Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

PATOFISIOLOGI PERADANGAN PADA SISTEM DIGESTIVE DAN ASUHAN


KEPERAWATAN ANAK DIARE TYPOID FEVER DAN DAMPAKNYA
TERHADAP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

Disusun Oleh Kelompok 7 :

1) ATHENDI PUTRA PRATAMA

2) NABILA MEILIARANI

3) RIZKA VELIA

Dosen Pengajar :

Fauzan Effendi, SST, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PROVINSI BENGKULU

PRODI SARJANA TERAPAN + NERS JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020


GANGGUAN SISTEM GASTROINTESTINAL

I. Esophagus
Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga yang terbentang dari
hipofaring hingga kardia lambung fungsinya adalah untuk menghantarkan bahan
yang dimakan. Sfingter mengatur makanan yang bertahan dalam esofagus.
Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh otot krikofaringeus, secara normal
berada dalam keadaan kontraksi kecuali pada saat menelan. Sfingter esofagus
bagian bawah bertindak sebagai sawar terhadap refluksisi lambung. Dinding
esofagus terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis dan serosa. Kadar
keasaman (pH) esofagus adalah agak basa dan kurang dapat menoleransi
kandungan asam lambung
Deglutinasi atau menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika
makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung dan terjadi dalam tiga fase.
Yang pertama disebut fase oral, yaitu bolus didorong ke belakang oleh gerakan
volunter lidah. Pada fase faringeal, bolus bergerak melewati epiglotis ke faring
bagian bawah berlanjut ke esofagus. Pada fase esofagus akhir gelombang
peristaltik primer yang dimulai dari faring terus berjalan sepanjang esofagus,
mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus
merelaksasi otot sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk
ke dalam lambung
Gejala adanya gangguan esofagus adalah disfagia, kesadaran subyektif adanya
gangguan transpor bahan yang dimakan, pirosis atau nyeri ulu hati, odinofagia,
nyeri akibat menelan dan regurgitasi yaitu aliran balik isi lambung ke dalam
rongga mulut yang tidak membutuhkan usaha 4 Beberapa tindakan diagnostik
yang bermanfaat untuk mendektesi penyakit esofagus adalah pemeriksaan
esofagoskopi dengan biopsi dan sitologi, pemeriksaan motilitas dan pemeriksaan
reluks asam.
Akalasia/kardiospasme merupakan gangguan hipomotilitas yang jarang terjadi
dan dicirikan dengan peristaltik yang lemah dan tidak teratur dalam korpus
esofagus. Gejala dan tandanya berupa menigkatnya tekanan sfingter esofagus
bagian bawah dan kegagalan sfingter esofagus bagian bawah untuk berelaksasi
pada saat menelan. Akalasia primer dianggap sebagai hasil degenerasi pleksus.
Auerbach (pleksus saraf intrinsik yang mengatur peristaltik esofagus). Akalasia
sekunder berkaitan dengan jumlah gangguan yang terjadi, termasuk neuropati
diabetik dan kanker esofagus. Pengobatan mencakup dilatasi pneumatik pada
sfingter esofagus bagian bawah atau esofagomiotomi
Spasme esofagus difus dicirikan dengan kontraksi esofagus yang tidak
terkoordinasi, nonpropulsif (peristaltik tersier) yang timbul bila menelan.
Penyebabnya tidak diketahui dan lebih sering terjadi pada pasien berusia tua.
Penyakit ini biasanya asimtomatik namun sebagian gejala yang terjadi adalah
disfagia dan odinofagia sementara (nyeri ketika menelan). Spasme esofagus difus
dapat dikacaukan dengan angina pektoris karena nitroglierin seringkali dapat
memulihkan nyeri.
Skleroderma adalah atrofi otot polos bagian bawah esofagus. Diagnosis dapat
diduga melalui pemeriksaan radiografik dengan barium, tetapi baru dipastikan dari
hasil pemeriksaan manometrik.Tanda khas penyakit ini adalah peristaltik yang
lemah pada setengah sampai duapertiga distal esofagus, serta berkurangnya
tekanan sfingter esofagus bagian distal. Refluks gastroesofageal dan esofagitis
sering terjadi pada skleroderma karena adanya inkompetensi sfingter esofagus
bagian bawah
Inflamasi mukosa esofagus, esofagitis dapat bersifat akut (infeksi, minum
minuman panas) atau kronik (refluks asam dari lambung). Bentuk infeksius lazim
terjadi pada penderita imunodefisiensi seperti AIDS
Bentuk esofagitis berat yang akut terjadi setelah menelan basa atau asam kuat
yang ditemukan pada cairan pembersih. Gejala yang timbul adalah odinofagia
berat, demam, keracunan dan kemungkinan perforasi esofagus. Perforasi dapat
menyebabkan infeksi mediastinum dan mungkin kematian. Dalam pengobatan
kedaruratan paada penderita cedera kaustik, sebaiknya muntah tidak diinduksi
karena dapat kembali mencederai esofagus dan orofaring
Esofagitis refluks kronik merupakan bentuk esofagitis yang paling sering
ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfingter esofagus bagian
bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung atau getah
alkali usus ke dalam esofagus yang berlangsung dalam waktu lama. Penyebab
lazim adalah gangguan motilitas esofagus dan hernia hiatus direk (sliding).
Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah esofagus Barrett (pencetus karsinoma),
ulserasi, perdarahan, pembentukan jaringan perut, dan striktur (menyebabkan
terjadinya obstruksi)
Mekanisme yang secara normal mencegah terjadinya refluks gastroesofageal
adalah :
1) kontraksi normal sfingter esofagus bagian bawah yang menyebabkan
daerah tekanan tinggi (paling penting)
2) sudut lancip gastroesofageal yang menyebabkan efek seperti katup
penutup dan
3) tekanan yang terbentuk melalui liigamen frenikoesofageal
