Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS SWOT PROGRAM PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR LANGSUNG (P2ML)


PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU (TB)
DI PUSKESMAS GATAK SUKOHARJO

Tugas ini Disusun untuk Memenuhi


Tugas Stase Keperawatan Puskesmas/ Keluarga

Disusun Oleh :
Arba’ani J230181116 Elita Yuniawati J230181109
Alfian Khoirul H. J230181122 Siska Purnamadewi J230181108
Arina Aulia A. J230181085 Debby Clara Sinta J230181130
Khoirun Nisak J230181070 Al Fath Budi H. J230181134
Erlinda Alfa N. R. J230181132 M. Rifqi Syafi’i J230181123
Danur Kusuma A.P. J230181139

PROGRAM PROFESI NERS XX


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS SWOT PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


PENYAKIT MENULAR LANGSUNG (P2ML) PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU
(TB) DI PUSKESMAS GATAK SUKOHARJO

Disusun Oleh :

Arba’ani J230181116 Elita Yuniawati J230181109


Alfian Khoirul H. J230181122 Siska Purnamadewi J230181108
Arina Aulia A. J230181085 Debby Clara Sinta J230181130
Khoirun Nisak J230181070 Al Fath Budi H. J230181134
Erlinda Alfa N. R. J230181132 M. Rifqi Syafi’i J230181123
Danur Kusuma A.P. J230181139

Telah Disetujui Untuk di Seminarkan Oleh :

Pembimbing Klinik, Pembimbing Akademik,

drg. Faizah Ariani Tams Wachidah Yuniartika, S.Kep, Ns., M.Kep

Kepala Puskesmas Gatak,

drg. Tri Prasetyo Nugroho., MM

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang................................................................................. 4
Tujuan ............................................................................................. 6
Manfaat ........................................................................................... 6
Cara Analisis ................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A) Pengertian ................................................................................. 7
B) Etiologi ..................................................................................... 7
C) Faktor Resiko ........................................................................... 8
D) Patofisiologi ............................................................................. 8
E) Tanda dan Gejala....................................................................... 9
F) Komplikasi................................................................................ 10
G) Pengkajian dan Pemeriksaan..................................................... 10
H) Penatalaksanaan........................................................................ 13
BAB III GAMBARAN UMUM PUSKESMAS GATAK
A) Visi Puskesmas Gatak .............................................................. 18
B) Misi Puskesmas Gatak ............................................................. 18
C) Letak Geografis ........................................................................ 18
D) Ketenagaan ............................................................................... 20
E) Struktur Organisasi Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
................................................................................................... 21
F) Program Puskesmas Gatak........................................................ 22
BAB IV PROGRAM P2TB, METODE ANALISIS, DAN ANALISIS SWOT
A) Gambaran Program P2TBC ..................................................... 24
B) Rencana program P2TB ........................................................... 24
C) Capaian Program P2TB ............................................................ 25
D) Metode Analisis ....................................................................... 29
E) Analisis SWOT......................................................................... 30
BAB V PEMBAHASAN……………………………………………….. 32
BAB VI PENUTUP
A) Simpulan .................................................................................. 37
B) Saran Alternatif Pemecahan Masalah ...................................... 37
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 39
LAMPIRAN..................................................................................................... 40

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis Paru (TB Paru) masih menjadi masalah kesehatan gobal. Sepertiga
dari populasi dunia sudah tertular dengan TB Paru, dimana sebagian besar penderita TB
Paru adalah usia produktif (15-55 tahun). Hal ini menyebabkan kesehatan yang buruk di
antara jutaan orang setiap tahun dan menjadi penyebab utama kedua kematian dari
penyakit menular diseluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV)/ AIDS
(Acquired Immunodeficiency Immunodeficiency Syndrome). World Health Organization
(WHO) menyatakan TB Paru sebagai global darurat kesehatan masyarakat pada tahun
1993 (WHO, 2012).
Indonesia termasuk dalam negara High-Burden countries (HBCs) dan berada
diperingkat kelima sebagai negara dengan kasus TB terbesar setelah India, Cina, Afrika
Selatan dan Nigeria (WHO, 2012). Indonesia merupakan salah satu negara di Asia
Tenggara yang memiliki masalah dengan kasus TB. Berdasarkan data World Health
Statistics 2013, pada tahun 2011 prevalensi TB paru di Indonesia berada pada posisi
keenam di Asia Tenggara dengan angka 281 per 100.000 penduduk, angka kejadian TB
sebesar 187 per 100.000 penduduk, dan angka kematian mencapai 27 per 100.000
penduduk(Kemenkes RI , 2013).
Permasalahan Tuberculosis (TBC) dianggap penting karena merupakan penyakit
berbahaya ke-3 yang menyebabkan kematian setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernafasan dan merupakan penyakit nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan di
Indonesia kasus tuberculosis (TBC) sebesar 0,4% dari keseluruhan jumlah penduduk.
Berdasarkan profil kesehatan kabupaten Sukoharjo 2015 penemuan kasus pada
tahun 2015 sebanyak 242 kasus dari 3466 perkiraan jumlah kasus atau baru mencapai
6,96 % angka ini mengalami penurunan dibanding hasil tahun 2014 yang mencapai 8,62
%. Angka penemuan kasus (CDR) yang baru mencapai 6,96 % masih jauh dari target
yaitu sebesar 70%, hal ini harus merupakan salah satu prioritas dalam menerapkan
strategi pemberantasan penyakit TB Paru, karena faktor kompetensi sumber daya
manusia dan kelengkapan sarana prasarana medik menjadi salah satu kunci kesuksesan.
Angka penemuan kasus (CDR) tertinggi di wilayah Kecamatan Kartasura (11,27 %)
dan terendah di wilayah Kecamatan Polokarto yang hanya mencapai 2,71 %. Adanya
kesenjangan hasil yang tajam ini menunjukkan adanya ketidakseragaman kompetensi
4
sumber daya manusia dan kelengkapan sarana prasarana medik disamping faktor
komitmen Puskesmas dan institusi kesehatan dalam melaksanakan program termasuk
pencatatan dan pelaporan hasil.
Di Kecamatan Gatak sendiri pada tahun 2016 penemuan pasien baru BTA + dengan
jumlah sasaran 37 orang dan baru di temukan BTA + 2 orang atau sebesar 5,41%.
Berdasarkan wawancara dengan pemegang program P2ML khususnya penyakit
Tuberculosis paru (TBC), mengatakan sudah memberikan pelatihan penyuluhan kepada
kader komunitas TB. Kader tersebut mendapatkan pelatihan OJT (On the Job Training)
dan Puskesmas Gatak sudah memiliki SOP tentang penemuan suspek TBC serta SOP
tentang penegakan diagnosis TBC, namun penemuan kasus BTA + masih sangat rendah
yaitu 5,41% pada tahun 2016, sehingga belum mencapai target indikator CDR.
Berdasarkan data diatas, dari berbagai program-program puskesmas yang ada di dalam
Puskesmas Gatak, kelompok kami tertarik untuk menganalisa dari Program Pengendalian
Penyakt khususnya pengendalian penyakit menular langsung (P2ML), salah satu
penyakitnya yaitu Tuberculosis (TB ) Paru.
Berdasarkan Profil Kinerja Puskesmas Tahun 2018 program P2TB menjadi salah
satu pelayanan yang berkinerja kurang (46,03%) karena pada salah satu program kerjanya
yaitu penemuan suspect TBC pencapaiannya sangat rendah yaitu 1,6% dari 70% yang
diharapkan di tahun 2019 ini menurut Standart Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas
Gatak. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan petugas kesehatan seperti di
Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo khususnya wilayah kerja Puskesmas Gatak.
Tetapi target pengendalian penyakit menular langsung khususnya Tuberculosis (TBC)
belum sesuai yang diharapkan. Menurut hasil wawancara dengan penanggungjawab
program pengendalian penyakit menular Tuberculosis Paru (TBC), indikator pencapaian
penemuan suspect TB di wilayah kerja Puskesmas Gatak masih belum bisa memenuhi
capaian target yang ditetapkan.
Dari data diatas menunjukkan bahwa kegiatan penjaringan penemuan suspek
Tuberculosis (TBC) kurang berjalan dengan sesuai target yang direncanakan, sehingga
dikhawatirkan adanya pasien TBC yang tidak terdeteksi dapat menularkan ke orang lain
dan meningkatkan angka kejadian TB Paru. Permasalahan ini akan dianalisis dengan
menggunakan analisis SWOT dan diberikan alternatif solusi pemecahan masalah.

5
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam analisis program puskesmas ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Mengetahui pelaksanaan program pelayanan pengendalian penyakit menular
Tuberculosis (TBC) yang dilakukan oleh puskesmas Gatak Sukoharjo.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui data dasar penyakit Tuberculosis (TBC) pada masyarakat di
kecamatan Gatak Sukoharjo
b. Mengetahui hasil pelaksanaan pengidentifikasian faktor resiko dan penyakit
Tuberculosis (TBC) pada masyarakat di kecamatan Gatak Sukoharjo
c. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh puskesmas Gatak pada
pelaksanaan program pelayanan pengendalian Tuberculosis (TBC)
C. Manfaat
Analisis SWOT yang dilakukan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat
Menurunkan resiko penularan Tuberculosis (TBC) dari penderita kepada
masyarakat yang belum terjangkit TBC melalui program-program yang diberikan
oleh puskesmas.
2. Bagi puskesmas
Memberikan tambahan informasi dan pengembangan pelayanan kesehatan
puskesmas kepada penderita Tuberculosis (TBC), khususnya untuk menyelesaikan
hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan screening pada penderita Tuberculosis
(TBC).
3. Bagi anggota kelompok analisis
Menambah pengetahuan dan digunakan sebagai pembelajaran bagi kelompok
dalam melakukan analisa SWOT, terkait dengan pemberian solusi dari hambatan
yang dihadapi dalam melaksanakan screening pada penderita Tuberculosis (TBC).

