peningkatan konsentrasi fosfat perlakuan ini
terjadi pada minggu keempat, terlihat dari grafik lebih curam dari minggu
sebelumnya. Konsentrasi fosfat perlakuan ini memiliki nilai 6,328±0,48 mg/L
selama 35 hari pemeliharaan. Nilai ini tidak berbeda nyata terhadap perlakuan
pada kepadatan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 yang memiliki
konsentrasi fosfat 5,716±0,58 mg/L.
Konsentrasi fosfat pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut 600
gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 menghasilkan konsentrasi fosfat lebih rendah
dibandingkan perlakuan lain dan bahkan mengalami penurunan pada minggu
ketiga hingga kelima, perlakuan ini memiliki nilai fosfat 1,762±0,63 mg/L. Nilai
tersebut tidak berbeda nyata terhadap perlakuan dengan kepadatan 400 gram/m3
rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dengan konsentrasi fosfat 3,700±0,56 mg/L
(P<0,05) (Lampiran 23).
Konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan budidaya ikan nila dan rumput
laut secara monokultur maupun polikultur selama 35 hari masa pemeliharaan
hubungan antara waktu pemeliharaan dengan konsentrasi fosfat yang dihasilkan,
terdapat pada Gambar 18.

32
Konsentrasi fosfat (mg/L)
7,0
6,0
5,0
0 gram/m3
4,0 200 gram/m3
3,0 400 gram/m3
2,0 600 gram/m3

1,0
0,0
1 3 4 5

Minggu ke-
Gambar 18. Konsentrasi fosfat (PO43-) di wadah pemeliharaan pada berbagai
padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

Gambar 19 menunjukkan konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan selama


35 hari pemeliharaan ikan nila dan rumput laut. Hasil pengukuran fosfat
pemeliharaan ikan nila dan rumput laut secara polikultur menghasilkan persamaan
kurva kubik, fosfat = 6,328 – 0,01745x + 0,000087x2 – 0,0000001x3 dengan R2=
71,8%, maka setiap 1 gram rumput laut dipelihara bersama ikan nila dengan
kepadatan 100 ekor/m3 selama 35 hari akan menghasilkan fosfat sebesar 6,310
mg/L (dengan catatan kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dengan
pemeliharaan ikan nila), yaitu sumbu axis (x) merupakan padat tanam rumput laut
yang dipelihara dan sumbu ordinat (y) adalah konsentrasi fosfat yang ada di
wadah budidaya. Grafik garis memiliki kecenderungan negatif yaitu peningkatan
padat tanam rumput laut, semakin menurunkan konsentrasi fosfat dengan korelasi
-0,709 dan signifikan (P<0,05).
Berdasarkan persamaan garis, terbentuk slope negatif (turun) yang memiliki
arti padat tanam awal rumput laut akan berbanding terbalik dengan konsentrasi
fosfat, semakin besar biomasa rumput laut maka akan semakin kecil konsentrasi
fosfat yang dihasilkan selama 35 hari pemeliharaan. Oleh karena itu pada biomasa
rumput laut 600 gram/m3 akan menghasilkan fosfat lebih rendah dari perlakuan
tanpa rumput laut 0 gram/m3.
Grafik persamaan dari konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan selama 35
hari pemeliharaan pada perlakuan monokultur dan polikultur ikan nila bersama
rumput laut, terdapat pada Gambar 19.

33
8,00

Konsentrasi fosfat (mg/L)


Ulangan 1
7,00
6,00 Ulangan 2

5,00 Ulangan 3

4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)


Gambar 19. Persamaan konsentrasi fosfat (PO43-) di wadah pemeliharaan pada
berbagai padat tanam rumput laut selama 35 hari pemeliharaan.

4.1.7 Penyerapan Nitrogen


Peranan rumput laut di wadah pemeliharaan bersama ikan nila adalah
menyerap kualitas air nitrogen hasil limbah budidaya ikan nila. Gambar 20
menunjukkan bahwa penyerapan nitrogen terlihat dari laju pertumbuhan harian
(LPH) rumput laut dan konsentrasi protein rumput laut. Perlakuan dengan
kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3
menghasilkan penyerapan nitrogen paling besar yaitu 2,965x103±1,21 µmol/gram
per hari, nilai ini tidak berbeda terhadap perlakuan 400 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3 yaitu sebesar 2,850x103±0,62 µmol/gram per hari,
sedangkan pada kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100
ekor/m3, menghasilkan penyerapan nitrogen yang rendah dibanding perlakuan
polikultur yang lain, memiliki nilai yaitu 1,986x103±0,37 µmol/gram per hari
(Lampiran 16).
Grafik hubungan padat tanam rumput laut terhadap laju penyerapan nitrogen
di wadah budidaya selama 35 hari pemeliharaan, berdasarkan nilai laju
pertumbuhan harian, terdapat pada Gambar 20.

34
3,50 2,965
2,850
3,00

((µmol/g) x103)/hari)
Penyerapan nitrogen
2,50 1,986
2,00
1,50
1,00
0,50 0
0,00
-0,50 0 200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)

Gambar 20. Daya serap nitrogen (N uptake) pada berbagai padat tanam rumput
laut selama 35 hari pemeliharaan.

4.1.8 Penyerapan Fosfat


Rumput laut (Gracilaria verrucosa) juga mampu melakukan penyerapan
terhadap mineral fosfat di wadah pemeliharaan, akan tetapi dalam jumlah yang
kecil. Gracilaria verrucosa lebih banyak menyerap unsur N daripada P maupun
kualitas air yang lainnya. Gambar 21 menunjukkan bahwa penyerapan fosfat
terlihat dari laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut. Perlakuan dengan
kepadatan rumput laut paling besar 600 gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3
menghasilkan penyerapan fosfat paling tinggi yaitu 0,0068x103±0,008 µmol/gram
per hari, nilai ini tidak jauh berbeda terhadap penyerapan 400 gram/m3 rumput
laut + ikan nila 100 ekor/m3 yaitu sebesar 0,0063x103±0.005 µmol/gram per hari,
sedangkan pada kepadatan rumput laut paling rendah 200 gram/m3 + ikan nila 100
ekor/m3, menghasilkan penyerapan fosfat dengan nilai hampir sama dengan kedua
perlakuan polikultur yang lain, yaitu 0,0055x103±0,002 µmol/gram per hari
(Lampiran 17).
Berdasarkan grafik garis yang terbentuk pada Gambar 21 memperlihatkan
kecenderungan peningkatan laju penyerapan fosfat sejalan dengan peningkatan
biomasa rumput laut yang ditanam selama 35 hari pemeliharaan di wadah
budidaya.

35
0,01 0,0068
0,01 0,0063

((µmol/g) x103)/hari)
0,0055

Penyerapan fosfat
0,01
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00 0,00
0,00
0,00 0 200 400 600
Padat tanam rumput laut (gram/m3)

Gambar 21. Daya serap fosfat (P uptake) pada berbagai padat tanam rumput laut
selama 35 hari pemeliharaan.

