Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara dengan potensi terjadi bencana yang cukup


tinggi, hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan para
pakar kebencanaan yang menyatakan bahwasanya wilayah Indonesia
dikelilingi oleh potensi bencana yang tinggi hal tersebut dibuktikan dengan
adanya circle of fire dimana merupakan daerah yang dilewati oleh
pegunungan-pegunungan berapi yang aktif, selain itu Indonesiapun rentan
akan bencana gempa bumi akibat titik pertemuan antara lempeng indo
Australia dengan lempeng samudra pasifik. Dengan kondisi tersebut
indonesia seperti bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak, belum lagi
bencana yang sifatnya akibat kerusakan lingkungna seperti longsor banjir dll.
Peristiwa ini menunjukan bahwa sebuah bencana terjadi dengan tanpa
peringatan dan tanpa seorangpun yang menyadari hal tersebut maka jumlah
korban jiwa akan sangat banyak, belum lagi dampak-dampak yang
ditimbulkan setelahnya, selain itu ditambah dengan kondisi kepulauan
indonesia yang secara logika akan sangat sulit untuk mendapat pertolongan
dari wilayah lainya yang ingin membantu. Kondisi tersebut diibaratkan
sebagai suatu keadaan dimana kita sebagai bangsa indonesia haruslah siap
untuk mengatasi persoalan tersebut. maka sudah sepantasnya sebagai mahluk
yang diberkati ilmu dan akal untuk dapat mengantisipasi hal tersebut dan salah
satunya adalah dalam bentuk mitigasi bencana alam. Dari data Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, Sebanyak 13 dari 21
kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) dilanda bencana alam banjir,
tanah longsor, puting beliung dan abrasi pantai sejak 1 hingga 16 Januari 2015
Peranan lulusan mahasiswa perawat sangat penting dalam menghadapi
kejadian-kejadian bencana sunami, banjir, gunung meletus, gempa atau
sejenisnya yang kerap terjadi di negara Indonesia. Mahasiswa perawat
sebenarnya sangat potensial untuk ikut serta menangani bencana alam di

1
2

Indonesia. Dengan bekal akademik serta pamor mahasiswa perawat yang


terbukti memegang peranan penting untuk berpartisipasi aktif menanggulangi
bencana- bencana di Indonesia khususnya di NTT yang merupakan daerah
rawan bencana.
Namun sejauh ini, kita dihadapkan pada kondisi kurangnya peran
mahasiswa perawat dalam respon terhadap penanganan bencana. Sehingga
diperlukan suatu pengetahuan dan kompetensi yang memadai oleh seorang
mahasiswa perawat untuk mengimbangi potensi dan kompleksitas bencana
dan dampaknya yang mungkin akan lebih besar pada masa mendatang.
Pertemuan yang dilakukan oleh American Public Health Association pada
tahun 2006 telah menyebutkan bahwa diperlukan kesiapan dari tenaga
kesehatan dalam mengahadapi kejadian luar biasa melalui pendidikan bencana
yang menjadi prioritas dalam kurikulum (WHO dan ICN, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas maka sudah semsetinya perlu adanya
pendidikan dan pelatihan penanggulangan bencana bagi mahasiswa perawat
yang ada diwilayah kota Ende, hal tersebut dilakukan sebagai bentuk nyata
dari upaya prefentif terhadap pengurangan resiko korban jiwa jika suatu
bencana terjadi.
Bertolak dari keadaan tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian
tentang “ Hubungan Tingkat Pengetahuan Lulusan Dengan Kesiapan Lulusan
Program Studi Keperawatan Ende Dalam Penanggulangan Bencana Alam”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menetapkan masalah
penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut : bagaimana hubungan
tingkat pengetahuan terhadap kesiapan lulusan Program Studi Keperawatan
Ende dalam menanggulangi bencana alam?
3

B. Keaslian Penelitian

Survey tingkat pengetahuan terhadap kesiapan lulusan dalam


penanggulangan bencana alam belum ada yang meneliti sebelumnya, tetapi
ada beberapa penelitian yang serupa diantaranya :

Penelitian Imam Firmansyah (2014) dengan judul “Hubungan


pegetahuan dan perilaku kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir
pada remaja di SMA Hasan Kabupaten Jember”. Jenis penelitian adalah
deskriptif analitik dengan pendekatan crossectioanal. Populasi pada penelitian
ini adalah 183 siswa SMA Al-Hasan dengan 125 siswa sebagai sampel.
Teknik sampel yang digunakan yaitu simple random sampling. Analisis data
menggunakan uji korelasi pearson product moment dengan tingkat
kepercayaan 95%. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan
pengetahuan dengan perilaku kesiapsiagaan dalam menghadapa bencana
banjir dan longsor pada remaja usia 15-18 tahun di SMA Al-Hasan Kemiri
Kecamatan Panti Kabupaten Jember. (P value = 0,000, α = 0,05). Pengetahuan
dan perilaku kesiapsiagaan memiliki arah hubungan yang positif (r=0,531),
artinya semakin tinggi pengetahuan maka perilaku kesiapsiagaannya juga akan
meningkat. Perawat diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan
masyarakat melalui promosi kesehatan seperti pendidikan kesehatan dan
simulasi bencana.