D. Cara Analisis
Analisis pelaksanaan program P2TB dilakukan dengan jalan membandingkan
(comparison) antara perencanaan program melalui prosentase target yang diharapkan
dengan hasil yang diperoleh, kemudian dianalisa faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pelaksanaan program P2TB melalui analisa SWOT. Melalui analisa ini diharapkan
kelompok dapat menemukan formula pemecahan masalah secara lebih obyektif dan
operasional, sehingga dapat ditindaklanjuti oleh puskesmas.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


perenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk
meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium
Tuberculosis adalah batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan
sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet. M. bovis dan M. avium pernah, pada
kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberculosis (Williams,
2009).
Tuberkulosis merupakan contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikroorganisme mycrobacterium tuberkulosis, yang biasanya
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke individu
lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2009).

B. Etiologi

Penyebab dari TB adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mm dan tebal 0,3 – 0,6 mm. Kuman
ini bersifat aerob terhadap asam karena sebagian besar tubuh kuman terdiri dari asam
lemak (lipid). Kuman dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(Soeparman, 2007).
Kuman penyebab tuberculosis adalah mycrobacterium tuberculosis. Basil ini
tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar
ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan basil lain. Setelah
diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi fuehein atau metilleenblauw oleh cairan asam
sehingga biasanya disebut Basil Tahan Asam (BTA) pewarna Zeilil Neelsen biasanya
dipergunakan untuk menembahkan basil ini.
Ada 2 macam mikobakteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosa dan bila di minum dapat menyebabkan tuberculosis usus. Basil
tipe tipe human biasa berada di bercak ludah (dropet) diudara yang berasal dari
penderita TBC terbuka. Orang retan dapat terinfeksi TBC bila menghirup bercak ini.
Ini merupakan cara penularan terbanyak (Hidayat, 2009).
7
C. Faktor Risiko

Mereka yang paling beresiko terpajan dengan basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain tunawisma
yang tinggal di tempat penampungan yang terdapat kasus tuberkulosisi, serta anggota
keluarga pasien. Anak-anak merupakan kelompok yang sangat rentan. Imigran ke
Amerika Serikat yang berasal dari negara berkembang sering mengidap infeksi aktif
atau laten.
Tenaga kesehatan yang merawat pasien tuberkulosis, dan mereka yang
menggunakan fasilitas klinik perawatan atau rumah sakit yang juga digunakan oleh
penderita tuberkulosis juga berisiko terpajan dan terjangkit penyakit TB. Diantara
mereka yang terpajan adalah mereka yang individu yang sistem imunnya tidak
adekuat, seperti mereka yang kekuragan gizi, individu lanjut usia atau bayi dan anak-
anak, mengidap virus HIV kemungkinan besar akan terinfeksi (Corwin, 2009).
D. Patofisiologi
a. Multiplikasi basil Microbacterium tuberculosis menyebabkan proses inflamasi di
jaringan sekitar
b. Respons imun diperantarai sel biasanya dilanjutkan dengan proses infeksi dalam
4 hingga 6 minggu
c. Respons sel T mengakibatkan pembentukan granuloma di sekitar basil yang
menyebabkan basil ini dorman. Kondisi ini memberikan imunitas atau
perlindungan terhadap infeksi selanjutnya
d. Basil dalam granuloma dapat tetap hidup selama beberapa tahun sehinggga
memberi hasil yang positif untuk pemeriksaan derivat protein murni atau uji
kulit lainnya untuk TB
e. Penyakit aktif berkembang dalam 5 % hingga 15% pada mereka yang terinfeksi
f. penularan terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk atau bersin
(Williams, 2009).

TB biasanya terjadi karena individu menghirup organisme mikrobakterium


tuberkulosis. Bakteri ini memiliki selaput yang sangat kuat dan dapat bertahan dalam
waktu yang lama dalam kondisi yang kering. Pelindung tersebut juga melindungi
organisme, membuatnya resisten terhadap penghancuran yang dilakukan oleh sistem
pertahanan alami tubuh. Bakteri dapat menginvasi dan bertahan dalam sel fagosit
8
tubuh manusia. Kerusakan jaringan tubuh biasanya bukan disebabkan oleh toksin
yang dilepaskan organisme, melainkan akibat respons inflamasi tubuh terhadap
infeksi.
Infeksi awal pada paru disebut TB Primer. Bakteri ditelan oleh sel fagosit di
dalam paru manusia. Sel fagosit berupaya berhubungan dengan limfosit T yang
berusaha menahan infeksi, tetapi peningkatan sel fagosit pada tempat infeksi relatif
tidak efektif. yang terjadi malah semakin banyak sel fagosit yang terinfeksi oleh
bakteri dan dibawa ke sistem limfatik tempat bakteri pada akhirnya mencapai nodus
limfe hiliar di dalam paru.
Tubuh mengatur untuk “mengurung” sel fagosit yang terinfeksi ini dengan
menciptakan kanting yang disebut tuberkel. Tuberkel merupakan bola infeksi dengan
bagian pusat berisi jaringan nekrosis(mati) yang dikelilingi oleh sel fagosit yang
terinfeksi yang dibungkus di dalam kapsul serabut kolagen (protein). Tuberkel ini
kemudian dapat tetap berada di paru, tetapi pasien tidak lagi mengalami gejala
penyakit lebih lanjut.
Tuberkel kini seperti bom waktu yang siap meledak. Bila sistem imun individu
menjadi lemah, kondisi tersebut akan diaktivasi kembali dari dari status dormannya.
Reaktivasi penyakit dapat terjadi dalam sejumlah keadaan, misalnya nutrisi yang
buruk, usia pasien, dan sistem imun yang lebih rendah.
Reaktivasi ini dinamakan TB Sekunder. Jaringan paru menjadi nekrotik
menghasilkan rongga yang besar. Seperti tuberkel, rongga tersebut tetap dibungkus
oleh jaringan ikat dan mungkin tetap dorman atau teraktivasi sekali lagi.
Miliar adalah kondisi yang terjadi ketika pasien tidak mampu berespon secara
adekuat terhadap infeksi awal. Hal ini menyebabkan penurunan berat badan,
kelelahan yang ekstrem (letargi), dan batuk. Organisme tersebut kini menginvasi
darah dan membuat komp pada berbagai jaringan, termasuk paru, meningen, limpa,
hati, dan sumsum tulang. Bila hal ini tidak ditangani, akan menyebabka kematian
(Paul, 2012).
E. Tanda dan gejala
Murni (2011) mengungkapkan tanda dan gejala TB adalah sebagai berikut:
a. Batuk-batuk kurang dari 2 minggu
b. Keluar mukus/dahak kurang lebih 2 minggu
c. Anoreksia/ nafsu makan menurun
d. Badan lemah, letih dan cepat lelah
e. Dada terasa sakit
9
f. Sering terjadi febris, temperatur naik hingga 38- 39 oC, bila terjadi komplikasi
bisa lebih
g. Hiperpireksia kurang lebih 2 minggu
h. Bila kondisi memberat bisa terjadi caverne dan batuk darah.
i. Kadang-kadang terjadi dispneu sampai sianosis
F. Komplikasi
Menurut Crowin (2009) komplikasi yang bisa muncul pada pasien dengan TB yaitu:
a. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas, dan
kematian
b. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi
G. Pengkajian dan Pemeriksaan
a. Pengkajian
Baughman (2008) mengungkapkan bahwa pengkajian pada pasien dengan
TB meliputi:
1) Lakukan pengumpulan riwayat kesehatan dan pemeriksaan kesehatan yang
lengkap
2) Lakukan pengkajian pernafasan yang menggali adanya demam, anoreksia,
penurunan berat badan, berkeringat malam, keletian, batuk, dan produksi
sputum
3) Kaji perubahan suhu tubuh, frekuensi pernafasan, jumlah dan warna sekresi,
frekuensi dan nyeri dada
4) Evaluasi bunyi nafas terhadap konsolidasi( tak dengar, bronchial atau bising
bronkovesikular, krakles), fremitus egofoni, dan perkusi( pekak)
5) Kaji terhadap perbesaran, nodus limfe terhadap nyeri
6) Kaji kesiapan emosional untuk belajar, persepsi dan pengertian tentang TB
7) Tinjau ulang hasil pemeriksaan fisik dan evaluasi laboratorium

b. Pemeriksaan pasien TB paru:


1) Pemeriksaan rontgen toraks

10
Pada hasil pemeriksaan rontgen toraks, sering didapatkan adanya
suatu lesi sebelum ditemukan gejala subjektif awal. Sebelum pemeriksaan
fisik, dokter juga menemukan suatu kelainan pada paru. Pemeriksaan
rontgen toraks ini sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan,
dimana hal ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri
tuberkel terhadap Obat Anti Inflamasi (apakah sama baiknya dengan
respons pasien?). Penyembuhan total sering kali terjadi dibeberapa area dan
ini adalah observasi yang dapat muncul pada sebuah proses penyembuhan
yang lengkap.
2) Pemeriksaan CT-scan

Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus


tuberkulosis inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-
garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati,
perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis, serta
emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT-scan sangat bermanfaat untuk
mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan
daripada pemeriksaan rontgen toraks biasa.
3) Pemeriksaan laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit Tuberkulosis diperoleh dengan


pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan
spesies mycobacterium yang satu dengan lainnya harus dilihat sifat koloni,
waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan
kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi mycobacterium Tuberkulosis adalah
sputum pasien, urin, dan cairan kumbah lambung. Selain itu, ada juga
bahan-bahan lain yang dapat digunakan, yaitu cairan serebrospinal (sumsum
tulang belakang), cairan pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab
tenggorokan. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis
Tuberkulosis paru, walaupun kurang sensitif, adalah pemeriksaan laju endap
darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan
immunoglobulin, terutama IgG dan IgA.
a) Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,

11
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri
kepada petugas di Fasyankes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat
menyerahkan dahak pagi.

Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding


dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi
sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian


TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :
- Pasien TB Ekstra Paru
- Pasien Tb Anak
- Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan
tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.
c) Uji Kepekaan Obat TB

Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis


terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di
laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau
Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk
diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR (Depkes,
2008)
d) Uji Mantoux Test
Orang yang diduga terkena infeksi bakteri ini disarankan untuk
melakukan tes tuberkulin Mantoux. Mantoux test bisa jadi tampak agak

12
menakutkan. Namun, tes ini sebenarnya cukup mudah dilakukan. Tes
kulit TB biasanya dilakukan dalam dua tahap. Pertama, seorang dokter
akan menyuntikkan sejumlah kecil larutan steril, yang
mengandung tuberculin.Tuberkulin adalah sebagian kecil protein murni
yang berasal dari Mycobacterium tuberculosis. Jika seseorang
terinfeksi TB, sistem kekebalan tubuhnya akan bereaksi terhadap cairan
yang disuntikkan itu. Suntikan biasanya dilakukan di lengan bawah
bagian dalam. Ketika tes mantoux dilakukan dengan benar, titik injeksi
akan membentuk benjolan kecil yang pucat pada kulit (seperti bentol).
Benjolan ini disebut dengan indurasi.
Diagnosis tahap kedua harus dilakukan antara 48-72 jam setelah
injeksi tuberkulin dilakukan. Dokter akan memeriksa untuk melihat apa
yang terjadi pada kulit dan bagaimana tubuh meresponsnya.Dalam
tahap kedua tes mantoux ini, dokter akan mengukur diameter indurasi
di lengan bawah dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pasien.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan TB menurut Arita Murwani (2011) meliputi:
a. Isolasi dan pengelompokan pasien sejenis
1) Sediakan masker dan jasbesment, sputum pot
2) Sediakan cuci tangan (larutan lisol 1-2 %)
3) Sediakan tempat pakai kotor/plastic
4) Atur pengunjung (cegah penularan)
b. Istirahat dan jaga ketenangan
1) Ketenangan pasien
2) Ketenangan ruangan
c. Mengurangi batuk
1) Ruangan segar dan bebas debu
2) Hindarkan makanan yang merangsang batuk
d. Mengeluarkan sputum
Posisi postural drainase dan membatukkan
Inhalasi
Memberikan obat untuk mengencerkan lender
e. Merawat sesak nafas (lihat perawatan sebelumnya)
f. Memberikan makan TKTP dan banyak minum
13
g. Merawat perdarahan/haemaptoe
h. Melaksanakan bimbingan mental
i. Penyuluhan kesehatan
1) Penyakit dan permasalahannya
2) Terapi dan perawatannya
Seperti terapi kanacimin, kantrek, (INH, PAS, Etambutol, Rifampicin),
pinicilin, streptomiciin, kombinasi antara penicillin dan streptomycin
3) Cara pencegahan kambuh
4) Menjelaskan pelaksanaan terapi

Penatalaksanaan Medis
Zain, 2001 dalam Arif Muttaqin (2008) membagi penatalaksanaan tuberkulosis
paru menjadi tiga bagian, yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita
(active case finding).
Pencegahan Tuberkulosis Paru
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes
tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan
radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih
negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes
tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
b. Mass chest X-Ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya:
1) Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan
2) Penghuni rumah tahanan
3) Siswa-siswi pesantren
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofaksilasis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut ini:
1) Bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena risiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB

14
2) Anak dan remaja di bawah 2 tahun dengan hasil tes tuberculin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberculin dari negative
menjadi poositif
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif
jangka panjang
5) Penderita diabetes mellitus
6) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat Pusekesmas maupun di tingkat rumah sakit
oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI).

Pengobatan Tuberkulosis Paru


Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata
rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan tuberculosis paru, berikut ini
adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui (Arif Muttaqin, 2008).
Mekanisme Kerja Obat anti-Tuberkulosis (OAT)
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S)
2) Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin dan Isoniazid (INH)
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant)
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH)
2) Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z)
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
1) Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam para-
amino sasilik (PAS), dan sikloserine
2) Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat

15
utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengann
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Depkes RI, 2004 dalam Arif Muttaqin, 2008).
Strategi penanggulan TB dikenal sebagai Directly Observed Treatment Sgort
Course (DOTSC). DOTSC yang direkomendasikan oleh WHO terdiri atas lima
komponen, yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara mikroskopik langsung
sedangkan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), khususnya dalam dua bulan
pertama di mana penderita harus minum obat setiap hari
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat
kategori sebagai berikut (Arif Muttaqin, 2008) :
a. Kategori 1
Kategori 1 adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan
keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis masif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan
penderita dengan sputum negative tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB
saluran perkemihan, dan sebagainya.
Dimulai dengan fase 2 HRZS (E) obat diberiksn setiap hari selama dua
bulan. Bila selama dua bulan sputum menjadi negative, maka dimulai fase
lanjutan. Bila setelah dua bulan sputum masih tetap positif, maka fase intensif
diperpanjang 2-4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan
dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan
tanpa melihat apakah sputum sudah negative atau belum. Fase lanjutannya adlah
4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB milier, spondiolitis dengan
kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama, yaitu 6-7 bulan hingga
total pengobatan 8-9 bulan. Sebagai panduan alternative pada fase lanjutan ialah
16
6 HE.
b. Kategori II
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
Fase intensif dalam 2 HRZES-1 HRZE. Bila setelah fase intensif sputum
menjadi negative, baru diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah tiga bulan
sputum masih tetap positif, maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan
HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan). Bila setelah empat bulan sputum
masih tetap positif, maka pengobatan di hentikan 2-3 hari. Kemudian, priksa
biakan dan uji resistensi lalu pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan.
Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata bakteri
masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif sputum menjadi
negative maka fase lannjjutan dapat diubah seperti kategori 1 dengan
pengawasan ketat. Bila data menunjukkan resistensi terhadap H atau R, maka
fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menuunjukkan
resistensi terhadap H dan R, maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil.
Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakkukan pengawasan atau 5 HRE
bila tidak dapat dilakukan pengawasan.
c. Kategori III
Kategori III adalah kasus denggan sputum negative tetapi kelainan
parunya tidak luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori
I. pengobatan yang diberikan:
2HRZ/6 HE
2 HRZ/ 4 HR
2 HRZ/ 4 H3R3
(Arif Muttaqin, 2008).

17
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS GATAK
(Wilayah, SDM, Program, Letak Geografis)

A. Visi Puskesmas Gatak


“Menjadi Puskesmas yang Unggul dan Pilihan Pertama Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Gatak dan Sekitarnya”
B. Misi Puskesmas Gatak
a. Melaksanakan pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative secara
professional, bermutu dan terjangkau.
b. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan kesehatan sesuai dengan
berkembangnya ilmu dan teknologi demi pemenuhan kebutuhan dan harapan pelanggan
c. Membina dan meningkatkan kerjasama linsek, masyarakat, keluarga dan steakholder
lainna yang terkait demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat kecamatan Gatak
dan sekitarnya.
C. Letak Geografis
Puskesmas Gatak merupakan pusat kesehatan masyarakat ditingkat kecamatan.
Puskesmas Gatak terletak di kelurahan Blimbing Kecamatan Gatak kabupaten Sukoharjo.
Untuk mendukung operasional puskesmas, Puskesmas Gatak dibantu oleh 2 sub
puskesmas (pustu) yaitu pustu pertama di desa Sraten dan pustu yang kedua di desa
Geneng. Batas wilayah kecamatan Gatak bagian utara berbatasan dengan kecamatan
Kartasura, sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Wonosari Klaten, sebelah Barat
berbatasan dengan kecamatan Sawit kabupaten Boyolali dan sebelah timur berbatasan
dengan desa Duwet kecamatan Baki Sukoharjo.
Wilayah kerja Puskesmas Gatak terdiri dari 14 desa, dimana seluruh desa
merupakan dataran rendah dan mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun
roda empat.
18
1. Luas total wilayah binaan puskesmas gatak adalah: 19,47 km2 terdiri dari 14 desa
yaitu :
Desa Sanggung dengan luas wilayah 0,96 km2
Desa Kagokan dengan luas wilayah 0,95 km2
Desa Blimbing dengan luas wilayah 2,29 km2
Desa Krajan dengan luas wilayah 1,91 km2
Desa Geneng dengan luas wilayah 1,43 km2
Desa Jati dengan luas wilayah 1,15 km2
Desa Trosemi dengan luas wilayah 1,24 km2
Desa Luwang dengan luas wilayah 1,28 km2
Desa Klaseman dengan luas wilayah 0,91 km2
Desa Tempel dengan luas wilayah 1,024 km2
Desa Sraten dengan luas wilayah 0,96 km2
Desa Wironanggan dengan luas wilayah 1,263 km2
Desa Trangsan dengan luas wilayah 2,49 km2
Desa Mayang dengan luas wilayah 1,605 km2
2. Nama dan Kode Desa:
NAMA DESA KODE JUMLAH DUKUH JUMLAH RT JUMLAH RW
Sanggung 01 1 15 5
Kagokan 02 8 13 6
Blimbing 03 11 23 11
Krajan 04 13 30 8
Geneng 05 12 22 6
Jati 06 12 14 4
Trosemi 07 11 12 6
Luang 08 6 9 19
Klaseman 09 7 11 4
Tempel 10 7 13 6
Sraten 11 11 15 7
Wironanggan 12 10 22 6
Transan 13 27 37 10
Mayang 14 7 14 5

