Makalah ini kami buat dan susun dengan usaha maksimal juga atas bantuan dari
berbagai pihak yang berkenan meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk
menyelesaikan makalah ini. Oleh karenanya kami sampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang telah ikut serta dalam menyelesaikan
karya ilmiah makalah ini.
Terlepas dari itu semua kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah yang kami buat. Mungkin dari segi bahasa, susunan kalimat atau hal lain yang
tidak kami sadari. Oleh karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran sebagai
sarana perbaikan karya ilmiah yang lebih baik.
Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan
masyarakat luas. Akhir kata kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas
perhatiannya.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
Pertumbuhan ekonomi :
Pembangunan ekonomi:
1. Produk Domestik Bruto (PDB),yaitu nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang
diproduksikan oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan negara asing.
2. Produk Nasional Bruto (PNB), yaitu nilai barang dan jasa yang dihitung hanyalah
barang dan jasa yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh warga
negara dari negara yang pendapatan nasionalnya dihitung.
Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol
adalah mengenai pertumbuhan ekonomi. Meskipun ada juga wacana lain mengenai
pengangguran, inflasi atau kenaikan harga barang-barang secara bersamaan,
kemiskinan, pemerataan pendapatan dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi
menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu negara karena dapat menjadi
salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian perekonomian bangsa tersebut,
meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran yang lain. Wijono (2005) menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan pembangunan.
Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah
perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat menjadi
mesin bagi pertumbuhan ( trade as engine of growth, Salvatore, 2004). Jika aktifitas
perdagangan internasional adalah ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen
tersebut atau kedua-duanya dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan.
Tambunan (2005) menyatakan pada awal tahun 1980-an Indonesia menetapkan
kebijakan yang berupa export promotion. Dengan demikian, kebijakan tersebut
menjadikan ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan.
1. Dampak positif
a) Kegiatan produksi dalam negeri menjadi meningkat secara kuantitas dan
kualitas.
c) Menambahkan devisa negara melalui bea masuk dan biaya lain atas ekspor
dan impor.
2. Dampak negatif
a) Barang-barang produksi dalam negeri terganggu akibat masuknya barang impor
yang dijual lebih murah dalam negeri yang menyebabkan industri dalam negeri
mengalami kerugian besar.
c) Terjadinya persaingan yang tidak sehat, karena pengaruh perdagangan bebas.
d) Bila tidak mampu bersaing maka pertumbuhan perekonomian negara akan
semakin rendah dan bertambahnya pengangguran dalam negeri.
Tanah dan kekayaan alam merupakan factor yang dapat dengan mudah
digunakan untuk mengembangkan perekonomian suatu Negara. Negara dengan
kekayaan alam yang tinggi akan dengan mudah menarik perhatian para investor untuk
membangun industry. Nilai ekonomi dari kegiatan produksi pengolahan kekayaan alam
dapat menjadi basis pengembangan perekonomian jangka panjang. Pada umumnya,
Negara di Asia memulai perkembangan ekonomi dengan pengolahan sector
pertambangan minyak bumi. Namun, beberapa Negara yang tidak begitu kaya akan
tanah dan kekayaan alam juga dapat bertumbuh pesat. Contohnya Negara Jepang dan
Belanda.
Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kerja dan penduduk akan mampu
meningkatkan produktivitas, itulah mengapa mutu tenaga kerja dan penduduk juga
merupakan factor penting dalam perkembangan ekonomi. Selain itu, jumlah penduduk
juga akan memengaruhi pangsa pasar menjadi luas, karena jika jumlah penduduk lebih
banyak maka akan mendorong meningkatkan sisi permintaan. Nah, hal tersebut akan
mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksinya.
Barang modal menjadi hal penting dalam perkembangan ekonomi krena dengan
barang modal sebagian produk dari berbagai industry dihasilkan. Barang modal dapat
mempertinggi efisiensi pertumbuhn ekonomi. Jumlah barang akan menentukan jumlah
produk yang akan dihasilkan. Selain itu kemajun teknologi juga memberikan peran yang
sangat penting dalam memproduksi barang atau produk secara efisien. Teknologi
memberikan banyak pengaruh positif yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
suatu Negara. Teknologi mampu membantu mengefisienkan suatu produksi dan
mampu menghasilkan barang dengn mutu tinggi yang brnilai ekonomi tinggi.
