Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan


gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan
tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency
Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang
yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun
mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat
laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan. HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan
kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan
air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal,
ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan
bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya
dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan


menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih
dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS
sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru
saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia,
epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)
hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-
anak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada
tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta
orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar
sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31


Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 9
Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000.
Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan
29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di
awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus
HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang
Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang
percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.

1.2 Rumusan masalah

a. Bagaimana defenisi AIDS?


b. Bagaimana etiologi AIDS?
c. Bagaimana klasifikasi AIDS?
d. Bagaimana manifestasi klinis AIDS?
e. Bagaimana patofisiologi AIDS?
f. Bagaimana WOC AIDS?
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang AIDS?
h. Bagaimana penatalaksanaan AIDS?
i. Apa komplikasi AIDS?
j. Bagaimamna asuhan keperawatan dengan klien AIDS?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui defenisi AIDS?


b. Untuk mengetahui etiologi AIDS?
c. Untuk mengetahui Bagaimana klasifikasi AIDS?
d. Untuk mengetahui Bagaimana manifestasi klinis AIDS?
e. Untuk mengetahui Bagaimana patofisiologi AIDS?
f. Untuk mengetahui Bagaimana WOC AIDS?
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang AIDS?
h. Bagaimana penatalaksanaan AIDS?
i. Apa komplikasi AIDS?
j. Bagaimamna asuhan keperawatan dengan klien AIDS?
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala


dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara
lain: AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau
kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. (Doenges, 1999). AIDS
adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari
infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)

2.2 Etiologi

AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang
dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus,
cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada
orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS
juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.

Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-
deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2
didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir
sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi
(masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :


a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%
2.3 Klasifikasi
Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk
pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan September
tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan
mudah ditangani pada orang sehat.
a. Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
b. Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang
saluran pernapasan atas yang berulang
c. Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
d. Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea,
bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah
indikator AIDS.
2.4 Manifestasi Klinis

Menurut WHO

1. Gejala Mayor
a. Penurunan BB lebih dari 10%
b. Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan
c. Diare kronis Tuberkolosis
d. Tuberkolosis
2. Gejala Minor
a. Koordinasi orofaringeal
b. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
c. Kelemahan tubuh
d. Berkeringat malam
e. Hilang nafsu makan
f. Infeksi kulit generalisata
g. Limfodenopati
h. Herpes zozter
i. Infeksi simplek Kronis
j. Pneumonia
k. Sarkoma kaposi
2.5 Patofsiologi

Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya
yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di
badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat
berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam
beberapa mingggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan
positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window
periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes
HIV-nya masih negatif.

Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa
gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar
limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu 5 10 tahun. Setelah masa ini
pasien akan masuk ke fase full blown AIDS. Sel T dan makrofag serta sel
dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun,
maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi
respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat
berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.

2.6 WOC
2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

Tes laboratorium untuk menetapkan diagnosis infeksi HIV dapat dibagi


dalam dua kelompok yaitu tes yang mencari adanya virus tersebut dalam
tubuh penderita :

1) Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


a) ELISA
b) Western blot
c) P24 antigen test
d) Kultur HIV
2) Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a) Hematokrit.
b) LED
c) CD4 limfosit
d) Rasio CD4/CD limfosit
e) Serum mikroglobulin B2
f) Hemoglobulin
b. Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000)
adalah:

1) Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait


dengan AIDS.
2) Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3) Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan
kanker terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut,
kulit, dan funduskopi.
4) Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
2.8 Penatalaksanaan

A. Medis

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya


yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :

1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi


opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2) Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3) Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun


dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a) Didanosine
b) Ribavirin
c) Diedoxycytidine
d) Recombinant CD 4 dapat larut
B. Non Medis
Melakukan konseling yang bertujuan untuk :

1) Memberikan dukungan mental-psikologis


2) Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak
berisiko tinggi menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang
berisiko.
3) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan kondisi tubuh yang baik.
4) Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang
berkaitan dengan penyakitnya, antara lain bagaimana
mengutarakan masalah-masalah pribadi dan sensitif kepada
keluarga dan orang terdekat.
2.9 Komplikasi

a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan
cacat
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi social
2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d.     Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,
batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,gagal nafas.
e.  Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri, gatal,rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f.   Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN AIDS