3. Batas wilayah :
a. Utara : Kecamatan Kartasura Sukoharjo
Selatan : Kecamatan Wonosari Klaten
Barat : Kecamatan Sawit Kab. Boyolali
Timur : Desa Duwet Kec. Baki Sukoharjo
4. Keadaan Penduduk

19
Pertumbuhan dan kepadatan penduduk, berdasarkan data dari Badan Pusat
Statistik Kabupaten Sukoharjo jumlah penduduk pada tahun 2016 adalah 52.605
jiwa.

5. Mata Pencaharian
Petani Sopir
Buruh tani Montir
Karyawan swasta Dokter
Pegawai negeri sipil TNI/Polri
Pengrajin Pensiunan
Pedagang Kades/perangkat desa
Peternak
D. Ketenagaan
Ketenagakerjaan di Puskesmas Gatak adalah sebagai berikut :
Jumlah tenaga medis :
a. Dokter umum : 8 orang
b. Dokter Gigi : 2 orang
Jumlah tenaga keperawatan (perawat, bidan) :
a. Perawat : 16 orang
b. Bidan : 33 orang
3. Jumlah rasio tenaga gizi :
a. D III gizi : 1 orang
b. D IV Gizi :-
4. Jumlah tenaga kesmas (kesmas dan sanitarian):
a. Sarjana Kesmas : -
b. D III Kesmas :-
c. Tenaga Sanitasi : 3 orang
5. Jumlah tenaga teknisi medis dan fisioterapis :
a. Analis Kesehatan : 2 orang
b. Radiografer : 2 orang
c. Fisioterapis : 1 orang
d. Rekam Medis dan Informatika Kesehatan : 1 orang
6. Jumlah tenaga Non-Kesehatan :
a. Pejabat Struktural : 2 orang
b. Staf penunjang Administrasi : 11 orang
20
21
STRUKTUR ORGANISASI PUSKESMAS GATAK DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKOHARJO
KEPALA PUSKESMAS 1. SIMPUS : Very Setyawan
Dr. Tri Prasetyo Nugroho, MM
2. Kepegawaian : Sugeng Wiyono
Sumber :
SK Kepala Dinas Kesehatan Kab. Sukoharjo 3. Rumah Tangga : Tri Nurgiyatno

Nomor: 440/2653/II/2017 4. Keuangan


SUBBAG TATA USAHA
Tangal: 23 Februari 2017 Sugeng Wiyono
Bend Penerimaan : Sudiarmi Yuniati
Bend. JKN : Yulia Wulandari, Amd.Keb

5. Perencanaan Program : Lely Susanti, Amd.Keb

6. Sumber Daya Kesehatan : Eka Setiawaty

PENANGGUNGJAWAB UKM ESENSIAL DAN PENANGGUNGJAWAB UKM PENGEMBANGAN PENANGGUNGJAWAB UKP KEFARMASIAN & PENANGGUNGJAWAB JARINGAN
KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT Drg. Faizah Ariani Tams LABORATORIUM PELAYANAN PUSKESMAS DAN JEJARING
Dr. A.K. Dewi Utami dr. Siti Nurjanah FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
Dr. Setyaningsih
1.Pelayanan Promosi Kesehatan 1.Pelayanan UKS 1.Pelayanan Pemeriksaan Umum
Euis Win Farida, Amd.Keb Sigit Abdullah, AM.Keg dr. Ika Bulansari
1.Puskesmas Pembantu
2.Pelayanan Pemberdayaan Kesehatan 2.Pelayanan Kesehatan Lansia 2. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut Lincerina Saragih
Budi Kristanto, S.Kep., Ns Kenros Novi, A., Amd.Keb drg. Praptarini Retno WE

3. Pelayanan Kesehatan Lingkungan 3. Pelayanan Kesehatan Matra dan Haji 3. Pelayanan KIA- KB 2. Puskesmas Keliling
Sri Widati, AM.KI Eko Waluyo, AMK a. Ibu/KB : Sri Utami, Amd.Keb Dwi Winarni
P3K Bencana: Bud K. Am. K. b. Anak : dr. Siti Sulastijah, M.P.H
4. Pelayanan Kesehatan Ibu - KB
Meirdian Eva Y, Amd.Keb 4. Pelayanan Sertifikasi, Regristasi 4.Pelayanan Gawat Darurat 3. Bidan Desa
dan Farmamin Imah Rahmawati, S.Kep., Ns Nurul Yulia Rosyid, Amd.Keb
5. Pelayanan Kesehatan Anak Mieske Suryani, Dengah
Ida Nurul Hidayati, Amd.Keb 5. Pelayanan Gizi
5. Playanan Kesehatan Jiwa dan Napza a. RJ : Maryamah, Amd 4. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan
6. Playanan Gizi Endang Herawati b. RI : Septi Lusia Ekawati, A.Mk Cheti Nartati, Amd.Keb
Maryamah, AMG
6.Pelayanan Kesehatan Olahraga 6. Pelayanan Persalinan
7. a. Surveilans dan SKD KLB dr. Indriawati Kusuma Wardani
Atik Hidayah
Lely Susanti, Amd.Keb
b. Imunisasi 7. Pelayanan RANAP untuk Puskesmas yang
7. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Tutik Suwartatik, Amd.Keb Menyediakan Pelayanan RANAP
Komplementer
Dr. Siti Nujanah dr. Dwi Perwitasari
8. a. P2, TB, ISPA, Diare, Thypoid : Kisman
b. P2 HIV, IMS, Hepatitis, Kusta : Sri Nurtaningsih
8. Pelayanan Kesehatan Indera 8. Pelayanan Kefarmasian
c. Laborat TB : Sri Supini
Muningsih Rina Catur Wulandari
d. P2 Bersumber Binatang : Andi Kurniawan
9. Pelayanan Kesehatan Kerja 9. Pelayanan Laboratorium
9. P2PTM :Amiwati
Euis Win Farida, Amd. Keb
22 Dewi Wijayanti, Amd.Ak
10. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
10. Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat 10. Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Sri Rivani
drg. Praptarini W.E. Chahya Tri Prihantoro, AMR
E. Program Puskesmas Gatak
Puskesmas Gatak adalah suatu organisasi fungsional kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung serta sebagai pusat pengembangan dan pembinaan
peran serta masyarakat di Kecamatan Gatak. Pelayanan kesehatan dilaksanakan di dalam
gedung dan di luar gedung. Dalam proses pelayanannya, Puskesmas Gatak mempunyai 2
Puskesmas pembantu (Pustu) yang membantu puskesmas dalam pelayanan kesehatan
masyarakat.
Program yang dilaksanakan oleh Puskesmas terdiri dari 4 unit program Puskesmas
yaitu :
a. Penanggung jawab UKM Esensial dan keperawatan keperawatan masyarakat yang
dibawahi :
a. Pelayanan Promosi Kesehatan
b. Pelayanan Pemberdayaan Kesehatan
c. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
d. Pelayanan Kesehatan Ibu – KB
e. Pelayanan Kesehatan Anak
f. Pelayanan Gizi
g. 1) Surveilans dan SKD KLB
2) Imunisasi
h. 1) P2 TB, ISPA, Diare, Thypoid
2) P2 HIV, IMS, Hepatitis, Kusta
3) Laborat
4) P2 Bersumber Binatang
i. P2PTM
j. Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
b. Penanggung jawab UKM Pengembangan Membawahi upaya pengembangan yang
dilakukan Puskesmas antara lain :
a. Pelayanan Kesehatan Lansia
c. Penanggung jawab UKP kefarmasian, dan laboratorium, membawahi beberapa
kegiatan, yaitu :
a. Pelayanan pemeriksaan umum
b. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
c. Pelayanan KIA-KB
d. Pelayanan Gawat Darurat

23
e. Pelayanan Gizi
f. Pelayanan Persalinan
g. Pelayanan RANAP untuk puskesmas yang menyediakan pelayanan RANAP
h. Pelayanan Kefarmasian
i. Pelayanan Laboratorium
j. Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
d. Penanggung jawaban jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan, yang membawahi :
a. Puskesmas Pembantu
b. Puskesmas Keliling
c. Bidan Desa
d. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Menurut data dari rekapitulasi kunjungan pasien puskesmas, 10 besar tanda gejala
penyakit yang diperiksakan di Puskesmas Gatak selama 3 bulan terakhir yaitu: ISPA (2.259),
radang tenggorokan (1.042), pemeriksaan medis umum (946), myalgia (821), influenza
dengan penyakit pernafasan lainnya (743), gastritis (567), demam (368), kontrol kehamilan
(338), sakit kepala (312), pemeriksaan umum tanpa keluhan (290) .