Perbedaan penelitian dengan penulis yaitu peneliti memfokuskan pada


anak remaja SMA sebagai responden yanga akan diuji tingkat pengetahuan
dan perilakunya dalam menanggulangi bencana. Sementara penulis
menggunakan responden lulusan perawat yang sudah mendapatkan materi
perkuliahan mengenai penanggulangan bencana sehingga akan di ukur sejauh
mana pemahaman dan keterampilan lulusan saat menanggulangi bencana.

Penelitian Hidayati (2010) dengan judul “Pengetahuan perawat


instalasi rawat darurat di RSUP Dr. Sardjito dalam kesiapan menghadapi
bencana pada tahap prepardeness”. Penelitian ini merupakan penelitian
4

deskriptif dengan rancangan Cross Sectional. Variabel penelitian yaitu


pengetahuan perawat dalam kesiapan menghadapi bencana pada tahap
prepardness. Pengumpulan data menggunakan lembar kuesioner dan
observasi.

Perbedaan penelitian diatas adalah peneliti memfokuskan pada


kesiapan tenaga perawat yang sudah terlatih pada saat menghadapi bencana.
Peneliti mengkaji sejauh mana kelengkapan peralatan UGD dan keterampilan
perawat saat menghadapi bencana pada tahap prepardness sedangkan penulis
lebih memfokuskan pada kemampuan lulusan mahasiswa perawat terhadap
penanggulangan bencana.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Bencana


2.1.1 Pengertian bencana
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun
kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih
dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.
6

2.1.2 Jenis Bencana

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) jenis bencana


terdiri atas :
a. Gempa bumi
Merupakan getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi
yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif,
akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
b. Letusan gunung api
Merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah
"erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran
material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir
lahar.
c. Tsunami
Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang
timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
d. Tanah longsor
Merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
e. Banjir
Adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat.
f. Banjir bandang
Adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar
yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
g. Kekeringan
Adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun
yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang
7

terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan
lain-lain) yang sedang dibudidayakan .
h. Kebakaran
Adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.
i. Angin puting beliung
Adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat,
bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam
hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu
singkat (3-5 menit).
j. Gelombang pasang atau badai
Adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya
siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat
menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon
tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat
terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.
k. Abrasi
Adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus
laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai.
l. Kecelakaan transportasi
Adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan
udara.
m. Kecelakaan industri
Adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku
kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya
(unsafe conditions).
n. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun
8

waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan


Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
2.1.3 Potensi Ancaman Bencana

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang


terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua
Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic
arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera-Jawa - Nusa Tenggara
-Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran
rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat
berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa
bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan
yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika
Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik
dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera.
Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng
tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di
Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di
sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya (Puspito,
1994). Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua
musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca,
suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini
digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif
beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah
yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat
buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti
banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan
berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan
lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya
9

jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir, tanah


longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah
di Indonesia.
2.1.4 Managemen Bencana

Ada 3 aspek mendasar dalam management bencana, yaitu:


1. Respons terhadap bencana
2. Kesiapsiagaan menghadapi bencana
3. Mitigasi efek bencana
Management siaga bencana membutuhkan kajian yang matang
dalam setiap tindakan yang akan dilakukan sebelum dan setelah terjun
kelapangan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman, yaitu:
1. Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukan

Setelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di


tempat kejadian, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih
bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti melakukan pertolongan
medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga
relawan. Setelah ditentukan, kemudian baru dilakukan persiapan
mengenai alat alat, tenaga, dan juga keperluan yang akan dibawa
disesuaikan dengan alur dan kondisi masyarakat serta medan yang akan
ditempuh.

2. Melakukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.


Hal ini merupakan pokok kegiatan siaga bencana yang dilakukan, segala
hal yang dipersiapkan sebelumnya, dilakukan dalam tahap ini, sampai
jangka waktu yang disepakati.
3. Evaluasi kegiatan
Setiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan
yang dilakukan, evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman
melakukan kegiatan selanjutnya. Alhasil setiap kegiatan yang dilakukan
akan berjalan lebih baik lagi dari sebelumnya.
10

2.1.5 Sistem Penanggulangan Bencana

Indonesia menyadari bahwa masalah kebencanaan harus ditangani secara


serius sejak terjadinya gempabumi dan disusul tsunami yang menerjang
Aceh dan sekitarnya pada 2004. Kebencanaan merupakan pembahasan
yang sangat komprehensif dan multi dimensi. Menyikapi kebencanaan
yang frekuensinya terus meningkat setiap tahun, pemikiran terhadap
penanggulangan bencana harus dipahami dan diimplementasikan oleh
semua pihak. Sistem nasional ini mencakup beberapa aspek antara lain:
1. Legislasi
Dari sisi legislasi, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Produk
hukum di bawahnya antara lain Peraturan Pemerintah , Peraturan Presiden,
Peraturan Kepala Kepala Badan, serta peraturan daerah. (Lebih detail lihat
Produk Hukum).
2. Kelembagaan
Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara
formal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merupakan
focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point
penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dari sisi non formal,
forum-forum baik di tingkat nasional dan lokal dibentuk untuk
memperkuat penyelenggaran penanggulangan bencana di Indonesia. Di
tingkat nasional, terbentuk Platform Nasional (Planas) yang terdiri unsur
masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga
internasional. Pada tingkat lokal, kita mengenal Forum PRB Yogyakarta
dan Forum PRB Nusa Tenggara Timur.
3. Pendanaan
Saat ini kebencanaan bukan hanya isu lokal atau nasional, tetapi
melibatkan internasional. Komunitas internasional mendukung Pemerintah
Indonesia dalam membangun manajemen penanggulangan bencana
menjadi lebih baik. Di sisi lain, kepedulian dan keseriusan Pemerintah
11

Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan


dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan
pengurangan risiko bencana dalam pembangunan.
2.2 Konsep Pengetahuan

2.2.1 Defenisi pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.


Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan
pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (Besung, 2006).
Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat sesuatu hal,
termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara
sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan
kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarak dkk,
2007).
2.2.2 Tingkatan Pengetahuan

(1) Menurut Notoadmodjo (1997) pengetahuan kognitif mempunyai enam


tingkatan ,yaitu :
a) Tahu (Know) , diartikan sebagai pengingat suatu materi yang
dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya adalah mengingat
kembali ( recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
b) Memahami (Comprehension) dapat diartikan kemampun
menjelaskan secara benar obyek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
c) Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d) Analisis (Analyze) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
suatu materi atau obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi
masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
12

e) Sintesis (Synthesis) menunjukan pada suatu komponen untuk


meletakan atau menghubungkan bagian – bagian ke dalam bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah komponen
untuk menyusun formulasi baru.
f) Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan justikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu krteria yang di tentukan sendiri atau
menggunakan criteria yang sudah ada.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Soekanto (2000) faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan antara lain :
a. Tingkatan Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga
terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Tingkat pendidikan
menunjukan korelasi positif dengan terjadinya perubahan perilaku
positif yang meningkat dan demikian pengetahuan juga meningkat.
b. Informasi
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memperoleh pengetahuan yang lebih luas.
c. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
d. Pengalaman
Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan
yang bersifat informal.
e. Sosial Ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Semakin tinggi social ekonomi akan menambah pengetahuan.
13

2.2.4 Cara pengukuran tingkat pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan kuesioner


yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan dapat diketahui atau
diukur dan disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pengetahuan
(Notoatmojo, 2003). Selanjutnya data yang berwujud angka-angka hasil
perhitungan atau pengukuran dapat di proses dengan cara dijumlahkan,
diklafisikasikan sehingga merupakan suatu susunan urutan data (array),
untuk selnjutnya di buat tabel, baik hanya berhenti pada tabel saja,
maupun yang diproses lebih lanjut menjadi perhitungan. Tetapi kadang-
kadang sudah sampai perhitungan atau presentase lalu ditafsirkan dengan
kalimat yang bersifat kualitatif, misalnya tinggi (76-100%), sedang (56-
75%), kurang baik (40-55%), dan rendah (kurang dari 56%)
(Arikunto,2006).
2.2.5 Peran Mahasiswa Lulusan Keperawatan Dalam Tanggap Bencana

Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada


instansi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan
keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam situasi tanggap
bencana. Mahasiswa lulusan keperawatan tidak hanya dituntut memiliki
pengetahuan dan kemampuan dasar praktek keperawatan saja, Lebih dari
itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat keadaan
darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi mahasiswa lulusan
keperawatan untuk bisa terjun memberikan pertolongan dalam situasi
bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita
lebih banyak melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan
pertolongan lebih dahulu dibandingkan dengan mahasiswa lulusan
keperawatan, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.
1. Jenis Kegiatan Siaga Bencana
14