menyebabkan efek katup pinchcock
Hernia hiatus didefinisikan sebagai herniasi bagian lambung ke dalam dada
melalui hiatus esofagus diafragma. Bentuk yang paling sering adalah hernia hiatus
direk (sliding) dengan perbatasan lambung-esofagus yang tergeser ke dalam
rongga toraks dan merusak kompetensi sfingter esofagus bagian bawah. Refluks
esofagitis adalah penyulit hernia hiatus direk (sliding) yang paling sering. Bentuk
lainnya adalah hernia hiatus paraesofageal (rolling) dengan bagian fundus
lambung yang menggulung melawati hiatus dan perbatasan gastro-esofagus tetap
berada di bawah diafragma, penyulit utama hernia para-esofageal adalah
strangulasi
Tumor jinak esofagus jarang dijumpai namun kanker esofagus sering
dijumpai. Laki-laki paling sering terserang penyakit ini. Faktor predisposisi adalah
banyak merokok, banyak minum alkohol dan esofagus Barrett (metaplasia dan
displasia mukosa dari reflluks gastroesofageal kronik). Pemeriksaan radiologik
dengan barium, pemeriksaan sitologi dan biopsi dengan esofagoskopi merupakan
tindakan-tindakan utama yang dilakukan dalam menentukan dianosis.
II. Lambung
Lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum/pilorus.Sfingter
kardia atau sfingter esofagus bawah mengalirkan makanan ke dalam lambung dan
mencegah refluksisi lambung ke dalam esofagus. Sfingter pilorus terminal
berelaksasi dan 6 berkontraksi untuk mengalirkan makanan ke duodenum dan
mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam jantung
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa (lapisan luar) merupakan
bagian dari peritonium viseralis. Tunika muskularis tersusun atas tiga lapisan
longitudinal di sebelah luar, lapisan sirkular di tengah dan lapisan oblik di sebelah
kanan. Lapisan ssubmukosa tersusunatas jaringan areolaris longgar yang
menghubungkan lapisan muskularis dan mukosa. Lapisan bagian dalam yaitu
lapisan mukosa tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae yang
memungkinkan terjadinya penegangan isi lambung.
Lambung mendapat suplai saraf ekstrinsik dari sistem saraf otonom. Suplai
saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan melalui saraf vagus
yang mencabangkan ramus pastrika, pilorika dan selaka. Persarafan simpatis
disuplai melalui nervus splanchricus mayor dan ganglia selaka. Jaringan saraf
intrinsik lambung (yang melanjut ke seluruh saluran gastrointestinal) dibentuk
oleh pleksus saraf Auerbach (mienterikus) dan Meissner yang memudahkan
komunikasi dan kordinasi motilitas dan sekresi gastrointestinal. Misalnya refleks
gastrokolik (gelombang peristaltik dalam kolom yang disebabkan oleh masuknya
makanan atau minuman panas ke dalam lambung kosong) berdasarkan pada
persarafan intrinsik saluran gastrointestinal.
Fungsi motorik lambung adalah penyimpanan, pencampuran dan pengosongan
makanan semi cair yang tercerna sebagian dicampur dengan sekret lambung.
Substansi ini disebut sebagaii kimus.
Kelenjar kardia yang berada dekat orifisium kardia lambung menyekresi
mukus. Kelenjar gasstrik yang terletak di fundus dan korpus lambung memiliki
tiga tipe sel, sel parietal menyekresi HCl dan faktor intrinsik (penting untuk
absorpsi vitamin B12 di dalam usus halus), sel chief menyekresi pepsinogen yang
teraktivasi menjadi pepsin dalam lingkungan pH asam, dan sel mukus (leher) yang
menyekresi mukus. Sel G yang terletak di daerah pilorus lambung menyekresi
hormon gastrin.
Sekresi lambung terbagi menjadi tiga fase. Yang pertama adalah fase sefalik
yaitu ketika kelenjar lambung terangsang oleh penglihatan, bau, pikiran, atau rasa
makanan dan merupakan 10% dari sekresi asam lambung. Yang kedua adalah fase
hormonal atau gastrik merupakan 67% dari sekresi asam lambung. Apabila
makanan memasuki lambung, pH basa dan peregangan lambung merangsang saraf
vagus secara kimiawi maupun mekanis. Impuls vagus merangsang sel parietal dan
sel G untuk melepaskan gastrin, menyebabkan sekresi HCl dan sekresi
pepsinogen. Yang terakhir adalah fase 7 intestinal yang dimulai oleh gerakan
kimus dari lambung ke duodenum dan sangat dipengaruhi oleh hormon.
Mual dan muntah adalah gejala penyerta yang lazim pada gangguan
gastrointestinal dan terjadi dalam tiga stadium. Yang pertama adalah mual yaitu
perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan epigastrium. Fase
berikutnya adalah retching yaitu usaha untuk muntah secara involunter. Stadium
terakhir adalah muntah yaitu refleks yang menyebabkan ekspulsi isi lambung
melalui mulut.
Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung.
Dua tipe yang tersering adalah superfisial akut dan atrofik kronik. Gastritis akut
adalah penyakit jinak yang sering terjadi disebabkan oleh beragam faktor
mencakup infeksi H. Pylori dan iritan lokal seperti kafein, alkohol atau aspirin.
Gastritis atrofik kronik dicirikan dengan atrofi progresif epitel kelenjar, hilangnya
sel chief dan parietal dan hipokhlorhidria atau akhlorhidria. Dinding lambung
menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Gastritis kronis tipe
A dianggap sebagai penyakit autoimun yang tidak lazim berkaitan dengan
hilangnya faktor intrinsik dan anemia pernisiosa. Gastritis kronis tipe B tidak
berkaitan dengan anemia permisiosa dan biasanya disebabkan oleh infeksi H.
Pylori. Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluassampai di bawah epitel. Ulkus kronis (berbeda dengan ulkus akut)
memiliki jaringan parut di dasarnya.
Getah lambung assam murni mampu mencerna semua jaringan hidup. Mukus