4.1.9 Perubahan kualitas air


Hasil penelitian menunjukkan terjadi kehilangan atau perubahan sejumlah
kualitas air di wadah budidaya ikan nila dan rumput laut selama pemeliharaan.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila
100 ekor/m3 mampu merubah nitrogen dan fosfat lebih banyak dari perlakuan 200
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 dan 400 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3. Hal ini dibuktikan pada perlakuan 600 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3 konsentrasi TAN berubah sebesar 87,72±3,53%, nitrat
sebesar 94,95±2,02%, nitrit 86,09±2,16%, dan fosfat 72,15±3,24%, lebih besar
dari kedua perlakuan polikultur yang lain (Tabel 3), sedangkan perlakuan ikan
nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut tidak ada nitrogen maupun fosfat yang
berubah selama 35 hari pemeliharaan.
Perubahan kualitas air dalam bentuk nitrogen terbesar perlakuan kepadatan
rumput laut yaitu 600 gram/m3 dalam bentuk nitrat (NO3-) sebesar 94,95±2,02%
di wadah pemeliharaan selama 35 hari. Berikut akan disajikan Tabel 3 perubahan
kualitas air di wadah pemeliharaan oleh rumput laut, aktifitas mikrobial maupun
karena penguapan oleh udara pada perlakuan budidaya ikan nila dan rumput laut
yang dipelihara secara monokultur dan polikutur.
Perubahan nilai kualitas air di akhir pemeliharaan selama 35 hari terhadap
perbedaan padat tanam rumput laut, terdapat pada Tabel 3.

36
Tabel 3. Perubahan kualitas air pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35
hari pemeliharaan.
Padat tanam rumput laut (gram/m3)
Kualitas air (%)
Kontrol 200 400 600
TAN 0.00±0.00 61.12±6.20 85.04±8.73 87.72±3.53
Nitrat (NO3-) 0.00±0.00 77.67±0.17 86.36±0.78 94.95±2.02
Nitrit (NO2-) 0.00±0.00 47.91±4.69 59.40±6.58 86.09±2.16
Fosfat (PO43-) 0.00±0.00 15.19±2.07 9.67±4.83 72.15±3.24
Keterangan : Nilai 0 (nol) pada perlakuan 0 gram/m3 rumput laut menunjukkan tidak adanya
perubahan pengurangan kualitas air di akhir pemeliharaan.

4.1.10 Konsentrasi Protein Rumput Laut


Kemampuan rumput laut (G. verrucosa) dalam menyerap nitrogen di
wadah pemeliharaan berkaitan dengan konsentrasi protein dalam talus. Tabel 4
menunjukkan perbedaan kadar protein dalam talus rumput laut di awal dan di
akhir penelitian. Perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih besar 600
gram/m3 + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki konsentrasi protein lebih besar yaitu
24,31%, nilai ini tidak jauh berbeda pada perlakuan dengan kepadatan rumput laut
400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 yaitu 22,06%, sedangkan
perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki konsentrasi
protein sebesar 18,38%. Ketiga perlakuan tersebut mengalami peningkatan
kandungan protein yaitu saat sebelum perlakuan memiliki 1,49% protein dalam
talus, hal ini menunjukkan adanya penyerapan nitrogen rumput laut di wadah
pemelliharaan yang dikonfersi menjadi protein (P<0,05; Lampiran 18).

Tabel 4. Konsentrasi protein rumput laut (Gracilaria verrucosa) sebelum dan


sesudah perlakuan pada berbagai padat tanam rumput laut selama 35
hari pemeliharaan.
Padat tanam rumput laut (gram/m3)
Awal (%)
200 400 600
1 1.48 18.00 21.31 23.63
2 1.50 18.75 22.88 25.00
Rata-rata 1.49 18.38 22.06 24.31

4.1.11 Tingkat Konsumsi Oksigen Ikan Nila Oreochromis niloticus dan


Rumput Laut Gracilaria verrucosa
Tingkat konsumsi oksigen ikan nila berpengaruh terhadap pertumbuhan
ikan nila dalam suatu wadah pemeliharaan. Ikan nila mengambil oksigen terlarut
sebagai salah satu sumber energi untuk melakukan metabolisme. Gambar 22
menunjukkan hubungan antara waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen ikan nila

37
pada bobot yang berbeda. Berdasarkan grafik terlihat bahwa pada umumnya bobot
1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram memiliki tingkat konsumsi oksigen yang tidak
jauh berbeda dan memiliki slope yang sama yaitu negatif (turun), semakin besar
lama waktu maka semakin rendah tingkat konsumsi oksigen (mg O2/gram/jam)
ikan nila, dan penurunan tingkat konsumsi oksigen tertinggi pada satu jam
pertama. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada kepadatan 100 ekor/m 3, dengan
bobot awal 1,8 gram, 1,9 gram, 2,0 gram secara berturut-turut 0,0059 mg
O2/gram/jam, 0,0054 mg O2/gram/jam, dan 0,0051 mg O2/gram/jam
(Lampiran 24).

0,030

0,025 1.8 gram


TKO (mg O2/gram/jam)

1.9 gram
0,020 2.0 gram

0,015

0,010

0,005

0,000
30 60 90 120 150 180
Waktu (menit)

Gambar 22. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis niloticus) pada
bobot ikan 1,8 gram, 1,9 gram, dan 2,0 gram dengan kepadatan 100
ekor/m3 selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Berdasarkan persamaan linier yang terbentuk pada Gambar 23, yaitu


y = -0,0008x + 0,006, maka setiap 1 gram ikan nila akan mengonsumsi oksigen
sebanyak 0,0052 mg O2/gram/jam, dengan kondisi wadah pemeliharaan yang
sesuai. Persamaan linier grafik pada Gambar 24 terlihat memiliki slope negatif
(turun), hubungan antara bobot ikan (gram) dengan tingkat konsumsi oksigen
mg O2/gram/jam yaitu berbanding terbalik semakin besar bobot ikan maka tingkat
konsumsi oksigen akan semakin kecil.

38
0,008

TKO (mg O2/gram/jam)


0,007
0,005915
0,006 0,005447
0,005075
0,005
0,004
0,003
0,002
0,001
0,000
1,8 1,9 2

Bobot ikan nila (gram)


Gambar 23. Persamaan kurva linier tingkat konsumsi oksigen ikan nila
(Oreochromis niloticus) pada bobot ikan 1,8 gram, 1,9 gram, dan
2,0 gram dengan kepadatan 100 ekor/m3 selama 180 menit dalam
wadah tertutup.

