1. Pengantar ................................................................................................... 4
2. Berpikir Yuridis .......................................................................................... 6
3. Kegunaan Asas Hukum .............................................................................. 7
4. Teori Kewenngan ..................................................................................... 10
5. Anatomi Ilmu ............................................................................................. 11
6. Legal Opinion ........................................................................................... 12
7. Legal Auditing ........................................................................................... 13
8. Legal Reasoning ......................................................................................... 14
9. Legal Aspect .............................................................................................. 15
10. Legal Solution ............................................................................................. 16
11. Legal Entity ............................................................................................... 17
12. Logika ....................................................................................................... 18
13. Teknik Berpikir Ilmu Hukum .................................................................... 20
14. Teknik Argumentasi ............................................................................... 22
15. Prinsip dan Teknik Interpretasi ............................................................... 24
16. Prinsip Penalaran ...................................................................................... 25
17. Asas Penyelesaian Masalah Hukum ........................................................ 26
18. Katagori Keputusan Pemerintah ............................................................... 30
19. Katagori Perbuatan Pemerintah Yang Menyimpang ............................. 31
1. Pendahuluan
Pahami dan perhatikan karakter dasar dari cabang ilmu hukum, dan
didasari sistem pembagian hukum menurut isinya, yaitu hukum publik dan hukum
privaart.
baik dan benar tentang Pasal 1338, 1320, dan 1321 Kitab Undang Undang
Pasal 1338, Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan
itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Petunjuk-petunjuk harus dilaksanakan dengan itikad baik
(terjemahan Prof R. Subekti dan R.Tjitrosudibio).
Terjemahan Pasal 1338 ini, ada yang kurang pas, seperti istilah diawal
hukum publik, sedangkan Pasal 1338 di bidang hukum privaart, berarti kata
sebagai berikut:
Pasal 1338, Semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku
bagaikan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat para pihak, atau karena
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Pelaksanaannya harus dengan itikad baik (Ibrahim R).
Pasal 1320 Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat
suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4. Suatu sebab yang halal
(terjemahan Prof R. Subekti dan R.Tjitrosudibio).
Pasal 1320 berkait langsung dengan Pasal 1338, terjemahannya yang lebih
Pasal 1320 ini, harus dipahami secara teoritik bahwa menunjukkan Subjek
dan Objek perjanjian, yaitu: Subjek (poin 1 dan 2): 1. Sepakat bagi mereka yang
Kenapa, Pasal 1320 dibaca dengan logika Subjek dan Objek, karena akan
2. Suatu perjanjian cacat pada Objek, berarti “ batal demi hukum”., bisa
Pasal 1321 Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kehilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan (terjemahan
Prof R. Subekti dan R.Tjitrosudibio).
Terjemahan Pasal 1321, harus seirama dengan Pasal 1338 dan Pasal 1320,
karena ketiga Pasal inimenunjukkan karakter filosofis dari sebuah perjanjian yang
asas penting dalam hukum pidana, yaitu asas legalitas, praduga tak bersalah, tidak
berlaku surut.:
1) Asas legalitas, dalam KUHP disebutkan pada Pasal 1 ayat (1), geen fiet is
dengan sejelas-jelasnya.
praevia sine lege poenali. Secara singkat disebut nullum crimen sine lege, berarti
tidak ada tindak pidana tanpa undang-undang, dan nulla poena sinelege, artinya,
membatasi perbuatan mana dan pidana (sanksi) mana yang dapat dijatuhkan
kepada pelanggarnya.