lambung (mengandung prostaglandin) dan sawar epitel melindungi supaya
lambung tidak tercerna. Sawar mukosa lambung juga mencegah difusi balik H+
dari lumen ke darah. Bila permeabilitas sawar epitel mengalami gangguan terjadi
aliran balik HCl yang mengakibatkan cedera pada jaringan yang mendasari.
Mukosa menjadi edema dan protein plasma dapat hilang. Mukosaa kapiler dapat
rusak, menyebabkan terjadinya hemoragia interstisial dan perdarahan. Destruksi
sawar mukosa lambung dianggap sebagai faktor utama dalam patogenesis ulkus
peptikum.
Ulkus peptikum atau duodenum dapat didiagnosis melalui pemeriksaan secara
langsung menggunakan endoskopi. Pemeriksaan sitologi dari bilasan lambung
penting dilakukan untuk membedakan karsinoma lambung dari ulkus peptikum.
Infeksi H.pylori dianggap sebagai penyebab sejumlah besar ulkus peptikum.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori adalah dengan
uji napas urea dan pemeriksaan serologi.
Nyeri epigastrik inttermiten kronis (biasanya terjadi 2 sampai 3 jam setelah
makan atau di malam hari) adalah gambaran klinis utama pada ulkus peptikum.
Makanan atau antasid biasanya dapat memulihkan kondisi ini, yang membentuk
pola nyeri sembuh setelah makan. Pola ini merupakan kriteria terpenting dalam
menegakkan diagnosis ulkus ini.
Sindrom Zollinger-Ellison adalah penyebab ulkus peptikum yang jarang
dijumpai, disebabkan oleh neoplasma penyekresi gastrin, yang menyebabkan
terjadinya hiperasiditas lambung yang ekstrim. Ulkus peptikum yang terkait
dengan sindrom ini seringkali bersifat multipel dan refrakter terhadap pengobatan.
Pengobatan ideal adalah eksisi bedah neoplasma tersebut.
Pengobatan medis ulkus peptikum terdiri atas tindakan untuk menghambat
atau membufer sekresi asam untuk mempermudah penyembuhan. Semua obat ini
dapat diberikan yaitu antasid, penghambat H2 (mis ranitidin) atau penghambat
pompa asam lambung (mis Omeprasol) dan terapi antimikroba untuk mengatasi
infeksi H.pylori Penyulit ulkus peptikum adalah intraktabilitas (paling sering),
perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Ulkus pada dinding duodenum posterior
lebih sering mengalami perdarahan (akibat erosi arteri gastroduodenalis atau
pankreatikoduodenalis) sedangkan ulkus pada dinding anterior lebih sering
mengalami perforasi
Pengobatan pembedahan ulkus peptikum biasanya mencakup beberapa tipe
vagotomi danm gastrektomi parsial. Antrektomi adalah pemotongan seluruh
antrum lambung sehingga menghilangkan fase gastrik atau hormonal dari sekresi
lambung. Prosedur gastroduodenostomi atau Billroth I) melibaatkan gastrektomi
parsial dengan anastomosis sisa jejunum (gastrojejunostomi atau Billroth II).
Sekuele pascaoperatif adalah sindrom dumping terutama dengan pembedahan
Billroth II)
Erosi lambung atau duodenum yang terjadi sebagai sekuele dari stress
fisiologis yang lama disebut sebagai ulkus stres dan terbagi menjadi dua
kelompok. Ulkus Chusing berkaitan dengan cedera otak yang serius dan dicirikan
dengan hiperasiditas bermakna. Erosi lambung berkaitan dengan syok, sepsis, luka
bakar dan obat, tidak ditandai dengan hipersekresi asam lambung. Ulkus stres
yang berkaitan denggan cedera luka bakar disebut ulkus Curling. Faktor etiologi
utama dalam terjadinya ulkus stres diduga akibat iskemia mukosa lambung
Faktor genetik, geografik dan lingkungan serta adanya gastritis atrofik atau
anemia permiosa merupakan faktor predisposisi terjadinya karsinoma lambung,
yang memiliki tiga bentuk umum karsiinoma ulseratif, karsinoma polipoid, dan
karsinoma infiltratif
III. Usus halus
Usus halus merupakan usus berbentuk tabung yang kompleks, berlipat-lipat
membentang dari pilorus hingga katup ileosekal dan dibagi menjadi duodenum,
jejunum, dan illeum. Dua fungsi utamanya adalah pencernaan dan absorpsi zat
gizi dan air yang terdapat dalam makanan yang masuk dalam tubuh. Villi dan
mikrovilli merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang terdapat di
seluruh usus halus, srtktur ini meningkatkan permukaan absorpsi usus sebesar
1000x lipat. Setiap villus terdiri atas saluran limfe sentral yang disebut sebagai
lakteal dan dikelilingi oleh kapiler darah. Makanan yang telah dimakan akan
masuk ke dalam lakteal dan kapiler vilus.
Enzim terletak pada brush border dan menyelesaikan proses pencernaan saat
proses absorpsi berlangsung. Di sekeliling villus terdapat beberapa sumur kecil
yang disebut sebagai kripte Lieberkuhn. Kripta ini merupakan kelenjar-kelenjar
usus yang menghasilkan sekret mengandung enzim pencernaan. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepalobiliar, dan sekresi usus sedangkan pergerrakan peristaltik mendorong isi
dari salah satu ujung ke ujung laindengan kecepatan yang sesuai untuk terjadinya
absorpsi yang optimal dan asupan isi lambung secara kontinu.
Absorpsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam lemak, dan asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga
diabsorpsi air, elektrolit dan vitamin. Absorpsi berbagai zat berlangsung melalui
mekanisme transpor aktif dan pasif. Absorpsi gula, asam amino dan lemak hampir
selesai pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium
sebagian besar diabsorpsi di dalam duodenum dan jejunum. Absorpsi kalsium
memerlukann vitamin D. Vitamin larut lemak (A, D,E, K) diabsorpsi dalam
duodenum dan memerlukan garam-garam empedu. Sebagian besar vitamin yang
larut air diabsorpsi dalam usus halus bagian atas. Absorpsi vitamin B12
berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme transpor khusus yang
membutuhkan faktor intrinsik lambung.
Sebagian besar asam empeedu yang dikeluarkan oleh kandung empeduke
dalam dudodenum untuk membantu pencernaan lemak, akan direabsorpsi dalam
ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi
enterohepatik garam empedu dan sangat penting dalam mempertahankann
cadangan empedu untuk pencernaan lemak. Malabsorpsi adalah terganggunya
absorpsi satu atau banyak zat gizi dalam mukosa usus. Sprue nontropis (penyakit
Seliak), sprue tropis, defesiensi laktase, malabsorpsi pascagastrektomi, dan
enteritis regional adalah penyakit-penyakit yang berkaitan dengan terjadinya
malabsorpsi.
Sprue nontropis (Seliak) adalah suatu sindrom malabsorpsi yang dicirikan
dengan adanya atrofi villi usus halus disebabkan oleh sensitivitas terhadap gluten
yang terdapat dalam roti (gandum hitam /rye, oat, barley, dan gandum) bir dan
banyak makanan yang mengalami proses tertentu. Manifestasi klasiknya adalah
diare (fesses yang banyak dan pucat), flatulensi, penurunan berat badan dan
kelelahan. Bayi maupun orang dewasa dapat terkena penyakit ini dan ciri khasnya
memiliki predisposisi familial. Penghentian diet mengandung gluten pada
umumnya akan memulihkan atau mengurangi gejala. Sprue tropis lazim terjadi di
daerah Karibia dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi akibat merespons
pengobatan antibiotik.
Defisiensi laktaase adalah suatu gangguan malabsorpsi yang berkaitan dengan
intoleransi terhadap susu dan produk susu (mengandung laktosa) karena defisiensi
enzim dan laktase brush border, hal ini terutama lazim terjadi pada produk Afrika-
Amerika. Gejala khas pada defisiensi laktase adalah kram perut, kembung dan
diare setelah minum susu. Ketika laktosa yang tidak terhidrolisis memasuki kolon,
maka akan menimbulkan suatu asfek osmotik yang menyebabkan masuknya air ke
dalam kolon. Bakteri dalam kolon akan memfermentasi laktosa dan menghasilkan
asam lemak dan asam laktat yang bersiftat iritatif terhadap kolon sehingga
menyebabkan peningkatan motilitas usus dan terjadi diare
Malabsorpsi pascagastrektomi lazim terjadi setelah gastrektomi total atau
prosedur Billroth II. Ciri khas keadaan ini adalah steatore, penurunan berat badan
dan anemia makrositik. Penyebabnya adalah (1) pencampuran makanan dengan
enzim yang berlangsung kurang sempurna akibat pengosongan lambung yang
terlalu cepat (2) berkurangnya sekresi eksokrin pankreas yang menyebabkan
terjadinya maldigesti akibat adanya pintas duodenum (3) stasis isi usus pada
lengkung eferen yang mengaakibatkan proliferasi bakteri yang berlebihan, yang
dapat memakai habis vitamin B12 serta menyebabkan terjadinya dekonjugasi
garam-garam empedu (4) hilangnya fungsi lambung sebagai penampung yang
mengakibatkan waktu transit makanan di usus berjalan lebih cepat dan
menyebabkan diare.
Penyakit Crohn yang disebut juga enteritis regional merupakan suatu penyakit
peradangan granulomatosa kronis pada saluran cerna yang sering berulang dan 11
dicirikan dengan adanya lesi ‘ melompat’ yaitu bagian usus yang sakit dipisahkan
oleh daerah-daerah usus yang normal. Gejala yang sering ditemukan adalah diare
intermiten ringan dan nyeri kolik abdomen. Penyulit yang terjadi adalah obstruksi
usu, fistula perianal, abses dan fistula antara lengkung usus, hingga kandung
kemih atau hingga dinding abdomen eksternal. Manifestasi di luar gastrointestinal
adalah gangrenosum pioderma, uvetis dan artritis.
Penyakit atau reseksi ileum feminalis dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
garam empedu dan mempengaruhi pencernaan lemak, demikian juga dengan
terjadinya anemia makrositik akibat gangguan absorpsi vitamin B12
Apendisitis adalah peradangan apendiks (sisa apeks sekum yang tidak
memiliki fungsi) yang mengenai semua lapisan dinding organ. Apendisitis adalah
penyakit bedah yang paling sering ditemukan dan lebih sering terjadi pada remaja
dan dewasa muda. Gejala yang paling awal aadalah nyeri paraumbilikalis yang
terletak pada kuadran kanan bawah abdomen.
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, biasanya disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforaasi apendiks atau saluran cerna
atau luka tembus abdomen
Obstruksi usus adalah suatu gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus. Terdapat 2 jenis obstruksi usus (1) obstruksi non-mekanis (ileus paralitik
atau adinamik) yaitu hambatan peristaltik usus dan (2) obstruksi mekanis yang
disebabkan oleh obstruksi intramural atau tekanan eksterna usus, obstruksi
mekanis selanjutnya digolongkan sebagai obstruksi mekanis simpleks (hanya
terdapat satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung-tertutup (sedikitnya
terdapat 2 tempat obstruksi). Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun kronis
sebagian atau total dan paling sering mengenai usus halus.
Obstruksi usus non-mekanis atau fungsional (ileus paralitik) disebabkan oleh
sentuuhan pada visera abdomen dan hambatan peristaltik akibat pembedahan,
terutama pembedahan abdomen ileus paralitik juga berkaitan dengan berbagai
cedera traumatik (mis fraktur iga atau vertebrata). Penyebab obstruksi usus
mekanis yang paling sering adala perlekatan akibat pembedahan (pita fibrosa
jaringan parut). Penyebab lain adalah intususepsi (invaginasi salah satu bagian
usus ke dalam bagian berikutnya), volvulus (terpelintirnya usus, biasanya
mengenai kolon sigmoid) dan inkarserasi atau strangulasi lengkung usus dalam