Rumput laut yang dipelihara bersama dengan ikan nila juga mengalami
proses respirasi pada siang hari (terpapar cahaya) maupun malam hari (tidak ada
cahaya). Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tidak sebesar tingkat konsumsi
oksigen ikan nila. Gambar 24 menunjukkan tingkat konsumsi oksigen saat
terpapar cahaya matahari (6000-14000 lux). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari lebih rendah
daripada saat tanpa cahaya. Grafik pada Gambar 24 menggambarkan hubungan
waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen pada masing-masing bobot rumput laut.
Rumput laut dengan kepadatan rendah 200 gram/m3 menghasilkan tingkat
konsumsi oksigen lebih tinggi, sedangkan pada kepadatan 400 gram/m3 dan 600
gram/m3 menghasilkan konsumsi yang tidak jauh berbeda akan tetapi masih lebih
tinggi tingkat konsumsi oksigen 400 gram/m3 rumput laut. Tingkat konsumsi
oksigen rumput laut terpapar cahaya matahari pada kepadatan 200 gram/m3, 400
gram/m3, dan 600 gram/m3 secara berturut-turut 0,0030 mg O2/gram/jam, 0,0015
mg O2/gram/jam, dan 0,0011 mg O2/gram/jam (Lampiran 25).

39
0,007
0,006

(mg O2/gram/jam)
200 gram/m3
0,005
400 gram/m3

TKO
0,004 600 gram/m3
0,003
0,002
0,001
0,000
30 60 90 120 150 180
Waktu (menit)

Gambar 24. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada
berbagai padat tanam, saat terpapar cahaya matahari (6000-14000
lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah
tertutup.

Gambar 25 menunjukkan persamaan kurva linier yang terbentuk dari


perlakuan tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya matahari,
yaitu y = - 0,003x + 0,005, maka pada bobot rumput laut 1 gram akan
mengonsumsi oksigen sebanyak 0,002 mg O2/gram/jam, yaitu padat tanam
rumput laut sebagai sumbu axis (x) dan tingkat konsumsi oksigen rumput laut
sebagai sumbu ordinat (y), dan pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dan
terpapar cahaya matahari yang cukup untuk rumput laut.
Berdasarkan grafik pada Gambar 25 menunjukkan slope negatif (turun)
pada grafik garis persamaan linier yang terbentuk. Hal ini memiliki arti bobot
rumput laut memiliki hubungan berbanding terbalik terhadap tingkat konsumsi
oksigen, semakin besar bobot rumput laut maka semakin kecil tingkat konsumsi
oksigen yang dihasilkan per bobot rumput laut (gram) per satuan waktu (jam)
berdasarkan perhitungan pada wadah tertutup. Intensitas cahaya matahari yang
terserap oleh rumput laut mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen karena hal ini
berkaitan dengan produk oksigen dan karbohidrat yang dihasilkan.
Grafik tingkat konsumsi oksigen rumput laut hubungan antara waktu dan
tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan pengukuran pada suatu wadah tertutup,
terdapat pada Gambar 25.

40
0,0035
0,0030
0,0030

TKO (mg O2/gram/jam)


0,0025

0,0020
0,0015
0,0015
0,0011
0,0010

0,0005

0,0000
200 400 600

Padat tanam rumput laut (gram/m3)

Gambar 25. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria
verucosa) pada berbagai kepadatan, saat terpapar cahaya matahari
(6000-14000 lux) dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit
dalam wadah tertutup.

Rumput laut yang dipelihara bersama dengan ikan nila juga mengalami
proses respirasi pada siang hari (terpapar cahaya) maupun malam hari (tidak ada
cahaya). Tingkat konsumsi oksigen rumput laut tidak sebesar tingkat konsumsi
oksigen ikan nila. Gambar 26 menunjukkan tingkat konsumsi oksigen saat tanpa
terpapar cahaya matahari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi
oksigen rumput laut saat tanpa terpapar cahaya matahari lebih tinggi dibandingkan
saat terpapar cahaya. Grafik pada Gambar 26 menggambarkan hubungan waktu
terhadap tingkat konsumsi oksigen pada masing-masing bobot rumput laut.
Rumput laut dengan kepadatan tinggi 600 gram/m3 menghasilkan tingkat
konsumsi oksigen lebih tinggi, sedangkan pada kepadatan 400 gram/m3 dan 200
gram/m3 menghasilkan konsumsi yang tidak jauh berbeda. Tingkat konsumsi
oksigen rumput laut tanpa dipapar cahaya matahari pada kepadatan 600 gram/m3,
400 gram/m3, dan 200 gram/m3 secara berturut-turut 0,0046 mg O2/gram/jam,
0,0025 mg O2/gram/jam, dan 0,0018 mg O2/gram/jam (Lampiran 26).
Grafik tingkat konsumsi oksigen rumput laut (G. verucosa) pada berbagai
kepadatan, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan waktu
selama 180 menit dalam wadah tertutup, terdapat pada Gambar 26.

41
0,008
0,007 600 gram/m3
400 gram/m3

(mg O2/gram/jam)
0,006
0,005 200 gram/m3

TKO 0,004
0,003
0,002
0,001
0,000
30 60 90 120 150 180
Waktu (menit)

Gambar 26. Tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria verucosa) pada
berbagai kepadatan, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan
hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup.

Gambar 27 menunjukkan persamaan kurva linier yang terbentuk dari


perlakuan tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa terpapar cahaya
matahari. Persamaan linier yang terbentuk yaitu y = 0,002x + 0,006, sehingga
setiap 1 gram rumput laut akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,008 mg
O2/gram/jam dengan kondisi yang sesuai untuk wadah pemeliharaan dan tanpa
cahaya yang mempengaruhi. Berdasarkan grafik Gambar 27 menunjukkan slope
positif (naik), pada persamaan linier memiliki arti bobot rumput laut memiliki
hubungan berbanding positif terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar
bobot rumput laut yang ditanam maka semakin besar tingkat konsumsi oksigen
yang dilakukan per gram per satuan waktu perhitungan dalam kondisi tanpa
terpapar cahaya matahari.
Berikut akan disajikan Gambar 27 persamaan linier tingkat konsumsi
oksigen rumput laut (G. verucosa) pada kepadatan 200 gram/m3, 400 gram/m3,
dan 600 gram/m3, saat tanpa terpapar cahaya matahari dan hubungannya dengan
waktu selama 180 menit dalam wadah tertutup, grafik garis menunjukkan trend
atau model yang terbentuk berdasarkan hubungan biomasa rumput laut terhadap
tingkat konsumsi oksigen yang dilakukan.

42
0,0045
0,0039
0,0040

TKO (mgO2/gram/jam)
0,0035
0,0030 0,0025
0,0025
0,0020 0,0018
0,0015
0,0010
0,0005
0,0000
200 400 600
Padat tanam rumput laut (gram/m3)

Gambar 27. Persamaan linier tingkat konsumsi oksigen rumput laut (Gracilaria
verucosa) pada berbagai padat tanam, saat tanpa terpapar cahaya
matahari dan hubungannya dengan waktu selama 180 menit dalam
wadah tertutup.