Ekonomi jepang tumbuh stabil sebesar 1,0% yoy pada TW2-18. net eksopor
yang menjadi kontribusi utama kinerja ekonomi pada TW2-18 yang mengonpensasi
aktivitas konsumsi yang masih stagnan, pengeluaran pemerintah yang termoderasi,
serta investasi- tetap yang terkoreksi cukup dalam.Kinerja ekspor terakselerasi ditopang
depresiasi yen dan meningkatnya ekspor semikonduktor ke Tiongkok seiring
pengetatan supply dari AS ke Tiongkok. Sementara itu, lemahnya konsumsi
masyarakat disebabkan faktor aging population, menurunnya kedatangan wisatawan
mancanegara dan faktor temporer (cuaca buruk, bencana alam), sehingga juga
menyebabkan penurunan aktivitas produksi. Pengetatan pasar tenaga kerja yang
meningkatkan upah hingga 3% juga belum mampu meningkatkan konsumsi.
Tekanan inflasi melemah dan semakin jauh dari target 2%, akibat penurunan
harga makanan, listrik, dan komunikasi. Bank of Japan (BOJ) merespons
perkembangan tersebut dengan mempertahankan stance kebijakan akomodatif melalui
Qualitative and Quantitative Easing with Yield Curve Control. Di sisi fiskal, konsolidasi
berlanjut secara moderat. Pemerintah juga memundurkan pencapaian target
keseimbangan primer ke tahun 2025, dari target semula 2020. Selain itu,pemerintah
meluncurkan stimulus pajak bagi korporasi untuk mendorong investasi dan
produktivitas, serta mengafirmasi bahwa kenaikan pajak konsumsi akan berlaku efektif
pada 1 Oktober 2019.
Ekspansi ekonomi Jepang berlanjut pada triwulan kedua 2018 secara moderat.
PDB tumbuh stabil sebesar 1,0% yoy (first estimate), relatif sama dengan kinerja pada
TW1-18, dan di bawah ekspektasi (1,1%).
Aktivitas konsumsi pada TW2-18 masih lemah karena faktor cuaca, bencana
alam, dan menurunnya kedatangan turis –di samping karena faktor aging population.
Penjualan ritel dan belanja rumah tangga termoderasi menjadi 1,3% dan -2,1% (dari
1,4% dan 0,1% pada TW1-18). Moderasi penjualan ritel terutama terjadi pada makanan
dan minuman, tekstil dan pakaian, serta permesinan. Sementara penurunan belanja
rumah tangga terjadi pada seluruh komponen, khususnya utilities –seiring penurunan
tarif energi surya, transportasi dan komunikasi, serta harga makanan. Lemahnya
konsumsi turut disebabkan berkurangnya kunjungan wisatawan.
Sentimen bisnis tetap tinggi – meski sedikit tertahan– sehingga outlook investasi
tetap positif. Hasil survei Tankan BOJ periode TW2-18 menunjukkan indeks. Business
Conditions turun ke level 16 dari 17 pada survei TW1-18. Penurunan indeks disebabkan
melemahnya sentimen bisnis pada pemanufaktur besar yang bergerak dalam industri
minyak dan batubara, produk kayu, kendaraan bermotor, logam nonbesi, dan mesin.
Meski menurun, indeks Tankan tersebut masih berada pada level yang tinggi secara
historis, didorong tren profit nominal yang masih baik.
Pasar tenaga kerja semakin ketat sehingga mendorong kenaikan upah. Angka
pengangguran pada Juni 2018 turun menjadi 2,4%, dari 2,5% pada Maret 2018. Tingkat
partisipasi kerja juga meningkat hingga 61,7% –tertinggi sejak pertengahan 2003 (dari
61,2% pada Maret 2018). Ketatnya pasar tenaga kerja turut terindikasi pada jobs-to-
applicants ratio yang naik menjadi 1,62, dari 1,59. Upah nominal dan upah riil pada
TW2-18 juga meningkat pesat, masing-masing sebesar 2,1% dan 1,3% dari 1,4% dan
-0,2% pada TW1-18.
Konsumsi yang belum solid turut terindikasi pada inflasi yang masih lemah.
Inflasi headline pada Juni 2018 turun menjadi 0,7% yoy, jauh di bawah inflasi Maret
2018 (1,1%). Pelemahan inflasi dikontribusi penurunan harga makanan khususnya
sayuran) dan utilities (terutama listrik) karena menurunnya biaya utilities di tingkat
produsen61, serta deflasi biaya komunikasi. Harga makanan menurun seiring pasokan
yang membaik pasca musim dingin ekstrim.
Inflasi diprediksi meningkat secara moderat, seiring kenaikan harga energi dan
ketatnya keseimbangan demand- supply. Di satu sisi, output gap yang positif akan
mendorong perusahaan untuk menaikkan upah dan harga, yang selanjutnya dapat
memengaruhi ekspektasi harga dan perilaku konsumsi. Di sisi lain, lemahnya inflasi
selama TW2-18 mengindikasikan perlu waktu lebih lama untuk mencapai target inflasi.