hernia ingunalis atau femoralis.
Perubahan patofisiologik yang terjadi dalam obstruksi usus adalah sebagai
berikut :
1) penimbunan gas dan cairan dalam lumen yang letaknya proksimal dari
letak obstruksi
2) peregangan abdomen
3) tekanan dalam lumen yang dipertahankan sehingga menyebabkan
terjadinya iskemia dinding usus
4) hilangnya cairan dalam rongga peritoneum
5) lepasnya bakteri dan toksin dari usus nekrotik ke dalam peritoneum
dan sirkulasi sistemik dan
6) peritonitis dan septikemia.
Hilangnya air dan elektrolit dari ECF ke dalam usus (ruang ketiga) yang
menyebabkan terjadinya syok hipovolemik. Pengobatan obstruksi usus adalah
koreksi ketidakseimbangan cairan dan eleektrolit, pemulihan peregangan dan
muntah dengan intubasi nasogastrik dan dekompresi, pengendalian peritonitis dan
syok (bila ada) dan mengangkat obstruksi (pembedahan) untuk memulihkan
kesinambungan usus yang normal. Banyak terdapat kasus ileus adinamik yang
disembuhkan hanya dengan melakukann dekompresi tuba.
IV. Usus besar (kolon)
Usus besar atau kolon berbentuk saluran maskular berongga yang
membentang dari sekum hingga kanalis ani dan dibagi menjadi sekum, kolon
(asendens, transversum, desendems dan sigmoid) dan rektum. Katup ileosekal
mengontrol masuknya kimus ke dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus mengontrol ke luarnya feses dari kanalis ani.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi baagian kanan dan kiri berdasarkan
pada aliran darah. Arteria mesenterika superior mendarahi sekum, kolon asendens
dan dua pertiga proksimal kolon transversum (separuh kanan). Arteria
mesenterika inferior mendarahi sepertiga distal kolon transversum yang turun dan
kolon sigmoid serta bagian proksimal rektum (separuh kiri).
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang terpenting adalah absorpsi aair dan
elektrolit. Absorpsi ini sudah hampir selesaai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid
merupakan reservoir untuk massa feses yang terdehidrasi sampai terjadinya
defekasi. Kapasitas absorpsi kolon adalah sekitar 1500 sampai 2000 ml. Bila
jumlah ini dilampaui akibat pengiriman air yang berlebihan dari ileum akan terjadi
diare.
Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri
dan bukan oleh kerja enzim. Bakteri dalam usus besar menyintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B. Selain itu juga terjadi fermentasi bakteri beberapa
karbohidrat dalam kolon. Sekitar 1000 ml flatus kebanyakan dari udara yang
tertelan di keluarkan setiap hari.
Ciri khas gerakan usus besar adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas
yang tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik sehingga
memberikan waktu untuk terjadinya absorpsi. Peristalsis mendorong feses ke
dalam rektum dan menyebabkan peregangan dinding rektum dan aktivitas refleks
defekasi.
Keadaan patologi usus besar cenderung dihubungkan dengan gejala eliminasi,
konstipasi, diare, perubahan ukuran atau warna tinja dan darah dalam tinja
merupakan gejala dan tanda penting yang berkaitan dengan kolon dan rektum.
Divertikulosis merupakan keadaan kolon yang dicirikan dengan herniasi mukosa
melalui muskularis untuk membentuk kantung berbentuk cakram. Herniasi sering
terjadi pada titik terlemah tempat masuknya pembuluh darah melemahkan dinding
kolon. Kolon sigmoid merupakan tempat tersering divertikula. Bila satu atau lebih
sakulus meradang keadaan ini disebut divertikulitis. Patogenesis divertikulosis
diyakini berkaitan dengan makan makanan rendah serat, gangguan motilitas dan
peningkatan tekanan intraluminal yang menyebabkan terjadinya herniasi mukosa.
Tekanan yang lebih besar dapat terbentuk pada orang yang makan makanan
rendah serat karena kolon mempunyai lumen yang lebih sempit dibandingkan
dengan kolon yang terisi feses bila makan makanan kaya serat. Penyulit
divertikulitis adalah peradangan, pembentukan abses, perdarahan, obstruksi usus,
perforasi dan peritonitis.
Kolitis ulserativa merupakan penyakit peradangan kolon nonspesifik yang
biasa terjadi setelah eksaserbasi dan remisi lama. Lesi peradangan mengenaii
mukosa dan submukosa, akhirnya menyebabkan ulserasi dan perdarahan. Proses
penyakit biasanya dimulai di daerah rektosigmoid dan dapat menyebar ke
proksimal mengenai seluruh kolon (tidak ada lesi melompat seperti penyakit
Crohn). Gejala dan tanda kardinal adalah nyeri kolik abdomen dan berdarah, serta
diare terisi mukus. Komplikasi yang berpotensi fatal adalah megakolon toksik,
perdarahan dan karsinoma kolon. Manifestasi di luar gastrointestinal (artritis,
mengenai mata dan kulit) serupa dengan manifestasi pada penyakit Crohn. Lesi
penyakit Crohn mengenai kolon pada sekitar 35% kasus
Polip kolon sering terjadi dan menempati posisi intermediat antara neoplasma
jinak dan ganas. Polip paling sering terjadi di kolon sigmoid dan meningkat
seiring bertambahnya usia. Polip tumbuh dari permukaan mukosa dan meluas ke
luar.
Adenoma pedunkulata (polip adenomatosa atau adenoma polipoid) adalah
struktur seperti bola yang menempel pada membran mukosa dengan tangkai tipis.
Polip adenomatosa multipel atau berdiameter lebih dari 1 cm dianggap merupakan
risiko kanker yang tinggi. Polip juvenilis paling sering terjadi pada anak,
mempunyai tangkai yang sangat panjang, dan dianggap berasal dari peradangan.
Adenoma vilosa adalah neoplasma (massa berbentuk kembang kol) sesil (dasar
lebar tanpa tangkai), biasanya soliter dan besar (>5 cm) dan kesempatan menjadi