4.2 Pembahasan
Polikultur adalah suatu sistem budidaya bersama dua organisme atau lebih
dengan tujuan peningkatan produksi dan pemanfaatan lahan yang terbatas. Sistem
budidaya polikultur diindikasikan lebih menguntungkan daripada sistem
monokultur. Pemanfaatan kembali limbah buangan dari organisme satu (yaitu
ikan atau udang) terhadap organisme lain (yaitu rumput laut) untuk
pertumbuhannya menimbulkan interaksi saling menguntungkan atau simbiosis
mutualisme (integrated multi-trophic aquaculture) antara keduanya untuk
menciptakan lingkungan budidaya yang sesuai. Penelitian ini menggunakan
sistem budidaya polikultur pada ikan nila (O. niloticus) dan rumput laut
(G. verrucosa) untuk menghasilkan produk secara optimal. Interaksi positif yang
terjadi antara kedua organisme tersebut sangat menguntungkan bagi peningkatan
pertumbuhan ikan nila dan rumput laut. Hal ini didukung dengan hasil penelitian
konsentrasi nitrogen dan fosfat serta perubahan kualitas air pada sistem
monokultur dan polikultur oleh rumput laut di wadah selama 35 hari.
Perubahan nitrogen dan fosfat yang disebabkan rumput laut di wadah
pemeliharaan akan menurunkan konsentrasi kualitas air seperti pada Tabel 3,
rumput laut dengan padat tanam lebih tinggi mampu menghilangkan atau merubah
konsentrasi nitrogen dan fosfat lebih banyak. Zhou et al. (2006) G. lemaneiformis

43
dapat mengurangi jumlah hara nitrogen yang terakumulasi dalam dissoloved
inorganic nitrogen (DIN) pada wadah pemeliharaan dapat dihilangkan kurang
lebih 90%, dan rumput laut dapat menerima hampir 90% dari amonium yang
dipelihara bersama ikan. Hasil penelitian menunjukkan tingkat perubahan kualitas
air berupa TAN, nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan fosfat (PO43-) pada wadah
pemeliharaan budidaya polikultur ikan nila dan rumput laut lebih baik dari
perlakuan monokultur. Peningkatan biomasa awal rumput laut akan meningkatkan
laju perubahan pengurangan kualitas air di wadah pemeliharaan. Perlakuan
dengan kepadatan rumput laut paling tinggi mampu menurunkan kualitas air lebih
tinggi dari perlakuan dengan kepadatan rumput laut lebih rendah, yaitu mencapai
lebih dari 85% penghilangan nitrogen, dan 72% penghilangan fosfat (Tabel 3).
Penelitian sejenis oleh Yang et al. (2006) tentang bioremediasi rumput laut
G. lemaneiformis menyatakan bahwa penyerapan nitrogen terbesar dalam bentuk
amonium oleh rumput laut. Namun, pada jenis rumput laut G. birdiae nitrogen
dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak dari TAN berdasarkan penelitian di
Brazil oleh Soriano et al. (2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Tabel 3)
yaitu nitrogen dalam bentuk nitrat terbuang lebih banyak pada semua perlakuan
pada setiap minggu, salah satu alasan adalah penyerapan oleh rumput laut.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis rumput laut, cahaya
dan pergerakan air, dan faktor biologi (umur tanaman dan kemampuan
penyimpanan nutrien pada jaringan).
Perubahan kualitas air berkaitan erat dengan buangan nitrogen di wadah
pemeliharaan oleh ikan nila dengan pemberian pakan secara terkontrol, semakin
banyak buangan ikan nila maka semakin banyak yang harus dihilangkan. Buangan
nitrogen berasal dari pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme. Ikan
dengan bobot yang lebih tinggi akan diberi pakan lebih banyak, dan ikan dengan
bobot lebih rendah akan diberikan pakan lebih sedikit (Tabel 2), pada nilai feeding
ratio yang sama. Sakdiah (2009) menyatakan nilai ekskresi TAN dipengaruhi oleh
banyak faktor, antara lain suhu, bobot, kadar nutrisi, salinitas, dan kadar TAN.
Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3 dengan LPH dan biomasa ikan nila lebih tinggi menghasilkan
buangan ikan nila yang lebih tinggi dan pada perlakuan ikan nila 100 ekor/m3

44
tanpa rumput laut menghasilkan bobot yang lebih rendah dan buangan ikan nila
lebih sedikit, akan tetapi pada perlakuan monokultur tidak terjadi pengurangan
kualitas air di wadah pemeliharaan oleh rumput laut sehingga jumlah nitrogen di
wadah pemeliharaan terakumulasi menjadi tinggi.
Jumlah nitrogen dipengaruhi oleh sistem metabolisme ikan terhadap pakan
dan kualitas air. Lingkungan wadah pemeliharaan ikan nila memiliki siklus yang
diawali dengan pemberian pakan pada ikan, kemudian pakan yang tidak termakan,
feses, dan hasil metabolisme ikan akan masuk ke wadah pemeliharaan,
mikroorganisme akan mendekomposisi bahan organik di dalam sistem sehingga
mengakibatkan peningkatan total amonia nitrogen (TAN) dan nitrit dimana
keduanya berbahaya bagi ikan pada konsentrasi tinggi, selanjutnya TAN didalam
sistem akan diubah menjadi nitrit, nitrat, dan gas nitrogen. Berdasarkan hasil
penelitian konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat dalam wadah budidaya bersama
rumput laut dan ikan nila jauh berbeda terhadap perlakuan monokultur ikan nila
saja.
Konsentrasi TAN, nitrit, dan nitrat yang berbeda antara perlakuan
polikultur dan monokultur dapat dilihat berdasarkan hasil penelitian. Konsentrasi
TAN pada Gambar 12 setiap minggu menunjukkan perbedaan pada perlakuan
ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut dan perlakuan dengan penambahan
rumput laut dengan bobot tertentu. Perlakuan polikultur memiliki konsentrasi
TAN lebih rendah dari monokultur, karena peranan dari rumput laut dalam
menyerap dan menyimpan nitrogen dalam bentuk TAN di wadah pemeliharaan.
Perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling tinggi 600 gram/m3 + ikan nila
100 ekor/m3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah dari perlakuan polikultur
yang lain dengan kepadatan rumput laut yang lebih rendah.
Penyerapan dan penyimpanan nitrogen dalam bentuk TAN dalam bentuk
amonium (NH4+) oleh rumput laut dilakukan diseluruh bagian thallus atau
permukaan tubuh dan disimpan pada dinding sel yang terdiri dari karagenan dan
agar. Hal tersebut yang mengakibatkan perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan
nila 100 ekor/m3 memiliki konsentrasi TAN lebih rendah, semakin besar bobot
rumput laut, semakin luas permukaan thallus maka bidang penyerapan akan
semakin optimal dalam mengurangi konsentrasi TAN di wadah pemeliharaan

