Anda di halaman 1dari 7

KASUS GADAR KELOMPOK 7 DAN 18 RSUD KOTA SURAKARTA

PENYELESAIAN KASUS
Initial assessment

Pada tanggal 28 April 2020 pukul 16.00 WIB, Tn. P (43 tahun) pasien datang ke IGD RSUD
KOTA SURAKARTA dengan keluhan nyeri dada dan lemas. Kemudian perawat mengecek
airway jalan nafas pasien paten, suara nafas normal. Perawat mengecek breathing
frekuensi nafas 16 x/menit, suara nafas vesikuler, irama nafas teratur, tidak ada tanda
distress pernafasan. Perawat mengecek circulation nadi 82x/menit, irama reguler, teraba
kuat, CRT kurang dari 2 detik, turgor kulit kembali dalam 2 detik, TD: 124/74 mmHg, dan
SPO2: 98%. Perawat mengecek disability kesadaran pasien kompos mentis GCS: 15, pupil
isokor, kekuatan otot 5/5/5/5. Exposure tidak terdapat trauma tajam maupun tumpul
pada tubuh pasien. Dikarenakan pasien 10 tahun yang lalu didiagnosa dengan stable angina
dan beberapa bulan belakangan nyeri dada semakin parah, maka pasien dikategorikan
dalam triage merah karena tanda dan gejala menunjukkan pada kasus myocardial
infarction. Sesuai dengan algoritme infarction, maka perawat memberikan obat aspirin,
merekam EKG (didapat hasil St-Elevation Myocardial Infarction), memasang IV line NaCl
0,9% dengan infuse pump 10 tpm dan memeriksa kadar troponin (hasil 14,3 mg/L).
Perawat kemudian menanyakan tentang tanda dan gejala nyeri yang dirasakan pasien,
riwayat alergi, riwayat pengobatan, obat yang dikonsumsi saat ini, dan riwayat penyakit
yang diderita sebelumnya. Perawat selanjutnya berkonsultasi dengan Dokter untuk
pemberian pain control. Tidak lama setelah perawat meninggalkan ruangan, putra pasien
memanggil perawat untuk kembali ke ruang pasien. Dan didapatkan pasien terlihat sedang
mencengkeram dadanya, pasien menyatakan bahwa ia mengeluhkan nyeri dada, dan
pasien tampak keringat dingin. Perawat memeriksa tanda-tanda vital pasien HR: 160
x/menit, RR: 22 x/menit, TD: 156/92 mmHg, dan SPO2: 93% dan bedside monitor pasien
menampilkan irama monomorfik melebar dan cepat. Kemudian perawat mulai memastikan
kepatenan jalur IV, dan melakukan perekaman EKG kembali.

Tachycardia & Ventricular Tacycardia with Pulse

Setelah dilakukan pengkajian sesuai dengan kondisi klinis pasien, didapatkan hasil HR
≥150 yaitu 160 x/menit. Kemudian perawat mengidentifikasi dan mengatasi penyebabnya :
1) Perawat mengecek jalan nafas pasien dan jalan nafas pasien paten, 2) Perawat mengecek
saturasi oksigen pasien dan didapat saturasi oksigen pasien 93% sehingga pasien
diberikan Oksigen Simple Mask sebanyak 7 lpm, 3) Perawat kemudian memonitor jantung
pasien untuk mengindentifikasi irama jantung, tekanan darah dan juga saturasi oksigen
pasien. Kemudian perawat mengidentifikasi penyebab takikardi persisten pada pasien dan
didapatkan hasil: 1) Pasien tidak mengalami hipotensi, ditandai dengan TD pasien 156/92
mmHg, 2) Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran, 3) Terdapat tanda-tanda syok
tetapi hanya ditandai dengan pasien tampak keringat dingin, 4) Pasien mengeluhkan nyeri
dada, 5) Pasien mungkin mengalami sindrom coroner akut. Pada saat perawat melihat
monitor ternyata monitor menampilkan irama monomorfik, melebar, dan cepat, kompleks
QRS melebar 0.12 second. Perawat kemudian menyiapkan akses intra vena dan juga
memasang EKG 12 lead, pasien kemudian diberikan sedasi Adenosine dengan dosis 6 mg.

