Anda di halaman 1dari 5

Tipe Teori dalam Penggunaan Riset

Teori adalah serangkaian konsep, konstruk dan proposisi untuk menrangkan suatu fenomena
sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konspe. Menurut Kinayati
Djojosuroto & M.L.A Sumaryati (2004) teori digolongkan menjadi empat macam yaitu asumsi,
konsep, konstruk, dan proposisi.

1. Asumsi
Asumsi adalah suatu anggpan dasar tentang realita, harus diverifikasi secara empiris.
Asumsi dasar ini bisa mempengaruhi cara pandang peneliti terhadap sebuah fenomena dan
juga proses penelitian secara keseluruhan, karena setiap penelitian pasti menggunakan
pendekatan yang berbeda sehingga asumsi dasarnya pun berbeda pada setiap penilitian.
2. Konsep
Konsep adalah istilah terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala
atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Contoh: konsep “lean services” adalah
proses pelayanan dengan mengindari pemborosan aktivitas (non value added activity),
sehingga proses pelayanan lebih cepat. Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan
untuk mengambarkan gejala secara abstrak, contohnya seperti kejadian, keadaan,
kelompok. Diharapkan peneliti mampu memformulasikan pemikirannya ke dalam konsep
secara jelas dalam kaitannya dengan penyederhanaan beberapa masalah yang berkaitan
satu dengan yang lainnya.
3. Konstruk
Konstruk (construct) adalah suatu konsep yang diciptakan dan digunakan dengan
kesengajaan dan kesadaran untuk tujuan-tujuan ilmiah tertentu.
4. Proposisi
Proporsisi adalah hubungan yang logis antara dua konsep. Contoh: dalam penelitian
mengenai mobilitas penduduk, proporsinya berbunyi: “prose migrasi tenaga kerja
ditentukan oleh upah”.
Teori dibagi menjadi tiga macam. Ketiga macam teori tersebut berhubungan dengan sata empiris.
Adapun tiga teori tersebut adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2013):

1. Teori deduktif
Teori yang memberikan keterangan yang dimulai dari suatu perkiraan atau pikiran
spekulatif ke arah data yang akan diterangkan. Deduktif merupakan suatu cara penalaran
dengan menggunakan kriteria atau suatu keyakinan tertentu untuk mendapatkan suatu
kesimpulan kasus khusus atau spesifik. Sebuah pernyataan yang dianggap mewakili sebuah
kebenaran atau setidaknya sesuatu yang dianggap benar yang memiliki implikasi tertentu
yang dapat diturunkan menjadi sebuah atau beberapa buah pernyataan yang lebih spesifik
dan khusus, merupakan salah satu dari ciri penalaran deduktif (deduksi). Dengan demikian
desuksi diawali oleh sebuah asumsi (dogma atau yang lain) yangkemudian dilanjutkan
dengan kesimpulan yang lebih khusus yang diturunkan dari asumsi awal tersebut.
Keimplan yang diambil harus merupakan turunan atau derivasi dari asumsi atau pernyataan
awal.
2. Teori indiktif
Teori yang memberikan keterangan yang dimulai dari data ke arah teori. Teori induktif
merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan
empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum.
3. Teori fungsional
Teori fungsional dapat terlihat pada kondisi interaksi pengaruh antara data dan perkiraan
teoritis, yaitu data mempengaruhi pembentukan teori dan pembentukan teori kembali
mempengaruhi data. Contoh, berangkat dari perkiraan teoritis bahwa diantara laki-laki dan
perempuan yang memiliki hobi dan kemampuan memasak adalah perempuan. Setelah
dilakukan survey dan atau observasi ternyata secara data mengatakan bahwa ahli memasak
(koki) didominasi oleh orang laki-laki. Hal ini memberikan teori baru bahwa yang
mendominasi kemahiran dalam memasak sebenarnya adalah laki-laki.

Berdasarkan kepada tiga pandangan di atas, maka Sugiyono (2013) menyimpulkan teori
dapat dipandang sebagai berikut:
1. Teori menunjuk pada sekelompok hukum yang tersusun secara logis. Hukum-hukum
tersebut memiliki sifat hubungan yang deduktif. Suatu hukum menunjukkan suatu
hubungan antara variabel-variabel empiris yang bersifat ajeg dan dapat diprediksi
sebelumnya
2. Suatu teori merupakan suatu rangkuman tertulis mengenai suatu kelompok hukum yang
diperoleh secara empiris dalam bidang tertentu. Disini dimuali dari data yang diperoleh
dan dari data tersebut diperoleh konsep yang teoritis (induktif).
3. Suatu teori dapat menunjuk pada suatu cara menerapkan yang menggeneralisasi. Disini
bisanya terdapat hubungan yang fungsional antara data dan pendapat yang teoritis.