Ekonomi ke depan masih dihadapkan pada sejumlah risiko yang mengarah pada
downside. Risiko domestik berasal dari persoalan aging population, kekhawatiran
sustainabilitas kebijakan fiskal, akselerasi inflasi yang belum firm, serta perubahan
sentimen konsumsi terkait kenaikan pajak konsumsi. Sementara risiko eksternal yang
membayangi outlook ekonomi Jepang –sebagai ekonomi dengan ketergantungan yang
tinggi terhadap ekspor– berasal dari konflik perdagangan, dinamika dan kebijakan
ekonomi AS, kenaikan FFR, kenaikan harga minyak dunia, ketidakpastian negosiasi
Brexit, proses rebalancing Tiongkok, serta risiko geopolitik.
Akibat perekonomian global yang masih belum stabil, sebagian besar negara
berhati-hati dengan menahan tingkat suku bunganya. Di sisi lain, harga komoditas
internasional bergerak turun selama triwulan I tahun 2019. Meski begitu, harga minyak
mentah justru mengalami peningkatan. Hal ini merupakan keberhasilan bagi negara-
negara yang tergabung dalam OPEC+ yang sepakat menurunkan produksinya untuk
kembali menaikkan harga minyak.
Ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2019 itumbuh sebesar 5,07 persen
(YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan I tahun 2018. Pertumbuhan tersebut
merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, menunjukkan adanya penguatan
ekonomi domestik. Secara kewilayahan, hampir semua kawasan mengalami
pertumbuhan positif, kecuali kawasan Maluku dan Papua. Perkembangan
perekonomian domestik banyak dipengaruhi oleh kondisi geopolitik global, harga
komoditas internasional, agenda nasional, yakni Pemilihan Umum, serta perubahan
musim panen.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I tahun 2019 surplus sebesar
USD2,4 miliar, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai
USD5,4 miliar. Kinerja tersebut lebih baik dari triwulan I tahun 2018 yang defisit.
Surplus yang terjadi didorong oleh turunnya defisit neraca transaksi berjalan serta
tingginya surplus transaksi modal dan finansal. Sementara itu, neraca perdagangan
membaik , ditopang oleh neraca perdagangan nonmigas yang meningkat serta defisit
migas yang menurun. Penerapan kebijakan terkait kerjasama energi berhasil membawa
dampak positif pada defisit neraca migas.
Moderasi ekonomi Tiongkok diperkirakan berlanjut pada 2018 dan 2019. IMF
dan Consensus Forecast memprediksi ekonomi Tiongkok 2018 akan tumbuh sebesar
6,6%, menurun dibandingkan 2017 yang sebesar 6,9%. Pertumbuhan ekonomi 2019
diprediksi akan kembali melambat menjadi 6,4%. Peningkatan tensi konflik
perdagangan terutama dengan AS menjadi risiko utama yang membayangi
pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Selain itu, Tiongkok juga perlu mewaspadai risiko
kebijakan moneter the Fed yang cenderung bias ketat (menaikkan FFR dan
mengurangi pembelian aset), kenaikan harga minyak dan meningkatnya tensi geopolitik
terutama di semenanjung Korea.
Nilai tukar yuan melemah tajam terutama pasca AS mengumumkan daftar final
produk Tiongkok yang dikenakan tarif senilai USD50 miliar pada 15 Juni 2018. Nilai
tukar yuan terhadap USD (CNY/USD) pada akhir Juni 2018 tercatat sebesar CNY6,62
per USD, melemah 5,5% ptp dibandingkan level akhir Maret 2018 (CNY6,28 per USD).
Nilai tukar efektif yuan terhadap beberapa mata uang (CFETS, CNY/Basket of
currencies) pada Juni 2018 juga terdepresiasi sebesar 1,1% ptp dibandingkan Maret
2018.
Pelemahan yuan pada TW2-18 menyebabkan penurunan cadangan devisa
Tiongkok. Cadangan devisa per Juni 2018 menurun menjadi USD3,11 triliun,
dibandingkan Maret 2018 sebesar USD3,14 triliun. Meski menurun, level cadangan
devisa tersebut masih memadai untuk memenuhi 17,8 bulan impor, jauh di atas
ambang kecukupan sebesar tiga bulan impor.
Inflasi yang lebih rendah dari target pemerintah tidak serta merta
mengubah stance kebijakan moneter menjadi lebih longgar, menimbang ketidakpastian
kondisi global dan masih tingginya financial risk. PBoC akan berupaya
menyeimbangkan antara tekanan eksternal (FFR hike dan konflik perdagangan), serta
upaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan reformasi struktural, dengan
tetap mengelola financial risk. Selama TW2-18, People’s Bank of China (PBoC)
mempertahankan suku bunga kebijakan (7-Days Reverse Repo Rate/7DRRR).
https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/perkembangan-ekonomi-
indonesia-dan-dunia-triwulan-i-tahun-2019/