Tidak lama setelah pasien diberikan terapi untuk mengatasi takikardi, gambaran EKG
pasien di bedside monitor berubah menjadi ventrikel takikardi (VT), dengan kesadaran
pasien yang menurun dan GCS menjadi 5, perawat memeriksa kesadaran pasien yang
hasilnya pasien hanya dapat merespon dengan rangsang nyeri. Perawat lalu memeriksa
nadi karotis pasien, dan hasilnya pasien teraba nadi karotis dengan irama yang cepat
(160x/ menit). Perawat segera memanggil tim IGD yang lain agar dapat memberikan terapi
lanjutan pada pasien. Perawat mulai menyiapkan DC shock bypashic dengan mengatur ke
Synchronize (cardioversion) dan perawat lain mulai memeriksa SpO2 dan memberikan
Oksigen terapi dengan NRM 12 lpm. Setelah memasang electrode DC shock ke badan
pasien, irama yang muncul adalah VT dengan nadi masih teraba, maka ini menjadi irama
shockable dan dapat di shock menggunakan cardioversi. Perawat 1 mulai melakukan shock
dengan cardioversi sebesar 100 joule, dikarenakan irama EKG pasien menunjukkan Wide
dan irama regular. Setelah diberikan cardioversi 1 kali, sesuai instruksi dokter dan
algoritme VT dengan nadi maka perawat memberikan obat Amiodarone melalui IV dengan
dosis 150 mg dalam 10 menit dan bila VT berlanjut dapat diberikan maintenance dengan 1
mg/ menit dalam 6 jam. Tak berapa lama, perawat mulai memeriksa gambaran EKG pasien
yang sebelumnya Ventrikel Takikardi, sekarang berubah menjadi Ventrikel Fibrilasi.

Ventrikel Fibrilasi & Pulseless Electrical Activity (PEA)


Setelah pasien mengalami VT (Ventrikel Takikardi) dan dilakukan penatalaksanaan VT
sesuai algoritma, gambaran EKG pada bedside monitor tiba-tiba menunjukkan VF
(Ventrikel Fibrilasi). Perawat 1 (leader) memberikan instruksi kepada perawat 2 untuk
melakukan CPR selagi DC shock disiapkan. Setelah CPR 5 siklus, gambaran EKG masih
menunjukkan VF, leader meminta perawat 3 untuk memberikan defibrilasi Unsynchronize
200 joule gelombang bifasik. Setelah dilakukan shock, CPR dilanjutkan oleh perawat 2
selama 2 menit/5 siklus dan perawat 6 sambil memeriksa kelancaran IV akses. Setelah 2
menit, leader kembali memeriksa irama jantung melalui bedside monitor. Gambaran EKG
masih menunjukkan VF, CPR dihentikan, kemudian perawat 3 atas instruksi leader kembali
memberikan defibrilasi Unsynchronize 300 joule gelombang bifasik. Kemudian CPR
dilanjutkan selama 2 menit/5 siklus. Perawat 6 memberikan obat Epinephrine 1 mg IV
setiap 3-5 menit dibantu dengan peninggian ekstremitas 10-20 detik. Perawat 5 sebagai
code recorder mencatat pemberian obat Epinephrine yang pertama. Saturasi O2 pasien
menurun menjadi 89%, Leader meminta perawat 4 untuk menyiapkan ETT untuk
memaksimalkan oksigenasi. Setelah ETT siap, leader mengganti oksigenasi yang awalnya
melalui masker NRM menjadi lewat ETT. Karena pasien sudah terpasang ETT maka
kompresi dilanjutkan 100x/menit selama 2 menit dan ventilasi 8-10x/menit. Setelah 2
menit, leader kembali memeriksa irama jantung, gambaran EKG masih menunjukkan VF,
CPR dihentikan, shock unsynchronize kembali diberikan sebesar 360 joule gelombang
bifasik. Setelah dilakukan shock, CPR dilanjutkan dengan kompresi 100x/menit selama 2
menit dan ventilasi 8-10x/menit. Perawat 6 memberikan obat Amiodarone dosis pertama
sebanyak 300 mg Iv bolus untuk dosis pertama dan 150 mg pada dosis kedua, perawat 5
mencatat pemberian obat Amiodarone yang pertama. Leader kembali meminta perawat
untuk memeriksa kelancaran IV dan saturasi O2. Setelah 2 menit, irama EKG pada bedside
monitor menunjukkan PEA.