45
dibandingkan dengan rumput laut yang memiliki bobot dan luas permukaan
thallus lebih kecil. Hal ini terlihat pada Gambar 13 yang menunjukkan hubungan
berbanding terbalik antara biomasa rumput laut terhadap konsentrasi TAN di
wadah pemeliharaan.
Penyerapan nitrogen oleh rumput laut dalam bentuk amonium dan nitrat
(NO3-), oleh karena itu hasil yang ditunjukkan pada Gambar 16, sama dengan
Gambar 12, yaitu pada perlakuan polikultur selalu memiliki konsentrasi nitrat
lebih baik. Thallus rumput laut Ulva rigida mampu menyerap secara optimal
nitrat pada kisaran 400-500 µmol nitrat (g DM)-1 pada sel (Naldi 2002).
Kemampuan menyerap ion dan mineral di wadah pemeliharaan berbeda-beda
pada masing-masing jenis rumput laut. Hal ini dipengaruhi oleh jenis rumput laut,
cahaya dan pergerakan air, dan faktor biologi (umur tanaman dan kemampuan
penyimpanan nutrien pada jaringan).
Nitrogen di wadah pemeliharaan tidak hanya berupa TAN tetapi juga
dalam bentuk nitrit, melalui bakteri Nitrosomonas TAN diubah menjadi nitrit
yang bersifat lebih berbahaya bagi organisme (ikan dan udang). Hasil penelitian
(Gambar 14) menunjukkan perbedaan yang signifikan perlakuan polikultur ikan
nila dan rumput laut dengan monokultur ikan nila. Pada perlakuan monokultur
terjadi peningkatan nitrit setiap minggu, sedangkan pada perlakuan polikultur
memperlihatkan konsentrasi nitrit yang lebih rendah. Hal ini membuktikan bahwa
rumput laut tetap memberikan pengaruh positif di wadah pemeliharaan, walaupun
penyerapan rumput laut terhadap nitrit sangat kecil dibandingkan dengan TAN
dan nitrat.
Pengaruh rumput laut juga terlihat pada kurva kubik Gambar 15,
menjelaskan hubungan berbanding terbalik antara padat tanam rumput laut
terhadap konsentrasi nitrit yang dihasilkan, semakin besar padat tanam rumput
laut maka semakin memberikan dampak positif terhadap pemeliharaan ikan nila
dan rumput laut dengan konsentrasi nitrit lebih rendah.
Sebagian besar spesies tanaman air cenderung lebih mudah dalam
menyerap nitrogen dalam bentuk NH4+ daripada dalam bentuk NO3- sebagai
sumber hara nitrogen, hal ini dikarenakan penyerapan dalam bentuk NH4+
membutuhkan sedikit energi dan karena NH4+ -N tersebar merata di perairan jenuh

46
substrat. Selain itu, tekanan tinggi pada ion H+ menyebabkan, saat konsentrasi
nitrogen (NH4+ -N) tinggi, nitrogen mudah terserap kedalam thallus rumput laut.
Berbeda dengan penyerapan nitrat oleh tanaman air, nitrat diangkut dalam
membran plasma dan nitrate reductase activity (nRA) secara keseluruhan
dipengaruhi oleh ketersediaan NO3- di wadah pemeliharaan (Jampeetong 2012).
G. verrucosa juga melakukan penyerapan mineral seperti fosfat walaupun
dalam jumlah kecil. Naldi et al. (2002) menyatakan penyerapan nutrien pada
rumput laut memiliki perbandingan N:P sebesar 20:1 pada keadaan N yang tidak
berlebih. Penghilangan fosfat dari perairan tercemar terjadi melalui tiga tahapan
yaitu penyerapan substrat (lumpur, tanah), penyerapan oleh tanaman alga, dan
pengaruh aktifitas bakteri. Hal ini terlihat dari hasil penelitian pada Gambar 21
penyerapan fosfat oleh rumput laut tidak sebesar penyerapan terhadap nitrogen.
Penyerapan fosfat dalam jumlah kecil diduga karena penyerapan nitrogen lebih
mendominasi seluruh bagian thallus rumput laut dibandingkan penyerapan fosfat
maupun mineral yang lain, pernyataan ini didukung dengan rendahnya konsentrasi
nitrogen pada wadah pemeliharaan perlakuan polikultur dibandingkan pada
perlakuan monokultur.
Konsentrasi fosfat di wadah pemeliharaan (Gambar 18) menunjukkan
perbedaan antara perlakuan polikultur dan monokultur. Perlakuan polikultur ikan
nila dan rumput laut menunjukkan hasil yang lebih baik dalam mengurangi fosfat
di wadah pemeliharaan dari perlakuan monokultur. Perlakuan dengan kepadatan
rumput laut lebih tinggi memiliki konsentrasi fosfat lebih rendah dibandingkan
perlakuan polikultur yang lain. Peranan rumput laut dalam meningkatkan kualitas
lingkungan wadah pemeliharaan, terutama mencegah peningkatan konsentrasi
fosfat terlihat pada Gambar 18, perlakuan monokultur memiliki konsentrasi fosfat
yang terus meningkat selama 35 hari pemeliharaan. Rumput laut mampu
mengurangi fosfat dengan meyerap dan menyimpan di dalam dinding sel sebagai
kualitas air yang mampu mendukung pertumbuhan.
Secara umum, tanaman darat, tanaman air, jenis alga, dan mikroorganisme
membutuhkan mineral fosfat sebagai nutrien yang penting bagi pertumbuhan dan
pada jaringannya, meskipun dalam jaringan tersedia dalam jumlah yang lebih
sedikit dibanding dengan C dan N, mineral fosfat berfungsi sebagai transformasi

47
energi metabolik dan merupakan penyusun fosfolipida yang penting dalam
menyusun membran (Iamchaturapatr et al. 2007).
Lingkungan pemeliharaan yang sesuai akan mendukung pertumbuhan dari
kedua organisme tersebut, sesuai dengan hasil penelitian (Gambar 3 dan 4), bobot
ikan nila yang dibudidaya secara monokultur menghasilkan biomasa akhir lebih
rendah dari polikultur. Persamaan kubik pada Gambar 4 menjelaskan bahwa
setiap 1 gram rumput laut akan meningkatkan bobot ikan nila menjadi 107,2 gram
selama 35 hari. Pemeliharaan tanpa rumput laut selalu memiliki pertumbuhan
yang lebih rendah dari perlakuan polikultur. Hal ini dapat dilihat dari nilai laju
pertumbuhan harian (LPH) ikan nila pada perlakuan tanpa rumput laut
menghasilkan LPH rendah 2,03±0,40% per hari, jika dibandingkan dengan
perlakuan polikultur 3,12±0,21% per hari pada perlakuan 600 gram/m3 rumput
laut + ikan nila 100 ekor/m3. Sakdiah (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan
dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur, dan kualitas air. Peningkatan
bobot ikan nila merupakan tingkat pemberian pakan yang ditransformasikan
menjadi biomassa ikan nila. Pakan yang diberikan dan daya serap energi dari
pakan yang sama menjadi penunjang pertumbuhan ikan, sehingga dalam hasil
penelitian diduga pada sistem polikultur ikan nila mampu memanfaatkan pakan
lebih baik dari monokultur, dan hal ini didukung dengan nilai FCR dan EPP yang
lebih baik pada Tabel 1.
Feeding convertion ratio (FCR) dan efisiensi pakan menjadi salah satu
indikator peningkatan bobot ikan. Sistem polikultur rumput laut dan ikan nila
menghasilkan FCR lebih rendah dan EPP lebih tinggi dari monokultur, semakin
kecil nilai FCR maka semakin banyak pakan yang dimakan dan terserap oleh
tubuh untuk pertumbuhan. Tingkat FCR dan efisiensi pakan akan mempengaruhi
jumlah limbah hasil metabolisme ikan nila, semakin rendah efisiensi pakan maka
akan semakin banyak limbah nitrogen yang terbuang, hal ini didukung dengan
nilai pengeluaran nitrogen ikan nila pada Tabel 2, diduga pada biomassa ikan
lebih besar akan menghasilkan limbah nitrogen lebih banyak. Tingkat nafsu
makanan ikan nila juga dipengaruhi oleh kualitas air wadah pemeliharaan. Zhou et
al. (2006) menyatakan G. lemaneiformis sangat efisien dalam menyerap nutrien
dari sistem budidaya polikultur bersama ikan konsumsi. Oleh karena itu kualitas