24
BAB IV
PROGRAM P2TB, METODE ANALISIS, DAN ANALISIS SWOT

A. GAMBARAN PROGRAM P2TBC


1. Program Dalam Gedung
a. Penjaringan pasif: yaitu pasien memeriksakan diri datang ke Puskesmas
b. Diagnosa penyakit
c. Pengobatan penderita
d. KIE penderita dan keluarga
e. Monitoring pengobatan:
 Konversi: pemeriksaan BTA pada akhir penyakit fase intensive yang terjadi
pada awal pnyakit, menjadi negative pada akhir penykit fase intensive
 Batuk keluaran pada penyakit TBC baru BTA positif untuk mengetahui
apakah pasien gagal berobat
 Kesembuhan: dilakukan pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan untuk
mengetahui kembali apakah pasien smebuh atau tidak
f. Pencatatan dan pelaporan dengan SITT
g. Kolaborasi TBC HIV: dilakukan pemeriksaan TBC pada pasien HIV dan
sebaliknya
2. Program Luar Gedung
a) Penyuluhan terhadap kader, masyarakat, institusi, dan keluarga
b) Investigasi kontak / pemeriksaan kontak penderita TBC
c) Pengiriman TCM
d) Kerjasama lintas sector : kader TB Aisyah, kader kesehatan desa

B. RENCANA PROGRAM P2TB PADA BULAN JUNI SAMPAI SEPTEMBER


SESUAI DENGAN HASIL KESEPAKATAN OJTTB PADA KADER KESEHATAN
WILAYAH KECAMATAN GATAK
1. Kader melapor ke kepada desa wilayah setempat
2. Kader Aisyah mensosialisasikan kepada kader wilayah setempat masing-masing dan
masyarakat sekitar
3. Pada bulan Juni (Sanggung, Kagokan, Blimbing, Krajan), Juli (Geneng, Jati, Trosemi,
Luwang), Agustus (Klaseman, Tempel, Sraten), September (Wironanggan, Trangsan,
Mayang) akan mengumpulkan warga yang mempunyai keluhan batuk berdahak >2

25
minggu
4. Dari pengumpulan warga batuk akan dilakukan TCM untuk mengetahui atau
menemukan kasus TBC di wilayah Puskesmas Gatak

C. CAPAIAN PROGRAM P2TB


Capaian TB Paru menurut Profil Capaian Kinerja Puskesmas tahun 2019 yaitu angka
penemuan penderita TB Paru BTA+ CDR 13.10% (5 orang) dan penderita TB Paru BTA+
yang sembuh atau CR 25% (1 orang). sedangkan pemeriksaan kontak/kunjungan rumah
100%.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada kader, masyarakat, Tim TB


Puskemas Gatak dan penanggungjawab P2TB selama 5 hari (29 April-4 Mei 2019)
didapatkan hasil:

a. Fasilitas Puskesmas Gatak


1. Ruangan TBC di Puskesmas Gatak bercampur dengan ruangan petugas lain,
meja tidak kedap air

2. Bed pasien di ruang TBC Puskesmas gatak dipakai untuk tempat berkas-berkas
dan kertas lain

3. Petugas lain yang berada di ruang TBC merokok


4. Pintu masuk petugas dengan pasien TBC tidak terpisah

26
5. Tempat pembuangan dahak di Puskesmas gatak sudah disediakan khusus, namun
belum sesuai standart

6. Cara pewarnaan pada object rata

7. Ruang apotik sudah menyediakan tempat khusus untuk pasien yang menderita
TBC, disediakan paket OAT kategori I pada penderita TBC

b. Penderita dan keluarga TBC (dokumentasi terlampir)


1. Pasien patuh terhadap konsumsi obat TB
2. Setiap pasien mau minum obat selalu didampingi PMO
3. Dari 3 pasien yang diwawancarai, Ny.Sp membuang di ember khusus lalu disiram
di kamar mandi, Ny. Sm membuang dahak di depan rumah lalu ditimbun abu, dan

27
Tn. K membuang dahak disembarang tempat terkadang jika didalam rumah hanya
ditaruh diplastik lalu dibuang ke tempat sampah
4. Keluarga pasien peduli dengan keadaan pasien. Namun keluarga Ny. Sm kurang
peduli dengan kesehatannya, tetapi Ny. Sm selalu dipantau oleh kader karena
kader rumahnya didepan pasien dan sudah dianggap seperti keluarga sendiri
5. Semua biaya pengobatan TBC ditanggung oleh BPJS maupun KIS
6. Di wilayah Trangsan terdapat polusi udara yaitu penyemprotan kerajinan rotan
yang dapat mengganggu kesehatan
7. Rumah penderita TBC tergolong rumah tidak sehat (1 rumah dengan hewan
peliharaan, ventilasi kurang, sirkulasi kurang, lantai terbuat dari tanah/ belum
keramik, ruang dapur menjadi satu dengan tempat tidur)
c. Kader Aisyah dan Kader posyandu (dokumentasi terlampir)
1. Kader memberikan wadah sputum ke masing-masing rumah warga yang batuk
namun tidak ada warga yang mengembalikan wadah yang berisi dahak
2. Kader akan melakukan kunjungan rumah jika mendapat perintah dari
Kabupaten, biasanya jika sudah ditemukan 25-30 penderita saja
3. Jika kader menemukan penderita TBC maka dahak akan dibawa ke Puskesmas
dan ditindaklanjuti oleh Puskesmas.
4. Program kerja kader Aisyah yaitu mengunjungi rumah warga satu persatu dan
memberikan wadah sputum per rumah. Satu bulan ditarget 1 kader menemukan
50 suspect TBC, namun hanya menemukan 3-5 saja.
5. Tidak dilakukan pemeriksaan/kunjungan rumah berkala pada penderita TBC
6. Sikap masyarakat terhadap penderita TBC peduli dan tidak mengucilkan
7. Upaya pencegahan dari kader kepada masyarakat adalah melakukan penyuluhan
ke posyandu-posyandu, PKK, prolanis, dll saja. Dan diberitahu bahwa
pengobatan TBC di Puskesmas gratis
8. Kendala kader dalam program penanggulangan TBC yaitu:
 Ketika sudah memberikan wadah sputum tidak ada yang kembali wadahnya.
 Pasien yang batuk tidak bisa mengeluarkan dahaknya, padahal sudah
melakukan berbagai cara.
 Ada juga masyarakat yang jijik dengan dahaknya sendiri sehingga tidak
mau meletakkan dahaknya di wadah.
 Selain itu kami mempunyai peran ganda dalam menjalani program TBC ini,
karena tidak hanya focus ke TBC saja.

28
 Anggota kader berkurang dari 4 menjadi 2 saja yang aktif
9. Anggaran untuk kader dalam program TBC yaitu diberikan penghargaan pada kader
yang paling banyak menemukan suspect TBC dari kabupaten. Kemudian jika
menemukan 1 suspect mendapatkan 15rb, 1 positif TBC mendapat 50rb. Namun jika
uang bensin tidak ada
10. Ketika ada warga yang putus obat melapor ke Puskesmas, tidak melalui kader.
11. Pemerintah kabupaten hanya memberikan masker kepada kader. Penderita dan
masyarakat tidak diberikan masker
12. Pelatihan dan penyuluhan untuk kader tidak rutin. Pelatihan dilakukan 1 tahun sekali,
jika penyuluhan 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali
13. Kesadaran masyarakat untuk pencegahan TBC masih kurang, karena masih banyak
masyarakat yang merokok walaupun sudah diberikan penyuluhan

d. Penanggungjawab P2TB
1. Target pencapaian baru tercapai 1,6% dari 70% (menurut rumus CDR)
2. 3 bulan terkahir baru ditemukan 2 pendeita TB, 1 diantaranya di luar
wilayah kerja Puskesmas gatak. Menurut rumus CDR, seharusnya ditemukan 87.
3. Penyampaian program dari puskesmas ke masyarakat kurang optimal
karena terkadang info yang sudah disampaikan oleh petugas puskesmas kepada kader
kurang maksimal
4. Wilayah yang paling banyak terdapat TBC maupun suspect TBC yaitu
geneng dan trangsan
5. Penyampaian program, rencana program, dan capaian program
penanggulangan TBC
6. Menurut file dokumen TB06 tahun 2018 tidak ada pasien yang
dilakukan pemeriksaan TCM
7. Masyarakat enggan mengetahui tentang penyakit tb karena takut
bahwa dirinya terkena TB.

