Anda di halaman 1dari 45

HUKUM PERIKATAN

OLEH,
DR. PADMA D. LIMAN, S.H., M.H.
AZAS HUKUM PERJANJIAN
DAN
UNSUR-UNSUR PERJANJIAN
ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN

 Azas konsensualitas
 Azas kebebasan berkontrak
 Azas kekuatan mengikat dari perj.
 Azas personifikasi atau kepribadian
 Asas Itikad baik.
Azas2 Hukum Perjanjian
Menurut B.W.

 Azas kebebasan berkontrak 


menyangkut bentuk, isi dan subjek
perjanjian.
 Azas konsensualitas  menyangkut
terjadinya perjanjian.
 Azas kekuatan mengikat dari
perjanjian  menyangkut akibat
dari perjanjian.
Azas2 Hukum Perjanjian
Menurut B.W.
 Azas kekuatan mengikat dari perjanjian
 menyangkut akibat dari perjanjian.
 Azas personifikasi atau kepribadian 
perjanjian menimbulkan perikatan2
hanya antara para pihak yg mengadakan
perjanjian itu (menyangkut hak dan
kewajiban yg ditimbulkan oleh perj.)
AZAS KONSENSUALITAS
 Azas konsensualitas berarti bahwa
perjanjian terjadi se-mata2 krn adanya
konsensus a/ sepakat, tanpa memerlu
kan sesuatu formalitas apapun. Dgn
kata lain : sepakat atau persesuaian ke-
hendak tdk perlu disertai dgn sesuatu
sumpah, tindakan atau formalitas untuk
membentuk suatu perjanjian yg meng-
ikat secara sah (Asser-Rutten II : 25).
AZAS KONSENSUALITAS

 Hukum Germania dahulu hanya me-


ngenal perjanjian riil dan perjanjian
formil, dan tdk mengenal perjanjian
konsensuil yaitu perjanjian yg telah
sah dgn hanya konsensus atau
sepakat belaka. (sama halnya dengan
Hukum Adat di Indonesia).
AZAS KONSENSUALITAS
 Juga hukum Romawi, dgn beberapa
pengecualian, memegang teguh kpd
syrt bahwa perjanjian hanya dapat
terjadi jikalau dipenuhi formalitas2
tertentu.
 Krn pengaruh hukum Kanonik (hkm
gereja) maka lambat laun diakui azas
” nudus consensus obligat”
(konsensus belaka sudah mengikat).
AZAS KONSENSUALITAS

 Menurut B.W. yg berlaku di Indonesia


pada umunya perjanjian2 adalah
perjanjian konsensuil, sedang
perjanjian riil dan perjanjian formil
merupakan pengecualian. Jadi dapat
dikatakan bahwa sistim B.W. adalah
kebalikan dari sistim hukum romawi.
AZAS KONSENSUALITAS

 Azas konsensualitas dpt disimpulkan


dari Ps. 1320 B.W. yg tdk menyebut
sesuatu formalitas sbg syarat untuk
sahnya setiap perjanjian. Sedangkan
perjanjian riil dan perjanjian formil
merupakan pengecualian dari azas
konsensualitas .
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Azas kebebasan berkontrak berar-


ti bhw orang bebas utk menentukan
dgn siapa ia akan mengadakan perj.,
dan terutama bebas utk (bersama
dgn pihak lain) menentukan isi dan
bentuk perjanjian. Dengan kata lain :
kedua pihak dalam suatu perjanjian
adalah bebas atau otonom dalam
menentukan isi dan bentuk perj.
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Azas ini secara konkrit berarti :


 Kewenangan utk mengadakan perj. yg
tdk diatur secara khusus dlm B.W.
atau undang-undang lain.
 Kewenangan utk mengatur isi perj.
secara menyimpang dari ketentuan-
ketentuan pelengkap.
 Kewenangan utk menentukan bentuk
dr perjanjian, yi secara lisan, tertulis
di bawah tangan, a/ dgn akta notaris.
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Azas kebebasan berkontrak (sama


dgn azas konsensualitas) tdk secara
tegas tercantum dalam B.W. Namun
azas ini dpt disimpulkan antara lain
dari Pasal 1338 ayat 1 (”semua perj.
yang dibuat secara sah berlaku......”)
dan dr Psl 1329 (”setiap orang adalah
cakap utk membuat perjanjian2 ,...”)
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Kebebasan berkontrak harus dibatasi


