Anda di halaman 1dari 28

TUGAS AKHIR

MATA KULIAH AUDITING 2

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP


EFEKTIVITAS PENGADAAN BARANG DAN JASA DI RS

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Fenomena Permasalahan


Sistem pengendalian internal merupakan sebuah unsur yang sangat
penting dalam menjalankan suatu sistem di Perusahaan tak terkecuali di
Perusahaan Pemerintahan. Sistem Pengendalian dirancang untuk mengontrol,
mengawasi dan mengarahkan suatu sistem dalam perusahaan agar berjalan
sesuai koridor, sehingga sistem perusahaan dapat menunjang kinerja
perusahaan untuk mencapai apa yang diinginkan.
Di sektor pemerintahanpun penerapan Sistem Pengendalian internal
juga menjadi perhatian khusus, terbukti dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP) yang merupakan prakarsa dari Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pelaksana dari pasal 58 ayat (2)
Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Menurut PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP diartikan sebagai sistem
pengendalian internal yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan tujuan untuk memberikan
keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi
pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Dari berbagai penyimpangan - penyimpangan yang terjadi di sektor
pemerintah, sektor pengadaan barang merupakan salah satu lahan basah yang
memiliki potensi besar terjadinya sebuah penyimpangan / fraud. Bahkan 80 %
kasus korupsi yang ditangani KPK berasal dari sektor tersebut
(https://nasional.kompas.com/read/2017/09/28/19204361/ini-celah-
kecurangan-pengadaan-barang-dan-jasa-yang-berpotensi-korupsi). Untuk
mensikapi hal tersebut Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Tujuan pemerintah menerbitkan Perpres ini tidak lain adalah untuk

2
menciptakan sebuah sistem pemerintahan yang bersih dan transparan semakin
terlihat dengan dilibatkannya Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)
sebagai pengawas melalui audit, review, evaluasi dan pematauan dalam setiap
proses pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah, selain itu adanya
pakta integritas di setiap pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa juga
sebagai salah satu upaya untuk mencegah penyimpangan di dalam proses
pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah.
Di RS UTV sebagai salah satu RS Pemerintah, juga tidak lepas dari
persoalan tentang pelaksanaan proses pengadaan barang. Dalam suatu kasus,
proses penyusunan kebutuhan unit hanya dideadline 1 minggu dari saat
pengumuman untuk memulai mendata kebutuhan unit sampai menjadi
dokumen permintaan kebutuhan unit. Saat diumumkan banyak muncul
komplain tentang pendeknya waktu penyusunan pengajuan pengadaan
kebutuhan unit, tetapi pihak pengadaan pun seperti tak mau tahu dan justru
mendapat dukungan dari pihak Wakil direksi administrasi dan keuangan. Di
kasus lain lamanya proses dari pengajuan sampai pengadaan juga menjadi
kendala yang menjadi sorotan, sebagai contoh pengajuan mesin pengering
selang di instalasi CSSD (sebagai salah satu syarat Rumah Sakit tipe C
berdasar buku “Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD)”) yang sudah
diajukan dari 2016 yang belum juga terealisasi sampai dengan tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Bagaimana Risiko salah saji dalam siklus audit kinerja pada efektivitas
proses pengadaan barang di instansi RS UTV?
2. Bagaimana sistem pengendalian internal mempengaruhi standar kerja
secara umum di RS UTV?

3
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. menganalisa risiko salah saji terhadap proses pengadaan barang di RS
UTV
2. menganalisa pengaruh pengendalian internal terhadapa kinerja RS UTV
secara umum

1.4 Manfaat Penelitian


Makalah berikut semoga dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi penulis, sebagai sarana untuk memperdalam pemahaman antara
teori dan kenyataan, sekaligus sarana melatih kemampuan menulis
sebelum menghadapi skripsi dan penelitian di semester akhir
2. Bagi pembaca, sebagai referensi dalam penerapan Sistem Pengendalian
Internal di sektor pengadaan barang untuk usaha di bidang kesehatan
khusunya Rumah Sakit.
3. Bagi RS UTV, sebagai bahan evaluasi dalam memperbaiki permasalahan
dan hambatan yang terjadi di dalam sistem pengadaaan RS UTV.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pengendalian Internal


Dalam menjalankan sebuah perusahaan, perusahaan pasti akan
menetapkan regulasi – regulasi tertentu untuk memastikan perusahaan
berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga perusahaan dapat mencapai
tujuan yang ditetapkan manajemen. Selain efektivitas dan efesiensi untuk
mencapai tujuan, penerapan regulasi ini juga diharapkan dapat memberikan
keteraturan dan keandalan perusahaan khususnya bagian akuntansi dalam
menyusun laporan keuangan, sehingga kebijakan perusahaan yang akan
diambil perusahaan di masa mendatang lebih tepat sasaran.
Penerapan regulasi – regulasi tersebut memerlukan pengawasan
ataupun pengendalian yang intens untuk memastikan regulasi telah diterapkan
dengan benar oleh seluruh elemen perusahaan. Pengendalian ini kemudian
dipatenkan dan diintegrasikan dengan regulasi – regulasi yang ada, sehingga
terbentuk sebuah sistem yang dikenal sebagai Sistem Pengendalian Internal.
Sistem Pengendalian Internal memiliki beberapa unsur dalam penerapannya,
meliputi :
1. Segregation of duties atau pemisahan tugas dan tanggungjawab
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberi  perlindungan
terhadap unsur – unsur laporan keuangan
3. Pelaksanaan tugas dan fungsi setiap unit secara tepat.
4. SDM yang bekerja sesuai dengan kompetensi dengan penuh
tanggungjawab.
Lebih lanjut, penerapan Sistem Pengendalian Intern memiliki 5
elemen pendukung sebagai berikut :