Kegiatan penanganan siaga bencana memang berbeda dibandingkan


pertolongan medis dalam keadaan normal lainnya. Ada beberapa hal
yang menjadi perhatian penting. Berikut beberapa tnidakan yang bisa
dilakukan oleh mahasiswa keperawatan dalam situasi tanggap
bencana:
a. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Bencana alam yang menimpa suatu daerah, selalu akan
memakan korban dan kerusakan, baik itu korban meninggal, korban
luka luka, kerusakan fasilitas pribadi dan umum, yang mungkin akan
menyebabkan isolasi tempat, sehingga sulit dijangkau oleh para
relawan. Hal yang paling urgen dibutuhkan oleh korban saat itu
adalah pengobatan dari tenaga kesehatan. Mahasiswa keperawatan
bisa turut andil dalam aksi ini, baik berkolaborasi dengan tenaga
perawat atau pun tenaga kesehatan profesional, ataupun juga
melakukan pengobatan bersama mahasiswa keperawatan lainnya
secara cepat, menyeluruh dan merata di tempat bencana. Pengobatan
yang dilakukan pun bisa beragam, mulai dari pemeriksaan fisik,
pengobatan luka, dan lainnya sesuai dengan profesi keperawatan.
b. Pemberian bantuan
Mahasiswa keperawatan dapat melakukan aksi galang dana
bagi korban bencana, dengan menghimpun dana dari berbagai
kalangan dalam berbagai bentuk, seperti makanan, obat obatan,
keperluan sandang dan lain sebagainya. Pemberian bantuan tersebut
bisa dilakukan langsung oleh mahasiswa keperawatan secara langsung
di lokasi bencana dengan memdirikan posko bantuan. Selain itu, Hal
yang harus difokuskan dalam kegiatan ini adalah pemerataan bantuan
di tempat bencana sesuai kebutuhan yang di butuhkan oleh para
korban saat itu, sehinnga tidak akan ada lagi para korban yang tidak
mendapatkan bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk
ataupun tidak tepat sasaran.
c. Pemulihan kesehatan mental
15

Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma


psikologis akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa
berupa kesedihan yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat.
Tidak sedikit trauma ini menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang
sedang dalam massa pertumbuhan. Sehinnga apabila hal ini terus
berkelanjutan maka akan mengakibatkan stress berat dan gannguan
mental bagi para korban bencana. Hal yang dibutukan dalam
penanaganan situasi seperti ini adalah pemulihan kesehatan mental
yang dapat dilakukan oleh mahasiswa keperawatan. Pada orang
dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan
mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya
diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit.
Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan
mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat
lahiriah anak anak yang berada pada masa bermain. Mahasiswa
keperawatan dapat memdirikan sebuah taman bermain, dimana anak
anak tersebut akan mendapatkan permainan, cerita lucu, dan lain
sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri mereka akan kembali seperti
sedia kala.
d. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah
pasca bencana biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas
akibat memburuknya keaadaan pasca bencana, akibat kehilangan harta
benda yang mereka miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang
patah arah dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa
menolong membangkitkan keadaan tersebut adalah melakukan
pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas
dan skill yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Mahasiswa
keperawatan dapat melakukan pelatihan pelatihan keterampilan yang
difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang
bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar
16

daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan


lewat kemampuan yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas perlu adanya beberapa
hal yang harus dimiliki oleh seorang mahasiswa keperawatan,
diantaranya:
1. Mahasiswa keperawatan harus memilki skill keperawatan yang
baik. Sebagai mahasiswa keperawatan yang akan memberikan
pertolongan dalam penanaganan bencana, haruslah mumpuni
dalam skill keperawatan, dengan bekal tersebut mahasiswa akan
mampu memberikan pertolongan medis yang baik dan maksimal.
2. Mahasiswa keperawatan harus memiliki jiwa dan sikap
kepedulian. Pemulihan daerah bencana membutuhkan kepedulian
dari setiap elemen masyarakat termasuk mahasiswa keperawatan,
kepedulian tersebut tercemin dari rasa empati dan mau
berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi bencana.
3. Mahasiswa keperawatan harus memahami managemen siaga
bencana. Kondisi siaga bencana membutuhkan penanganan yang
berbeda, segal hal yang terkait harus didasarkan pada managemen
yang baik, mengingat bencana datang secara tak terduga banyak
hal yang harus dipersiapkan dengan matang. Dalam melakukan
tindakan di daerah bencana, mahasiswa keperawatan dituntut
untuk mampu memilki kesiapan dalam situasi apapun jika terjadi
bencana alam. Segala hal yang berhubungan dengan peralatan
bantuan dan pertolongan medis harus bisa dikoordinir dengan
baik dalam waktu yang mendesak.
2.3 Konsep Kesiapan
2.3.1 Pengertian Kesiapan
Kesiapan menurut kamus psikologi adalah “tingkat perkembangan
dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk
mempraktekkan sesuatu” (Chaplin, 2006). Menurut Slameto (2003)
“kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang atau individu yang
17

membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban di dalam cara


tertentu terhadap suatu situasi dan kondisi yang dihadapi”.
Menurut Dalyono (2005) juga mengartikan “kesiapan adalah
kemampuan yang cukup baik fisik dan mental. Kesiapan fisik berarti
tenaga yang cukup dan kesehatan yang baik, sementara kesiapan mental
berarti memiliki minat dan motivasi yang cukup untuk melakukan suatu
kegiatan”. Menurut Oemar Hamalik (2008) “kesiapan adalah tingkatan
atau keadaan yang harus dicapai dalam proses perkembangan perorangan
pada tingkatan pertumbuhan mental, fisik, sosial dan emosional”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas peneliti dapat
menyimpulkan mengenai pengertian kesiapan. Kesiapan adalah
keseluruhan kondisi seseorang atau individu untuk menanggapi dan
mempraktekkan suatu kegiatan yang mana sikap tersebut memuat mental,
keterampilan dan sikap yang harus dimiliki dan dipersiapkan selama
melakukan kegiatan tertentu.

2.3.2 Aspek-aspek Kesiapan

Suatu kondisi dikatakan siap setidak-tidaknya mencakup beberapa


aspek, menurut Slameto (2010) ”ada tiga aspek yang mempengaruhi
kesiapan yaitu:
1) Kondisi fisik, mental, dan emosional
2) Kebutuhan atau motif tujuan
3) Keterampilan, pengetahuan, dan pengertian yang lain yang telah
dipelajari”. Slameto juga mengungkapkan tentang prinsip-prinsip
readiness atau kesiapan yaitu:
1) semua aspek perkembangan berinteraksi (saling pengaruh
mempengaruhi).
2) kematangan jasmani dan rohani adalah perlu untuk memperoleh
manfaat dari pengalaman.
3) pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif terhadap
kesiapan.
18

4) kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu terbentuk dalam periode tertentu


selama masa pembentukan dalam masa perkembangan.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kesiapan

Menurut Notoadmodjo (2003) terdapat beberapa faktor yang


mempengaruhi kesiapan individu dalam menghadapi perubahan perubahan
yang terjadi dalam dirinya, faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada perbedaan-
perbedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di
sekitar kita ada orang yang menempati jabatan tinggi seperti gubernur dan
wali kota dan jabatan rendah seperti camat dan lurah. Di sekolah ada
kepala sekolah dan ada staf sekolah. Di RT atau RW kita ada orang kaya,
orang biasa saja dan ada orang miskin. Perbedaan itu tidak hanya muncul
dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat
perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama,
pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan,
cakep jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu
dengan yang lain. Notoadmodjo (2003), menjelaskan bahwa karakteristik
pada tiap individu meliputi:
1). Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (Purwadarminto, 2003). Sedangkan menurut UU
RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peran
dimasa yang akan datang. Dalam BAB UU tersebut menyebutkan tentang
jalur, jenjang dan jenis pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Menurut Undang-
undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
19

Pendidikan Nasional, pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan


yang melandasi menengah.

2. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan
pendidikan. Masyarakat yang berasal dari golongan ekonomi rendah
cenderung pasrah dan tidak mampu beradaptasi dengan baik saat
mengalami bencana (Kasdu, 2002).
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang
dalam masyarakatnya (Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial
yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat
dibandingkan dengan orang yang status sosialnya rendah. Keadaan sosial
ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan. Apabila
faktor-faktor tersebut cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis,
psikologis. Kesehatan akan factor klimakterium sebagai faktor fisiologis.
(Proverawati 2010)
3. Pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003), adalah merupakan hasil dari
tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek
tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk tindakan
seseorang.
20

3 Kerangka Teori

Tingkat Pengetahuan Kesiapan mahasiswa


mahasiswa mengenai dalam penanggulangan
bencana alam : bencana:
lulusan
1. pengertian bencana 1. Pengobatan dan
2. Jenis bencana alam pemulihan
3. Managemen kesehatan fisik
penanggulangan bencana 2. Pemberi bantuan
alam 3. Pemulihan
kesehatan mental
4. Pemberdayaan
masyarakat

Faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan

1. Tingkat pendidikan
2. Informasi.
3. Budaya.
4. Pengalaman.
5. Sosial ekonomi.

Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi.