48
air di wadah pemeliharaan polikultur rumput laut dan ikan nila lebih baik dari
monokultur serta nafsu makan ikan nila lebih meningkat pada sistem polikultur.
Kemampuan rumput laut dalam menyerap nutrien, khususnya nitrogen dan
fosfat berdampak positif bagi ikan nila dan rumput laut. Ikan nila mendapatkan
kualitas media pemeliharaan yang lebih baik dan rumput laut mendapatkan
nitrogen dan fosfat sebagai kualitas air untuk pertumbuhan. Abreu et al. (2011)
menyatakan penyerapan nitrogen (amonium, nitrat) di wadah pemeliharaan oleh
rumput laut G. vermiculuphylla dilakukan dengan difusi pada seluruh bagian
thallus. Jadi, semakin banyak thallus yang mampu menyerap nitrogen akan
semakin baik kualitas air dan pertumbuhan rumput laut pada kondisi tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut pada kepadatan
400 gram/m3 dan 600 gram/m3 lebih baik dari kepadatan 200 gram/m3 yang
terlihat dari nilai LPH masing-masing perlakuan. LPH rumput laut terbesar pada
perlakuan dengan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 yaitu,
2,22±0,10% per hari, sedangkan perlakuan dengan kepadatan rumput laut paling
rendah 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki nilai LPH
1,84±0,09% per hari. Nilai LPH rumput laut yang dipelihara bersama ikan nila
lebih tinggi dari monokultur rumput laut saja, seperti pada hasil penelitian Novia
(2011) pada salinitas 15 ppt rumput laut (Gracilaria verrucosa) memiliki LPH
tertinggi dengan nilai 1,92±0,501% per hari.
Salah satu alasan yang dapat menerangkan penurunan nilai laju
pertumbuhan harian rumput laut pada kepadatan 600 gram/m3 adalah semakin
tinggi kepadatan rumput laut dalam suatu wadah pemeliharaan maka kemampuan
fotosintesis dan penyerapan nitrogen dan fosfat akan berkurang, sehingga
ketersediaan energi untuk pertumbuhan akan berkurang. Selain itu Yang (2006)
menyatakan kualitas perairan juga mempengaruhi dalam pertumbuhan rumput laut
seperti suhu, pada suhu ekstrim Gracilaria verrucosa akan mengalami penurunan
produksi bahkan tidak lagi tumbuh.
Sinaga (2010) menyatakan penyerapan nutrien berupa fosfat dan nitrat
disebut dengan daya serap total fosfat dan daya serap nitrat. Penyerapan nutrien
berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan thallus. Daya serap nutrien
oleh rumput laut dapat diukur berdasarkan bobot dan luas permukaan. Masuknya

49
nitrogen ke dalam jaringan tubuh rumput laut melalui proses difusi yang terjadi
pada seluruh permukaan thallus rumput laut. Nitrogen yang diserap diproses
melalui tahapan fiksasi nitrogen, nitrifikasi, asimilasi, dan denitrifikasi serta
amonifikasi umumnya dilakukan oleh bakteri sedangkan proses asimilasi
dilakukan oleh tumbuhan termasuk alga (Barsanti et al. 2006).
Laju pertumbuhan harian (LPH) rumput laut berpengaruh langsung
terhadap pertumbuhan thallus rumput laut. Pertumbuhan thallus rumput laut
diduga semakin memperbesar luas permukaan thallus dan luas bidang difusi
nitrogen di wadah pemeliharaan. Semakin besar permukaan thallus maka semakin
luas permukaan difusi nitrogen, dan penyerapan nitrogen semakin tinggi. Hal ini
terlihat dari hasil penelitian, penyerapan nitrogen pada perlakuan dengan
kepadatan rumput laut lebih tinggi, yaitu 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100
ekor/m3 dan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 memiliki
konsentrasi penyerapan lebih tinggi dari perlakuan 200 gram/m3 rumput laut +
ikan nila 100 ekor/m3, nilai penyerapan nitrogen secara berturut-turut sebesar
2,965x103 µmol/gram per hari dan 2,850x103 µmol/gram per hari serta 1,986x103
µmol/gram per hari pada perlakuan 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100
ekor/m3.
Nilai penyerapan nitrogen di wadah pemeliharaan oleh rumput laut dapat
digunakan sebagai indikator mengetahui konsentrasi protein dan perubahan
kualitas air yang disebabkan oleh rumput laut. Tubuh tumbuhan tersusun oleh sel-
sel yang setiap intinya memiliki dinding sel selulosa bersifat permeable yang
dilewati air dan zat terlarut didalamnya termasuk nitrogen. Nitrogen yang terserap
akan diubah menjadi asam-asam amino pembentuk protein tersimpan dalam
dinding sel selulosa (Barsanti et al. 2006). Oleh sebab itu protein pada rumput laut
juga terdapat pada dinding sel selulosa dari tumbuhan. Konsentrasi protein thallus
rumput laut pada perlakuan 600 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3
lebih tinggi dari perlakuan 400 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 lebih
tinggi dari 200 gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 berturut-turut adalah
24,31%, 22,06%, dan 18,38%. Hal ini diduga pada padat tanam rumput laut lebih
tinggi memiliki luas permukaan dan dinding sel yang tebal dan besar (Sinaga
2010), sehingga penyimpanan nutrien oleh dinding sel lebih banyak. Selain

50
melakukan penyerapan nitrogen rumput laut (G. verrucosa) juga melakukan
penyerapan terhadap mineral-mineral lain termasuk fosfat. Penyerapan fosfat oleh
rumput laut tidak sebesar penyerapan nitrogen terhadap rumput laut, akan tetapi
tetap dipengaruhi oleh LPH rumput laut. Penyerapan fosfat perlakuan 600
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 lebih tinggi dari perlakuan 400
gram/m3 rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3 lebih tinggi dari 200 gram/m3
rumput laut + ikan nila 100 ekor/m3.
Kondisi wadah pemeliharaan yang kurang sesuai dapat ditinjau dari
ketahanan ikan terhadap media pemeliharaan, ikan nila yang hidup pada wadah
pemeliharaan yang sesuai untuk kehidupannya secara umum memiliki tingkat
kematian yang rendah dan bobot tubuh yang baik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perlakuan ikan nila 100 ekor/m3 tanpa rumput laut menghasilkan tingkat
kelangsungan hidup rendah dibanding perlakuan polikultur yaitu sebasar
72,84±2,14%, sedangkan perlakuan polikultur ikan nila dan rumput laut
menghasilkan tingkat kelangsungan hidup lebih dari 85%, sesuai dengan kriteria
kegiatan budidaya harus memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih dari 80%.
Rendahnya tingkat kelangsungan hidup ikan nila pemeliharaan secara monokultur
disebabkan kualitas air yang kurang mendukung, konsentrasi TAN, nitrit, nitrat
dan fosfat yang cenderung lebih tinggi dibanding perlakuan polikultur selama 35
hari pemeliharaan.
Penyerapan energi yang berasal dari pakan tidak mampu dimanfaatkan
ikan untuk pertumbuhan bobot dan panjang ikan nila, akan tetapi energi tersebut
dialihkan untuk melakukan proses adaptasi atau penyesuaian diri ikan nila
terhadap lingkungan yang tidak sesuai, sehingga energi yang dibutuhkan
berkurang, sehingga ikan akan mengalami kemunduran pertumbuhan bahkan
kematian. Oleh karena itu pengontrolan kualitas air dan manajemen pemberian
pakan sangat diperlukan dalam kegiatan budidaya.
TAN yang tinggi di wadah pemeliharaan dapat mengakibatkan kematian
masal pada ikan. Hal ini dapat disebabkan kepadatan ikan yang tinggi
menghasilkan NH4+ dalam jumlah banyak, sementara Nitrosomonas dan
Nitrobacter belum berkembang sehingga kadar NH4+ yang tinggi tersebut akan
meracuni ikan itu sendiri. Nitrit juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan ikan,

51
nitrit yang tinggi dapat mengakibatkan hyperthrophy insang, hyperplasia,
meningkatkan kerentanan ikan terhadap penyakit infeksi, dan hemoragi.
Berdasarkan Gambar 29 menunjukkan bahwa kematian ikan pada pemeliharaan
polikultur (b) diduga karena kompetitor diantara organisme dalam mendapatkan
makanan, unsur hara, maupun kualitas media yang cukup, sedangkan
pemeliharaan monokultur dikarenakan jamur atau bakteri yang menggerogoti sirip
ikan yang timbul karena kualitas air yang tidak mendukung.

(a) (b)
Gambar 28. Tampak fisik kematian ikan nila (Oreochromis niloticus) di wadah
pemeliharaan monokultur (a) dan polikultur (b)

Kisaran suhu, DO, cahaya, dan salinitas keempat perlakuan pada tiga kali
ulangan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda nyata dan masih dalam kisaran
maksimum untuk kegiatan budidaya ikan nila dan rumput laut (Lampiran 8).
Budiardi (2005) menyatakan selama proses katabolisme makanan berlangsung,
energi kimia dari makanan tubuh diubah bentuknya menjadi ATP dan sisanya
hilang sebagai panas. Meningkatnya suhu pada umumnya disertai dengan
meningkatnya laju metabolisme yang berarti meningkatnya permintaan oksigen
oleh jaringan. Secara umum, meningkatnya suhu lingkungan 10 oC menyebabkan
meningkatnya laju pengambilan oksigen oleh hewan menjadi dua sampai tiga kali
lipat. Pertumbuhan rumput laut secara monokultur biasanya dipengaruhi oleh
substrat (endapan), cahaya, temperatur, ketersediaan kualitas air dan kepadatan
rumput laut. Berdasarkan data kualitas air yang tertera di Lampiran 8, nilai suhu
masih dalam batas toleransi (tidak ekstrim) yaitu sebesar 23-320C, sehingga
pertumbuhan rumput laut pada penelitian ini tidak terpengaruh oleh faktor suhu.
Kemampuan ikan dalam mengonsumsi oksigen sangat ditentukan oleh
faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, pH, semakin tinggi fluktuasi kualitas air
maka akan semakin tinggi kebutuhan oksigen untuk dikonsumsi oleh ikan.

52
Pengukuran tingkat konsumsi oksigen ikan dan rumput laut bertujuan untuk
mengetahui pemanfaatan oksigen oleh dua organisme dalam satu wadah
pemeliharaan yang sama, sehingga dapat dipastikan terdapat kompetitor oksigen
atau tidak. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila dengan bobot tertentu mengalami
perbedaan. Gambar 23 menunjukkan grafik persamaan linier tingkat konsumsi
oksigen ikan nila pada bobot 1,8, 1,9, dan 2 gram yang mengalami penurunan
sejalan dengan bertambahnya bobot ikan. Ikan nila dengan ukuran bobot lebih
kecil mengonsumsi oksigen lebih banyak per satuan waktu dan bobot, dari ikan
nila dengan ukuran bobot lebih besar. Hal ini disebabkan ikan nila yang berukuran
lebih kecil membutuhkan banyak energi untuk pertumbuhan dan laju metabolisme
tubuh lebih cepat dibandingkan ikan nila yang berukuran besar, karena peredaran
darah yang membawa oksigen dan makanan lebih cepat dari ikan nila dengan
bobot yang lebih besar. Oleh sebab itu, grafik persamaan linier menunjukkan
hubungan berbanding terbalik (slope negatif/turun) antara bobot ikan nila dengan
tingkat konsumsi oksigen. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada berbagai
ukuran dapat menentukan konsentrasi oksigen terlarut minimal yang dibutuhkan
ikan selama pemeliharaan.
Hasil penelitian pada Gambar 23 menunjukkan hubungan antara waktu
dan tingkat konsumsi oksigen ikan nila. Penurunan tingkat konsumsi oksigen
sejalan dengan bertambahnya waktu selama 180 menit. Hal ini diduga disebabkan
oleh berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dan penurunan aktifitas ikan nila
menuju pada laju pengambilan oksigen minimal.
Selain ikan nila, tumbuhan seperti rumput laut juga mengalami proses
respirasi. Respirasi rumput laut terjadi sepanjang hari (pagi, siang, dan malam
hari), respirasi pada malam hari lebih tinggi dari siang hari, seperti pada hasil
penelitian tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tidak terpapar cahaya
matahari lebih tinggi yaitu 0,008 mg O2/gram/jam dari terpapar cahaya matahari
sebesar 0,002 mg O2/gram/jam. Hal ini dikarenakan faktor cahaya sangat
menentukan proses fotosintesis yang mampu menghasilkan karbohidrat dan
oksigen sehingga siang hari proses respirasi lebih rendah.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik antara
biomasa rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen saat terpapar cahaya