ganas adalah lebih dari 25%. Poliposis familial merupaakan suatu penyakit
genetik dominan autosomal yang dicirikan dengan adanya ratusan polip
pedunkulata dan sesil di seluruh kolon, kemungkinan terjadinya kanker kolon
adalah 100% pada usia 40 tahun
Kanker kolon dan rektum merupakan penyebab ketiga kematian akibat kanker
pada laki-laki dan perempuan, sekitar 60% terjadi di daerah rektosigmoid kolon,
sehingga kanker ini dapat dipalpasi saat pemeriksaan sigmoidoskopi. Sekitar 25%
kanker kolon terletak di sekum dan kolon asendens serta dapat didektesi melalui
pemeriksaan kolonoskopi. Secara histologis hampir semua kanker kolon adalah
adenokarsinoma. Secara struktur kanker kolon berbentuk polipoid (lebih sering di
sekum) atau berbentuk anular (seperti cincin) (lebih sering di daerah
rektosigmoid).
Gejala dan tanda kanker kolon dan rektum bervariasi berdasarkan letaknya dan
umumnya dibagi menjadi kanker kolon kiri (desendens, sigmoid dan rektum) dan
kanan (sekum, asenddens, transversum kanan).
Gejala dan tanda kanker kolon kiri adalah :
1) perubahan yang nyata pada kebiasaan usus (konstipasi atau diare, tinja
berbentuk pensil atai pita, tenesmus)
2) darah makroskopis pada tinja
3) nyeri (rektal, punggung, kuadran kiri bawah)
4) anemia dan penurunan berat badan dan
5) massa yang dapat diraba dan terdeteksi dengan pemeriksaan digital atau
endoskopik.
Gejala dan tanda kanker kolon kanan adalah :
1) darah samar pada tinja
2) nyeri alih ke umbilikus atau punggung
3) anemia dan pemuruunan berat badan dan
4) massa abdomen yang dapat diraba di kuadran kanan bawah. Perubahan
kebiasaan usus bukan karena tinja yang cair. Kanker kolon kanan
umumnya terdiagnosis lebih lambat dibandingkan dengan kanker
kolon kiri dan akibatnya mempunyai prognosis lebih buruk.
Hemoroid atau wasir adalah vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi
menjadi dua golongan yaitu interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah varises
vena hemoroidalis superior dan media, terletak di atas sfingter rektum interna.
Hemoroid eksterna adalah varises vena hemoroidalis inferior, terletak di luar
sfingter ani. Penyebab langsung hemoroid adalah gangguan aliran balik vena dari
vena hemoroidalis yang ddisebabkan oleh kehamilan, konstipasi atau diare atau
keduanya, kanker rektum dan sirosis hepatis. Penyulit hemoroid adalah
perdarahan, trombosis dan strangulasi
Hemoroid eksterna akut tampak sebagai pembengkakan bundar dan kebiruan
pada pinggir anus yang sebenarnya merupakan sebuah hematoma. Hemoroid
eksterna kronis atau anal skin tag biasanya adalah sekuele hematoma akut.
Hemoroid eksterna sering menyebabkan pruritus.
V. Hati
Hati merupakan organ parenkim terbesar dalam tubuh (sekitar 3 pon/1,3 kg)
dan dibagi menjadi lobus kanan dan lobus kiri, hati ditahan ditempatnya oleh
serangkaian ligamen kompleks (yang terpenting adalah ligamentum falsiformis)
yang menghubungkan permukaan anteriornya terhadap diafragma dan dinding
abdomen anterior.
Permukaan hati dibagi secara mikroskopis menjadi satuan fungsional yang
disebut lobulus yaitu sederetan sel hati heksagonal yang disebut hepatosit tersusun
di sekitar vena sentralis yang mendrainase lobulus. Di antara lamina sel hepatik
terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, yang merupakan cabang vena porta
dan arteria hepatika. Sinusoid dilapisi oleh sel Kuffer, yaitu sel fagosit yang
berfungsi membuang bakteri dan partikel asing dari darah. Empedu yang
terbentuk dalam hepatosit diekskresikan ke dalam kanalikuli, yang bergabung
membentuk duktus biliaris yang lebih besar sampai mencapai duktus koledukus
Selain menjadi organ parenkim terbesar, hati merupakan organ yang memiliki
fungsi paling banyak dan paling kompleks. Hati memiliki tugas yang sangat besar
dalam mempertahankan homeostasis fungsi metabolik tubuh, mencakup
metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, sintesis protein serum,
mencakup faktor pembekuan, pembentukan yrea, pembentukan dan ekskresi
empedu, inaktivasi hormon steroid dan detoksifikasi sejumlah zat endogen dan
eksogen. Hati juga bekerja sebagai gudang darah yang mengalir baik kembali saat
terjadi gagal jantung ventrikel
VI. Pankreas
Pankreatitis akut dicirikan dengan nyeri epigastrium berat kontinu yang
menjalar ke punggung akibat peradangan dan nekrosis enzimatik pankreas. Dapat
terjadi syok dengan derajat yang bervariasi, takikardia, leukositosis dan demam.
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan adanya peningkatan kadar amilase serum.
Dua penyebab utama pankreatitis akut adalah alkoholisme dan penyakit saluran
empedu. Sebagian besar ahli setuju bahwa mekanisme patogenik yang umum
adalah autodigesti yaitu aktivasi enzim digesti pankreatik dalam pankreas itu
sendiri yang menyebabkan digesti jaringan pankreatik. Komplikasi pankreatitis
akut mencakup abses pankreas (pengumpulan produk nekrotik dan sekretorik cair
dalam kantung omentum minus).
Destruksi progresif dan penggantian pankreas dengan jaringan fibrosis
menandakan pankreatitis kronik. Gejala dan tanda mencakup episode nyeri akut
berulang (sering dicetuskan oleh ingesti alkohol), steatorea, malabsorpsi, berat
badan menurun dan diabetes melitus
Kanker pankreas adalah pnyebab utama kematian kelima akibat kanker di
Amerika Serikat. Kanker primer pada hati dan kandung empedu jarang terjadi di
Amerika Serikat, tetapi metastasis sering terjadi pada hati.
ASUHAN KEPERAWATAN DIARE PADA ANAK