21

4 Kerangka Penelitian

Tingkat Pengetahuan Kesiapan mahasiswa

mahasiswa mengenai dalam penanggulangan

Tinggi bencana : bencana:

1. pengertian 1. Pengobatan dan


Sedang lulusan
bencana pemulihan
Rendah kesehatan fisik
2. Jenis bencana
alam 2. Pemberi bantuan

3. Managemen 3. Pemulihan

penanggulangan kesehatan mental

bencana alam 4. Pemberdayaan

4. Sistem masyarakat

penanggulangan
bencana alam

Faktor-faktor yang mempengaruhi


pengetahuan :

1. Tingkat pendidikan
2. Informasi
3. Budaya
4. Pengalaman
5. Sosial ekonomi

Keterangan :
………… ….yang diteliti
22

Gambar 2. Skema Kerangka Konsep

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum : Diketahui tingkat pengetahuan dan kesiapan lulusan Program


Studi Keperawatan Ende dalam menanggulangi bencana.
Tujuan Khusus :
1. Diketahui tingkat pengetahuan lulusan Program Studi Keperawatan Ende
dalam menanggulangi bencana.
2. Diketahui tingkat kesiapan lulusan Program Studi Keperawatan Ende
dalam menanggulangi bencana.

3.2 Manfaat Penelitian

1. Institusi
Institusi dalam hal ini adalah Program Studi Keperawatan Ende, dengan
adanya penelitian ini dapat menyusun kebijakan untuk meningkatkan
kurikulum dan keterampilan lulusan mengenai penanggulangan bencana.
2. Alumni
Melalui penelitian ini dapat meningkatkan motivasi belajar dan kesiapan
lulusan dalam penanggulangan bencana.
3. Peneliti
Dengan adanya penelitian ini kiranya dapat menjadi pedoman bagi dosen
agar lebih meningkatkan wawasan dan kesiapan mahasiswa sebelum lulus
dalam menanggulangi bencana.
23

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross


sectional. Menurut Nursalam (2001), analitik adalah suatu metodologi
penelitian untuk menguji pengaruh antara dua variabel atau lebih dan cross
sectional adalah penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point
time approach).

4.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada instasi kerja dan rumah masing-masing


responden lulusan Program Studi Keperawatan Ende Tahun 2015.

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1 Populasi
Menurut Notoatmodjo (2005) populasi adalah keseluruhan objek yang
diteliti atau universe. Populasi dalam penelitian ini adalah lulusan Program
Studi Keperawatan Ende tahun akademik 2015 sebanyak 78 mahasiswa .

4.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili populasi.
Menurut Notoadmojo (2005), populasi kuarang dari atau lebih kecil dari
10.000, maka menggunakan rumus :
24

N
n= 2
1+ N ( d)

Keterangan:
n : Besar sampel
N : Besar populasi
d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakan sebesar 0.1
78
¿
1+78 (0,1)2
78
¿
1,78
¿ 43,82
Dari perhitungan didapatkan sampel sebanyak 43,82 orang maka
dibulatkan menjadi 44 sampel. Teknik pengambilan sampel dengan
purposive sampling yakni pengambilan sampel didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Pemilihan responden dengan cara meminta kesediaan mahasiswa
lulusan Program Studi Keperawatan Ende yang memenuhi kriteria
inklusi:

1. Mahasiswa keperawatan lulusan tahun akademik 2015


2. Mahasiswa yang masih berada di wilayah kabupaten Ende
3. Bersedia menjadi responden

4.4 Variabel penelitian


4.4.1 Variabel Independent
Variabel independent adalah faktor yang diduga berhubungan variabel
dependen (Nursalam & Pariani, 2001). Dalam penelitian ini variabel
independennya adalah Pengetahuan Lulusan.
4.4.2 Variabel Dependent
25

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel


bebas (Nursalam & Pariani, 2001). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah Kesiapan Lulusan Dalam Penanggulangan Bencana.
4.5 Defenisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang


dapat diamati (diukur) untuk diobservasi atau pengukuran secara cermat
terhadap situasi obyek yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain
(Nursalam, 2001). Definisi operasional meliputi :
a. Tingkat pengatahuan lulusan mengenai penanggulangan bencana adalah
tingkat pemahaman atau wawasan yang dimiliki oleh setiap lulusan mengenai
pengertian bencana, tahap penanggulangan bencana, jenis bencana yang
terjadi dalam kehidupan. Variabel pengetahuan lulusan diukur menggunakan
kuesioner dengan 10 pertanyaan yang diberikan dengan skala ordinal yang
dikategorikan :
Tingkat pengetahuan tinggi = ≥6
Tingkat pengetahuan rendah = ≤5
b. Kesiapan lulusan dalam penanggulangan bencana adalah kemampuan lulusan
dalam menangani korban dengan benar sesuai dengan tahapan dalam
penanggulangan bencana. Pengukuran tingkat kesiapan lulusan dalam
penanggulangan bencana menggunakan kuesioner dengan membuat daftar
pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk diisi sebanyak 10
pertanyaan dengan skala ordinal yang dikategorikan :
Cukup siap =≥6
Tidak siap =≤5
Tabel 1.1 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional

Pengetahuan Segala Tinggi(apabila total Kuesioner Ordinal Tdk


tentang sesuatu yang skor responden 60%- =0
penanggulanga diketahui 100%) Ya
n bencana lulusan =1
26

tentang Rendah (apabila total


penanggulan skor responden ≤
gan bencana 50%)

Kesiapan Keadaan siap Cukup siap (apabila Kuesioner Ordinal Tdk


terhadap baik dari segi total skor responden =0
penanggulanga fisik maupun 50%-100%) Ya
n bencana mental dalam Tidak siap (apabila =1
penanggulan total skor responden
gan bencana ≤50%)

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data pada penelitian ini, peneliti menggunakan


kuesioner. Kuesioner diberikan pada lulusan Program Studi Keperawatan
Ende di masing-masing instansi kerja dan telah memenuhi kriteria inklusi.

sebelumnya responden telah diberikan penjelasan tentang maksud dan


tujuan penelitian serta cara pengisian kuesioner kemudian diminta
menandatangani pernyataan setuju (informed conset) untuk menjadi responden
dan menandatangani informend conset kemudian mengisi kuesioner yang
telah diberikan. Kuesioner yang dibagikan berupa pertanyaan tertutup.
Kuesioner ini berisikan pertanyaan-pertanyaan tenztang tingkat pengetahuan
lulusan terhadap kesiapan dalam penanggulangan bencana.

4.7 Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulan data dalam penelitian


ini menggunakan instrument penelitian kuesioner yang disusun berupa
pertanyaan tertutup, yang dibagikan kepada responden. Kuesioner berisi
identitas responden dan tingkat pengetahuan lulusan terhadap kesiapan dalam
penanggulangan bencana.
Pengetahuan dan kesiapan lulusan dalam penanggulangan bencana
menggunakan skala ordinal dengan dua alternatif jawaban, yaitu ya dan tidak.
27

Jenis pertanyaan positif (favourable) dengan jawaban ya = 1 dan tidak = 0.


Jenis pertanyaan negatif (unfavourable) dengan jawaban ya = 0 dan tidak = 1.
Sampel hanya memberikan tanda (√) pada jawaban yang dianggap benar,
kuesioner yang sudah diisi akan dicocokan dengan kunci jawaban. Jawaban
setiap responden dijumlahkan hasil skor atau pendekatannya.

4.8 Pengolahan dan Analisis Data


4.8.1 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpul dari kegiatan pengumpulan data kemudian
diolah (Notoadmodjo, 2003) .Pengolahan data pada penelitian ini sebagai
berikut :
a. Editing
Peneliti melakukan pemeriksaan jawaban atau pengisian kuesioner
yang telah dijawab atau diisi oleh responden tidak ada yang kosong,
salah, atau meragukan.
b. Coding
Peneliti memberikan kode pada data yang telah terkumpul berupa
huruf atau angka.
c. Master Table
Peneliti memasukkan semua data ke dalam tabel dan melaksanakan
pengolahan data menggunakan komputer.
4.8.2 Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa tiap variabel hasil penelitian penyajian dalam bentuk
distribusi frekuensi dan presentasi dari setiap variabel. Dimana pada
variabel tingkat pengetahuan lulusan dan kesiapan dalam
penanggulangan bencana digolongkan tingkat tinggi apabila total nilai
28

responden 60%-100%, tingkat sedang apabila total nilai responden ≤


50%.
b. Analisa Bivariat
Analisa pada penelitian ini menggunakan program komputer
untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel. Teknik analisa
statistik yang digunakan adalah Korelasi Kendal Tau, karena kedua data
dalam penelitian ini adalah data ordinal. Pengambilan keputusan untuk
menerima atau menolak H0 dilakukan dengan melihat signifikasi hasil
perhitungan chi square. Jika signifikasi < 0,05 maka H1 diterima atau
terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat,
sebaliknya jika signifikasi > 0,05 maka H0 diterima atau tidak ada
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
29

BAB V
HASIL YANG DICAPAI

5.1 Karakteristik Responden Penelitian

Tabel 2.1 : Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur


dan Jenis Kelamin Alumni D3 Jurusan Keperawatan Prodi Ende

No Variabel Frekuensi Persentase


(%)

1. Jenis Kelamin
Laki-Laki 8 18,18
Perempuan 36 81,82
Jumlah 44 100

2 Umur (tahun)
Remaja (< 20) 0 0,0
Dewasa Awal (21-40) 44 100
Dewasa Madya (40-60) 0 0,0
Jumlah 44 100
Sumber: Data Primer 2016
30

Berdasarkan tabel I menunjukan hasil bahwa karakteristik jenis


kelamin responden mayoritas adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 36
orang (81,82%). Frekuensi paling sedikit adalah responden dengan jenis
kelamin laki-laki yaitu 8 orang (18,18%). Mayoritas umur responden berada
pada rentang dewasa awal sebanyak 44 orang (100 %).