3.1 Pengkajian
a. Data demografi

Nama klien  :
Umur       :
Diagnosa Medik :
Tanggal Masuk    :
Alamat              :
Suku                 :
Agama               :
Pekerjaan           :
Status perkawinan   :
Status pendidikan   :
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu, flu,
pusing, dan diare
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan terjadinya panas, merasa capek,
mudah lelah, letih, lesu, flu, pusing, dan diare
3) Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di
alaminya saat ini.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit yang sedang di derita pasien.
5) Keluhan waktu di data
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 Desember 2011
ditemukan benjolan pada leher.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas / istirahat
a) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
b) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi
jantung, pernafasan.
2) Sirkulasi
a) Gejala : proses penyembuhan luka yang lambat; perdarahan lama
pada cedera.
b) Tanda : takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume
nadi perifer, pucat atau sianosis; parpanjangan pengisian kapiler.
3) Integritas ego
a) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan
(menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa
tidak berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan
depresi.
b) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
4) Eliminasi
a) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa
disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
b) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare
pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal. Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik
urine.
5) Makanan/cairan
a) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan
berat badan yang progresif.
b) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising
usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya
selaput puih dan perubahan warna, edema.
6) Hygiene
a) Gejala :tidak dapat menyelesaikan AKS
b) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
7) Neurosensori
a) Gejala :pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah,
tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot,
tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan
pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal).
b) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid,
ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia. remor pada motorik kasar/halus, menurunnya
motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
8) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit
kepala, nyeri dada pleuritis.
b) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri
tekan. Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang,
gerak otot melindungi yang sakit.
9) Pernapasan
a) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk
(mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum.
Bendungan atau sesak pada dada.
b) Tanda : takipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi
napas adventius. Sputum :kuning
10) Keamanan
a. Gejala : riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat
penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering
atau berulang. Riwayat penyakit defisiensi imun, yakni kanker
tahap lanjut. Demam berulang: suhu rendah, peningkatan suhu
intermitetn/memuncak; berkeringat malam.
b. Tanda : perubahan integritas kulit : terpotong, ram, mis. Eczema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran/ mola
warna mla,; mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Rectum, luka-luka perianal/abses,.timbulnya nodul-
nodul, pelebaran kelenjar linfe pada dua area tubuh/lebih (leher,
ketiak, paha).menurunnya kekebalan imim, tekanan otot,
perubahan pada gaya berjalan.
11) Seksualitas
a) Gejala : riwayat perilaku beresiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual deang pasangan yang positif HIV, pasangan
seksual mltipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks
anal. Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan
seks.penggunaan kondom yang tidak konsisten. Menggunakan pil
pencegah kehamilan.
b) Tanda : kehamilan atau resiko terhadap hamil. Genetalia :
manifestasi kulit(mis. Kutil, herpes)
12) Interaksi social
a) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat
ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
b) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang
terdekat.aktivitas yang tak terorganisasi.
13) Penyuluhan/pembelajaran
a) Gejala :kegagalan untuk mengikuti perwatan, melanjutkan
perilaku beresiko tinggi(seksual/penggunaan obat-obatan IV).
Penggunaan/ penyalahgunaan obat-obatan IV, sast ini merokok,
penyalahgunaan alcohol.
b) Pertinbangan rencana pemulangan: memerlukan bantuan
keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan kulit/luka,
peralatan/bahan, transpotasi, belanja makanan dan persiapan ;
perawatan diri, prosedur perawatan teknis,dll.
3.2 Dianosa Keperawatan
a) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
b) Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
c) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
e) Diare berhubungan dengan infeksi GI
f) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
3.3 Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
Tujuan dan KH:
Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada
tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas
normal, tidak ada luka atau eksudat.
Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.
2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
b. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi
HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Tujuan dan KH:

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal


precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV,
tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

Intervensi:

1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV
dan kuman patogen lainnya.
2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan
masker bila perlu.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.

Tujuan dan KH:

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi
selama aktivitas.

Intervensi:

1.Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas

2.Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu

3.Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
Tujuan dan KH:
Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien
makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati
seperti sebelum sakit.
Intervensi:

1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.

2. Monitor BB, intake dan ouput

3. Atur antiemetik sesuai order

4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya

e. Diare berhubungan dengan infeksi GI

Tujuan dan KH:

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan


kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut
hilang,

Intervensi:

1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.


2. Auskultasi bunyi usus
3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
f. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan
yang orang dicintai.
Tujuan dan KH:
Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi
terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga
berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi:
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
3.4 Implementasi Keperawatan

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola


hidup yang beresiko.

1. Memonitor tanda-tanda infeksi baru.


2. Menggunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.
3. Menganjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
4. Mengumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
5. Mengatur pemberian antiinfeksi sesuai order

Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,


adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

1. Menganjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi


HIV dan kuman patogen lainnya.
2. Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan
masker bila perlu.

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,


malnutrisi, kelelahan.

1. Memonitor respon fisiologis terhadap aktivitas


2. Memerikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
3. Menjadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi
zat gizi.

1. Memonitor kemampuan mengunyah dan menelan.


2. Memonitor BB, intake dan ouput
3. Mengatur antiemetik sesuai order
4. Merencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya

Diare berhubungan dengan infeksi GI

1. Mengkaaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.


2. Mengauskultasi bunyi usus
3. Mengatur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
4. Memberikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan


yang orang dicintai.

1. Mengkaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya


2. Membiarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
3. Mengajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang


disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada
umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-
pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang,
infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan
menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam penyususnan kasus harus
dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.

4.2 SARAN

Bagi Mahasiswa

Dalam penyusunan makalah dan pemecahan kasus kelompok sudah


berusaha semaksimal mungkin. Namun jika ada saran yang bersifat perbaikan
kelompok sangat senang menerima masukan tersebut.

Bagi Intitusi Pendidikan

Dalam penyusunan makalah kelompok melakukan konsultasi dengan


pihak Bapak / Ibu dosen yang bersangkutan. Saran yang Bapak / Ibu dosen
berikan sangat membantu untuk perbaikan makalah dan pemecahan kasus.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.

Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis


Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa
: I Made Kariasa dan Ni Made S. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen5 halaman
    Bab 3
    NaiLa
    Belum ada peringkat
  • Lampiran
    Lampiran
    Dokumen2 halaman
    Lampiran
    NaiLa
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen23 halaman
    Bab 2
    NaiLa
    Belum ada peringkat
  • Farmako 1
    Farmako 1
    Dokumen47 halaman
    Farmako 1
    NaiLa
    Belum ada peringkat
  • Kel 6
    Kel 6
    Dokumen25 halaman
    Kel 6
    NaiLa
    Belum ada peringkat
  • Kanker Tiroid Isi
    Kanker Tiroid Isi
    Dokumen24 halaman
    Kanker Tiroid Isi
    NaiLa
    Belum ada peringkat
  • Inform Consent
    Inform Consent
    Dokumen4 halaman
    Inform Consent
    NaiLa
    Belum ada peringkat