karena :
 Utk mempertahankan ketertiban umum
dan melindungi kepentingan umum (al.:
dlm Ps. 1320 syrt keempat Kewenangan
utk mengatur isi perj. secara menyim-
pang dari ketentuan2 pelengkap.
 Utk melindungi pihak yg ekonomi lemah.
(contoh: lihat pasal 1601 yang bertujuan
untuk melindungi si buruh).
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Kebebasan berkontrak harus


dibatasi karena :
 Utk melindungi perseorangan terhadap
kemurahan hatinya sendiri. (antara
lain : Ps. 1667 & 1682 BW perihal perj.
hibah merpkan ketentuan2 yg
melindungi pihak yg menghibahkan).
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Pembatasan2 kebebasan berkontrak ini


dpt dicapai oleh pembuat UU dgn meng-
gunakan ketentuan2 yg bersifat memak-
sa (dwingende rechtsregels), dan dgn
sanksi ”batal demi hukum” (nietig, void).
Sanksi ini lebih berat dp sanksi ”dapat
dibatalkan” (vernietigbaar, voidable).
 Kebebasan dlm penguasaan & penikmat-
an hak milik serta kebebasan di bidang
ekonomi.
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Dlm abad ke-19 dan permulaan abad ke 20


liberalisme mengakibatkan ba-nyak
keadaan2 yg buruk terutama di kalangan
kaum buruh shg mrk perlu mendpt
perlindungan, sebab kebebas an
berkontrak dlm hal ketidaksama- an
kedudukan ekonomi para pihak berarti
penentuan syarat2 kontrak yg oleh
ekonomi kuat (majikan).

AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Upaya pemerintah untuk melindungi


ekonomi lemah (buruh) ad/ adanya
intervensi pembuat UU di lapangan
kontrak kerja (perj. kerja dimskkan
dlm Buku III B.W. pd thn 1926 sbg
Bab A, mulai berlaku 1 Januari 1927
yg banyak memuat ketentuan2 me-
maksa utk melindungi kepentingan
buruh.
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Kmd timbul aturan2 hukum yg lain,


yg bermaksud baik untuk melindungi
ekonomi lemah maupun untuk
kepentingan umum.
 Sbg contoh : UU bagi hasil (bertuju-
an melindungi penggarap tanah ter-
hdp pemilik tanah), P.P. No. 49/1963
ttg hbgan sewa menyewa perumahan
(bertj melindungi pihak penyewa).
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Campur tangan pemerintah di segala


bidang kehidupan perseorangan
untuk melindungi yang ekonomi
lemah dan untuk kepentingan umum
oleh Pitlo dinamakan ”de
vermaatschapplejking van het recht”
(Pensosialan hukum : Pitlo, Evolusi :
36 db).
AZAS KEBEBASAN BERKONTRAK

 Kebebasan pemilik dan kebebasan


para pihak dalam mengadakan
kontrak dalam abad kedua puluh ini
sudah mendpt banyak pembatasan2,
shg dikatakan adanya ”uitholling van
eigendom”. (penggorokan atau
penglekukan hak milik) dan
pembatasan kebebasan berkontrak.
AZAS KEKUATAN MENGIKAT

 Azas kekuatan mengikat dari perj.


berarti bahwa orang terikat pada
janjinya sesuai dgn kontrak atau
perjanjian. Bukan saja terikat secara
moril, tetapi terikat menurut hukum.
Untuk azas ini dipakai juga adagium
”pacta sunt servanda” (Asser-Rutten
II 25, 26).
AZAS KEKUATAN MENGIKAT

 Azas ini secara tegas tercantum dalam


Ps 1338 ayat 1 yg mengatakan : semua
perj. yg dibuat secara sah berlaku sbg
UU bagi mrk yg membuatnya.
 Tanpa azas ini atau (dengan kata lain)
tanpa kepastian bahwa apa yang telah
diperjanjikan akan dilaksanakan juga,
maka perkembangan ekonomi sesuatu
masyarakat tidak akan mungkin.
AZAS KEKUATAN MENGIKAT

 Sbg konsekwensi dr kekuatan mengikat


dari perjanjian, maka Pasal 1338 ayat 2
menentukan bhw perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dgn sepakat
kedua belah pihak.
 Dgn kata lain : salah satu pihak saja
tidak dapat secara sepihak melepaskan
diri dari kewajibannya.
PENGECUALIAN
AZAS KEKUATAN MENGIKAT
 Azas kekuatan mengikat dr perj.
mempunyai 2 pengecualian, yi:
1. Dalam hal ada ”keadaan memaksa”
(overmacht, force majeure) kreditur tdk
dpt menuntut pelaksanaan janji debitur;
2. Bilamana menurut keadaan sangatlah
tidak adil bahwa kontrak dilaksanakan
sesuai dgn apa yg tlh diperjanjikan, mk
hakim dpt menyesuaikan hak & ………..

PENGECUALIAN
AZAS KEKUATAN MENGIKAT
 Azas kekuatan mengikat dr perj.
mempunyai 2 pengecualian, yi:
hakim dpt menyesuaikan hak & kewajiban
kedua pihak dgn tuntutan keadilan.
Pengecualian ini tercantum dlm Psl 1338
ayat 3 : ”perjanjian2 hrs dilaksanakan dgn
itikad baik”. Dgn kata lain : perj. hrs dilak-
sanakan sesuai dgn tuntutan kepatuhan &
keadilan.
AZAS PERSONIFIKASI
 Azas bhw perjanjian menimbulkan
perikatan2 hanya antara kedua pihak
yg mengadakan perjanjian itu
 Azas ini berarti bhw suatu perj. hanya
menimbulkan hak2 dan kewajiban2
bagi pihak2 yg mengadakan perj. itu,
dan bhw perj. itu tdk dapat memberi
hak atau meletakkan kewajiban
kepada seorang ketiga (seorang lain)
AZAS PERSONIFIKASI
 Azas ini tercantum dalam 2 pasal, yi:
1. Pasal 1315 BW dan
Pd umumnya tak seorg dpt mengikatkan diri atas nama sendiri a/
meminta ditetapkannya satu janji dp utk dirinya sendiri  pd
umumnya seseorg tdk dpt mengadakan perikatan a/ perjanjian
selain utk dirinya sendiri.
2. Pasal 1340 BW
Persetujuan hanya berlaku antara pihak2 yg membuatnya.
Persetujuan2 itu tdk dpt membawa rugi kpd pihak2 ketiga; tdk dpt
pihak2 ketiga mendpt manfaat krnnya, kecuali yg diatur dlm Psl
1317 BW.
AZAS PERSONIFIKASI
 Ke 2 psl ini dgn kata2 yg berlainan
sebenarnya mengandung azas yg
sama.
 Pengecualian dari azas ini diatur
dlm Psl 1317, yg mengatur ”janji
guna kepentingan orang ketiga”
(beding ten behoeve van een
derde).
AZAS PERSONIFIKASI
 Psl 1317, yg menetapkan bhw
“lagi pula diperbolehkan juga utk meminta dite-
tapkannya suatu janji guna kepentingan seorang
pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yg
dibuat oleh seorang utk dirinya sendiri, atau
suatu pemberian yg dilakukannya kpd seorang
lain, memuat suatu janji yg seperti itu.
Siapa yg telah memperjanjikan sesuatu seperti
itu, tdk boleh menariknya kembali apabila pihak
ketiga tsb tlh menyatakan hendak memperguna
kannya”
AZAS ITIKAD BAIK
 Asas itikad baik merupakan salah
satu asas yang dikenal dalam hukum
perjanjian. Berbeda halnya dgn asas
konsesualitas dan asas kebebasan
berkontrak yang tidak secara tegas
diatur dalam BW, asas itikad baik ini
dengan tegas diatur dalam Pasal
1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.
AZAS ITIKAD BAIK
 Pemahaman terhdp Psl 1338 ayat (1) tdk berdiri
dlm kesendiriannya, asas yg terdpt dlm Pasal ini
berada dalam satu sistem yg padu dan integratif
dgn ketentuan2 lainnya.
 Terkait dgn daya mengikatnya perj. berlaku sbg
UU bagi pihak yg membuatnya, pada situasi
tertentu daya berlakunya dibatasi al. dgn itikad
baik.
AZAS ITIKAD BAIK
 Apa itu itikad baik?
 UU tidak memberikan definisi.
 KBBI  kepercayaan, keyakinan yang teguh,
maksud, kemauan (yang baik)
 Fockema Andrea “goede trouw”  mksd, sema-
ngat yg menjiwai para peserta dlm suatu perbuatan
hkm atau tersangkut dlm suatu hbgan hukum
 Wirjono Prodjodikoro  memberikan batasan dgn
jujur atau secara jujur.
AZAS ITIKAD BAIK
 Mksd perjanjian dilaksanakan dgn
itikad baik  kontrak itu dilaksana
kan menurut kepatutan dan
keadilan.
 Pengertian itikad baik dlm ilmu
hkm lebih luas dp pengertian se-
hari2.
AZAS ITIKAD BAIK
 Putusan HR 9 Pebruari 1923  “volgens de
eisen van redelijkheid en kepantasan billijkheid”
artinya itikad baik harus dilaksanakan menurut
kepatutan dan
 P. L Werry menerjemahkan dengan “budi dan
kepatutan”.
 Istilah lain: kewajaran & keadilan. Kepatutan dan
keadilan.
AZAS ITIKAD BAIK
 Menurut J.M. van Dunne Itikad baik
meliputi:
- Pra contractual
- Contractual
- Post contractual
 Dalam kaitan dengan Pasal 1339 ……
kepatutan disini yang dimaksudkan
adalah itikad baik.
AZAS ITIKAD BAIK
 Beberapa yurisprudensi, baik di
Belanda, Jerman dan Inggeris telah
memperlihatkan bahwa betapa itikad
baik sangat dijunjung tinggi. Hanya
saja penerapan dan penilaian tentang
itikad baik ini sangat sulit, sehingga
sebagian ahli berpendapat bahwa
itikad baik tidak tempatnya bukan di
dalam kontrak tetapi di Pengadilan.
UNSUR-UNSUR
PERJANJIAN
UNSUR-UNSUR PERJANJIAN

 Lazimnya unsur-unsur perjanjian


dibedakan dalam tiga jenis :
 Unsur Essensialia.
 Unsur naturalia
 Unsur aksidentalia
UNSUR ESSENSIALIA
 Unsur essensialia ialah unsur yg
essensial atau yang mutlak perlu
ada utk terbentuknya perjanjian
pd umumnya atau utk terbentuk
nya suatu perjanjian tertentu.
 Mis. : Unsur essensialia dari
setiap perjanjian ialah sepakat.
UNSUR ESSENSIALIA
 Unsur essensialia dari perj. jual beli i/
: sepakat ttg brg & harga (ps.1458).
 Unsur essensialia dr penj. pinjam pa-
kai ialah : pemberian brg utk diguna
kan dgn cuma2 (Ps. 1740). Kalau tdk
dgn cuma2 (ada balas jasa berupa
uang), mk tdk ada perjanjian pinjam-
pakai, tetapi perj. sewa-menyewa.
UNSUR NATURALIA
 Unsur naturalia i/ unsur yg bertalian
dgn sifat perjanjian dan karena itu
dipandang termsk ketentuan perj.,
meskipun tdk dgn tegas diperjanjikan
 Contoh pd perjanjian jual-beli :
- Penanggungan penjual akan pengua-
saan brg secara aman & tentram oleh
pembeli dan
-
UNSUR NATURALIA
 Contoh pd perjanjian jual-beli :
- Penanggungan penjual akan pengua-
saan brg secara aman & tentram oleh
pembeli dan
- penanggungan penjual terhdp cacat2
brg yg tersembunyi (1491, 1492, &
1504)
- Ketentuan2 perihal resiko brg yg dijual
(1460, 1461, 1462).
UNSUR NATURALIA

 Unsur-unsur naturalia terdapat


dalam aturan2 pelengkap (lihat
bab 2), sehingga unsur-unsur
naturalia dpt dikesampingkan
dengan mengatur secara lain
dalam perjanjian
UNSUR AKSIDENTALIA
 Unsur aksidentalia ialah unsur
yg termasuk ketentuan perj.
kalau dgn tegas diperjanjikan
 Misalnya :
Penentuan jangka wkt pembayaran,
Pilihan tempat tinggal atau domisili,
dan selanjutnya semua syrt2 yg dpt
diadakan dalam perjanjian.

Anda mungkin juga menyukai