5
1. Control Enviroment / Lingkungan Pengendalian
Merupakan faktor pengendalian yang secara umum dapat memberikan
efek disiplin. Contoh lingkungan pengendalian antara lain Integritas, Nilai
Etika, Kompetensi personil instansi, Falsafah Manajemen dan gaya
operasional, cara manajemen di dalam mendelegasikan tugas dan tanggung
jawab, mengatur dan mengembangkan personil, serta, arahan yang
diberikan oleh dewan direksi.
2. Risk Assessment / Penilaian Resiko
komponen ini menekankan kepada “bagaimana resiko dinilai untuk
kemudian dikelola”. Identifikasi resiko dilakukan internal maupun
eksternal untuk kemudian dinilai. Penentuan tujuan atau target lebih baik
ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan dengan kondisi – kondisi yang
ada sebelum penilaian dimulai.
3. Control activities / Aktivitas Pengendalian
Komponen yang bertujuan untuk mengarahkan manajemen agar tetap
berjalan sesuai alur yang sudah direncanakan, demi terwujudnya tujuan
instansi. Aktivitas pengendalian dilaksanakan dengan menembus semua
bidang d ada di instansi. Meliputi : aktifitas – aktifitas persetujuan,
kewenangan, verifikasi, rekonsiliasi, inspeksi atas kinerja operasional,
keamanan sumberdaya (aset), pemisahan tugas dan tanggung jawab.
4. Information and Communication / Informasi dan Komunikasi
Komponen yang bertujuan sebagai alat yang membantu instansi di dalam
mengidentifikasi, mengambil, dan mengkomunikasikan informasi –
informasi kepada pihak yang tepat agar mereka mampu melaksanakan
tanggung jawab mereka. Informasi dan komunikasi merupakan komponen
terpenting dalam penerapan sistem pengendalian internal di sebuah
instansi.
5. Monitoring / Pengawasan
Komponen pengawasan merupakan sebuah cerminan fungsi internal audit
di dalam sebuah instansi, juga dipandang sebagai pengawasan seperti
aktifitas umum manajemen dan aktivitas supervisi.

6
Kelima komponen ini terkait satu dengan yang lainnya, sehingga
menciptakan kinerja sistem yang terintegrasi yang dapat merespon perubahan
kondisi secara dinamis. Sistem Pengendalian Internal terjalin dengan aktifitas
opersional instansi, dana akan lebih efektif apabila pengendalian dibangun ke
dalam infrastruktur instansi, untuk kemudian menjadi bagian yang paling
esensial dari instansi.
Menjadi sebuah pemahaman tambahan, bahwa sistem pengendalian
internal yang efektif belum tentu menjamin tercapainya tujuan perusahaan.
Tetapi dengan penerapan sistem pengendalian internal yang handal dan
efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan
direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat
untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula.
Sistem pengendalian internal juga berfungsi sebagai pengatur
sumberdaya yang telah ada untuk dapat difungsikan secara maksimal guna
memperoleh keuntungan yang maksimal.

2.1.1 Sistem Pengendalian Internal Pemerintah


Pengertian Sistem Pengendalian Internal menurut PP Nomor
60 Tahun 2008 tentang SPIP adalah "Proses yang integral pada
tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan."
Keempat tujuan tersebut di atas tidak perlu dicapai secara
khusus atau terpisah-pisah. Dengan kata lain, instansi pemerintah
tidak harus merancang secara khusus pengendalian untuk mencapai
satu tujuan. Suatu kebijakan atau prosedur dapat saja dikembangkan
untuk dapat mencapai lebih dari satu tujuan pengendalian.
Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur,
yaitu:
1. Lingkungan pengendalian

7
2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian
4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan pengendalian internal

Yang menjadi fondasi dalam penerapan SPIP adalah orang-orang


(SDM) di dalam organisasi yang membentuk lingkungan
pengendalian yang baik dalam mencapai sasaran dan tujuan yang
ingin dicapai instansi pemerintah. dalam mewujudkan lingkungan
pengendalian yang demikian diperlukan komitmen bersama dalam
melaksanakannya.
Dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 yang menjadi sub unsur dari
lingkungan pengendalian adalah :
1. Pembangunan Integritas dan Nilai Etika Organisasi
Unsur tersebut diterapkan dengan maksud agar seluruh
pegawai mengetahui aturan untuk berintegritas yang baik dan
melaksanakan kegiatannya dengan sepenuh hati dengan
berlandaskan pada nilai etika yang berlaku untuk seluruh pegawai
tanpa terkecuali. Integritas dan nilai etika tersebut perlu
dibudayakan, sehingga akan menjadi suatu kebutuhan bukan
keterpaksaan. Oleh karena itu, budaya kerja yang baik pada instansi
pemerintah perlu dilaksanakan secara terus menerus tanpa henti.
2. Komitemen dalam Melaksanakan Kompetensi
Untuk tahap selanjutnya, dibuat pernyataan bersama untuk
melaksanakan integritas dan nilai etika tersebut dengan
menuangkannya pada suatu pernyataan komitmen untuk
melaksanakan integritas. Pernyataan ini berupa pakta (pernyataan
tertulis) tentang integritas yang berisikan komitmen untuk
melaksanakannya kompetensi yang merupakan kewajiban pegawai
di bidangnya masing-masing. Komitmen yang dilaksanakan secara
periodik tersebut perlu dipantau dan dalam pelaksanaannya perlu
diimbangi dengan adanya.