Neuman (2003) dalam Sugiyono (2011) mengemukakan tingkatan teori terbagi menjadi
tiga, yaitu: Micro, Meso dan Macro.
1. Tingkatan Teori Mikro (Micro Level Theory)
Teori ini memusatkan perhatian pada ruang lingkup gejala yang lebih sempit, yang
biasanya diambil dari masalah-masalah yang praktis. Mereka hanya ingin membuktikan
bahwa konsep yang merupakan elemen kecil dari teori.
2. Tingkatan Teori Meso (Meso Level Theory)
Tingkatan teori meso merupakan upaya untuk menghubungkan makro dan mikro atau
teori yang memiliki jangkauan sedang. Contoh teori organisasi dan gerakan sosial atau
komunitas tertentu.
3. Tingkatan Teori Makro (Macro Level Theory)
Merupakan teori besar atau teori makro yang mempunyai tingkatan generalisasi sangat
luas, dan tingkat abstraksi yang sangat tinggi. Teori besar atau makro mencakup sejumlah
gejala yang amat luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Contoh: lembaga
sosial, sistem budaya, dan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan tipe teori di atas berikut penjabaran teori adaptasi Roy dan PNI
berdasarkan tipe teori dalam penggunaan riset.
1. Teori Adaptasi Roy
Teori adaptasi roy menjelaskan 4 (empat) elemen essensial dalam model adaptasi
keperawatan yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan. Roy menjelaskan
bahwa manusia memiliki system adaptasi terhadap berbagai stimulus atau stressor yang
masuk. Mekanisme koping merupakan proses penerjemah stimulus dengan dua sub
system kognator dan sub system regulator. Hasil adaptasi akan menghasilkan respon
adaptive atau maladaptive. Berdasarkan pandangan teori tersebut menurut faweet (1995)
dalam Sell dan Kalofissudis (2004) menyatakan bahwa teori Roy memiliki cakupan yang
luas, kurang abstrak dibandingkan dengan model konseptual tetapi tersusun atas konsep-
konsep umum yang relative abstrak dan hubungannya tidak dapat diuji secara empiris.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori Roy secara tingkatan merupakan teori makro
karena menjelaskan sesuatu yang masih abstrak dan merupakan teori deduktif karena
memiliki pandangan dari hal yang bersifat umum untuk dapat disimpulkan menjadi hal
yang lebih khusus yaitu terkait masalah adaptif dan maladaptive.
2. Teori Psikoneuroimunologi (PNI)
Teori psikoneuroimunologi merupakan teori yang terdiri dari beberapa konsep yaitu
psiko-neuro dan imunologi yang membahas keterkaitan antara behaviour, neuroendokrin
dan sistem imun. Pamahaman psikoneuroimunoligi (PNI) sebagai kata baru atau
neologism sangat terkait dengan perkembangan psikologi, neuroscience dan imunologi
(Suhartono. 2011). Dalam penggabungan beberapa konsep ini untuk selanjutnya dalam
teori dibahas menjadi secara eksplisit dalam beberapa penjelasan psikoneuroimmunologi
terhdap sistem biologi tubuh, penjelasan PNI dengan stress cell serta penjelasan HPA dan
melatonin dalam tubuh. Penjelasan tersebut mengidentifikasikan bahwa teori PNI
termasuk dalam tipe teori fungsional dimana tedapat keterkaitan antara konsep yang satu
dengan konsep yang lain dengan teori yang terbentuk. Sedangkan menurut pembagian
tingkatan teori, teori PNI termasuk dalam tingkatan teori meso yang menghubungkan
antara teori mikro tentang peranan hormon tubuh seperti melatonin dengan teori makro
seperti stres, psikososial, serta imun tubuh.
Daftar Pustaka:
Prof. Dr. Sugiyono (2013) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Kinayati Djojosuroto & M.L.A Sumaryati. (2004). Prinsip-Prinsip Penelitian Bahasa &
Sastra. Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia.

Anda mungkin juga menyukai