5.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penanggulangan Bencana


Tabel 3.1: Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang
Penanggulangan Bencana

Tingkat Frekuensi Persentase


Pengetahuan (%)

Tinggi 23 52,27
Rendah 21 47,73
Jumlah 44 100
Sumber: Data Primer 2016

Gambar 1.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang


Penanggulangan Bencana
Tingkat Pengetahuan
Tinggi Rendah

48%
52%

Sumber: Data Primer 2016


31

Berdasarkan tabel 2, di atas diketahui frekuensi terbanyak adalah


responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 23 orang
(52,27%). Responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 21
orang (47,73 %)

5.3 Tingkat Kesiapan Responden Dalam Penanggulangan Bencana


Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi Tingkat Kesiapan Responden Dalam
Penanggulangan Bencana

Kategori Frekuensi Persentase


(%)

Cukup Siap 27 61,36


Tidak Siap 17 38,64
Jumlah 44 100

Gambar 2.1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kesiapan Responden Dalam


Penanggulangan Bencana

Kesiapan Lulusan
Tidak Siap
39%
Cukup Siap
61%

Sumber: Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 4, di atas diketahui frekuensi terbanyak adalah


responden yang memiliki tingkat kesiapan cukup sebanyak 27 orang
(61,36%) Responden yang memiliki tingkat kesiapan paling sedikit adalah
dengan kategori tidak siap sebanyak 17 orang (38,64 %).
32

5.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Lulusan Dengan Kesiapan


Responden Dalam Penanggulangan Bencana

Berdasarkan hasil analisis data, dapat diketahui frekuensi terbanyak


adalah responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 23
orang (52,27%). Responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah
sebanyak 21 orang (47,73 %). Sedangkan hasil analisis data untuk kesiapan
responden dalam menghadapi penanggulangan bencana diketahui frekuensi
terbanyak adalah responden yang memiliki tingkat kesiapan cukup sebanyak
27 orang (61,36%), Responden yang memiliki tingkat kesiapan paling sedikit
adalah dengan kategori tidak siap sebanyak 17 orang (38,64 %).

Pembuktian hipotesis untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan


terhadap kesiapan lulusan tahun 2015 Program Studi Keperawatan Ende
dalam menghadapi penanggulangan bencana dilakukan dengan uji chi
square. Berdasarkan hasil analisis dengan uji chi square diperoleh p value
sebesar 0,023. Oleh karena nilai p value sebesar 0,023 kurang dari 0,05
(p<0,05), dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi ada hubungan
antara tingkat pengetahuan terhadap kesiapan lulusan tahun 2015 Program
Studi Keperawatan Ende dalam menghadapi penanggulangan bencana.

Koefisien korelasi chi square yang bernilai positif dapat diartikan


semakin baik tingkat pengetahuan maka akan semakin baik pula kesiapan
lulusan dalam menghadapi penanggulangan bencana.
33

BAB VI

RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Dari hasil penelitian di atas dapat disusun beberapa rencana yang dapat
dijadikan sebagai target pencapaian untuk meningkatkan kualitas lulusan dalam
menanggulangi bencana yaitu :

1. Bagi Mahasiswa :
 Diharapkan mahasiswa lebih giat lagi mencari sumber informasi
mengenai cara menanggulangi bencana, selain informasi formal yang
didapatkan di dunia pendidikan.
2. Bagi Dosen Program Studi Keperawatan Ende
34

 Memfasilitasi mahasiswa selama pendidikan untuk mengikuti pelatihan


PPGD.
 Melatih mahasiswa agar memiliki Tim terlatih dalam penanganan
bencana.
 Mengikutsertakan mahasiswa untuk terjun langsung dalam menolong
korban bencana.
 Menambah alat-alat kesehatan yang memadai agar dapat digunakan saat
melakukan tindakan pertolongan
 Melakukan promosi mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, Perguruan
Tinggi maupun masyarakat luas mengenai cara-cara sederhana yang
dapat dilakukan untuk menyelamatkan diri maupun orang sekitar saat
terjadi bencana.

Anda mungkin juga menyukai