53
matahari (Gambar 25). Grafik persamaan kurva linier, penurunan nilai tingkat
konsumsi oksigen rumput laut sejalan dengan bertambahnya bobot. Hal ini
dikarenakan proses respirasi rumput laut dilakukan diseluruh bagian tubuh thallus,
sehingga semakin besar bobot rumput laut semakin luas permukaan thallus dan
semakin besar bidang respirasi, akan tetapi peranan cahaya matahari dalam proses
fotosintesis rumput laut menghasilkan produk berupa oksigen dan karbohidrat,
sehingga proses konsumsi oksigen lebih kecil.
Gambar 24 menjelaskan hubungan waktu terhadap tingkat konsumsi
oksigen pada saat terpapar cahaya matahari. Pada bobot yang lebih kecil tingkat
konsumsi oksigen menurun lebih curam sejalan dengan bertambahnya waktu
dibandingkan bobot yang lebih besar, yang dikarenakan konsentrasi oksigen di
wadah pemeliharaan dan aktifitas rumput laut mengalami penurunan. Fotosintesis
yang dilakukan rumput laut saat terpapar matahari diindikasikan juga memberikan
pengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut. Fotosintesis yang
dilakukan di seluruh bagian thallus akan menghasilkan produk akhir oksigen dan
karbohidrat. Bobot rumput laut yang lebih besar mampu melakukan fotosintesis
lebih tinggi dan menghasilkan oksigen dalam jumlah tertentu, sehingga tingkat
konsumsi oksigen akan lebih rendah dari bobot yang lebih kecil.
Penelitian selanjutnya untuk mengetahui tingkat konsumsi oksigen pada
rumput laut saat tidak terpapar cahaya matahari. Gambar 26 menunjukkan
hubungan antara waktu terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut,
penurunan tingkat konsumsi oksigen akan sejalan dengan bertambahnya waktu
pengamatan. Gambar 27 menunjukkan hubungan berbanding lurus antara bobot
rumput laut terhadap tingkat konsumsi oksigen, semakin besar bobot rumput laut
maka laju respirasi lebih tinggi dari bobot kecil sehingga tingkat konsumsi
oksigen lebih besar.
Persamaan linier pada Gambar 25 dan 27 menunjukkan persamaan yang
terbentuk terhadap tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat terpapar cahaya
matahari (Gambar 25) dan tanpa cahaya matahari (Gambar 27). Persamaan yang
terbentuk pada Gambar 25 adalah y = - 0,003x + 0,005 dengan x adalah padat
tanam rumput laut dan y adalah tingkat konsumsi oksigen, maka pada bobot
rumput laut satu gram akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,002 mg

54
O2/gram/jam, dan pada kondisi wadah pemeliharaan yang sesuai dan terpapar
cahaya matahari yang cukup untuk rumput laut. Persamaan linier yang terbentuk
pada Gambar 27 adalah yaitu y = 0,002x + 0,006, sehingga setiap 1 gram rumput
laut akan mengonsumsi oksigen sebanyak 0,008 mg O2/gram/jam dengan kondisi
yang sesuai untuk wadah pemeliharaan dan tanpa cahaya yang mempengaruhi.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen rumput laut saat tanpa ada
cahaya matahari lebih besar dibanding saat terpapar cahaya matahari pada 1 gram
bobot rumput laut per jam, dan terdapat pengaruh cahaya matahari terhadap
proses fotosintesis yang menghasilkan karbohidrat dan oksigen di wadah
pemeliharaan. Berdasarkan data tingkat konsumsi okesigen ikan nila dan rumput
laut, dan dilihat dari data dissolved oxygen (DO) pada Lampiran 8, menunjukkan
tidak terjadi kompetitor antara kedua organisme tersebut dalam pengambilan
oksigen, karena ketersediaan oksigen masih memenuhi batas kebutuhan
organisme.
Kegiatan akuakultur, selain berorientasi terhadap perbaikan lingkungan
budidaya seperti pemaparan di atas, juga berorientasi terhadap keuntungan yang
dihasilkan, prospek usaha akan menjadi faktor layak atau tidak kegiatan
akuakultur polikultur ikan nila dan rumput laut diterapkan ke pembudidaya.
Berikut akan disajikan prospek usaha monokultur dan polikultur.
Asumsi kegiatan budidaya produksi rumput laut dan ikan nila per dua
bulan sekali dan dalam satu tahun terdapat empat kali siklus dilakukan di
Kabupaten Belanakan Subang. Produksi ikan nila pada skala pendederan yaitu
menebar benih ukuran 2 gram dan dipanen pada ukuran 6-8 gram. Asumsi-asumsi
yang digunakan dalam perhitungan usaha ikan nila dan rumput laut adalah sebagai
berikut, padat tanam awal ikan nila adalah 100 ekor/m3 dan padat tanam rumput
laut adalah 600 gram/m3 dengan pemeliharaan selama 35 hari menghasilkan LPH
ikan nila 3,12% per hari dan LPH rumput laut 2,03% per hari. Pakan yang
diberikan berupa pelet dengan konsentrasi protein 38%, dengan FR 5% tiga kali
sehari. Penjualan ikan nila dilakukan pada pedagang di TPI Belanakan Subang
dan rumput laut dijual ke pabrik pembuat agar dalam bentuk basah. Analisis usaha
dilakukan pada tambak dengan luas 5000 m2 dan terdapat empat tambak dengan
luas yang sama dan harga sewa tanah Rp 5.000/m2 selama 35 hari pemeliharaan

55
tanpa ada pergantian air dan pada musim sedikit hujan. Berikut akan disajikan
analisis usaha polikultur ikan nila dan rumput laut dan monokultur ikan nila
(Lampiran 28 dan 29).
Prospek usaha ditampilkan pada Tabel 5, berdasarkan nilai BEP dan R/C
rasio kegiatan budidaya ikan nila secara monokuktur maupun polikultur bersama
rumput laut maka kegiatan polikultur lebih menguntungkan.

Tabel 5. Perbandingan analisis usaha kegiatan budidaya monokultur dan


polikultur rumput laut (G. verrucosa) dan ikan nila (O. niloticus).
Analisis Usaha Polikultur Monokultur
Biaya Investasi Rp 373.500.000 Rp 373.500.000
Biaya Tetap Rp 275.825.000/tahun Rp 275.825.000/tahun
Biaya Variabel Rp 1.191.200.000/tahun Rp 1.143.200.000/tahun
Biaya Operasional Rp 1.467.925.000/tahun Rp 1.419.025.000/tahun
Penerimaan Rp 2.476.800.000/tahun Rp 1.728.000.000/tahun
Keuntungan Rp 1.009.775.000/tahun Rp 308.975.000/tahun
R/C rasio Rp 1,70 Rp 1,22
BEP harga Rp 531.352.340,6 Rp 815.085.697,4
PP 0,4 tahun 1,20 tahun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan rumput laut memberikan


pengaruh positif terhadap pemeliharaan ikan nila secara polikultur, selain mampu
menyerap limbah nitrogen di wadah pemeliharaan, rumput laut juga mampu
menambah oksigen di wadah pemeliharaan melalui proses fotosintesis yang
dilakukan saat ada cahaya matahari.

56

Anda mungkin juga menyukai