29
D. Metodologi Analisis
1. Metode Analisis
Dalam penulisan analisis ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan
pendeketan kualitatif, penggunaan pendekatan ini di sesuaikan dengan tujuan pokok
penelitian, yaitu: menganalisis mengenai program P2M penyakit TB di puskesmas
gatak
2. Metode Penyusunan Laporan
a. Studi dokumentasi untuk mendapatkan data mengenai kegiatan yang telah
dilakukan dalam pengendalian penyakit menular khususnya penyakit TB
b. Wawancara dengan petugas puskesmas untuk memperoleh data mengenai kendala
yang dihadapi oleh petugas yang bertanggung jawab dalam program P2M
c. Wawancara dengan kader yang ada di masyarakat untuk memvalidasi data yang
didapat dari petugas puskesmas.
d. Wawancara dengan beberapa penderita dan keluarga tentang penyakit tuberkulosis
dan atau riwayat batuk lama atau gejala TB yang lainnya
3. Identifikasi Penyebab Masalah
Berdasarkan hasil observasi selama 5 hari yang dilakukan di Puskesmas Gatak
ditemukan bahwa dalam pelaksanaan program P2ML khususnya TB Paru masih belum
optimal. Hal tersebut dikarenakan adanya tingkat pendidikan yaang berbeda-beda di
masyarakat, kesadaran masyarakat yang masih rendah terkait pemeriksaan dahak ke
puskesmas, penerapan PHBS yang belum sesuai, belum optimalnya program
penjaringan TB paru. Adapun metode pemecahan masalah yang digunakan adalah
analisis SWOT.

30
31
E. Analisis SWOT
Sthrenght Weakness Opportunities Threats
(kekuatan) (kelemahan) (peluang) (ancaman)
Man
1. Adanya SDM 1. Kurangnya Adanya ibu-ibu Jika tidak
yang sudah Kader Aisyah PKK dan terpenuhinya
mengikuti dalam posyandu yang jumlah SDM maka
pelatihan TB penjaringan dapat membantu program tidak
2. adanya kader kasus TBC kader Aisyah berjalan maksimal
kesehatan 2. Kurangnya
desa yang jumlah kader
membantu Aisyah
kader Aisyah sehingga
belum
maksimal
Material
1. Adanya bilik 1. Bilik dahak Terdapat APD Apabila bilik
dahak belum sesuai lengkap di ruang dahak dan ruangan
2. Terdapat standart TBC TBC tidak sesuai
ruang TBC 2. Ruang TBC standart maka akan
3. Terdapat yang mempermudah
laboratorium bercampur penularan bakteri
yang dapat dengan TBC kepada
melakukan petugas lain petugas atau pasien
pemeriksaan 3. Bed pasien di lain
dahak ruang TBC
Puskesmas
gatak dipakai
untuk tempat
berkas-berkas
dan kertas lain
4. Pintu masuk
petugas
dengan pasien
TBC tidak
terpisah
32
Method 1. Adanya
1. Kesadaran Adanya PMO Jika tidak segera
program
masyarakat yang ditangani maka
pemerintah
terhadap mendampingi dapat menularkan
yang
PHBSuntuk pasien saat penyakit TBC
mendukung
pencegahan minum obat
program
TBC masih
pengobatan
kurang(masih
pada kasus
banyak
TB paru
masyarakat
melalui
yang merokok
pengobatan
walaupun
gratis di
sudah diberikan
puskesmas.
penyuluhan,
2. Program kerja
terdapat polusi
puskesmas
udara)
mengenai
2. pasien meludah
pencegahan
disembarang
dan
tempat
penanganan
penyakit
menular (TB
Paru) sudah
dilakukan
dengan sesuai
dengan
indikator
kerja.
Money Disediakan dana Adanya beberapa Berapapun Program bisa
BOK, BLUD dan program yang biaya yang terhambat jika
APBD daerah tidak masuk dalam didapat dari tidak ada dana
Sukoharjo. penandaan Kabupaten
sehingga banyak dimaksimalkan
program yang untuk program
tertunda TBC
BAB V

33
PEMBAHASAN

Fasilitas untuk TBC di Puskesmas gatak kurang sesuai, dibutkikan dengan adanya
petugas selain penanggungjawab TBC yang berada di ruang TBC, bed pasien yang
dipakai untuk tempat berkas-berkas, petugas lain yang merokok di ruang TBC, dan pintu
petugas dengan pasien TBC yang tidak terpisah, meja yang tidak kedap air. Menurut
Pynkyawati (2016) desain ruang perawatan tuberkulosis paru harus memiliki pola
sirkulasi pengguna yang baik. Sirkulasi pengguna menuju ruang perawatan TBC
menggunakan koridor double - loaded dan hanya memiliki satu alur penghubung, ruang
perawatan pengguna Tuberkulosis menular membutuhkan perawatan yang khusus dan
hanya boleh dilewati dokter, perawat dan pasien menular. Penempatan zona ruang
perawatan TBC berdekatan dengan zona pelayanan medis (IGD), penempatan zona
tersebut disesuaikan dengan pemisahan pasien menular dan tidak menular. Kenyamanan
pengguna pada ruang perawatan Tbc disesuaikan dengan kebutuhan perawatan pasien,
kebutuhan perawatan tersebut berhubungan dengan bukaan dan sinar matahari yang baik
bagi pengguna penderita Tuberkulosis, bukaan pada ruang perawatan Tbc disesuaikan
dengan tatanan masa banguan terhadap arah matahari barat dan timur. Berikut contoh
desain ruangan:

34
Penderita TBC belum sesuai dalam membuang dahak. Ada yang membuang
dahak di sembarang tempat dan diruang terbuka. Menurut Wulandari (2015) penderita
TB paru dapat menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei) pada waktu batuk atau bersin, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Percikan dahak yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika percikan dahak itu
terhirup dalam saluran pernafasan. Satu penderita TB paru BTA (+) berpotensi
menularkankepada 10-15 orang per tahun sehingga kemungkinan setiap kontak
dengan penderita akan tertular. Faktor yang terbukti berpengaruh sebagai faktor risiko
kejadian tuberkulosis paru yaitu kebiasaan membuang dahak sembarang tempat.
Dahak seharusnya dibuang di tempat tertututp dan diberikan cairan yang mengandung
antiseptik untuk membunuh bakteri.
Pemerintah Kabupaten Sukoharjo hanya memberikan pelatihan yang dilakukan
1 tahun sekali dan penyuluhan 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali pada kader. Menurut
Pratiwi (2017) pelatihan pada kader harus dilakukan tiap triwulan, karena peningkatan
pengetahuan tentang TB paru kepada kader kesehatan tidak akan efektif jika hanya
dilakukan satu kali, hal ini dibuktikan dengan evaluasi jangka panjang yang dilakukan
yaitu dengan pemantauan angka temuan setelah intervensi (Triwulan II-IV) pada
triwulan kedua setelah dilakukan pelatihan partisipasi kader dalam melakukan
penjaringan suspek TB mengalami peningkatan akan tetapi mengalami sedikit
penurunan pada triwulan ke-3 dan pada triwulan ke-4 atau akhir tahun angka
penjaringan oleh kader semakin mengalami penurunan tajam.

Setiap pasien sudah baik mau minum obat selalu didampingi PMO. Hal ini
sudah sesuai dengan penelitian dari Putri (2019) peran Pengawas Menelan Obat
(PMO) merupakan salah satu faktor yang mendukung dari keberhasilan pengobatan
TB.
Modal sosial dapat mempengaruhi kesehatan seperti determinan, sosial dan
lingkungan. Keberadaan modal sosial melalui jaringan sosial dan komunitas
berdampak pada kualitas perlindungan pada kesehatan. Modal sosial yang tinggi
memudahkan anggota masyarakat untuk berbagai informasi kesehatan, mengakses dan
menggunakan sumber-sumber daya yang tersedia di dalam masyarakat dengan lebih
baik dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan peran
modal sosial perlu melibatkan pembawa perubahan termasuk dokter, petugas
kesehatan, pembuat kebijakan, dan tokoh masyarakat. Terdapat hubungan antara
35
modal sosial dengan penanggulangan Tuberkulosis, modal sosial merupakan
instrumen penting dalam memerangi tuberkulosis yang mampu memberikan dorongan
untuk memastikan bahwa program tuberkulosis selaras dengan kebutuhan pasien
tuberkulosis, meskipun kemampuan dan latar belakang pasien tuberkulosis sangat
bervariasi (Reviono, dkk. 2013).
Partisipasi masyarakat yang berhubungan dengan penemuan kasus baru BTA
positif terdiri dari identifikasi kebutuhan menggerakkan sumberdaya program dan
kepemimpinan. Identifikasi kebutuhan penanggulangan tuberkulosis diawali pada
penemuan penderita tuberkulosis untuk mendeteksi tuberkulosis sedini mungkin.
Partisipasi masyarakat dalam pengendalian tuberkulosis dilakukan dengan
membangun kemitraan antara sektor kesehatan dengan masyarakat, memastikan
bahwa pasien dan masyarakat mendapatkan informasi tentang tuberkulosis,
meningkatkan kesadaran umum tentang penyakit dan berbagai tanggungjawab dalam
program pengendalian tuberkulosis sehingga pemberdayaan pasien dan partisipasi
masyarakat menjadi efektif (Reviono, dkk. 2013).
Sebagian rumah pada penderita TBC tergolong tidak sehat karena ada rumah
yang jadi satu dengan hewan peliharaan, ventilasi kurang, sirkulasi kurang, lantai
terbuat dari tanah/ belum keramik, ruang dapur menjadi satu dengan tempat tidur.
Sedangkan kategori rumah sehat menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999
adalah sebagai berikut :
a. Bahan bangunan
1) Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 µg/m2,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300
mg/kg bahan.
2) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
1) Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
2) Dinding rumah memiliki ventilasi, kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan.
3) Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
4) Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
5) Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.

36
6) Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
c. Pencahayaan Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung
dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux
dan tidak menyilaukan mata.
d. Kualitas udara
1) Suhu udara nyaman antara 18–30oC.
2) Kelembaban udara 40–70%.
3) Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam.
4) Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni.
5) Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam.
6) Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3.
e. Ventilasi Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
f. Vektor penyakit: Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam
rumah.
g. Penyediaan air
1) Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60
liter/orang/hari
2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes no. 416 tahun 1990 dan Kepmenkes no. 907
tahun 2002.
h. Sarana penyimpanan makanan Tersedia
Contoh gambar rumah sehat:

37
BAB VI
38
PENUTUP

A. SIMPULAN

1. Target cakupan penemuan penderita TB tahun 2019 sebesar 70% sedangkan jumlah
sasaran yang teridentifikasi hanya 1,6%, yang saat ini masih berjalan dan dapat
diartikan bahwa sasaran yang teridentifikasi masih sangat kurang dari target
penemuan.
2. Perlunya koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk mendukung efektifnya
program yang direncanakan pemegang program untuk membangun motivasi diri
pada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan dahak untuk menentukan penyakit
paru, mengakibatkan banyaknya permasalahan yang muncul sehingga perlu adanya
tindak lanjut dari petugas kesehatan.
3. Upaya yang telah dilakukan tenaga kesehatan Puskesmas sebagai tindak lanjut
diantaranya membentuk kegiatan-kegiatan sebagai pendekatan kepada masyarakat,
penjaringan dan pelatihan kader, dan mengoptimalkan fasilitas yang ada di
Puskesmas.
4. Alternatif pemecahan masalah yang disarankan setelah analisa SWOT, diantaranya
adalah pendekatan kepada seluruh lapisan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan
yang ada di masyarakat untuk mensosialisasikan mengenai penyakit TB, cara
mendeteksi, dan cara pencegahannya.

B. Saran Alternatif Pemecahan Masalah


Menurut analisa kelompok yang dilakukan pada program-program puskesmas,
terdapat sedikit kendala pada setiap program, dan program yang tingkat pencapaiannya
kurang dari target salah satunya adalah pada pelaksanan program P2ML khususnya TB
Paru.
Berikut alternatif pemecahan masalah yang disarankan untuk digunakan sebagai
intervensi dalam menangani masalah TB Paru yaitu :
1. Program KERIPEK PARU (Kita Perangi Penyakit Paru): upaya merubah stigma
masyarakat tentang penyakit TBC sehingga masyarakat tidak malu lagi untuk
melakukan pemeriksaan TBC dan mengikuti program penyembuhan TB dengan
penyebaran lembar-lembar informasi (leaflet, pamphlet, poster, spanduk atau papan
reklame) ditempat umum seperti posyandu, poskampling, TK, PKD (Pusat Kesehatan
Desa), ruang tunggu puskesmas sehingga seluruh masyarakat dapat membaca dan
39
menambah pengetahuan mengenai TB
2. Program TOSS TB (Temukan Obati Sampai Sembuh Tuberkolusis) yaitu diawali
dengan penemuan kasus TB dilaksanakan melalui pemeriksaan pada kasus HIV,
kasus diabetes mellitus, kasus TB pada anak, kasus gizi kurang dan pada ibu hamil
yang memeriksakan kehamilannya. Hal ini perlu kerjasama dari bidang gizi, anak,
KIA.
3. Program kader urup masyarakat urip: Optimalisasi tiap kader dalam bertanggung
jawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan jika menjumpai penderita yang
batuk berdahak lebih dari 2 minggu, penurunan berat badan secara signifikan, batuk
berdarah, keringat dingin dimalam hari, mudah lelah, nyeri dada dan penurunan nafsu
makan. Hal ini dikarenakan kader merupakan tempat rujukan pertama pelaporan
masalah kesehatan. Selain itu kader juga perlu melakukan penyuluhan dan kunjungan
rumah secara rutin dan berkala. Pemerintah juga perlu melantik anggota kader Aisyah
yang baru dikarenakan hanya 2 kader saja saat ini yang aktif.
4. Program Bedah Rumah: melakukan bedah rumah pada rumah penderita TB yang
tidak mempunyai ventilasi atau yang dikategorikan rumah tidak sehat. Hal ini perlu
kerja sama dari bidang Kesling. Tujuan dari usulan program ini adalah untuk
mencegah perkembangbiakan bakteri TB kepada keluarga yang mempunyai resiko
tertular penyakit TB maupun yang belum terkena TB.
5. Mempertahankan dan lebih meningkatkan dalam pelaksanaan program OJTTB (On
the Job Training) pada kader-kader kesehatan di masyarakat setiap triwulan
6. Memberikan 1 box masker gratis kepada penderita dan keluarganya
7. Memperbaiki ruangan TBC Puskesmas Gatak sesuai standart
8. Mengoptimalisasi peran Tim TBC untuk lebih maksimal terutama saat menjalani
program ke lapangan
9. Penggunaan alarm kotak obat yang dapat mengingatkan pasien waktunya minum obat
untuk kepatuhan obat

DAFTAR PUSTAKA

40
Arif Mutaqqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Baughman, D. C. (2008). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
BKKBN. 2013. Survey Demografi Dan Kependudukan Indonesia 2012. Jakarta
Corwin, EJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Depkes RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta
Kandari, V. A., dkk. (2018). Community Health. Analisis Kepatuhan Penggunaan Alat
Pelindung Diri Sesuai Standar Operasional Prosedur Pada Perawat Yang Kontak
Dengan Pasien Tb Paru Di Ruang Isolasi Rsud Noongan. Vol. 3, No.1
Murwani Arita. (2011). Perawatan Paien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Gosyen Publising
Pratiwi,R. D., dkk. (2017). Jurnal of Health Education. Peningkatan Kemampuan Kader
Kesehatan Tb Dalam Active Case Finding Untuk Mendukung Case Detection Rate.
Vol.2, No. 2
Putri, F. R. W. (2019). Jurnal Surya Medika. Sistematik Review : Kriteria Dan Peran
Pengawas Menelan Obat Pasien Tuberculosis Di Indonesia. Vol. 4, No.2
Pynkyawati, T., dkk. (2016). Jurnal reka Karsa. Desain Ruang Perawatan Tuberkulosis Paru
Ditinjau dari Sirkulasi dan Kenyamanan Pengguna Bangunan BBKPM Bandung.
Juni 2016
Soeparman. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Susilawati, dkk. (2016). Jurnal Akademika Baiturrahim. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap
Pasien Dengan Upaya Pencegahan Penularan Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja
Puskesmas Muaro Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2015. Vol.5, No.2
WHO. Global Tuberculosis Report [serial online]. WHO; 2012 [Diakses ]. Available from:
URL: HIPERLINK. http://apps.who.int/iris/bitstream /10665/75938/1/9789241564502
_eng.pdf . Diakses tanggal 10 februari 2015
Wulandari, A. A., dkk. (2015). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Faktor Risiko dan
Potensi Penularan Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal , Jawa Tengah. Vol. 14
No.1

41
LAMPIRAN

LEMBAR KUESIONER WAWANCARA

42
PADA PENDERITA TBC

A. Identitas
Nama : Ny. Sp
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan terakhir : tidak sekolah
Alamat : Sendang, Kagokan, Gatak

B. Riwayat Penyakit:
1. Riwayat menderita TBC:
Pasien menderita TBC sejak 3 bulan yang lalu. Awal mula terkena TBC karena
sebelumnya asma dan batuk darah sekitar 2 tahun

2. Riwayat penyakit lain: asma 2 tahun yang lalu, sejak lahir pasien tunawicara
C. Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana kepatuhan meminum obat?
Jawaban: keluarga pasien mengatakan minum obat sehari 3x pagi siang malam.
Jamnya tidak pasti yang penting pagi siang malam. Saat minum obat pasien selalu
didampingi oleh keluarganya

2. Obat yang diminum habis berapa bulan?


Jawaban: obatnya sampai sekarang masih

3. Apakah obat diminum setiap hari?


Jawaban: iya diminum setiap hari tidak pernah lupa

4. Siapakah yang ditunjuk sebagai PMO?


Jawbaan: kakak pasien

5. Apakah minum obat selalu didepan PMO?


Jawaban: tidak selalu didepan PMO, terkadang didepan keluarga lain. Tetapi selalu
didampingi keluarga

6. Dimana bapak/ibu membuang dahak?


Jawaban: saat membuang dahak pasien selalu disediakn oleh keluarga ember khusus
membuang dahak, kemudian setelah terkumpul didalam ember dibuang di kamar

43
mandi

7. Bapak/ibu sudah kontrol berapa kali?


Jawaban: dulu 1 minggu 1x, sekarang 1 bulan 1x dan rutin

8. Bagaimana kepedulian keluarga terhadap penderita?


Jawaban: keluarga mengaku merawat pasien hanya sebisanya, jika waktunya minum
obat selalu diingatkan, jika mau membuang dahak disediakan ember.

