Anda di halaman 1dari 23

i

KEARIFAN LOKAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA

Penulis
Nama : Dyah Tri Sulistiani
NPM : 1913053104
P.S : PGSD

Mata Kuliah : Pendidikan Etika


Dosen Pengampu : Heru Prasetyo, S.Hum., M.Pd.

Jurusan Ilmu Pendidikan


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Bandar Lampung
21 Mei 2020
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga makalah tentang “Kearifan Lokal Dalam Masyarakat Indonesia” dapat
tersusun hingga selesai. Dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan
Etika. Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena ini saya sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Metro, 21 Mei 2020

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .................................................................................................iii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................5
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................5

II PEMBAHASAN .......................................................................................6

A. Pengertian Kearifan Lokal ...................................................................6


B. Faktor yang Memengaruhi Terbentuknya Kearifan Lokal ..................9
C. Tipe – Tipe Kearifan Lokal ..................................................................10
D. Ciri – ciri Kearifan Lokal .....................................................................11
E. Fungsi Kearifan Lokal .........................................................................11
F. Tata Aturan Masyarakat .......................................................................12
G. Contoh Nyata Kearifan Lokal ..............................................................13
H. Kearifan Lokal untuk Menanggulangi Global Warming .....................15
I. Kearifan Lokal Berdasarkan Fungsinya ...............................................16
J. Tantangan Kearifan Lokal ...................................................................17

III PENUTUP ................................................................................................22

A. Kesimpulan ..........................................................................................22
B. Saran ....................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................23


4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia.


Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan
lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat
antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang
melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia
mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu
demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap
orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan
merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam
menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat
diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan,
kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya
membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan
baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah
yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri
sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan.
Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia,
terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti
setempat dan wisdom sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain
maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-
nilai, pandangan-pandangan setempat (local) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota
masyarakatnya. Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius.
Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh
Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar
5

pengertian local genius ini (Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati


Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity,
identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut
mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan
kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito
(dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya
daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya
untuk bertahan sampai sekarang.
Kelompok kami membahas mengenai kearifan lokal di latar
belakangi oleh Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari beribu
pulau,budaya,suku bangsa, bahasa, adat istiadat serta terdiri dari beberapa
agama. oleh sebab itulah kami angkat judul ini mengingat agar kaum
muda penerus bangsa dapat mempertahankan kearifan lokal yang sudah
dari dulu ada seiring dengan perkembangan zaman dan globalisasi saat
ini. diharapkan agar anak muda di Indonesia tidak terlena dengan
perkembangan zaman yang serba praktis di dunai yang super canggih dan
sudah modern akibat berkembangnya dunia teknoligi dan informasi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?


2. Apa saja Tipe Kearifan lokal ?
3. Apa maanfaat kearifan lokal ?
4. Apa saja contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia?
5. Apa saja tantangan kearifan lokal?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kearifan lokal
2. Mengetahui tipe kearifan lokal
3. Mengetahui maanfaat kearifan lokal
4. Mengetahui contoh kearifan lokal yang ada di Indonesia
5. mengetahui tantangan kearifan lokal
6

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kearifan Lokal

Menurut bahasa, keafiran lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan dan
lokal. Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kearifan artinya
bijaksana, sedangkan local artinya setempat. Dengan demikian pengertian
kearifan lokal menurut tinjauan bahasa merupakan gagasan-gagasan atau
nilai-nilai setempat atau (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,
bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya di
tempat tersebut.
Kearifan lokal menurut UU No. 32/2009 tentang perlindungan dan
pengelolahan lingkungan hidup Bab: I Pasal I Butir 30 adalah: nilai-nilai
luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain
melindungi dan mengelolah lingkungan hidup secara lestari. Menurut
Ridwan, (2007), (dalam Christeward Alus : 2 ) Kearifan lokal sering
disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu objek, peristiwa, yang terjadi dalam ruangan tertentu.
Dimana wisdom dipahami sebagai kemampuan seorang dalam
menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai
hasil penilaian terhadap sesuatu objek, atau peristiwa yang terjadi.
Menurut Lelly Qodariah (2013 : 11) Kearifan lokal berasal dari dua kata
yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum maka local
wisdom (kearifan lokal) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan
setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,
yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Keberadaan
kearifan lokal ini bukan tanpa fungsi. Kearifan lokal sangat banyak
7

fungsinya. Seperti yang dituliskan Sartini (2006), bahwa fungsi kearifan


lokal adalah (1) konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2)
pengembangan sumber daya manusia; (3) pengembangan kebudayaan dan
ilmu pengetahuan; (4) petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan; (5)
bermakna sosial misal nya upacara integrasi komunal/kerabat; (6)
bermakna etika dan moral; (7) bermakna politik, misalnya upacara
ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.

Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan


bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai localgeniuskarena telah
teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan
lokal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke
dalam budaya asli,
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan,
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari


tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-
bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan
kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari
penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah
penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal
terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi
pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan
mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan
menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal
oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk
menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara
dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin
8

adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah


memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya
sebagai tradisi.
Menurut Muh. Aris Marfai kearifan lokal merupakan formulasi dari
keseluruhan bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan
serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam ekologis.
Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah
semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta
adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini
dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi
sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia,
alam maupun gaib.
Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal
adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam
menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh
berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan local
tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan
dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi
yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam
konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia
yang lebih jauh.
Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya
yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk
mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa
memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah
tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah
diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku
anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa
salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal.
9

Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal


adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam
mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu
sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu
dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu
muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-
ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat
lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan
mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara
itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu
dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari
karena telah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari
kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem
pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas
keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasi-
situasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba.

B. Faktor yang Memengaruhi Terbentuknya Kearifan Lokal

Menurut Karimatus Saidah (2020) dalam bukunya menyatakan bahwa


faktor yang memengaruhi terbentuknya kearifan lokal yaitu :

1. Kondisi Geografis

Kondisi geografis memengaruhi terbentuknya suatu kebudayaan


masyarakat. Pada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, rata –
rata memiliki kearifan lokal yang hampir mirip walaupun dari segi
penamaan berbeda. Misalnya, nilai – nilai rasa syukur terhadap
anugerah Tuhan agar terhindar ari bencana diwujudkan dengan
mengadakan kegiatan ritual menghanyutkkan sesajen atau hasil bumi
ke laut.
10

2. Nilai Religi
Nilai nilai religi juga memberikan pengaruh yang cukup besar
terhadap pembentukan kearifan lokal masyarakat. Nilai religi atau
kepercayaan masyarakat mampu membentuk sistem sosial, sistem
budaya, sehingga menjadi cara pandang kehidupan masyarakat
tersebut.
3. Keadaan Sosial
Keadaan sosial dimasyarakat merupakan ciri khas dari masyarakat
tertentu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Norma –
norma sosial yang disepakati dan ditaati bersama sebagai salah satu
cara untuk hidup berdampingan dalam masyarakat.

C. Tipe-Tipe Kearifan Lokal

Menurut Patta Rapanna (2018) kearifan lokal adalah persoalan identitas.


Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat
lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat
dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat ditelusuri:

1. Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus


berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim
dan bahan makanan pokok setempat. Contoh: Sasi laut di Maluku dan
beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan tujuan
agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga
2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk
pencegahan dan pengobatan.Contoh: Masing-masing daerah memiliki
tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda.
3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja
berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai
bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga
kerja.Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka
lahan pertanian, dll.
11

4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan


dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut.
Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di
Ambon, dll.
5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan
iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan
lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena
kebutuhan-kebutuhan di atas. Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga
berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan,
sistem produksi dan lain sebagainya

D. Ciri – ciri Kearifan Lokal

Menurut Dr. Patta Rapanna beberapa ciri dari kearifan lokal adalah :

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar


2. Memiliki kemampuan mengakomodasi budaya luar
3. Memiliki kemampuan mengendalikan
4. Mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke dalam
budaya asli
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya

E. Fungsi Kearifan Lokal

Menurut Sirtha (2003) sebagaimana dikutip oleh Sartini (2004)


menjelaskan bahwa bentuk bentuk kearifan lokal yang ada dalam
masyarakat dapat berupa: nilai, norma, kepercayaan, dan aturan – aturan
khusus. Bentuk yang bermacam – macam pula. Fungsi tersebut antara
lain :
12

1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya


alam.
2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengebangkan sumber daya manusia.
3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaa, sastra dan pantangan.