1.3. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
Teori dan praktik merupakan dua hal yang berpasangan, kalaupun tidak
jarang, keduanya bertentangan, tetapi, Teori tanpa Praktik, taklah lengkap dan
mempelajari negara dalam keadaan bergerak. Kalau kita bicara hukum tata
2. Berpikir Yuridik
sejumlah orang menyebut kata yang sama dan berasumsi bahwa mereka itu
memikirkan ide yang sama. Aristoteles (384-322 SM), setiap penggunaan kata,
pasti ada dasar dan latar belakangnya. Brunggink, ketika belajar hukum orang
4. Teori Kewenangan.
Legal Aspect, srtinya aspek hokum; Legal Solution, artinya penyelesaian masalah
adalah legal critics. (2). Di civil law system, adalah pendapat hukum yang dikaji
list antara saling ketergantungan aturan yang satu dengan yang lainnya dan
kemudian disusun secara tekstual atau kontektual, berdasarkan teori leksikal (text
book) yang telah diaudit secara koperhensip integral, dengan tujuan untuk
mendapatkan entitas hukum (legal entity) yang saling mendukung (cooperative)
atau bertentangan (contractive), agar dapat dicarikan jalan keluar sebagai bahan
penyelesaian kasus/masalah
yang timbul akibat pertikaian hukum (legal conflict) dalam satu pokok perkara
berupa perdata, pidana, hukum administrasi negara, akibat kesalah terapan hukum
oleh polisi, jaksa, hakim, pemerintah, yang dijadikan dalil untuk menangkis suatu
tuduhan atau saksi hukum di pengadilan, hanya dapat disanggah melalui : eksepsi,
replik, duplik, dan pleidoi, apabila dirasa ada kejanggalan fakta kesaksian atau
alat bukti dalam pokok perkara yang dimaksud, maka pihak yang dirugikan dapat
Legal Aspect (aspek hukum), adalah suatu bentuk wacana hukum yang
memberikan petunjuk (identifikasi) dan celah (loop hole) bagi praktisi untuk
represif maupun preventif yang termaktub dalam sumstansi hukum baik dalam arti
secara khirarki dan seluruh peraturan pelaksanaannnya, dari yang paling tinggi
sampai yang paling rendah, yang dikaji secara koperhensip integral, tujuannya
yang berkaitan dengan aspek sosial, politik, dan budaya, yang timbul dari
perkataan di dalam bahasa, yang meliputi definisi leksikal, presisi, dan stipulatif:
pemakaian yang lazim dari istilah itu, seperti pemakaian istilah dalam
2) Definisi Presisi adalah beranjak dari suatu konsep yang sudah lazim dan
sekali baru atau satu istilah yang sudah cukup untuk menggantikan
suatu uraian, seperti wanprestasi (ingkar janji), eliminasi (pengeluaran,
penyingkiran, pengasingan).
contoh: manusia sebagai mahluk hidup berakal budi; manusia termasuk ke dalam
jenis mahluk hidup. Manusia adalah merupakan mahluk Allah yang paling
tidak tepat.
sendiri, bukan atas kesalahan orang lain. Selama ini kita anggap kesalahan
bahasa Indonesia
7. Teknik Argumentasi
atau lebih sebagai pilihan, maka berikan argumen pada pilihan-pilihan itu,
dengan nalar yang benar, untuk menentukan alternatif pilihan yang kita
kehendaki.
lawan dengan mengambil kesimpulan secara tidak masuk akal dari logika,
memperkuat posisi kita, seperti dikatakan bahwa saya orang yang jujur,
secara keseluruhan atau total (sistem dan sub-sistem), agar inskonsistensi internal
internal, bila inskonsistensi internal yang terjadi, tidak akan pernah mampu
membangun struktur sistem hukum yang dibutuhkan suatu bangsa, tetapi hanya
untuk kepentingan sesaat para elite penguasa politik. Untuk keperluan Interpretasi
prinsip.
dapat dihindari
2. LITERAL RULE, istilah yang digunakan harus bernalar dan memiliki satu
berikutnya secara khirarki menurut logika hukum (hukum pidana, perdata, adat,
perkawinan, hukum tata negara, hukum administrasi negara) atau karakter hukum
9. Cara Interpretasi Hukum
hukum tidak selalu memiliki cara interpretasi yang sama. Oleh sebab itu, dikenal
seringkali kita mengartikan suatu stikmak hukum dalam kondisi sudah berbaur
dan barulah kita berkomentar dalam lajur atas bawah tanda baca, kiri ke kanan
2. Sistematis adalah dengan titik tolak dari sistem aturan (hukum), mengartikan
adalah sesuatu yang tidak tepat, itu bahasa orang awam, bukan bahasa hukum.
warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau
b. pegawai negeri sebagai mana dimaksud dalam WvS (Kitab Undang Undang
Hukum Pidana),
c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah,
d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima
e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang
Ayat (3), setiap orang adalah orang perorangan atau termasuk korporasi.
