Anda di halaman 1dari 2

DIA TURUN, DIA NAIK

Kenaikan Yesus Kristus kesurga selalu menjadi kontroversi tak sederhana disepanjang masa.
Bahkan soal kebangkitan Nya pun selalu menjadi debat yang tak kunjung usai. Tak mudah
menalar apa yang terjadi, namun bukan berarti tak mungkin. Yesus Kristus bukanlah manusia
yang menjadi Tuhan, melainkan sebaliknya Tuhan yang menjadi manusia (Filipi 2:6-8).
Dengan sistimatik, Paulus sebagai rasul, mengurai realita panggilan atas orang percaya.
Kepada jemaat di Efesus, Paulus mengingatkan, betapa orang percaya telah menjadi orang
pilihan, bahkan sejak kekekalan (Efesus 1:3-14). Pilihan yang dikerjakan oleh Allah yang
kekal, atas dasar kasih Nya yang besar. Dalam merealisasikan rencana agung Nya, DIA telah
turun kebumi, menjadi sama dengan kita, sebagai manusia. Dan, dalam kemanusian itu, DIA
memilih untuk menjadi hamba, dan bukan jabatan raja. Sebuah pilihan yang mencengangkan.
Pilihan yang sangat bertentangan dengan gairah kemanusiaan.
Sampai disini saja, manusia tak mampu memahami apa yang disebut sebagai kasih Allah.
Mengapa hingga DIA melakukan hal yang sulit dinalar oleh manusia? Apalagi kematian
Yesus Kristus yang disebut Tuhan itu. Bagaimana Tuhan bisa mati? Semua bermuara pada
ketidaktahuan manusia yang utuh tentang DIA. DIA yang adalah manusia, tetapi juga Allah.
Namun Allah, yang mengosongkan diri Nya, yang membatasi diri Nya, dengan melepas
atribut ke Allahannya. Membuat diri terbatas, menjadi sangat manusiawi, namun juga tetap
Illahi. DIA mungkin mati, namun juga mungkin bangkit. Dan, itulah yang terjadi kemudian.
DIA telah ada didalam dunia dengan sejuta maha karya. Semua dilakukan Nya sebagai wujud
kasih Nya, yang berpuncak di kematian Nya. Adakah yang lebih hebat dari DIA? Jelas tidak.
Dan kehebatan Nya yang maha itu pula yang membuat manusia tak pernah tuntas mengenal
DIA.
Selalu ada kesalahpahaman disepanjang sejarah. Dan, semua ini bisa dimengerti. Namun
kesalahan bukan pada DIA yang maha, melainkan keterbatasan manusia. Paulus berungkali,
diberbagai kesempatan, menjelaskan kepada umat. Juga membantah para penyanggah, yang
seringkali tendensius terhadap kebenaran pemberitaan Yesus Kristus. IA yang telah turun, IA
juga yang telah naik, jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala
sesuatu (Efesus 4:19). Yesus Kristus yang telah turun itu telah direkam oleh sejarah. Lebih
dari cukup bahan tentang DIA, berbanding catatan orang sejaman Nya. Dan juga, terlalu
panjang perjalanan waktu yang menguji kebenaran tentang DIA. Selalu ada pembantah,
namun kebenaran Nya tak pernah melemah, apalagi sirna.
Yesus Kristus turun kedunia dengan menjadi manusia, artinya bukan sekedar cerita yang
melegenda. Paulus berbicara tentang fakta. Begitu juga dengan kenaikan Nya. Yesus Kristus
turun, bahkan kedunia paling bawah, dunia orang mati. Dan , DIA naik, bahkan ketempat
paling tinggi, surga mulia. Artinya, senyata DIA turun kedunia, tinggal bersama dengan
manusia, sebagai manusia yang seutuhnya. Maka senyata itulah kenaikan Nya, naik kesurga
dengan disaksikan belasan pasang mata.
Paulus mengingatkan umat akan sebuah kenyataan yang faktual, sekaligus peristiwa yang
supranatural. Tak mudah dinalar, namun mata tak dapat ditipu. Fakta yang terlihat, adalah
kebenaran yang aktual. Soal bagaimana menalar yang supranatural, ini menjadi berkah
tersendiri. Peristiwa ini berjalan ajek, tak melompat. Semua berada dalam alur kronologi
sejarah.
DIA yang telah naik itu, menjadi sumber pengharapan akan kehidupan dibalik
kesementaraan. Hidup bukan lagi tanpa kepastian tujuan. Hidup telah menjadi sebuah
keniscayaan akan harapan sempurna. Ya, sempurna surga, bukan sekedar cerita tentang
surga. Karena DIA yang turun itu, turun dari atas, telah naik kembali, naik keatas, ketempat
dari mana DIA datang. Bukan tempat yang asing, karena memang surga adalah tempat asal
Nya, di ke Illahian Nya, sebelum DIA mengosongkan diri Nya.
Kini, disini, diera ini, kita sebagai umat bergerak dalam kehidupan. Adakah kehidupan umat
dige

Anda mungkin juga menyukai