Beberapa menit kemudian perawat 1 sebagai team leader memeriksa nadi karotis dan
gambaran bedside monitor, nadi karotis tidak teraba dan gambaran EKG klien
menunjukkan Pulseless Electrical Activity (PEA). Perawat 1 menganjurkan untuk CPR, CPR
dilakukan oleh perawat 2 dan perawat 4 sebagai ventilasi. CPR dilakukan selama 2 menit
atau sebanyak 120 kali per menit dan ventilasi sebanyak 10 kali per menit selama 2 menit.
Setelah 3 menit atau diberikan injeksi oleh perawat 6 berupa Epinephrine 1 mg + NaCl
20ml (dapat diulang tiap 3-5 menit). Selain diberikan obat, evaluasi juga dilakukan tiap 2
menit oleh perawat 1 (team leader) berupa pengecekan nadi karotis dan irama EKG di bed
side monitor.
Apabila saat dilakukan evaluasi, ritme tidak shockable atau masih PEA/ Asystole, atau
belum ada nadi ataupun nafas maka Perawat 2 dapat melanjutkan CPR selama 2 menit dan
dilanjutkan dengan evaluasi oleh perawat 1 (team leader). Dan apabila setelah evaluasi
terdapat nadi tetapi tidak ada nafas, maka CPR dihentikan dan dilanjutkan dengan Rescue
Breathing 10 kali per menit selama 2 menit dan dilanjutkan evaluasi nadi dan nafas.
Apabila saat dilakukan evaluasi, terdapat tanda-tanda nadi dan nafas spontan dan bed side
monitor menunjukkan adanya irama jantung kembali, maka segera dilakukan algoritma
Return Of Spontaneous Circulation Intraoperatif (ROSC).
ROSC

Setelah pasien mendapat tindakan BLS, aktivitas jantung dan fungsi sistem pernafasan
pasien kembali setelah henti jantung dengan ditandai kembalinya nadi dan napas pasien
sepontan. Kemudian perawat mempertahankan sirkulasi dengan mengoptimalkan ventilasi
dan oksigen dengan target SpO2 94-98 % dan PaCO2 normal, gantikan BVM dan pasang
ventilator di mode SIMV. Melakukan support atau mempertahankan sirkulasi cairan
dengan pemberian cairan NaCl 1-2 Liter/jam melalui IV bolus dengan akses cairan
intravena yang baik, pemberian inotropik atau vasoporan (pemberian dopamin 20
mcg/kg/m IV). Bila ada hypotension segera berikan infus vasopresor. Lindungi pasien agar
tidak kehilangan suhu tubuh dan pertahankan dengan memberikan selimut hangat.
Perawat mulai cek kembali GCS, dan tanda tanda vital pasien, EKG dll. Kemudian perawat
monitoring masalah 5H meliputi memeriksa apakah pasien menderita Hypoxia,
hypovolemia, hydrogen ion (acidosis), hypo/hyperkalemia, dan hypothermia dan masalah
5T yang meliputi tension pneumothorax, tamponade cardiac, toxins, thrombosis
pulmonary dan thrombosis coronary dengan bekerja sama dengan petugas penunjang
medis Rumah Sakit baik (Laboratorium, Radiology). Selanjutnya bila pasien sudah stabil,
penatalaksanaan dilanjutkan di ICU dengan perawatan yang lebih intens.

Anda mungkin juga menyukai