A. Pengkajian
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan
penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau
lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya
infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan
perawatannya .

2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari

3. Riwayat Penyakit Sekarang


BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.

5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi
yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi
pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik,
menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan


Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
 Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-
rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
 Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua
dan seterusnya.
 Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
 Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:

 Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai


menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:

 Autonomy vs Shame and doundt


 Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler
dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam
puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua
untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over
protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan
merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu
yang dapat berkembang pada diri anak.
 Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan
mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang.
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 detik, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress
yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan
invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian
menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat, PCO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
NAMA PASIEN : ......................... UMUR : ............................
RUANGAN : ......................... NO. REG : ...........................

NO INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN (Standar Luaran Keperawatan (Standar Intervensi Keperawatan RASIONAL
Indonesia/SLKI) Indonesia/SIKI)
1. Hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan intervensi SIKI : Manajemen Hipovolemia
dengan kehilangan cairan keperawatan selama ... x ... jam, Aktivitas Keperawatan :
aktif diharapkan pasien :
SLKI : Status Cairan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui
Data Mayor :  Dipertahankan di level.... hipovolemia penyebab dari
Data Subjektif : -  Ditingkatkan di level .... hipovolemia
Data Objektif :
1. Frekuensi nadi Keterangan : 2. Monitor intake dan output 2. Agar antara intake
meningkat  1 = Menurun cairan dan output seimbang
2. Nadi teraba lemah  2 = Cukup menurun
3. Tekanan darah  3 = Sedang 3. Hitung kebutuhan cairan 3. Agar pasien tidak
menurun  4 = Cukup meningkat dehidrasi
4. Tekanan nada  5 = Meningkat
menyempit 4. Berikan posisi modified 4. Untuk kenyamanan
5. Turgor kulit Dengan kriteria hasil : Trendelenbeurg pasien
menurun 1. Kekuatan nadi 1/2/3/4/5
6. Membran mukosa 2. Turgor kulit 1/2/3/4/5 5. Berikan asupan cairan oral 5. Untuk menambah
kering 3. Output urine 1/2/3/4/5 intake pasien
7. Volume urin 4. Pengisian vena 1/2/3/4/5
menurun 6. Anjurkan memperbanyak 6. Agar intake pasien
8. Hematokrit asupan cairan oral seimbang
meningkat
Data Minor : 7. Anjurkan menghindari 7. Untuk kenyamanan
Data Subjektif : perubahan posisi mendadak pasien
1. Merasa lemah
2. Merasa haus 8. Kolaborasi pemberian 8. Untuk mengganti
Data Objektif : cairan IV isotonis (mis. cairan elektrolit dan
1. Pengisian vena NaCl, RL) memberikan asupan
menurun karbohidrat pada
2. Status mental pasien
berubah
3. Suhu tubuh 9. Kolaborasi pemberian 9. Untuk mengganti
meningkat cairan IV hipotonis (mis. cairan yang hilang
4. Konsentrasi urin Glukosa 2,5%, NaCl 0,4%) pada pasien
meningkat
5. Berat badan turun 10. Kolaborasi pemberian 10. Untuk mengganti
tiba-tiba cairan koloid (mis. cairan yang hilang
Albumin, plasmanate)
2 Risiko hipovolemia Setelah dilakukan intervensi SIKI : Manajemen Diare
berhubungan dengan keperawatan selama ... x ... jam, Aktivitas Keperawatan :
kehilangan cairan secara diharapkan pasien :
aktif SLKI : Status Cairan 1. Identifikasi penyebab diare 1. Untuk mengetahui
 Dipertahankan di level.... apa yang
Data Mayor :  Ditingkatkan di level .... menyebabkan
Data Subjektif :- terjadinya diare pada
Data Objektif : - Keterangan : pasien
 1 = Meningkat
Data Minor :  2 = Cukup meningkat 2. Identifikasi riwayat 2. Mengetahui apakah
Data Subjektif : -  3 = Sedang pemberian makanan ada makanan yang
Data Objektif : -  4 = Cukup menurun menyebabkan
 5 = Menurun terjadinya diare

Dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi gejala 3. Untuk mengetahui


1. Ortopnea 1/2/3/4/5 invaginasi (mis. Tangisan adanya gejala
2. Dispnea 1/2/3/4/5 keras, kepucatan pada bayi) invaginasi atau tidak
3. Paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND) 1/2/3/4/5 4. Monitor warna, volume, 4. Untuk mengetahui
4. Edema anasarka 1/2/3/4/5 frekuensi, dan konsistensi warna, volume,
5. Edema perifer 1/2/3/4/5 tinja frekuensi, dan
6. Berat badan 1/2/3/4/5 konsistensi pada tinja
7. Distensi vena juguralis pasien
1/2/3/4/5
8. Suara napas tambahan 5. Monitor tanda dan gejala 5. Untuk mengetahui
1/2/3/4/5 hipovolemia tanda dan gejala
9. Perasaan lemah 1/2/3/4/5 hipovolemia yang
10. Keluhan haus 1/2/3/4/5 terjadi pada pasien

6. Monitor jumlah pengeluaran 6. Agar mengetahui


diare berapa banyak
jumlah pengeluaran
diare

7. Berikan asupan cairan oral 7. Untuk


menyeimbangi
output pada pasien

8. Pasang jalur intravena 8. Untuk memberikan


obat melalui
intravena jika
diperlukan

9. Anjurkan makanan porsi 9. Agar intake tetap


kecil dan sering secara seimbang dengan
bertahap output

10. Kolaborasi pemberian obat 10. Untuk mengurangi


pengeras feses (mis. terjadinya diare
Atapulgit,dll) berulang
3. Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi SIKI : Pemantauan Elektrolit
elektrolit berhubungan keperawatan selama ... x ... jam, Aktivitas Keperawatan :
dengan diare diharapkan pasien :
SLKI : Termoregulasi 1. Identifikasi kemungkinan 1. Untuk mengetahui
Data Mayor  Dipertahankan di level.... penyebab apa yang menjadi
Data Subjektif : -  Ditingkatkan di level .... ketidakseimbangan penyebab dari
Data Objektif : - elektrolit ketidakseimbangan
Keterangan : elektrolit
Data Minor  1 = Meningkat
Data Subjektif : -  2 = Cukup meningkat 2. Monitor mual, muntah dan 2. Memantau diare
Data Objektif : - diare yang terjadi pada
 3 = Sedang
 4 = Cukup menurun pasien
 5 = Menurun
3. Monitor kehilangan cairan, 3. Memantau berapa
Dengan kriteria hasil : jika perlu banyak cairan yang
1. Kulit merah 1/2/3/4/5 hilang
2. Kejang 1/2/3/4/5
3. Akrosianosis 1/2/3/4/5 4. Monitor tanda dan gejala 4. Untuk mengetahui
4. Pucat 1/2/3/4/5 hipovolemia tanda gejala dari
5. Takikardi 1/2/3/4/5 hipovolemia
6. Takipnea 1/2/3/4/5
5. Atur interval waktu 5. Agar pemantauan
pemantauan sesuai dengan lebih efektif
kondisi pasien

6. Dokumentasikan hasil 6. Agar dapat


pemantauan mengevaluasi hasil
dari pemantauan
yang dilakukan
7. Jelaskan tujuan dan 7. Agar pasien dapat
prosedur pemantauan mengetahui apa
tujuan dari tindakan
yang dilakukan

8. Informasikan hasil 8. Untuk mengetahui


pemantauan, jika perlu perkembangan yang
terjadi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1) https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_dir/1cf5297453e48b8f848385ff47e
575cf.pdf
2) https://www.academia.edu/20217017/Patofisiologi_pencernaan
3) https://www.slideshare.net/dedikusnadi3192/patofisiologi-pencernaan
4) https://www.academia.edu/11323701/ASKEP_diare_anak

Anda mungkin juga menyukai