8
3. Kepemimpinan yang Kondusif 
Sebagai pemberi teladan untuk dituruti seluruh pegawai.
Agar dapat mendorong terwujudnya hal tersebut, maka diperlukan
aturan kepemimpinan yang baik. Aturan tersebut perlu
disosialisasikan kepada seluruh pegawai untuk diketahui bersama.

4. Struktur Organisasi Perlu Dirancang Sesuai dengan Kebutuhan


Terhadap struktur yang telah ditetapkan, perlu dilakukan
analisis secara berkala tentang bentuk struktur yang tepat.
5. Pemberian Tugas dan Tanggung Jawab Kepada Pegawai dengan
Tepat  
Setelah struktur yang tepat, pembagian tugas dan tanggung
jawab di struktural juga harus benar – benar dipastikan sesuai
dengan jabatan yang diampu.
6. Pembinaan Sumber Daya Manusia 
Pelaksanaan pembinaan yang sesuai dan berkelanjutan
sehingga tujuan organisasi tercapai.
7. Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) 
Memastikan bahwa sistem pengawasan oleh APIP benar –
benar telah berperan secara baik dan efektif. 
8. Hubungan Kerja Sama yang Baik 
Menciptakan hubungan yang harmonis antar instansi
pemerintah yang terkait.

Untuk menciptakan kondisi lingkungan seperti yang disebutkan,


diperlukan sebuah pola kepemimpinan yang kondusif, yang diartikan
sebagai sebuah pola kepemimpinan yang selalu mengambil keputusan
dengan mendasarkan pada data hasil penilaian risiko. Dari
kepemimpinan yang kondusif ini kemudian memunculkan penerapan
penilaian risiko di setiap instansi pemerintah yang ada.
Penilaian risiko mempunya dua sub unsur, yaitu : 
1. Identifikasi Risiko 

9
Identifikasi risiko dilakukan atas risiko internal dan
ekstern, dimana kedua risiko tersebut sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan pencapaian tujuan sebuah instansi.

2. Menganalisis Risiko 
Menganalisa probability potensi risiko tinggi sampai
risiko yang sangat rendah sehingga dapat melakukan tindakan
preventif yang dapat mencegah risiko – risiko tersebut.

Dari uraian sub unsur penilaian risiko tersebut, dapat disimpulkan


kalau kegiatan pengendalian dibangun dengan maksud untuk
merespon risiko yang dimiliki instansi pemerintah dan memastikan
bahwa respon tersebut efektif. Pelaksanaan SPIP harus benar – benar
dipantau secara berkesinambungan sehingga SPIP ini akan berjalan
secara efektif dan efisien, demi kinerja dan tujuan instansi yang sesuai
dengan harapan.

2.2 Pengadaan Barang di Rumah Sakit Pemerintah


Pengadaan barang di rumah sakit pemerintah adalah kegiatan
pengadaan barang di lingkungan rumah sakit pemerintah yang menggunakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagai sumber pembiayaan, dan
dilaksanakan secara swakelola maupun melalui proses tender. Acuan utama
pelaksanaan proses pengadaan barang adalah Peraturan Presiden nomor 16
tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa
Pemerintah.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa menurut Pasal 4
Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018, tujuan pengadaan barang dan jasa
adalah :

10
1. Menghasilkan barang /jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan,
diukur dari aspek kualitas,jumlah, waktu, biaya, lokasi dan Penyedia;
2. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
3. Meningkatkan peran serta usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah;
4. Meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
5. Mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil
penelitian;
6. Meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
7. Mendukung pemerataan ekonomi; dan
8. Mendorong pengadaan berkelanjutan.

Untuk memastikan pengadaan di instansi pemerintah dapat berjalan berjalan


sesuai dengan tujuan, pemerintah menetapkan kebijakan sebagai pedoman
pelaksanaan yang tertuang di pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun
2018, sebagai berikut :
1. Peningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa
2. Pelaksanakan pengadaan barang/jasa transparan, terbuka dan kompetitif
3. Peningkatan kualitas kelembagaan dan SDM Pengadaan Barang/Jasa
4. Pengembangkan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa
5. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi serta transaksi
elektronik
6. Memberikan dorongan kepada penggunaan barang/jasa dalam negeri
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
7. Memberikan kesempatan kepada UMKM
8. Dorongan terhadap terlaksananya penelitian dan industri kreatif
9. Pelaksanaan pengadaan yang berkelanjutan.