F. Tata Aturan Masyarakat

Dibeberapa daerah Indonesia, terdapat tata aturan tidak tertulis dan


menjadi acuan masyarakat dalam mengambil keputusan yang terkait
dengan hajat hidup orang banyak. Tradisi yang diikuti turun temurun, dan
ditaati oleh anggota masyarakat menjadi tradisi yang di lanjutkan pada
generasi selanjutnya. Apabila dalam bentuknya, dapat dikemukakan
bahwa kearifan lokal berupa tata aturan di masyarakat sebagaimana
dikutip oleh Asep Mahpudz (2020)

1. Hubungan atar manusia. Terdapat aturan tentang interaksi antar


individu dengan individu atau individu dengan kelompok. Terdapat
tata urutan pemerintahan di kelompok masyarakat, adat orang yang
dianggap pemimpin, adat perkawinan, adat dan tata karma
pergaulan di masyarakat (Thamrin, 2013)
2. Hubungan manusia dengan alam, hewan dan tumbuhan. Terdapat
tata aturan berupa nilai – nilai kearifan lokal di kelompok
masyarakat di Indonesia berkaitan dengan alam, hewan dan
tumbuhan untuk konservasi dan pelestarian alam, hewan dan
tumbuhan (Hidayati, 2016; Maryani dan Yani, 2016)
3. Hubungan manusia dengan hal ghaib, terdapat nilai – nilai kearifan
lokal pada masyarakat di Indonesia yang mengatur hubungan
dengan alam ghaib, misalnya dengan ritual tertentu untuk
kesehatan, kehidupan, kelahiran, kematian dan sebagainya.
13

G. Contoh-contoh nyata Kearifan Lokal di dalam sebuah masyarakat


1. Desa Panglipuran
Desa Panglipuran merupakan desa yang ada di Bangle, Bali,
Panglipuran adalah salah satu desa tua di Bali.
Keberadaan desa ini sudah ada sejak abad ke – 18. Di desa
Panglipuran, ada akulturasi masyarakat Bali Aga dengann Bali
Majapahit. Desa ini terbentuk dari gabungan Desa Bayung Gede
(Komunitas Bali Aga) dan kerajaan Bangli (komunitas Bali
Majapahit). Keunikan dari masyarakat desa Panglipuran adalah adanya
keseragaman pada bagian depan rumah dari ujung utama desa sampai
bagian hilir desa.
Keunikan lain adalah adanya lorong dari satu rumah ke rumah lain
yang saling berhubungan sebagai tanda keharmonisan kehidupan
masyarakat.
2. Desa Sade Lombok
Desa ini berasa di Rembitan, Kecamatan Puju, Lombok Tengah.
Ketika mendatangi desa ini, wisatawan akan menemui rumah – rumah
warga asli Lombok yang merupakan suku Sasak.
Rumah – rumah di desa Sade Lombok berupa rumah yang berdinding
ayaman kayu dan beratap alang – alang kering.
Keunikan lain dari tempat ini adalah setiap beberapa waktu sekali,
lantainya dilumuri dengan kotoran kerbau.
Di Desa Sade juga terdapat perkawinan dimana ketika akan menikah
pasangan harus diculik terlebih dahulu.
Warga Desa Sade ini masih sangat menjaga tradisi mereka.
3. Desa Wae Rebo
Keunikan desa ini adalah terdapatnya 7 rumah adat yang memiliki
bentuk kerucut. Dari sisi pariwisata, Desa Wae Rebo sudah terkelola
dengan baik. Rumah adat tersebut sudah bertahan selama 19 generasi
yang disebut Mbaru Niang.
Bangunan rumah adat ini terbuar dari kayu dengan atap ilalang yang
dianyam. Bentuk Mbaru Niang mengerucut ke atas, arsitektur masih
14

tradisional dan sangat unik.


4. Desa Baduy
Desa Baduy atau Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak, Banten adalah desa yang masih sangat menjaga tradisi. Ada 65
kampung di Desa Kanekes yang terbagi menjadi Baduy dalam dan
Baduy Luar. Baduy dalam terbagi dari 3 kampung yaitu Cikartawana,
Cibeo, dan Cikeusik.
Saat berkunjung ke Desa Baduy, wisatawan bisa menikmati keindahan
alam dan kearifan lokal yang ada.
Di Baduy dalam, terdapat beberapa peraturan, yakni halaman tak boleh
dilewati, tidak boleh ambil foto dan video, dan selama bulan Kawalu
tertutup selama 3 bulan, jadi pengunjung tidak boleh masuk ke Baduy
dalam saat bulan Februari hingga Apri. Desa Baduy dalam juga
melarang para turis asing untuk masuk ke dalam.
5. Desa Trunyan
Jika umumnya masyarakat Bali memperlakukan jenazah dengan cara
dibakar, maka warga Desa Trunyan, Bali tak melakukannya.
Trunyan adalah salah satu desa yang terletak di pinggir Danau Batur,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Di Desa ini, jenasah tidak dikubur atau pun dibakar.
Tradisi unik yang mereka lakukan sejaak turun temurun adalah
membaringkan janasah di atas tanah yang disebut semaa wayah.
Jenazah dibiarkan membusuk di permukaan tanah daangkal berbentuk
cekungan panjang.
6. Kampung pitu
Kampung Pitu Nglanggeran, Gunungkidul, Yogyakarta, tergolong unik
karena kampung ini hanya terdapat 7 kepala keluarga. Inilah yang
membuat kampung ini berjuluk Kampung Pitu. Mereka memiliki
kepercayaan bahwa setiap lebih dari 7 kepala keluarga, akan terjadi
bencana atau peristia yang mengakibatkan jumlah KK kembali ke
angka 7.
15

H. Kearifan Lokal Yang Mampu Untuk Menanggulangi Global


Warming
1. Sistem Sasi
Meski memanfaatkan kekayaan laut, masyarakat Maluku dan Papua
tidak serakah dalam mengambil hasil laut kerena mereka memiliki
sistem Sasi. Sistem Sasi adalah pengaturan waktu bagi penduduk
setempat untuk mengambil hasil laut di wilayah adatnya. Penduduk
hanya boleh menangkap ikan pada saat-saat tertentu. Dengan
demikian, flora dan fauna laut bisa memperbaharui diri dan
berkembang biak dengan baik.
2. Ilmu Tiga Hutan
Bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus dirawat sebaik-
baiknya. Suku Sakai membagi wilayah hutan mereka menjadi tiga
bagian yaitu hutan adat, hutan larangan, dan hutan perladangan. Di
hutan adat, penduduk hanya boleh mengambil rotan, damar, dan madu
lebah, tanpa menebang pohonnya. Sedangkan hutan larangan sama
sekali tidak boleh diusik. Sementara hutan perladangan boleh ditebang
untuk dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh ditebang,
misalnya pohon sialang yang menjadi tempat bersarangnya lebah
madu.
Penduduk yang melanggar aturan akan dihukum, misalnya didenda
atau diusir dari wilayahnya. Hukuman berlaku untuk semua orang,
bahkan bathin atau kepala suku yang tertangkap melanggar aturan akan
dicopot kedudukannya.
3. Ilmu Pamali
Pamali dalam bahasa Sunda berati tabu alias tidak boleh. Aturan ini
tidak tertulis tapi sangat dipatuhi oleh masyarakat Kampung Naga di
Tasikmalaya. Penduduk Kampung Naga percaya jika melanggar adat
hidupnya tidak bakal selamat. Peraturan tersebut di antaranya tidak
boleh mengusik Leuweng Larangan atau Hutan Larangan. Karenanya,
penduduk membiarkan pohon tumbang di hutan sampai membusuk.
16

Mereka juga tidak berani menangkap binatang di hutan. Ilmu Pamali


membuat hutan mereka tetap lestari.

4. Ilmu Perladangan Gilir Bali


Suku Dayak Bantian di Kalimantan Timur menanam padi, sayuran,
rotan, dan buah-buahan di hutan. Mereka menggunakan sistem
perladangan gilir balik. Mereka membuka hutan untuk dijadikan
ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari ladang baru dan
membiarkan ladang lama menjadi hutan kembali. Begitu seterusnya
dan tidak semua hutan boleh dijadikan ladang.
Ada pula wilayah hutan yang hanya boleh diambil hasilnya. Buah-
buahan hutan yang tidak termakan oleh penduduk, dibiarkan di hutan
agar dimakan oleh satwa liar.
5. Ilmu Pikukuh
Pikukuh bagi masyarakat Baduy di Banten adalah aturan yang harus
ditaati oleh warganya dan oleh pengunjung yang datang. Aturan itu
antara lain, dalam pertanian dilarang menggunakan teknologi kimia
seperti pupuk buatan dan racun pemberantas hama. Penduduk juga
dilarang menubai atau meracuni ikan di sungai, mandi memakai sabun,
gosok gigi dengan pasta gigi, membuang kotoran di sembarang tempat,
dan lain sebagainya. Pikukuh membuat masyarakat Baduy hidup
berdampingan dengan alam. Mereka tidak mau mencemari alam dan
berusaha menjaga kebersihan serta kemurnian alamnya.
I. Kearifan Lokal Berdasarkan Fungsinya diberbagai Daerah