Tidak mudah dilakukan oleh para penegak hukum, karena dokumen untuk itu
sulit didapatkan.
internasional.
6. Antisipasi adalah menjawab suatu isu hukum dengan mendasarkan pada suatu
aturan yang belum berlaku. Ada baiknya memahami sebelas ciri hukum
modern dari Marc Galanter dalam bukunya The Modernization of Law: The
benda, sehingga bisa dikenakan Pasal 362 KUHP. Namun dalam hukum
peraturan perundang-undangan.
pemahamannya
undang yang lebih rendah (negara federal). ............ Praktik sering salah
dipahami
12. Katagori Keputusan Keputusan Pemerintah
6. Tindakan hukum publik ekstern yang banyak pihak, misal perjanjian bagi
negeri
kalimat mempunyai arti, sesuai dengan arti kalimat yang bersangkutan. Maka,
meskipun “kata”-nya sama, dalam kalimat yang berbeda, kata dapat bervariasi
artinya. Para filosof memandang bahasa sebagai alat untuk mencari dan
Bahasa dianggap sebagai senjata ampuh dalam percaturan politik tingkat tinggi.
Dengan bahasa ia tidak hanya berpikir dan memahami dunia, tetapi juga
realitas dapat dimulai lewat penguasaan dan manipulasi dunia simbolik. Dominasi
dunia simbolik berarti penaklukan dunia kita dalam arti paling dalam dan luas.
Kesesatan karena bahasa, bisa hilang atau berubah kalau penalaran dari satu
bahasa disalin ke dalam bahasa lain. Kalau penalaran itu diberi bentuk lambang,
kesesatan itu akan hilang sama sekali. Oleh karena itu lambang dalam logika
membawa perubahan arti, seperti tiap pagi saya “apel”, kata “apel” itu buah
apel.
2. Kesesatan karena Term Ekuivok, term ekuivok itu mempunyai lebih dari satu
arti. Kalau dalam satu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang
sama, maka akan terjadi kesesatan penalaran. Misalnya, sifat abadi adalah
sifat Tuhan. Dewi adalah mahasiswa abadi. Jadi, Dewi adalah mahasiswa
3. Kesesatan Metapora (kiasan), analogi antara arti kiasan dan arti sebenarnya.
Kalau dalam satu penalaran sebuah arti kiasan disamakan dengan arti
rupa, sehingga artinya menjadi bercabang. Kalau dalam kalimat amfibol itu
yang paling depan. Apa yang paling depan, mahasiswa atau mejanya.
14.3.Kesesatan Relevansi
Kesesatan ini timbul, jika orang menyimpulkan yang tidak relevan dengan
Karena kita berusaha supaya orang menerima atau menolak sesuatu usul,
seperti, saya berbuat tanpa sadar, saya berbuat karena ada bisikan gaib.
kepandaian, dan kebaikan harus dibuktikan dengan penalaran yang tepat, tidak
ancaman hukuman, seperti kalau tidak setuju akan dihukum, teror terhadap
14.7.Argumentum ad Misericordiam
pada hakim supaya dibebasakan dari hukuman, karena masih punya anak kecil-
Ditujukan kepada rakyat, pada massa dan pembuktian secara logis tidak
penting, yang penting menggugah emosi massa, membakar emosi massa seperti
Apabila kita menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal sesuatu itu bukan
sebab atau bukan sebab yang lengkap. Misalnya, Parto meninggal karena kena
jantung. Mengapa, setiap pagi saya buka jendela, jawaban yang lumrah kita
diterima adalah supaya udara dan sinar matahari masuk, jawaban yang sebenarnya
adalah karena setiap sore saya tutup jendela, jawaban udara dan sinar matahari
14.10.. Aksidensi
bahwa individu itu juga berlaku untuk kelompok keseluruhan, penalaran kita sesat
Konklusi yang diambil dengan kata atau ungkapan yang berbeda dari bunyi
Apabila konklusi yang diturunkan dari premis yang tidak relevan dengan
premis itu, bukan kesalahan bahasa, tetapi nalar dibuat untuk menghindar dari
tidak bisa dijawab dengan tepat dalam satu jawaban dan membutuhkan penjelasan
terbukti salah atau karena negasinya tidak terbukti benar, seperti tidak ada mahluk
DAFTAR PUSTAKA
Allan R. Brewer Carlas, 1989, Judicial in Comparative Law, Cambride University Press,
Cambrede New York.
