Anda di halaman 1dari 13

Surakarta, 10 April 2020

Kepada Yth.

KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

Jl. Medan Merdeka Barat No.6

Jakarta Pusat

Perihal : Permohonan Pengujian Pasal 88 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009


Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Atas Dilaksanakannya Ketentuan Pasal 5
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan
Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Dengan hormat,

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Dimas Wahyu Nugroho
Tanggal Lahir/Umur : 30 Agustus 1986 / 39 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan/Jabatan : Wiraswasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Lengkap : Jalan Karang Indah RT 02/RW 03, Matesih, Karanganyar
selanjutnya disebut sebagai PEMOHON

Pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengajuan materiil terhadap ketentuan Pasal 88
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas
dilaksanakannya Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010
Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Izinkanlah Pemohon untuk terlebih dahulu secara sistematik menguraikan :
1) Hal-hal yang terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan
memutus perkara pengujian undang-undang sebagaimana yang dimohonkan dalam
permohanan ini;
2) Hal-hal yang terkait dengan kedudukan hukum atau “legal standing” Pemohon yang
menerangkan adanya hak-hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-
Undang Dasar 1945 yang dirugikan dengan berlakunya ketentuan undang-undang yang
dimohonkan untuk diuji;
3) Hal-hal yang terkait dengan argumentasi yuridis yang diajukan Pemohon sebagai
landasan untuk mengajukan Petitum dalam permohonan ini; dan
4) Petitum yang terkait dengan hal-hal yang dimintakan untuk diputus dalam permohonan
ini.
Diantaranya adalah sebagai berikut :