Kearifan lokal di Nusantara yang terkait dengan pemanfaatan alam yang


pantas digali lebih lanjut makna dan fungsinya serta kondisinya sekarang
dan yang akan datang. Kearifan lokal terdapat di beberapa daerah:

1. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako (alam adalah aku)


Gunung Erstberg dan Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah
dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka
pemanfaatan sumber daya alam secara hati-hati.
17

2. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan ce/ako kumali.


Kelestarian Iingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata
nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak.
3. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana lulen. kawasan
hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah
diatur dan dilindungi oleh aturan adat.
4. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat.
Masyarakat ini mengembangkan kearifan Iingkungan dalam pola
penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan
memanfaatkannya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan
menetapkan masa hera, dan mereka mengenal tabu sehingga
penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan
ramah lingkungan.
5. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa
Barat.
Mereka mengenal upacara tradisional, mitos, tabu, sehingga
pemanfaatan hutan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali
atas ijin sesepuh adat.
6. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awig~awig.
Kerifan lokal merupakan suatu gagasan konseptual yang hidup dalam
masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus...inenerus dalam
kesadaranmasyarakat, berfungsi dalam mengatur kehidupan
masyarakat yang sifatnya berkaitan dengan sakral sampai yang profane

J. Tantangan Kearifan Lokal


1. Jumlah Penduduk
Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mempengaruhi kebutuhan
pangan dan berbagai produksi lainnya untuk mencukupi kebutuhan
manusia. Robert Malthus menyatakan bahwa penduduk yang banyak
merupakan penyebab kemiskinan, hal ini terjadi karena laju
pertumbuhan penduduk yang mengikuti deret ukur tidak akan pernah
terkejar oleh pertambahan makanan dan pakaian yang hanya mengikuti
deret hitung (Soerjani dkk, 1997:99). Adanya kebutuhan pangan yang
18

tinggi menuntut orang untuk meningkatklan produksinya guna


mencukupi kebutuhan tersebut, sehingga melakukan modernisasi
pertanian dengan melakukan revolusi hijau. Dalam Revolusi hijau
dikembangkan penggunaan bibit unggul, pemupukan kimia,
pengendalian hama penyakit dengan obat-obatan, pembangunan
saluran irigasi secara besar-besaran untuk pengairan dan penggunaan
teknologi pertanian dengan traktor untuk mempercepat pekerjaan.
Sebagai akibat pelaksanaan revolusi hijau yang menekankan pada
tanaman padi secara monokultur dengan bibit unggul maka akan
mempengaruhi kehidupan petani lokal dalam menggunakan bibit lokal
yang sebenarnya mempunyai ketahanan terhadap hama dan penyakit,
pupuk kandang dan pupuk organik yang digantikan dengan pupuk
kimia, penggunaan hewan untuk membajak yang digantikan traktor,
penggunaan obat-obatan dari tanaman untuk pertanian dengan obat-
obatan kimia. Melalui program pemerintah ini, petani nampak hanya
sebagai obyek, mereka tunduk patuh pada kehendak penguasa
sehingga hak petani untuk mengekspresikan sikap dan kehendaknya
terabaikan.

2. Teknologi Modern dan Budaya


Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang cepat
menyebabkan kebudayaan berubah dengan cepat pula. Selanjutnya Su
Ritohardoyo (2006:42) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi
pada masyarakat yang kebudayaannya sudah maju atau kompleks,
biasanya terwujud dalam proses penemuan (discovery), penciptaan
baru (invention), dan melalui proses difusi (persebaran unsur-unsur
kebudayaan). Perkembangan yang terwujud karena adanya inovasi
(discovery maupun invention) dan difusi inovasi mempercepat proses
teknologi, industrialisasi dan urbanisasi. Ketiga komponen tersebut
secara bersama menghasilkan proses modernisasi dalam suatu
masyarakat yang bersangkutan. Teknologi modern secara disadari atau
tidak oleh masyarakat, sebenarnya menciptakan keinginan dan
19

harapan-harapan baru dan memberikan cara yang memungkinkan


adanya peningkatan kesejahteraan manusia.
Melihat kenyataan tersebut maka mudah dipahami mengapa cita-cita
tentang teknologi lokal cenderung diabaikan, karena kebanyakan orang
beranggapan bahwa teknologi modern selalu memiliki tingkat
percepatan yang jauh lebih dinamis. Menurut Budisusilo dalam Francis
Wahono(2005:217) teknologi lokal sebagai penguatan kehidupan
manusia sesungguhnya memiliki percepatan yang cukup dinamis,
misalnya dalam menciptakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan
dasar. Selain menggusur pengetahuan dan teknologi lokal teknologi
modern dan seluruh sistem kelembagaannya juga mempunyai potensi
“perusakan seperti pembagian hasil yang timpang, pencemaran
lingkungan alam dan perusakan sistem nilai sosial-budaya masyarakat.
Banyak media informasi dan komunikasi dengan gencarnya
menawarkan produk berikut gaya hidup, gaya konsumsi, dan berbagai
sarana hidup yang dianggap sebagai tolok ukur kemajuan dan
kebahagiaan yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Budisusilo
dalam Francis Wahono (2005:218) menjelaskan sebagai akibat
perkembangan teknologi produksi yang pesat, baik pada sektor
pertanian (bioteknologi dan mekanisasi), sektor industri (manufaktur
dan eksplorasi alam), maupun sektor jasa (transportasi, medis,
laboratoris, komunikasi dan informasi), masyarakat pun menjadi
terbiasa menikmati produk barang dan jasa yang bersifat massif
dengan efisiensi teknis, kualitas dan jenis yang sama pada semua
belahan bumi. Di samping itu ketersediaan akses pada jaringan
pemasaran seperti : hypermarket, supermarket, minimarket bahkan
traditional market yang ditopang oleh fasilitas/alat bayar yang mudah
dan cepat seperti telemarket, cybermarket telah merubah budaya dan
kebiasaan baru sejumlah kalangan masyarakat. Pada gilirannya
teknologi modern menjadi “standard produksi bagi pasar dunia” yang
mengabaikan kemampuan penguasaan teknologi/pengetahuan
keanekaragaman sumberdaya lokal.
20

Percepatan integrasi tersebut telah seperti meningkatnya jumlah


pengangguran, kemiskinan, marginalisasi nilai kemanusiaan, krisis
lingkungan, kerusakan dan konflik sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Modal Besar
Eksploitasi terhadap sumberdaya alam dan lingkungan sekarang ini
telah sampai pada titik kritis, yang menimbulkan berbagai masalah
lingkungan dan masyarakat. Di samping masalah lingkungan yang
terjadi di wilayah-wilayah dimana dilakukan eksploitasi sumberdaya
alam, sebenarnya terdapat masalah kemanusiaan, yaitu tersingkirnya
masyarakat asli (indigenous people) yang tinggal di dalam dan sekitar
wilayah eksploitasi baik eksploitasi sumberdaya hutan, sumberdaya
laut, maupun hasil tambang. Mereka yang telah turun temurun tinggal
dan menggantungkan kehidupannya pada hutan maupun laut, sekarang
seiring dengan masuknya modal besar baik secara legal maupun illegal
yang telah mngeksploitasi sumberdaya alam, maka kedaulatan dan
akses mereka terhadap sumberdaya tersebut terampas.
Fenomena tersebut tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah
dalam pengelolaan sumberdaya alam selama ini yang lebih
menitikberatkan kepada upaya perolehan devisa Negara melalui
eksploitasi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis. Besarnya
keuntungan yang bias diraih diikuti dengan meningkatnya devisa dan
daya serap tenaga kerja pada sektor yang bersangkutan, semakin
menguatnya legitimasi beroperasinya modal besar di sektor tersebut.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kekayaan sumberdaya alam dan
hayati yang dimiliki dapat diekstraksi untuk mendapatkan surplus.
Namun demikian di lain pihak, keberhasilan perolehan devisa tersebut
harus dibayar mahal dengan rusaknya ekosistem daerah yang
bersangkutan dan akan berakibat pada terganggunya ekosistem global.
Selanjutnya secara sosial budaya, terjadi konflik kepentingan antara
tatanan budaya lokal dan budaya modern yang melekat pada
industrialisasi dari sumberdaya alam yang dieksploitasi. Menurut
21

Rimbo Gunawan dkk, (1998:v) persoalan tersebut di satu pihak, yaitu


modernisasi melihat bahwa tatanan budaya lokal merupakan hambatan
yang harus “dihilangkan” atau “diganti” agar proses pembangunan
tidak mendapat gangguan serius dari komunitas lokal, sementara itu
masyarakat lokal memandang industrialisasi dari hasil sumberdaya
alam yang dieksploitasi sebagai ancaman bagi hak-hak adat mereka
terhadap lingkungannya Kejadian-kejadian tersebut khususnya pada
sumberdaya hutan diperparah dengan banyaknya pengusaha illegal
yang hanya mementingkan keuntungan tanpa mempertimbangkan
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, yang juga wujud dari
keserakahan.

4. Kemiskinan dan Kesenjangan


Kemiskinan dan kesenjangan merupakan salah satu masalah yang
paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Masalah sosial
yang bersumber dari kemiskinan dan kesenjangan atau kesulitan dalam
pemenuhan kebutuhan pokok, sering kali tidak berdiri sendiri tetapi
saling berkaitan dengan faktor lain. Kemiskinan bukan saja menjadi
masalah di Indonesia, tetapi juga di banyak Negara berkembang.
Kemiskinan juga mempengaruhi orang bertindak untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, meskipun tindakan tersebut kadang bertentangan
dengan aturan atau norma-norma yang sudah ada atau pun berkaitan
dengan kerusakan lingkungan.
22

BAB III
KESIMPULAN

A. Simpulan

Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur


dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan
pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta
meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan
tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-
nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat.

 Fungsi kearifan lokal antara lain yaitu Sebagai penanda identitas sebuah
komunitas; Elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga, lintas agama dan
kepercayaan; Kearifan lokal tidak bersifat memaksa atau dari atas (top
down); Kearifan lokal memberikan warna kebersamaan bagi sebuah
komunitas; Local wisdom akan mengubah pola pikir dan hubungan timbal
balik individu dan kelompok dengan meletakkannya di atas common
ground/ kebudayaan yang dimiliki; Kearifan lokal dapat berfungsi
mendorong terbangunnya kebersamaan

Tantangan kearifan lokal saat ini antara lain Jumlah penduduk yang tinggi;
Teknologi modern dan budaya barat; Modal dan eksploitasi besar-besaran.

B. Saran
Dari adanya beberapa kearifan lokal di Indonesia sebaiknya kita saling
menjaga dan melestarikan kearifan yang sudah ada sehingga tidak punah.
Selain itu kita dapat menggunakan kearifan lokal tersebut sebagai
keunikan tersendiri dari setiap perbedaan yang ada.
23

DAFTAR PUSTAKA

Aris Marfai, Muhammad. 2019. Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta. Halaman 35

Saidah, Karimatus. 2020. Nilai – Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Indonesia dan
Implementasinya. LPPM Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng.
Banyuwangi. Halaman 7-10

Patta, Rapanna. 2018. Menembus Badai Ekonomi dalam Perspektif Kearifan Lokal. CV
SAH MEDIA. Makassar. Halaman 113

Sahban, Amsal. 2018. Kolaborasi Pembangunan Ekonomi di Negara Berkembang. CV SAH


MEDIA. Makassar. Halaman 12

Mahpudz, Asep. 2020. Kearifan Lokal Bumi Indonesia. CV Budi Utama. Yogyakarta.
Halaman 23-25

Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Universitas
Gadjah Mada. Halaman 113

Qodariah, Lelly. 2013. Nilai – Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Kampung Naga
sebagai Alternatif Sumber Belajar. Universitas Muhammadiyah. Halaman 11

Alus, Cristeward. 2014. Peran Adat Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Suhu di
Kabupaten Halmahera. Acta Diurna. Halaman 2

Burhainy Faizal, Elly. 2003. 5 Kearifan Lokal di Indonesia Ini Bantu Kurangi Efek Global
Warming. https://www.idntimes.com/life/inspiration/shandy-pradana/5-
kearifan-lokal-ini-bantu-kurangi-efek-global-warming-c1c2 Diakses pada
tanggal 21 Mei 2020 pukul 10.00

Kompas.com. 2019. 6 Desa dengan Kearifan Lokal di Indonesia. https://travel


.kompas.com/read/2019/08/03/154944227/6-Desa-dengan-kearifan-lokal-
di-indonesia?page=4 Diakses pada 21 Mei 2020 Pukul 10.30

Anda mungkin juga menyukai