9. Darimana biaya pengobatan TBC?


Jawaban: BPJS, KIS

10. Bagaimana pengetahuan tentang TBC?


Jawaban: keluarga mengatakan belum pernah dilakukan penyuluhan tentang TBC.
Pasien hanya mengetahui TBC dikarenakan batuk dan diberikan obat untuk diminum.

11. Apakah pasien dan keluarga sering menggunakan APD?


Jawaban: tidak pernah menggunakan masker dirumah

D. Dokumentasi

44
LEMBAR KUESIONER WAWANCARA
PADA PENDERITA TBC

A. Identitas
Nama : Ny. Sm
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Krangan, RT 2/3, Geneng, Gatak, Sukoharjo

B. Riwayat Penyakit:
1. Riwayat menderita TBC:
Pasien menderita TBC sejak tahun 2017. Pasien sudah dinyatakan sembuh selama 6
bulan pengobatan. Namun sekarang batuk-batuk dan sesak nafas sejak 1 bulan yang
lalu dan belum periksa ke puskesmas. Pasien sudah melapor ke kader Aisyah namun
tidak dilakukan tindaklanjut dengan alasan kader Aisyah tidak melakukan kunjungan
dengan hanya 1 penderita saja. Bapak pasien dulu juga pernah menderita tbc selama 6
bulan, namun sekarang sudah meninggal

2. Riwayat penyakit lain:


Pasien tidak ada penyakit lain

C. Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana kepatuhan meminum obat?
Jawaban: pasien patuh minum obat, sehari 2x pagi dan sore, rutin, tidak pernah
terlewat

45
2. Obat yang diminum habis berapa bulan?
Jawaban: obat habis dalam 6 bulan

3. Apakah obat diminum setiap hari?


Jawaban: iya diminum setiap hari tidak pernah lupa

4. Siapakah yang ditunjuk sebagai PMO?


Jawaban: tetangganya yang sekaligus menjadi kader

5. Apakah minum obat selalu didepan PMO?


Jawaban: saat minum obat

6. Dimana bapak/ibu membuang dahak?


Jawaban: pasien membuang dahak didepan rumah kemudian ditimbun menggunakan
abu

7. Bapak/ibu sudah kontrol berapa kali?


Jawaban: pasien belum melakukan kontrol ke puskesmas/ rumah sakit

8. Bagaimana kepedulian keluarga terhadap penderita?


Jawaban: pasien mengatakan keluarganya kurang peduli dengan kesehatannya.
Keluarga jarang mengingatkannya untuk minum obat. Namun pasien selalu
diingatkan oleh tetangganya untuk minum obat sehingga tidak lupa.

9. Darimana biaya pengobatan TBC?


Jawaban: dari KIS

10. Bagaimana pengetahuan tentang TBC?


Jawaban: pasien mengatakan sering dilakukan penyuluhan oleh kader dan mahasiswa
yang datang ke tempatnya.

11. Apakah pasien dan keluarga sering menggunakan APD?


Jawaban: pasien maupun keluarga tidak pernah menggunakan APD seperti masker
karena sumpek

E. Dokumentasi

46
LEMBAR KUESIONER WAWANCARA
PADA PENDERITA TBC

A. Identitas
Nama : Tn. K
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Jamur, Trangsan

B. Riwayat Penyakit:
1. Riwayat menderita TBC:
Pasien TBC sejak 3 tahun yang lalu, awal mulanya batuk selama 1 bulan disertai darah
kemudian diperiksa dahak dan positif TBC. Rumah pasien dihuni oleh 4 keluarga dan
terdapat banyak anak kecil. Menantu pasien saat ini batuk-batuk dan muntah darah,
sekali muntah 1 gelas namun setelah diperiksakan dahaknya ke Puskesmas hasilnya
negative TBC. Anak pasien tertular TBC pasien 3 tahun yang lalu selama 1 tahun
47
pengobatan dan sekarang sudah sembuh.

2. Riwayat penyakit lain:


Batu empedu, DM

C. Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana kepatuhan meminum obat?
Jawaban: minum obat 3x pagi, siang, malam. Pasien ingat sendiri, teratur, kadang
diingatkan istri. Pagi jam 08.00, siang jam 12.00, sore jam setelah maghrib.

2. Obat yang diminum habis berapa bulan?


Jawaban: saat ini obatnya masih

3. Apakah obat diminum setiap hari?


Jawaban: pasien setiap hari minum teratur

4. Siapakah yang ditunjuk sebagai PMO?


Jawaban: istri pasien

5. Apakah minum obat selalu didepan PMO?


Jawaban: pasien ketika minum obat diambilkan oleh istri, kemudian langsung
diminum didepan istrinya

6. Dimana bapak/ibu membuang dahak?


Jawaban: dahak dibuang disembarang tempat, terkadang saat didalam rumah hanya
dibuang di plastic kemudian dibuang di tempat sampah

7. Bapak/ibu sudah kontrol berapa kali?


Jawaban: pasien kontrol sebulan sekali sesuai jadwal

8. Bagaimana kepedulian keluarga terhadap penderita?


Jawaban: keluarga selalu mengingatkan pasien untuk tidak merokok, namun pasien
tidak mendengarkannya. Pasien merokok sehari 1 bungkus. Keluarga juga
mengingatkan pasien untuk kontrol dan minum obat.

9. Darimana biaya pengobatan TBC?


Jawaban: ditanggung BPJS

48
10. Bagaimana pengetahuan tentang TBC?
Jawaban: keluarga mengatakan hanya tahu TBC adalah penyakit yang menular dan
harus minum obat. Tetapi pasien maupun keluarga tidak memakai masker.

D. Dokumentasi

LEMBAR WAWANCARA KADER AISYAH

A. Daftar Pertanyaan
1. Berapa kali dilakukan kunjungan rumah?

Jawaban: jika terdapat keluhan dari masyarakat saja dan ada koordinator dari kabupaten
jika sudah ditemukan 25-30 penderita batuk. Biasanya ditemukan TBC positif yang dari
rumah sakit karena lengkap dengan foto rontgen
49
2. Apakah yang dilakukan kader pada penderita TBC?

Jawaban: dahak dibawa ke puskesmas kemudian ditindaklanjuti oleh puskesmas

3. Apa saja program kerja kader terhadap penanggulangan TBC?

Jawaban: mengunjungi rumah satu persatu untuk menemukan suspect TBC. Satu bulan
ditarget 1 kader menemukan 50 suspect TBC, namun hanya menemukan 3-5 saja.

4. Apakah dilakukan pemeriksaan berkala TBC?

Jawaban: tidak tentu dilakukan pemeriksaan TBC, hanya jika ada koordinator dari
kabupaten atau puskesmas saja

5. Bagaimana sikap tetangga pada penderita TBC?

Jawaban: respon tetangga baik dan peduli, tidak ada masyarakat yang mengucilkan

6. Apakah selalu memberikan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai TBC?

Jawaban: Diberikan penyuluhan di posyandu-posyandu, PKK, prolanis, dll. Namun tidak


rutin, hanya pada pertemuan kader atau PKK saja

7. Bagaimana cara pencegahan agar tidak tertular ke masyarakat lain?

Jawaban:hanya dilakukan penyuluhan ke posyandu-posyandu, PKK, prolanis, dll saja.


Dan diberitahu bahwa pengobatan TBC di Puskesmas gratis

8. Apa saja kendala dalam program kerja kader?

Jawaban: ketika sudah memberikan wadah sputum tidak ada yang kembali wadahnya.
Pasien yang batuk tidak bisa mengeluarkan dahaknya, padahal sudah melakukan
berbagai cara. Ada juga masyarakat yang jijik dengan dahaknya sendiri sehingga tidak
mau meletakkan dahaknya di wadah. Selain itu kami mempunyai peran ganda dalam
menjalani program TBC ini, karena tidak hanya focus ke TBC saja

9. Berapa jumlah anggota kader?

Jawaban: untuk kader Aisyah ada 4 di 1 kecamatan, namun yang aktif sekarang hanya 2

10. Apakah ada anggaran untuk program TBC?

50
Jawaban: Yang paling banyak menemukan suspect TBC diberikan hadiah dari
kabupaten. Kemudian jika menemukan 1 suspect mendapatkan 15rb, 1 positif TBC
mendapat 50rb. Namun jika uang bensin tidak ada

11. Apakah ada penderita yang mengadu ketika putus obat?

Jawaban: ketika ada warga yang putus obat lapornya langsung ke Puskesmas, tidak
melalui kader. Namun jikalau ada, pasti sudah diminta mengulangi pengobatan dari
awal. Karena diwajibkan untuk rutin setiap hari minum obat

12. Bagaimana penggunaan APD?

Jawaban: APD masker hanya diberikan dari Kabupaten kepada kader saja. Untuk
penderita dan masyarakat tidak diberikan

13. Apakah dari kabupaten atau puskesmas selalu memberikan pelatihan atau penyuluhan
rutin kepada kader?

Jawaban: tidak rutin. Kalau pelatihan dari Kabupaten setahun sekali. Tapi kalau
penyuluhan kadang 6 bulan, kadang 1 tahun

B. Dokumentasi

51

Anda mungkin juga menyukai