I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI


1. Bahwa berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945, salah satu kewenangan yang dimiliki
oleh MK adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap konstitusi sebagaimana
diatur dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.” (Bukti P-1)
2. Bahwa dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5266) yang menyatakan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945” (Bukti P-2)
3. Bahwa Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5076) (Bukti P-3) yang disebutkan Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk :
a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. Memutus sengketa kewenangan sengketa lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
c. Memutus pembubaran partai politik.
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
e. Kewenangan lain yang diberikan oleh Undang-Undang.
4. Bahwa oleh karena objek peraturan perundang-undangan yang pemohon ajukan untuk
diuji adalah sebuah Undang-Undang, Sementara Mahkamah Konstitusi adalah lembaga
yang berwenang untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, maka Mahkamah Konstitusi jelas berwenang untuk
menerima, memeriksa dan memutus permohonan a quo dan sudah menjadi kewenangan
Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjalankan tugas yang diembannya, yang
diamanatkan kepadanya oleh UUD 1945 sesuai dengan semangat amanat UUD 1945
kepada Mahkamah Konstitusi.
5. Bahwa terdapat asas ius curia novit dalam Pasal 10 ayat (1) Undang – Undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan “pengadilan dilarang menolak
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih
bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.” (Bukti P-4) Dengan alasan tersebut sehingga hakim dilarang untuk
menolak permohonan ini. Bahwa dalam penerapan asas ius curia novit Mahkamah
Konstitusi dapat melakukan pengujian peraturan daerah yang bertentangan dengan
konstitusional sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan.
6. Bahwa dalam Pasal 9 ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan "Dalam hal suatu Undang-
Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi" (Bukti P-5).
7. Bahwa Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pelindung konstitusi (the
guardian of constitution). Apabila terdapat undang - undang yang berisi atau terbentuk
bertentang dengan konstitusi (inconstitution), maka Mahkamah Konstitusi dapat
menganulirnya dengan membatalkan keberadaan UU tersebut secara menyeluruh ataupun
per pasalnya. Berdasarkan fungsinya sebagai pelindung konstitusi, Mahkamah Konstitusi
harus bersedia menguji peraturan perundang-undangan yang merugikan atau melanggar
hak asasi masyarakat.
8. Bahwa sebagai pelindung konstitusi, Mahkamah Konstitusi juga berhak memberikan
penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal – pasal di peraturan perundang – undangan
agar berkesuaian dengan nilai – nilai konstitusi. Tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap
Konstitusionalitas pasal – pasal dari undang – undang tersebut merupakan tafsir terhadap
pasal-pasal yang memiliki makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multi-tafsir dapat pula
dimintakan penafsiran kepada Mahkamah Konstitusi.
9. Bahwa Mahkamah Konstitusi yang berfungsi sebagai penafsir final konstitusi (The Final
Interpreter of The Constitution), yang mana Mahkamah Konstitusi dapat memberikan
penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal dalam suatu Undang-Undang agar
sesuai dengan konstitusi. Maka dari pada itu terhadap Undang-undang yang bermakna
tidak jelas, ambigu serta multi tafsir dapat dimintakan penafsirannya kepada Mahkamah
Konstitusi. Dan juga dengan Mahkamah Konstitusi sebagai The Final Interpreter of The
Constitution artinya Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran akhir mengenai apa
sesungguhnya yang menjadi kehendak pembentuk Undang-Undang.
10. Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka jelas Mahkamah Konstitusi berwenang
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian ini oleh karena objek
permohonan pengujian ini adalah Pasal 88 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dilaksanakannya Pasal 5 Peraturan
Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 maka berdasarkan ketentuan tersebut, Mahkamah
Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo.
II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON
1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang MK juncto Pasal 3 Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian
Undang-Undang (Bukti P-6), menyatakan bahwa Pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya
Undang-Undang, yaitu :
a. Perorangan WNI;
b. Kesatuan masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negara Kesatuan RI yang diatur dalam
Undang-Undang;
c. Badan Hukum Publik dan Privat; atau
d. Lembaga Negara.
Bahwa penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa “yang dimaksud dengan hak
Konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”. Sementara penjelasan Pasal 51 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan
“yang dimaksud dengan perorangan termasuk kelompok orang yang mempunyai
kepentingan yang sama”;
2. Bahwa mengenai parameter kerugian konstitusional, Mahkamah Konstitusi dalam
Yurisprudensinya telah memberikan pengertian dan batasan komulatif tentang apa
yang dimaksud dengan kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu
Undang-undang sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-
III/2005 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 (Bukti P-7)
yaitu sebagai berikut :
a. adanya hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon tersebut dianggap
oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-undang yang diuji;
c. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang
dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian dan/atau kewenangan Konstitusional yang didalilkan tidak akan atau
tidak lagi terjadi.;
3. Bahwa pemohon merupakan individu warga negara Indonesia dibuktikan dengan
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
1310005467800098 (Bukti P-8). Yang memiliki hak konstitusional sebagai warga
negara sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 28D.
4. Bahwa pemohon bekerja sebagai wiraswasta yang memiliki toko pertanian yang
beralamat di Jalan Karang Indah RT 02/RW 03, Matesih, Karanganyar dengan
dibuktikan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor 12/TK/XI/SIUP/2005
(Bukti P-9)
5. Bahwa berdasarkan bunyi Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah “(1) Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). (2) Tarif Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
(Bukti P-10) atas dilaksanakannya Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan “Tarif
BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen)” (Bukti P-11) bahwasannya ketentuan
yang terdapat di dalam pasal a quo telah melanggar hak konstitusional pemohon
dimana pemohon hanya memiliki toko pertanian kecil yang setiap bulannya
mendapatkan penghasilan yang tidak menentu maka ketentuan dalam pasal a quo
akan merenggut perlindungan dan kepastian hukum bagi pemohon seperti yang
tercantum pada pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”. (Bukti P-12)
6. Bahwa berdasarkan poin-poin sebagaimana diuraikan diatas, dengan demikian
terdapatnya hubungan sebab-akibat (causa verband) antara hak konstitusional
Pemohon dengan kerugian hak konstitusional Pemohon atas berlakunya Pasal 88
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah atas dilaksanakannya Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang
dimohonkan dalam perkara ini yang secara potensial menyebabkan tidak
terpenuhinya hak konstitusional pemohon atas sebagaimana termaktub dalam pasal
28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
7. Bahwa ada adagium hukum yakni “UBI IUS IBI REMEDIUM” yang berarti
“dimana ada hak, disana ada kemungkinan menuntut, memperolehnya atau
memperbaikinya bilamana hak tersebut dilanggar”. Sebagaimana adagium tersebut,
pemohon sudah sepatutnya dipandang oleh Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan ini karena terdapat kerugian
faktual yang dialami pemohon serta kerugian potensial akibat dari berlakunya
ketentuan dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
8. Bahwa mengenai dalil-dalil kerugian permohonan pengujian materiil Pasal 88
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah atas dilaksanakannya Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
terhadap Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 akan dijabarkan lebih luas dalam alasan-alasan permohonan (posita);
9. Bahwa apabila permohonan ini dikabulkan dan Pasal 88 Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dilaksanakannya Pasal 5
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28D
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka hak
konstitusional pemohon tidak akan dan/atau tidak lagi dirugikan.
III. ALASAN PERMOHONAN

A. Pengujian Norma Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak


Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bukan
merupakan Perkara Nebis In Idem
1. Bahwa dalam Pasal 60 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, menyatakan
sebagai berikut:
(2) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam Undang-Undang
yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali;
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi
muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang dijadikan dasar pengujian berbeda.
2. Bahwa berdasarkan Pasal 60 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2011 juncto Pasal 42
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005, maka Permohonan Pemohon
tentang Pengujian Pasal 88 Undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah
dan retribusi daerah bukanlah perkara Nebis In Idem karena menggunakan parameter
uji dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang berbeda dengan perkara yang telah
diputus oleh Mahkamah Konstitusi.