Menurut pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018, pemerintah


menetapkan prinsip – prinsip dalam pelaksanaan barang dan jasa, dengan
tujuan proses pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan di lingkungan
pemerintah menjadi lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan di

11
mata masyarakat. Isi dari pasal 6 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018
adalah sebagai berikut :
1. Efisien
Efisien diartikan proses pengadaan dapat dilakukan dengan dana yang
minimal dengan menghasilkan barang yang berkualitas baik dan sesuai
dengan sasaran.
2. Efektif
Efektif diartikan proses pengadaan berjalan tepat waktu sesuai dengan
sasaran perkiraan awal.
3. Transparan
Transparan diartikan bahwa informasi mengenai barang dan jasa dapat
diakses oleh masyarakat umum ataupun penyedia barang/jasa yang
tertarik untuk bekerjasama.
4. Terbuka
Terbuka diartikan bahwa proses pengadaan diikuti oleh penyedia
barang/jasa yang memenuhi kualifikasi dengan prosedural yang jelas.
5. Bersaing
Bersaing diartikan di dalam proses pengadaan barang terdapat persaingan
yang sehat antar penyedia barang/jasa, tanpa intervensi pihak
berkepentingan.
6. Adil
Adil diartikan memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh
penyedia barang/jasa tanpa menguntungkan pihak penyedia tertentu.
7. Akuntabel
Akuntabel diartikan proses pengadaan berlangsung sesuai dengan
prosedur yang berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan ke publik.

Selanjutnya disebut pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Peraturan Presiden


Nomor 16 tahun 2018, dalam pelaksanaan pengadaan barang ada beberapa
pihak yang disebut sebagai Pelaku Pengadaan Barang/Jasa yang memiliki
tugas dan wewenang masing – masing. Pelaku Pengadaan Barang/Jasa terdiri
atas :

12
1. PA (Pengguna Anggaran)
Merupakan pihak yang mengakibatkan penegeluaran anggaran belanja.
Dalam proses pengadaan barang, PA mempunyai peranan penting dalam
pembentukan tim pengadaan karena PA mempunyai kewenangan
langsung untuk menunjuk pihak – pihak sebagai pelaku pengadaan
barang dan jasa. Selain itu PA juga yang berwenang untuk melakukan
perjanjian dengan penyedia barang dan jasa dengan memperhatikan
batasan belanja yang telah dianggarkan.

2. KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)


KPA memiliki tugas dan wewenang sama seperti PA, karena KPA adalah
penerima pendelegasi dari PA, sesuai dengan ayat 2 pasal 9 Peraturan
Presiden Nomor 16 tahun 2018. Selain itu KPA juga memiliki wewenang
menjawab Sanggah Banding Tender Pekerjaan Konstruksi dan
menugaskan PPK untuk melakukan kewenangan yang mengakibatkan
pengeluaran dan mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang ditetapkan. KPA juga dapat merangkap sebagai
PPK, apabila tidak personel yang bisa ditunjuk menjadi PPK.
3. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
PPK merupakan kepanjangan tangan dari PA / KPA. PPK berwenang dan
bertanggungjawab penuh dalam seluruh perencanaan sampai dengan
implementasi pengadaan barang dan jasa. PPK juga berkewajiban
melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kepada PA / KPA.
4. Pejabat Pengadaan
Pejabat pengadaan bertugas untuk mempersiapankan seluruh
kelengkapan pengadaan barang dan jasa, sekaligus menjadi pelaksana.
Tetapi tidak semua jenis pengadaan barang dan jasa dilakukan oleh
pejabat pengadaan, hanya pengadaan metode penunjukan langsung dan e-
purchasing (pengadaan secra elektronik) dengan anggaran dibawah Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
5. Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja Pemilihan)

13
Pokja pemilihan memiliki 3 anggota (dan dapat ditambah dengan syarat
berjumlah gasal). Pokja pemilihan memiliki tugas seperti pejabat
pengadaan, hanya berbeda pada jenis pengadaan barang dan jasa yang
dapat dilaksanakan, untuk Pokja Pemilihan hanya diperbolehkan untuk
penujukan langsung pengadaan barang dan jasa dengan nilai pagu di
bawah Rp 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) dan paket
pengadaan konsultasi dengan nominal dibawah Rp 10.000.000.000,-
(sepuluh milyar).

6. Agen Pengadaan
Agen pengadaan atau Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ)
adalah pelaku usaha yang diberikan wewenang oleh Kementrian /
Lembaga / Perangkat Daerah sebagai pemberi pekerjaan. Dimana UKPBJ
merupakan bentuk pengembangan ULP yang berisikan SDM yang
berkompeten dalam bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
7. PjPHP / PPHP (Pejabat/Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan)
PPHP bertugas untuk memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang
bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
8. Penyelenggara Swakelola
Penyelenggara swakelola terdiri dari 3 tim, yaitu tim persiapan, tim
pelaksanaan dan tim pengawasan yang saling berintegritas demi
kelacaran proses pengadaan barang dan jasa.
9. Penyedia
Ketika penyedia sudah ditunjuk untuk melaksanakan sebuah kontrak,
muncul kewajiban penyedia untuk melaksanakan berbagai ketentuan
yang terdapat dikontrak. Ketentuan tersebut merupakan kualifikasi awal
yang sudah dibuat untuk memperoleh penyedia yang benar – benar sesuai
dengan kebutuhan. Penyedia harus dapat melaksanakan kontrak secara

14
efektif dan efisien dengan tetap menjamin kualitas barang dan jasa sesuai
dengan spesifikasi yang tercantum di dalam kontrak.

2.2.1 Pengadaan Barang Secara Elektronik / E-Procurement


Dasar proses pengadaan barang secara elektronik adalah BAB X
Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018. Pengadaan barang dan jasa secara
elektronik dilakukan dengan Sistem Pengadaan Elektronik (SPSE) dan
Sistem pendukung yang dikembangkan LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
Dalam teknis pelaksanaan e-procurement, pemerintah didukung
berbagai fasilitas teknis modern berbasis e-marketplace seperti e-katalog,
toko daring dan pemilihan penyedia secara online.
Sistem SPSE sendiri mempunyai berbagai opsi sebagai bagian yang
terkait satu sama lain di dalamnya, mulai dari perencanaan, persiapan,
pemilihan penyedia, pelaksanaan kontrak, serah terima pekerjaan ke
penyedia setelah kontrak, pengelolaan dari segi pengawasan terhadap
penyedia serta penyediaan e-katalog.
Untuk pelaksanaannya di instansi pemerintahan, e-procurement
sangat terbantu oleh berbagai sistem pendukung yang sangat modern seperti
portal pengadaan nasional, pengelolaan SDM pengadaan barang dan jasa,
pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum, pengelolaan
peran serta masyarakat, pengelola sumber daya pengelola pembelajaran dan
program monitoring dan evaluasi pelaksanaan program yang keseluruhan
saling berintegrasi untuk mewujudkan sebuah sistem yang transparan dan
terbebas dari praktik KKN.
Dalam penerapannya SPSE ini akan kedalam Layanan Pengadaan
Secara Elektronik (LPSE) yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahan.
Berdasarkan Perka Nomor 2 tahun 2010, LPSE memiliki fungsi :
1. Penyusunan program kegiatan, ketatausahaan, evaluasi dan pelaporan
pengelolaan Pengadaan Barang/Jasa secara Elektronik di lingkungan
Kementerian / Lembaga / Pemerintah Daerah;
2. Pengelolaan SPSE dan infrastrukturnya;

15
3. Pelaksanaan registrasi dan verifikasi Pengguna SPSE;
4. Pelaksanaan pelayanan pelatihan dan dukungan teknis pengoperasian
SPSE.

BAB III
PROFIL PERUSAHAAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum


3.1.1 Kondisi Umum RS UTV
RS UTV merupakan salah satu rumah sakit baru di area Karisidenan
Surakarta. RS UTV adalah Unit Pelaksana Teknis Universitas Tans
Village (UTV), yang merupakan unsur pendukung tugas Rektor di
bidang pelayanan kesehatan. RS UTV didirikan untuk menindaklanjuti
penetapan Standar Nasional yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia.
RS UTV baru mulai beroperasi di tahun 2016 berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo Nomor
445/8426/VI/2016 tanggal 28 Juni 2016. Dengan demikian, RS UTV
telah memiliki landasan hukum yang kuat untuk menjadi penyedia
layanan kesehatan di bidang perumahsakitan. RS UTV merupakan
Rumah Sakit tipe C, dengan  layanan rawat inap berkapasitas 100
pasien, yang akan ditambah kapasitasnya seiring dengan ketersediaan
sumber daya pendukung pelayanan. Sebanyak 14 poliklinik spesialis
mulai beroperasi pada sampai saat ini. Selain itu, juga dibuka fasilitas
Instalasi Gawat Darurat, Laboratorium yang buka selama 24 jam, ICU,
Instalasi Bedah Sentral, VK, HCU Neo dan Hemodialisa .

16
3.1.2 Kondisi SDM RS UTV
RS UTV didukung oleh 439 personil, terdiri dari 16 staf kependidikan
PNS, 176 staf kependidikan non PNS dan 247 staf kependidikan
kontrak profesional.

Tabel 1 Susunan Personil RS UTV


No Jenis Staf Jumlah
1 Staf Kependidikan PNS 16
2 Staf Kependidikan Non PNS 176
Staf Kependidikan Kontrak
3 247
Profesional
Total 439

3.1.3 Susunan Direksi RS UTV


Berikut susunan direksi RS UTV masa jabatan 2016 - 2019 :
Direktur : Prof. Dr. DAZ, dr., SpPD-KR, FINASIM
Wakil Direktur Pelayanan : TAD, dr., SpPK, PhD
Wakil Direktur Umum : Ir. ARF, MT
Wakil Direktur Keuangan dan SDM : Dr. EGW, M.Si, Ak

3.1.4 Visi, Misi dan Tujuan RS UTV


1. Visi RS UTV
“Mewujudkan RS UTV sebagai pusat pendidikan, penelitian dan
pelayanan kesehatan, bereputasi internasional, berlandaskan
kedokteran komunitas dan nilai luhur budaya nasional”
2. Misi RS UTV
a. Menyelenggarakan penelitian yang berbasis komunitas dan
translational research.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran klinik yang
menuntut pengembangan diri dosen dan mendorong kemandirian

17
mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
c. Menyelenggarakan layanan rumah sakit dengan berbasisis
evidence based medicine dengan mengembangkan sistem
informasi kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian dan kebutuhan masyarakat.
d. Menyelenggarakan tata kelola rumah sakit berbasis good hospital
governance untuk meraih reputasi unggul nasional dan
internasional.
3. Tujuan RS UTV
a. Pendidikan Kedokteran
1) Untuk meningkatkan proses pendidikan yang efektif dan
efisien dengan sistem pendidikan profesi yang terintegrasi,
yang memenuhi standar nasional maupun internasional
2) Untuk menyediakan real patient yang memadai baik jenis
jumlah dan atau simulasi tentang pasien yang relevan untuk
mencapai kompetensi tertentu.
3) Untuk menyediakan tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan
dan tenaga non kesehatan lainnya guna meningkatkan kualitas
pelayanan yang berkelanjutan dan pengembangan profesi
berkelanjutan.
4) Untuk meningkatkan layanan pendidikan dan penelitian medis
melalui kerjasama dengan penerapan Teknologi Informasi
Kesehatan (TIK);
b. Penelitian Medis
1) Untuk menyediakan fasilitas yang memadai untuk melakukan
penelitian dalam ilmu kedokteran dalam rangka meningkatkan
pendidikan dan pelayanan;
2) Untuk meningkatkan ilmu kedokteran dan teknologi;
3) Untuk penilaian dan penjaringan ilmu teknologi kedokteran
c. Pelayanan Kesehatan

18
1) Untuk mengembangkan pusatunggulan dalam pelayanan medis
sehingga bisa menjadi pusat rujukan;
2) Untuk mengembangkan pelayanan berkualitas dengan
mendasarkan pada pelayanan berbasis bukti (Evidence Based
Medicine);
3) Untuk mendukung sistem rujukan kesehatan dengan rumah
sakit afiliasi dan pusat kesehatan masyarakat;
4) Untuk memberikan layanan pada masyarakat, terutama
masyarakat ekonomi rendah, dengan fasilitas kesehatan lebih
mudah diakses dan pelayanan medis yang berkualitas tinggi.
d. Implementasi ICT
1) Untuk mengembangkan database kesehatan yang dapat
diandalkan dan berkelanjutan yang berperan dalam mendukung
proses pendidikan kedokteran dengan data berbasis
masyarakat.
2) Untuk mengembangkan jaringan kolaboratif di bidang
pendidikan, penelitian, dan pelayanan.

Dari visi, misi dan tujuan dari RS UTV, dapat dilihat bahwa RS
UTV berfokus kepada pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu
kedokteran, selain fokus terhadap pelayanan kesehatan secara umum
sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun
2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan.

3.2 Risiko salah saji Pelaksanaan Pengadaan Barang di RS


RS UTV menggunakan tiga metode dalam pelaksanaan pengadaan barang,
yaitu :
1. Metode lelang secara elektronik atau e-procurement
2. Metode pembelian / penunjukan langsung
3. Metode e-katalog
Seluruh metode pengadaan yang digunakan oleh RS UTV, harus
melewati proses penganggaran terlebih dahulu di unit perencanaan yang telah

19
dibentuk sejak sebelum RS UTV beroperasi secara aktif di tahun 2016. Proses
penganggaran dilakukakan untuk menentukan pagu anggaran / Mata Anggara
Pengeluaran (MAK) yang bisa digunakan dalam proses pengadaan barang di
RS UTV, selain itu anggaran yang disusun unit perencanaan sebagai pedoman
dalam pengawasan proses Pengadaan RS UTV.
Setelah proses penyusunan MAK, unit pengadaan mulai
merencanakan tentang pemilihan penyedia, kemudian memilih prosedur
pengadaan mana yang akan digunakan. Setelah menentukan prosedur
pengadaan, unit pengadaan menentukan kualifikasi untuk penyedia barang,
lalu susun jadwal untuk pemilihan penyedia barang yang lolos kualifikasi.
Dilanjutkan penyusunan dokumen oleh staff pengadaan beserta penentuan
Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Setelah seluruh berkas dokumen persiapan
sudah tersedia, unit pengadaan RS UTV akan mengirimkan berkas dokumen
ke LPSE Tans Village (proses lelang secara elektronik atau e-procurement).
Apabila menggunakan metode penunjukan langsung dan e-katalog, berkas
dokumen akan tetap berada di RS UTV untuk diproses secara swakelola oleh
RS UTV (bagan 1).
Salah saji terlihat dari suatu ketentuan nominal anggaran pengadaan
dibawah Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), pengadaan bisa
menggunakan pembelian / penunjukan langsung dan e-katalog oleh staff
bagian pengadaan yang berwenang. Proses pembelian / penunjukan langsung
bisa dilakukan apabila pengadaan dilakukan dalam kondisi darurat dan harus
segera dilakukan, kegiatan yang berhubungan dengan pertahanan negara yang
bersifat rahasia, dan adanya kriteria khusus seperti hanya dapat dilakukan satu
penyedia yang memiliki hak paten atas barang tersebut, contoh ketika di RS
UTV melakukan pengadaan mesin autoclave untuk instalasi CSSD yang
bermerk getinge buatan Jerman yang hak patennya di Indonesia dimiliki oleh
PT. Intergastra Nusantara.
Apabila pengadaan diatas Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah),
pengadaan harus melalui proses lelang secara elektronik atau e-procurement
yang dilakukan melalui LPSE Universitas Tans Village ( lpse.utv.ac.id ).

20
Sebelum dilaksanakan e-procurement, RS UTV tetap harus membentuk
panitia sesuai dengan pasal 8 Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018.

Bagan 1 Alur Pengadaan Barang Secara Penunjukan Langsung

3.3 Sistem Pengendalian Internal Pengadaan Barang di RS UTV


Dalam menjalankan sebuah organisasi ataupun instansi, penerapan
Sistem Pengendalian Internal merupakan hal yang sangat vital. Dimana tanpa

21
sebuah Sistem Pengendalian Internal sebagai alat untuk mengontrol dan
mengkoordinasi, sebuah organisasi maupun instansi tidak akan berjalan sesuai
harapan ataupun sasaran awal. Dalam penerapannya, Satuan Pengendali
Internal di RS UTV masih menjadi satu dengan Universitas Tans Village, hal
itu dikarenakan RS UTV merupakan salah satu unit pelaksana teknis
Universitas Tans Village. Pengendalian dilakukan secara berkala dan
dilaksanakan oleh tim ahli yang dibentuk oleh Universitas Tans Village.
RS UTV sebagai salah satu RS yang berada di bawah naungan
kementerian, berkomitmen menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik /
Good Governance demi mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik,
dan untuk memastikan semua itu maka diterapkanlah sistem pengendalian
internal. Untuk Sistem Pengendalian Internal yang diterapkan, RS UTV lebih
berfokus pada kinerja dua unit yang terbilang cukup vital bagi RS UTV, yaitu
unit keuangan dan pengadaan. Ketika fokus diterapkan ke unit keuangan
mungkin menjadi sebuah hal yang wajar mengingat fungsi unit keuangan
sendiri, tetapi kenapa unit pengadaan juga menjadi salah satu fokus dalam
penerapan sistem pengendalian internal? hal tersebut karena unit pengadaan
merupakan sektor yang rawan terjadi penyimpangan, terbukti dengan
banyaknya kasus yang ditangani KPK yang berhubungan dengan pengadaan
barang.
Pengendalian internal yang diterapkan di RS UTV menitikberatkan
kepada kepatuhan terhadap prosedural pelaksanaan pengadaan barang yang
tercantum Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 sebagai pedoman utama
pengadaan barang dan jasa di lingkup pemerintahan. Prosedural pengadaan
barang tersebut meliputi proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan
penyerahan barang.
Pada tahap proses perencanaan ini, tim satuan pemeriksa internal
memastikan prosedur perencanaan yang dilaksanakan oleh PA ataupun KPA
meliputi proses pembentukan tim, penetuan metode pengadaan dan kerangka
acuan kerja sudah benar – benar disiapkan dan telah sesuai dengan regulasi
yang ada. Pembetukan tim harus dilaksanakan secara profesional dan dengan
kualifikasi kompetensi yang sudah benar – benar terlatih. Di RS UTV sendiri

22
dalam hal persiapan terlihat masih ada beberapa kekurangan, antara lain SDM
tim pengadaan yang terbatas dan mayoritas belum bersertifikasi sehingga
kompetensi masih belum terbukti secara nyata, selain itu penjadwalan
pendataan kebutuhan di unit yang masih kurang terencana sehingga semua
serba mendadak.
Setelah itu lanjut ke tahap persiapan pengadaan barang, di tahap ini
satuan pemeriksa internal memastikan prosedur persiapan oleh panitia
pengadaan sudah diterapkan sesuai prosedur dan secara dokumen lengkap.
Prosedur persiapan disini mencakup perencanaan pemilihan penyedia,
penetapan metode pemilihan penyedia, penetapan metode penyampaian
dokumen, evaluasi penawaran, penetapan jenis kontrak, penetapan metode
kualifikasi, penyusunan jadwal pemilihan penyedia dan penyusunan dokumen
pengadaan.
Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap proses pelaksanaan
pengadaan, satuan pemeriksa internal memastikan semua prosedur benar –
benar sudah terlaksana dan seluruh dokumentasi telah lengkap. Di dalam
tahap ini pengumuman pemilihan penyedia, penilaian kualifikasi, evaluasi
penawaran, penetapan dan penujukan pemenang, penunjukan penyedia,
penandatanganan kontrak dan penyerahan pekerjaan.
Dari penerapan pengendalian di setiap tahap tersebut, diharapkan
dapat mendorong sistem pengadaan di RS UTV dapat berjalan sesuai dengan
prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel.
Dengan efektivitas dan efisiensi di unit pengadaan, barang kebutuhan
unit pelayanan dan kebutuhan Bahan Habis Pakai (BHP) akan dapat selalu
terpenuhi secara tepat waktu, tepat guna dan tepat jumlah.
Baiknya pelaksanaan pengadaan barang di RS UTV dapat mendorong
peningkatan kinerja baik pelayanan (medis) maupun non pelayanan (non
medis) di RS UTV, karena dengan penyediaan kebutuhan secara tepat waktu
dan tepat guna, kinerja civitas hospitalia tidak akan lagi tergangu dan
karyawan bisa fokus dalam hal peningkatan standar kinerja masing – masing.
Sebagai contoh kasus hambatan ketika proses pengadaan tidak berjalan secara
tepat waktu dan tepat jumlah, adalah ketika jumlah permintaan produk

23
desinfektan tidak sesuai dengan jumlah barang datang dan waktu pengadaan
yang berlarut-larut, dan di posisi tersebut stock desinfektan di gudang sudah
benar – benar habis, hal ini dapat mengakibatkan prosedur kerja di Instalasi
CSSD (Instalasi sterilisasi peralatan medis rumah sakit) tidak dapat
dilaksanakan, dan hal tersebut bisa beresiko infeksi untuk pengguna peralatan
medis.
Kemudian unit pengadaan harus memenuhi prinsip transparan,
terbuka, bersaing, adil dan akuntabel, karena dengan memenuhi prinsip
transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel, unit pengadaan akan
dianggap lebih berintegritas dan menjauhkan anggapan dari potensi
munculnya potensi kecurangan / fraud di unit tersebut. Kepercayaan publik
sangat dibutuhkan untuk memastikan proses pengadaan berjalan baik, karena
didalam pelaksanaan proses pengadaan barang di RS UTV publik juga
berperan serta sebagai fungsi pengawasan seperti pelaksanaan pengadaan di
instansi pemerintah lain pada umumnya.

24
BAB IV
Kesimpulan dan Saran

4.1 Kesimpulan
1. RS UTV berkomitmen dalam meningkatkan pengawasan
terhadap Unit Pengadaan dengan penerapan Sistem Pengendalian Internal
yang berkesinambungan. Pengendalian Internal dilakukana di berbagai
tahap pengadaan barang, mulai dari perencanaan sampai dengan
pelaporan, dengan melibatkan tenaga – tenaga yang sudah berkompeten.
2. Dalam proses pengadaan barang di RS UTV masih memiliki
berbagai kekurangan, selain di penjadwalan yang masih kurang
terencana, RS UTV juga terkendala oleh minimnya tenaga berkompeten
di RS UTV yang telah tersertifikasi.
3. Sistem pengedalian internal memiliki berpengaruh yang
sangat besar terhadap kinerja seluruh unit di RS UTV, karena dengan
sistem pengendalian internal yang baik, keseluruhan kinerja di unit yang
ada di RS UTV akan dapat benar – benar terpantau pelaksanaannya
sesuai dengan program kerja dan regulasi yang sudah direncanakan
sebelumnya, dari penerapan tersebut manajemen dapat mengambil

25
kebijakan – kebijakan lanjutan secara tepat untuk kemajuan RS UTV
kedepannya.
4. Efektitivas dan efisiensi unit pengadaan juga mempunyai
pengaruh besar terhadap pencapaian kinerja RS UTV, karena dengan unit
pengadaan yang efektif dan efisien maka rantai distribusi barang untuk
seluruh kebutuhan rumah sakit dapat terakomodir dengan baik dan civitas
hospitalia dapat lebih fokus ke pelayanan serta peningkatan kompetensi
bidang masing - masing.

4.2 Saran
1. Membuat perencanaan yang lebih matang
mengenai proses pengadaan barang dan jasa, mulai dari perencanaan
hingga pelaksanaan untuk mencegah terjadinya keterlambatan proses
yang masih sering terjadi.
2. Peningkatan transparansi terhadap seluruh civitas
hospitalia mengenai prosedural pemilihan penyedia dalam proses
pengadaan dengan penunjukan langsung dan e-katalog.
3. Penambahan jumlah SDM berkompeten di unit
pengadaan RS UTV. Selain berkompeten, SDM juga harus bersertifikasi
dari pemerintah tentang kompetensi dalam hal pengadaan barang.

4.3 Keterbatasan
1. Sulitnya mendapatkan data dan informasi
mengenai satuan pemeriksa internal yang bertugas dalam proses
pengendalian di RS UTV.
2. Pemahaman dalam format penulisan
makalah yang masih terbatas.
3. Pemahaman mengenai materi yang ditulis
terbatas hanya bersifat materi karena belum pernah bekerja secara
langsung di unit pengadaan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, Retno Ayu.2017.”Pengertian Sistem Pengendalian Terlengkap”,


http://www.dosenakuntansi.com/pengertian-sistem-pengendalian-intern
(diakses pada 10 Januari 2018)
Limbong, Boy Jhoustroy dan Catur Sasongko.2013.”Analisis Pengendalian
Internal Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintahan pada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Udara”.Depok :
Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Republik Indonesia.2015.Peraturan Pemerintah No.93 Tahun 2015 Tentang
Rumah Sakit Pendidikan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015, Nomor 295.Sekretariat Negara.Jakarta.
Republik Indonesia.2018.Peraturan Presiden No.16 Tahun 2018 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018, Nomor 33.Sekretariat Kabinet RI Deputi Bidang
Perekonomian.Jakarta.
rs.utv.ac.id
simpeg.utv.ac.id
Sita, Putri Riana.2013.”Strategi SWOT untuk Meminimalisir Penyimpangan
dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah RSUD Banyudono

27
Kabupaten Boyolali”.Skripsi.Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta :
Surakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai