Anda di halaman 1dari 13

NAMA: Ivenia Harindah

NIM: 1801166

KELAS: C

MK: Sosiologi

Pegertian sosiologi berasal dari bahasa yunani yaitu kata socius dan logos, di mana
socius memiliki arti kawan / teman dan logos berarti kata atau berbicara. Sosiologi
merupakan ilmu tentang masyarakat, atau ilmu yang mempelajari kehidupan masyarakat
dan suatu kelompok. Sosiologi juga merupakan dasar dari ilmu pengetahuan yang
membimbing seseorang untuk berlaku adil dan mengetahui hukum dengan sebaik-
baiknya.

Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fakta
sosial. Fakta sosial merupakan cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang
berada di luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya.
Untuk memahami konsep fakta sosial ini, Durkheim menyajikan contoh misalnya
pendidikan anak. Sejak bayi anak diwajibkan untuk makan, minum, tidur pada waktu-
waktu tertentu; diwajibkan taat, dan menjaga kebersihan serta ketenangan; diharuskan
tenggang rasa terhadap orang lain, menghormati adat dan kebiasaan.

Batasan Sosiologi dari Emile Durkheim, Max Weber, dan Peter L. Berger

 Emile Durkheim dalam bukunya Rules of Sociological Method (1965),


mengidentifikasi sosiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari apa yang
dinamakan fakta sosial, yang berisikan cara bertindak, berpikir dan berperasaan
yang berada di luar individu yang mempunyai kekuatan memaksa yang
mengendalikannya. Lebih lanjut Durkheim menjelaskan bahwa fakta sosial
merupakan setiap cara bertindak, yang telah baku ataupun tidak, yang dapat
melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu. Fakta sosial dapat
dicontohkan seperti; hukum, moral, kepercayaan, adat-istiadat, tata cara
berpakaian, dan kaidah ekonomi. Fakta sosial seperti inilah yang menurut
Durkheim menjadi pokok perhatian dari sosiologi. Lebih jelasnya mengenai
konsep fakta sosial tersebut, Durkheim menyajikan sejumlah contoh, salah satu
diantaranya adalah pendidikan anak; sejak bayi seorang anak diwajibkan makan,
minum, tidur pada waktu tertentu; diwajibkan taat, dan menjaga kebersihan serta
ketenangan, dan lain sebagainya.
 Max Weber dalam kajiannya mengenai konsep dasar sosiologi menjelaskan
bahwa sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial. Hal ini
dikarenakan tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan
sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut sebagai tindakan sosial apabila
tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.
Lebih jelas pendapat Weber ini dapat dicontohkan dengan menulis puisi untuk
menghibur diri sendiri tidak dapat dianggap sebagai tindakan sosial, tetapi ketika
puisi tersebut diberikan kepada seorang kekasih maka hal tersebut baru bisa
dikatakan sebagai tindakan sosial.
Suatu tindakan menurut Weber adalah perilaku manusia yang mempunyai
makna subjektif bagi pelakunya. Oleh karena sosiologi bertujuan memahami
mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap
tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang
hendak melakukan penafsiran bermakna, harus dapat membayangkan dirinya di
tempat pelaku untuk dapat menghayati pengalamannya. Hanya dengan
menempatkan diri di pemukiman kumuh atau di kawanan pencopetlah seorang
ahli sosiologi dapat memahami makna subjektif tindakan sosial mereka,
memahami mengapa tindakan sosial tersebut dilakukan serta dampak dari
tindakan tersebut.
 Peter L. Berger mengungkapkan bahwa pemikiran sosiologis berkembang
manakala masyarakat menghadapi ancaman terhadap hal yang selama ini
dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, dan
nyata. Manakala hal yang selama ini menjadi pegangan manusia mengalami
krisis, maka mulailah orang melakukan renungan sosiologis. Lebih lanjut Berger
mengajukan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi, seperti; sebagai
seseorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain,
melakukan sesuatu untuk orang lain, atau seorang teorikus dibidang pekerja
sosial, sebagai seseorang yang melakukan reformasi sosial, dan lain sebagainya.
Berger mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut oleh orang tersebut
tidak tepat, keliru dan bahkan menyesatkan. Menurut Berger, seorang ahli
sosiologi bertujuan memahami masyarakat, Tujuannya bersifat teoritis, yaitu
hanya memahami semata-mata. Lebih lanjut Berger mengatakan bahwa daya
tarik sosiologi terletak pada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologis
memungkinkan kita untuk memperoleh gambaran lain mengenai dunia yang
telah kita tempati sepanjang hidup kita.

Konsep lain yang disoroti Berger adalah konsep ‘masalah sosiologis’. Menurut
Berger suatu masalah sosiologi tidak sama dengan suatu masalah sosial. Masalah
sosiologi menurut Berger menyangkut pemahaman terhadap interaksi sosial.

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan

Seperti ilmu sosial lainnya, objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari
sudut hubungan antarmanusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia di dalam
masyarakat. Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syaraka yang artinya ikut
serta atau berpartisipasi. Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society yang
pengertiannya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial dan rasa kebersamaan.
Menurut Ralp Linton masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup
dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas. Menurut Paul B Horton masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang
mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan
sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.

Ciri-Ciri Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto ciri-ciri masyarakat pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.


2. Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama sehingga menciptakan
sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar
manusia.
3. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
4. Merupakan suatu sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan.

Marion Levy menyatakan bahwa ada empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu
kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu:

1. Kemampuan bertahan yang melebihi masa hidup seorang anggotanya.


2. Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
3. Adanya sistem tindakan bersama yang bersifat swasembada.
4. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama secara bersama-sama.
5. (Talcott Parson) Melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya.

Metode Sosiologi

Untuk mempelajari objeknya yaitu masyarakat, sosiologi mempunyai cara kerja


atau motode seperti ilmu-ilmu pengetahuan lain. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu
pengetahuan bukanlah ilmu. Soerjono Soekanto mengemukakan pada dasarnya terdapat
dua jenis metode atau teknik yang dipergunakan dalam sosiologi, yaitu :

Metode Kualitatif

Mengutamakan bahan atau hasil pengamatan yang sukar diukur dengan angka-angka
atau ukuran-ukuran yang matematis. Contoh penelitian tentang persepsi (pendapat)
masyarakat terhadap suatu program.

Metode Kuantitatif

Mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka sehingga gejala-gejala yang


diteliti dapat diukur dengan menggunakan skala, indeks, tabel, dan formula yang
semuanya menggunakan ilmu pasti atau matematika.

Selain kedua metode tersebut, terdapat metode lainnya dalam sosiologi yaitu metode
induktif dan metode deduktif.
1. Metode induktif yaitu metode yang mempelajari suatu gejala yang khusus untuk
mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku umum.

2. Metode deduktif yaitu metode yang dimulai dengan kaidah-kaidah yang berlaku
umum untuk kemudian dipelajari dalam keadaan yang khusus.

Sosiologi dengan ilmu sosial lainnya

1. Sosiologi dan Sejarah

Merupakan dua ilmu sosial yang sama-sama mengkaji kejadian dan hubungan yang
dialami manusia. Sejarah lebih difokuskan pada peristiwa yang terjadi pada masa
lampau, juga ingin menemukan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa dan sejarah
menaruh perhatian khusus pada sifat-sifat unik dari peristiwa-peristiwa sejarah
sedangkan sosiologi hanya mengamati peristiwa-peristiwa yang merupakan proses
sosial yang muncul dari hubungan antar manusia dalam situasi dan kondisi yang
berbeda-beda.

Artinya, sejarah menyoroti perbedaan-perbedaan yang terjadi pada peristiwa-peristiwa


yang sama, sedangkan sosiologi menyoroti persamaan-persamaan yang ada dari
peristiwa yang berbeda.

2. Sosiologi dan Ekonomi

Ekonomi merupakan ilmu yang menyelidiki semua fenomena yang berhubungan


dengan usaha-produksi-konsumsi dan distribusi sumber daya.

Contohnya : ekonomi berusaha memecahkan masalah yang timbul karena tidak


seimbangnya persediaan pangan dengan jumlah penduduk dengan cara menaikkan
produksi bahan pangan.

Sosiologi berusaha melihat permasalahan ini dengan melibatkan unsur-unsur dalam


masyarakat misalnya petani

3. Sosiologi dan Politik


Politik meneliti tentang pemerintah dan menjelaskan kompleksitas- pemerintahan antara
lain mempelajari tentang upaya untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan usaha untuk
memperoleh kekuasaan-penggunaan kekuasaan. Sosiologi memusatkan perhatiannya
pada segi-segi masyarakat yang bersifat umum untuk memperoleh kekuasaan
digambarkan oleh sosiologi sebagai salah satu bentuk persaingan atau konflik.

4. Sosiologi dan Antropologi

Antropologi memusatkan perhatiannya pada masyarakat tradisional yang masih


sederhana kebudayaannya, sedangkan sosiologi mengamati masyarakat-masyarakat
modern yang strukturnya sudah kompleks. Jika kita melihat masyarakat yang sedang
berada dalam roses peralihan sebagai sebuah proses saling mempengaruhi antara unsur-
unsur tradisional dan unsur-unsur modern, maka Antropologi lebih memandang pada
unsur-unsur tradisionalnya, sedangkan sosiologi lebih mengamati unsur-unsur yang
modern. Intinya sosiologi dan antropologi merupakan dua ilmu sosial yang saling
berkaitan dan melengkapi satu sama lain.

5. Sosiologi dan Psikologi Sosial

Ilmu psikologi sosial meneliti perilaku manusia sebagai individu antara lain meneliti
tingkat kepandaian seseorang, kemampuannya, daya ingatannya, impian-impiannya dan
perasaan kecewanya. Jadi psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
pengalaman dan tingkah laku individu yang ditimbulkan dan dipengaruhi oleh situasi-
situasi sosial.

Sejarah Lahirnya Sosiologi

Sosiologi di tetapkan sebagai ilmu tahun 1900-an yang pada masa itu telah terjadi suatu
perubahan besar. Perubgahan besar tersebut terjadi di dalam masyarakat Eropa
(Calhoun, 1997; Macionis, 1997 Ritzer 1992). Perubahan terbesarnya adalah ketika
lahirnya era modern. Pada era tersebut memiliki beberpa gejala sosial. Gejala yang
timbul adalah manusia semakin bergerak secara individu, pola masyarakat tradisional
makin di tinggalkan, muncul pluralitas keyakinan, orientasu masa ke depan, dan
penghargaan terhadap waktu.
Sebagai tanda munculnya era modern memiliki 3 faktor yaitu:

1. Munculnya kota, para pemilik modal, dan para masyarakat industri.


2. penemuan budaya yang berada diluar eropa yang berbeda dari kebudayaan
Eropa
3. Kekacauan politik dan intelektual yang sebagai akibat dari terjadinya negara
berpola demokratis di Amerika Utara, perubahan struktur dalam masyrakat di
Prancis dan terbentuknya masyarakat industri di inggris.

Era modern membuat masyarakat tidak puas akan kehidupan dunia yang
berdasarkan pengalaman masa lalu, doktrin agama, serta filasafat sosial. Keadaan
masyarakat diberikan dan diatur dalam doktrin agama dan filsafat sosial yang tidak
diaggap tidak memberikan penjelasan yang cukup tentang apa yang terjadi di kehidupan
dunia nyata dan yang sering dialami. Informasi aktual di butuhkan untuk dapat
memahami dan beradaptasi dengan era modern yang di perlukan oleh mereka.
Kebutuhan itulah yang menjadi dorongan dari lahinya sosiologi.

Para Tokoh-tokoh Penemu Sosiologi

Penemu sosiologi pada dasarnya tidak bermaksud mendirikan ilmu baru. mereka
“hanya” memberikan penjelasan kondisi tentang masyarakat pada saat itu ketika masa
itu berbeda dengan masa terdahulu. Cara baru yang menjelaskan bersifat empiris bukan
spekulatif. Cara tebaru dalam memperkenalkan sosiologi di prancis oleh auguste comte
berdasarkan observasi sistematis dan klasifikasi tentang perilaku manusia. Herbet
Spencer mempublikasikan sociology di inggris pada tahun 1883, Lester F. Ward ikut
mempublikasikan Dynamic Sociology.

Pada awalnya, sosiologi dihadapkan untuk dapat menjawab persoalan-persoalan yang


muncul dalam kehidupan masyarakat, yaitu (Calhoun,1997):

1. Pada perubahan sosial dan faktor-faktor yang menjaga masyarakat untuk dapat
merajut kebersamaan meskipun berada ditengah-tengah arus perubahan.
2. Kenyataan keragaman serta dalam pertanyaan-pertanyaan megenai kesamaan
dan perbedaan yang terjadi diantara warga masyarakat.
3. Ketegangan yang ada di antara penjelasan ilmiah mengenai kehidpan sosial di
satu sisi berhadapan dengan tradisi, serta akal sehat dan opini publik di sisi lain.

Tokoh yang diakui berpengaruh pada perkembangan awal ilmu sosiologi adalah :

1. Claude Henri Saint- Simon, Emile Durkheim dan Aguste Comte (Prancis)
2. Karl Marx, Georg Simmel dan Max Weber (Jerman)
3. Herbert Spencer (Inggris)
4. Vilvredo Pareto (India)
5. William Graham Summer, Albion W. Small dan Charles Horton Cooley
(Amerika)

Berkat jasa yang mereka sebarkan maka kini sosiologi dapat memiliki posisi yang
mantap dan pas sebagai ilmu dan sampai saat ini pemikiran mereka masih terus
mempengaruhi terhadap pembangunan sosiologi (Macionis, 1997 ; Schaefer &
Lam,1998).

Di Indonesia, sosiologi terbilang merupakan ilmu yang relatif baru. Sosiologi di


indonesia mulai berkembang pada tahun 1950-an, oleh beberapa intelektual Indonesia
yang telah mendalami sosiologi ketika mereka kembali dari studi mereka di Amerika,
Belanda, dan Inggris. Setelah kembali mereka selanjutnya mempublikasikan karya di
bidang sosiologi, yaitu adalah:

1. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia (Hassan shadily),

2. Sosiologi, suatu Pengantar Ringkas (Mayor Polak ),

3. Social Changes in Jogjakarta danSetangkai Bunga Sosiologi (Selo Soermrdjan).

Melalui jasa yang telah mereka berikan, sosiologi kini menjadi ilmu yang semakin
dikenal di Indonesia. Dan karena kegigihannya dalam mengembangkan ilmu
Sosiologi, Selo Soemardjan sering dijuluki sebagai Bapak Sosiologi Indonesia

Perspektif dan paradigma Sosiologi


Perspektif Evolusionis

Perspektif sosiologi yang pertama adalah perspektif evolusionis. Perspektif


evolusionis ini dianut oleh tokoh sosiologi seperti Auguste Comte dan Herbert Spencer.
Dari tokoh penganutnya dapat diketahui bahwa perspektif ini merupakan perspektif
teoritis paling awal di sosiologi. Dalam perspektif sosiologi yang satu ini lebih
menekankan pada bagaimana manusia didalam masyarakat itu tumbuh dan berkembang.
Sehingga kita mengetahui perubahan sosial apa yang terjadi didalam kehidupan
masyarakat. Perubahan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah perubahan yang
berbeda dalam setiap masyarakat. Sehingga bermuara pada perubahan apa saja yang
berlaku umum di masyarakat. Secara umum perspektif evolusionis menyimpulkan
bahwa perubahan didalam masyarakat selalu bergerak maju (linear). Tetapi ada
beberapa aspek yang sama sekali tidak bisa ditinggalkan dalam kehidupan yang baru
dan akan terus dibawa sampai menemukan perubahan yang baru.

Perspektif Fungsionalis

Perpektif sosiologi yang kedua adalah perspektif fungsionalis. Tokoh sosiologi


yang mengantuk perspektif fungsionalis adalah Talcott Parson, Robert K. Merton dan
Kingsley David. Secara garis besar perspektif fungsionalis ini mengatakan bahwa
kelompok sosial didalam masyarakat itu selalu bekerja sama dengan teratur dan
terorganisasi dengan baik, serta memiliki nilai dan norma yang dianut oleh anggotanya.
Sehingga bisa dikatakan didalam kehidupan masyarakat itu menciptakan suatu sistem
sosial yang seimbang dan juga stabil. Menurut perspektif fungsionalis ini kelompok
sosial atau lembaga sosial selalu melaksanakan tugas tertentu secara terus-menerus.
Sehingga menciptakan pola perilaku yang secara fungsionalis sangat bermanfaat dan
apabila pola tersebut dirubah maka pola tersebut akan hilang. Dalam konteks ini
perubahan sosial dianggap bisa menganggu keseimbangan didalam masyarakat yang
selama ini stabil. Namun dalam beberapa waktu kemudian akan mengalami
keseimbangan kembali. Perspektif fungsionalis ini menekankan pada keteraturan dan
juga stabilitas sosial didalam masyarakat.
Perspektif Interaksionisme

Perspektif sosiologi yang ketiga adalah perspektif interaksionisme. Tokoh


sosiologi yang menganut perspektif ini adalah Herbert Mead dan W.I.Thomas.
Perspektif interaksionisme ini tidak menekankan bahwa fakta sosial itu tidak determinan
dengan fakta sosial lainnya. Menurut perspektif ini manusia sebagai mahluk hidup pasti
memiliki perasaan dan juga pikiran. Dalam hal ini perasaan dan pikiran yang dimiliki
manusia akan menjadi kemampuan untuk memberi analisis terhadap fakta sosial yang
ditemui dan bertingkah laku seperti apa mestinya. Perilaku dan tindakan yang dilakukan
oleh masyarakat tidak dipaksa oleh struktur sosial dari luar. Kesimpulannya bahwa
manusia tidak hanya bisa memiliki kemampuan untuk mempelajari, memahami dan
juga melaksanakan nilai dan norma yang ada di masyarakat tetapi juga memiliki
kemampuan untuk menciptakan nilai dan norma tersebut.

Perspektif Konflik

Perspektif sosiologi yang terakhir adalah perspektif konflik. Tokoh sosilogi yang
menganut perspektif konflik adalah Marx dan juga Frederich Engels. Menurut
perspektif konflik kehidupan di masyarakat akan terus mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi disebabkan oleh dinamika para pemegang kekuasaan (elite)
untuk menaikkan posisi atau mempertahankan posisi tertentu. Untuk mencapai suatu
tujuan sering kali suatu kelompok berani mengorbankan kelompok lainnya dan
selanjutnya akan tercipta suatu konflik sosial antar kelompok tersebut.

Paradigma Sosiologi

Paradigma sosiologi merupakan ‘cara pandang’ dalam melihat persoalan atau fenomena
sosial. Istilah paradigma awal mulanya diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962) dalam
karyanya ‘The Structure of Scientific Revolution’. Paradigma merupakan suatu
pandangan pokok mengenai persoalan yang dipelajari oleh ilmu pengetahuan. Secara
sederhana, paradigma juga bisa dipahami sebagai ‘cara pandang’ ilmuwan dalam
melihat suatu persoalan. Konsep paradigma dipopulerkan dalam sosiologi oleh Robert
Friedrichs (1970) melalui karyanya ‘Sociology of Sociology’.
George Ritzer (1992) menulis secara spesifik paradigma-paradigma yang ada dalam
sosiologi. Dalam bukunya ‘Sociology: A Multiple Paradigm Science’, Ritzer
memaparkan tiga paradigma sosiologi sebagai ilmu sosial, yakni paradigma fakta sosial,
definisi sosial dan perilaku sosial.

Ketiga paradigma tersebut menegaskan bahwa sosiologi bukanlah ilmu yang


berpandangan tunggal terhadap suatu pokok persoalan. Sosiologi adalah ilmu
berparadigma multiple.

Berikut tiga paradigma tersebut:

Fakta sosial.

Paradigma fakta sosial ialah cara pandang yang meletakkan fakta sosial sebagai sesuatu
yang nyata ada di luar individu, di luar self, di luar subjek. Penekanannya ialah fakta
sosial memiliki realitasnya sendiri. Garis besar paradigma ini terbagi menjadi dua, yaitu
struktur sosial dan institusi sosial.Struktur sosial dapat dicontohkan seperti kelas, kasta
dan strata sosial. Institusi sosial misalnya, nilai, norma, peran dan posisi sosial. Teori
struktural-fungsional dan teori konflik dikategorikan oleh Ritzer ke dalam paradigma
ini. Sosiolog yang mewakilinya, antara lain Durkheim dan Marx.

Definisi sosial.

Paradigma definisi sosial ialah cara pandang yang menekankan bahwa realitas sosial
bersifat subjektif. Eksistensi realitas sosial tidak terlepas dari individu sebagai aktor
yang melakukan suatu tindakan. Struktur sosial dan institusi sosial dengan demikian
dibentuk oleh interaksi individu. Melalui paradigma ini, tindakan sosial berusaha untuk
dipahami dan diinterpretasikan secara subjektif. Teori tindakan Weber, teori
interaksionisme simbolik, dramaturgi dan fenomenologi masuk dalam kategori
paradigma ini.

Perilaku Sosial

Paradigma perilaku sosial ialah cara pandang yang memusatkan perhatiannya


pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Realitas sosial merupakan
realitas objektif yang dibentuk melalui perilaku-perilaku individu yang nyata dan
empiris. Tingkah laku individu yang berinteraksi dengan lingkungannya merupakan
bentuk dari realitas sosial itu sendiri. Teori perilaku atau behavioral dan teori pertukaran
sosial Homans dan Blau dapat dikategorikan ke dalam paradigma ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://sibetpasaman.blogspot.com/2012/10/batasan-sosiologi-menurut-para-ahli.html

https://infosos.wordpress.com/kelas-x/1-sosiologi-sebagai-ilmu/

http://assharrefdino.blogspot.com/2013/12/hubungan-ilmu-sosiologi-dengan-ilmu.html

https://greatedu.co.id/greatpedia/yuk-lebih-memahami-tentang-perspektif-sosiologi

https://www.sosiologi.info/2018/03/ada-tiga-paradigma-sosiologi-george-ritzer.html

Anda mungkin juga menyukai