B. Pemohon Sebagai Wajib Pajak Berhak Mendapatkan Kepastian Hukum Dalam


Ketetapan Nilai Pajak
1. Bahwa pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa “setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum”. Pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap warga negara
berhak mendapatkan kepastian hukum yang adil, dimana pasal tersebut bertentangan
dengan pasal 88 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah yang menyebutkan “tarif bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen)”. Kemudian dalam pasal
88 ayat (2) menyatakan “tarif perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan
dengan peraturan daerah”. Pertentangannya terletak dalam pegertian ”paling tinggi”
dimana tidak ada kepastian hukum di dalamnya.
2. Bahwa dalam peraturan daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2003
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yaitu pada pasal 5 menyatakan
“tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen)”. Dapat diartikan bahwa
penetapan tarif BPHTB oleh daerah mengambil persentase tertinggi dari yang
ditetapkan didalam undang-undang.
3. Bahwa pada seharusnya daerah menetapkan tarif BPHTB paling tinggi sebesar 5%
untuk masyarakat Karanganyar. Hal ini dikarenakan disesuaikan dengan masing –
masing kondisi masyarakat. Apabila seluruh masyarakat Karanganyar disamakan
keadaannya untuk membayar tarif BPHTB sebesar 5% tentunya hal tersebut akan
mempersulit masyarakat untuk membayarnya dan juga melanggar kepastian hukum
yang adil bagi masyarakat Karanganyar khususnya pemohon.
4. Bahwa penetapan tarif BPHTB Kabupaten Karanganyar sebesar 5% tersebut
memberatkan dan melanggar hak konstitusional pemohon, dimana pemohon disini
tidak dapat memenuhi besarnya tarif BPHTB sebagaiman ditentukan di dalam Pasal a
quo.
5. Bahwa pemohon hanya memiliki toko pertanian yang setiap bulannya mendapatkan
penghasilan yang tidak menentu. Ditambah lagi toko sepi pelanggan, banyak
pelanggan yang lebih memilih berbelanja di supermarket besar daripada membeli
perlengkapan di toko pertanian milik pemohon. Pemohon memiliki penghasilan yang
kecil dan tidak menentu.
6. Bahwa ketentuan dalam pasal a quo sangat merugikan bagi pemohon dan juga
melanggar hak konstitusional pemohon. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bahwasannya pemohon sebagai warga negara berhak untuk mendapatkan kepastian
hukum dan juga perlindungan hukum dalam pelaksanaan peraturan yang ada di
Indonesia.
7. Bahwa ketentuan dalam pasal a quo memberatkan bagi pemohon sebagai warga
Kabupaten Karanganyar. Hal ini dikarenakan pasal a quo mengandung unsur
pelanggaran terhadap warga negara Indonesia khusunya warga-warga desa yang hanya
memiliki penghasilan kecil dan tidak menentu. Tidak adanya pengakuan dan jaminan
di hadapan hukum bagi warga negara dengan kondisi seperti itu.
8. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam pasal 88 ayat (1) dengan penetapan tarif BPHTB
paling tinggi 5% dan meninjau dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karanganyar
yang cukup tinggi, penetapan tarif BPHTB sebesar 5% oleh daerah dirasa
memberatkan bagi masyarakat dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
9. Dapat ditarik kesimpulan bahwasannya penetapan tarif BPHTB sebesar 5%
sebagaimana dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2003
tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan pada Pasal 5 yang merujuk
pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah pada Pasal 88 mengatur mengenai tarif BPHTB ditentukan paling tinggi
sebesar 5%. Hal ini sangat merugikan hak konstitusional pemohon. Pemohon tidak
dapat memenuhi tarif BPHTB tersebut karena Pemerintah Daerah Kabupaten
Karanganyar dalam penentuan tarif BPHTB tidak disesuaikan dengan kondisi
masyarakat Kabupaten Karanganyar yang ada. Pasal a quo tersebut telah melanggar
ketentuan dari pasal 28D ayat (1) mengenai perlindungan, pengakuan, jaminan, dan
kepastian hukum bagi warga negaranya.

IV. PETITUM
Berdasarkan dalil – dalil yang diuraikan diatas, dengan ini pemohon mohon kepada Yang
Mulia Majelis Hakim Konstitusi agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan pengujian materiil Pasal 88 Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dilaksanakannya Pasal 5
Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan Bangunan yang diajukan Pemohon;
2. Menyatakan materi muatan Pasal 88 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dilaksanakannya Pasal 5 Peraturan Daerah
Kabupaten Karanganyar Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan Bangunan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Memohon amar putusan ini dimuat dalam Berita Acara Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya; .

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, memohon putusan yang
seadil – adilnya (ex aequo et bono).

Hormat Pemohon,

(Dimas Wahyu Nugroho)


DAFTAR ALAT BUKTI

No Daftar Alat Bukti Keterangan


1 P-1 Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945
2 P-2 Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun
2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5266)
3 P-3 Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076)
4 P-4 Pasal 10 ayat (1) Undang – Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
5 P-5 Pasal 9 ayat (1) Undang- Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
6 P-6 Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang MK juncto Pasal 3
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam
Perkara Pengujian Undang-Undang
7 P-7 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-
III/2005 juncto Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 11/PUU-V/2007
8 P-8 Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) 1310005467800098
9 P-9 Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor
12/TK/XI/SIUP/2005
10 P-10 Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
11 P-11 Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar
Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak
Atas Tanah dan Bangunan
12 P-12 Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai