Anda di halaman 1dari 3

 

PENGERTIAN AKSIOLOGI
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya.
 
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti nilai. Sedangkan logos
yang berarti ilmu atau teori. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. JujunS.Suriasumantri mengartika aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaandari pengetahuan yang diperoleh.
 
Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem
seperti politik, sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan
oleh setiap insan.Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri.Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya daripengetahuan, dan
sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisamemanfaatkannya dan tentunya
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik pula Karena akhir-akhir ini banyak sebagian
orang yang memanfaatkan ilmunya dengan tidak benar..Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai
kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.Artinya pada beberapa tahapan tertentu ilmu harus sesuai dengan nilai-
nilai yang telah tertera di masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakatdalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkanbencana.
Berkaitan dengan etika,estetika, dan moral maka ilmu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Ilmu bebas Nilai


Berbicara tentang ilmu maka akan berbicara tentang etika, karena sesungguhnya ilmu
dengan etika memiliki hubungan yang erat. Sebenarnya sejak pertumbuhannya ilmu sudah
ada keterkaitannya dengan moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus
(1473-1543 M) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa
“bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan sebaliknya seperti yang diajarkan oleh
agama (gereja) maka timbullah reaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran
agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari tentang alam
tetapi dipihak lain berkeinginan agar ilmu memuat aturan-aturan yang terkandung dalam
pernyataan-pernyataan nilai yang berasal dari agama sehingga timbullah konflik yang
bersumber pada penafsiran metafisik yang berakumulasi pada pengadilan inkuisisi Galileo
pada tahun 1633 M.
Vonis inkuisisi Galileo memengaruhi perkembangan berpikir di Eropa, yang pada
dasarnya mencerminkan pertentangan antara ilmu yang ingin bebas dari nilainilai di luar
bidang keilmuan dan ajaran-ajaran (agama). Pada kurun waktu itu para ilmuan berjuang untuk
menegakkan ilmu agar sesuai dengan penafsiran alam dengan semboyang “ilmu yang bebas
nilai”. Pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul dengan
penerapan konsep-konsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis. Sehingga Berthand Russell
menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi.
Dengan adanya tahapan ini perkembangan ilmu berada pada ambang kemajuan
karena pikiran manusia akhirnya tidak tertundukkan. Pada akhirnya ilmu menjadi suatu
kekuatan untuk kelangsungan hidup manusia sehingga terjadilah dehumanisasi terhadap
seluruh tatanan manusia.
Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat destruktif
para ilmuan terbagi dalam dua pendapat. Golongan pertama menginginkan ilmu netral dari
nilai-nilai baik secara ontologis, epistemologis, maupun aksiologis. Golongan kedua
berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, namun dalam
penggunaannya harus berlandaskan pada moral.
Einstein pada akhir hayatnya tak dapat menemukan agama mana yang sanggup
menyembuhkan ilmu dari kelumpuhannya dan begitu pula moral universal manakah yang
dapat mengendalikan ilmu, namun Einstein ketika sampai pada puncak pemikirannya dan
penelaahannya terhadap alam semesta ia berkesimpulan bahwa keutuhan ilmu merupakan
integrasi rasionalisme, empirisme dan mistis intuitif.
Perlunya penyatuan ideology tentang ketidak netralan ilmu ada beberapa alasan,
namun yang penting dicamkan adalah pesan Einstein pada masa akhir hayatnya “Mengapa
ilmu yang begitu indah, yang menghemat kerja, membikin hidup lebih mudah, hanya
membawa kebahagiaan yang sedikit sekali pada kita”. Adapun permasalahan dari keluhan
Einstein adalah pemahaman dari pemikiran Francis Bacon yang telah berabad-abad telah
mengekang dan mereduksi nilai kemanusiaan dengam ide “pengetahuan adalah kekuasaan”.
2. Teori tentang nilai
Pembahasan tentang nilai akan dibicarakan tentang nilai sesuatu, nilai perbuatan, nilai
situasi, dan nilai kondisi. Segala sesuatu kita beri nilai. Pemandanganyang indah, akhlak anak
terhadap orang tuanya dengan sopan santun, suasana lingkungan dengan menyenangkan dan
kondisi badan dengan nilai sehat.
Ada perbedaan antara pertimbangan nilai dengan pertimbahan fakta. Pertimbangan
nilai dapat dihayati, sedangka pertimbangan fakta itu secara nyata dan dapat ditangkap denga
pancaindra. Walaupan beberapa filosof memiliki perbedaan pendapat tentang nilai pada
dasarnya menganggap bahwa nilai adalah pertimbangan tentang penghargaan.
Pertimbangan nilai dengan pertimbangan fakta tidak bisa dilepaskan, karena diantara
keduanya itu saling mempengaruhi satu sma lain. Sifat-sifat benda yang dapat diamati juga
termasuk dalam penilaian. Jika fakta berubah maka penilaian kita berubah ini berarti
pertimbangan nilai dipengaruhi oleh fakta.
Fakta itu sebenarnya netral, tetapi manusialah yang memberi nilai sehingga ia
mengandung nilai. Karena nilai itu maka benda tersebut memiliki nilai.

Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua, yaitu nilai etika dan estetika. Etika adalah
membahas secara logis dan sistematis masalah moral. Kajian etika ini lebih fokusterhadap
adat istiadat dan perilaku norma. Nilai estetika ini juga membahas perilaku yang baik
buruknya perilaku manusia. Nilai estetika hanya diperuntungkan oleh manusia karena jika
diperuntukan kepada selain manusia tidak mungkin dihukum baik atau buruk, salah atau benar.
Contohnya seperti mencuri merupaka nilai etika yang buruk dan perlu dijatuhi hukuman.
Adapun nilai estetika adalah berkaitan dengan pengalaman keindahan yang dimiliki oleh
manusia untukmengekspresikan lingkungan disekitarnya, dan mengamati fenomena-
fenomena yangmengandung unsur keindahan. Untuk estetika ini membahas tentang indah
atautidaknya sesuatu yang ada disekitar kita. Nilai etika dengan nilai estetika saling
berhubungan satu sama lain. Contohnya sebuah lukisan porno dapat mengandung nilai
estetika, tetapi juga dapat mengandung nilai etika yang buruk karena akal sehatnya menolak.
Menurut Randal, ada tiga interpretasi tentang hakikat seni, yaitu:
1. Seni sebagai penembusan (penetrasi) tehadap realisasi disamping pengalaman.
2. Seni sebagai alat untuk kesenangan, seni tidak berhubungan dengan pengetahuan tentang alam
dan memprediksinya , tetapi manipulasi alam untuk kepentingan kesenangan.
3. Seni sebagai ekspresi sungguh-sungguh tentang pengalaman

Anda mungkin juga menyukai