Barom De Monteaquieu, 1949, The Spirit of the Laws (tranlated Thomas Nugent), Hafner
Press, A Division of MacMillan Publication Co New York, Coller MacMillan
Publishers, London.
Dicey, A.V, 1967, Introduction to the Study of the Law of the Constitution, English
Language Book Society and MacMillan.
Georg Wihelm Friedrich Hegel, 1956, The Philosophy of History, Dever Publication, Inc.
Hans Kelsen, 1950, The Law of the United Nations A Critical Analysis Its Fendamental
Problems, Steven & Sons Limited, London.
-----------------, 1961, General Theory Law and State, Russell & Russell, New York.
Hans Nawiasky, 1948, Allgmeine Rechtslehre als System der Rechtlichen Rundherffe,
Verlagsantaff Henzier & Co A Einsiendeh/Zurich/Kuln.
Henc van Maarseveen dan Ger Van Der Tang, 1978, Written Constitutions A
Computerized Camparative Study, Oceana Publications Ind Dobbs Ferry, New
York.
Herman Soewardi, 1999, Roda Berputar Dunia Bergulir Kognisi Baru Tentang Timbul
Tenggelamnya Sivilissi, Bakti Mandiri, Bandung.
Ibrahim R (Pen), 1995, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum, RajaWali Granfindo Persada,
Jakarta.
---------------, 2003, Sistem Pengawasan Konstitusional Antara Kekuasaan Legislatif dan
Eksekutif Dalam Pembarruan UUD 1945, Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran, Bandung.
----------------, 2006, Pernak Pernik Yuridis Dalam Nalar Hukum, UPT Penerbit Unud,
Denpasar.
John Locke, 1924, Two Treatises of Civil Government, London J.M, Dent & Sons Ltd, New
York E.P. Dutton & Co Inc.
Julius Stone, 1968, Legal System and Lawyers Reassonings, Maitland Publications PTY
Ltd.
Karl R. Popper, 1968, The Logic Scientific Discovery, New York, London, Harper & Row.
Komariah Emong Sapardjata, 2002, Ajaran Sifat Melawan Hukum Material Dalam Hukum
Pidanan Indonesia, Alumni, Bandung.
Norbert Wiener, 1954, The Human Use of Human Beins Cybernetiecs and Society,
Doubleday Anchor Books Doubleday & Company, Garden City, New York.
Paul-Heinz Koesters, 1983, Okonomen Verlindern die Welt, Stern-Buch in Verlag, Gruner,
Jahr & Co, Hamburg.
Philipus M. Hadjon, 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Majalah Fakultas
Hukum Universitas Airlangga, Yuridika No. 6 Tahun IX, Nopember-
Desember 1994.
Richard Tarnas, 1991, The Passion of the Western Mind Understanding the Ideas That
Have Shaped Our World View, Ballantine Books, New York.
Ruth A. Wallace dan Alison Wolf, 1986, Contemporary Sociological Theory Continuing The
Classical Tradition, Prantice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey.
Soekardijo R.G., 1997, Logika Dasar Tradisional, Simbolik, dan Induktif, Gramedia Pusaka
Utama, Jakarta.
Thomas S. Kuhn, 1962, The Structure of Scientific Revolutions, The University of Chicago
Press Al Right Reserved.
Van Hoof G.J.H, 2000, Pemikiran Kembali Sumber-Sumber Hukum Internasional (Alih