Anda di halaman 1dari 18

Evaluasi dan Penatalaksanaan Pasien Kedaruratan Psikiatri Gaduh Gelisah

Cicilia Sinaga - 102016170

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

E-mail: ciciliaputriks@gmail.com

Abstrak

Keadaan darurat psikiatris adalah gangguan perasaan, pemikiran, dan kebiasaan


mereka yang memerlukan bantuan darurat karena orang-orang itu bisa mati dalam
penyesalan atau cacat kronis. Yang paling berbahaya bagi diri mereka sendiri atau
orang lain dan lingkungan mereka, tetapi dapat memberikan keuntungan untuk
membangkitkan kembali perasaan, wawasan, pemahaman mereka,
membangkitkan kekuatan mereka dan hal-hal baik untuk melihat latar belakang
perasaan gangguan. Untuk membantu agar keadaan darurat psikiatrik menjadi
mudah dan penuh percaya diri juga dapat lebih berhati-hati dan mengetahui
bahwa orang-orang dapat menjadi orang yang agresif.

Kata kunci : gawat darurat, psikiatri

Abstract

The emergency of psychiatric is a disturbia of their feelings, thinking and habit


that need an emergency helps because those people can die into regretion or
chronical defect. The most dangerous for themselves or other people and their
enviroment, but it can give advantageous to rise again their feelings, insight,
understandings, rise up their power and the good things for looking the
background of feeling disturbia. To help that emergency of psychiatric are being
easy and full of confidence also can be more careful and to know that the people
could being an aggression person.

Keywords : The Emergency, Psychiatric

1
Pendahuluan

Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari ilmu kedokteran jiwa dan


kedokteran kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang
memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara
lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus
kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang
memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, tindak
kekerasan (violence), tentamen suicidum/percobaan bunuh diri, gejala ekstra
piramidal akibat penggunaan obat, dan delirium. Frekuensi gangguan ini
meningkat dengan bertambahnya keadaan seperti tindak kekerasan, perubahan
perilaku dan jiwa akibat penyakit organic, serta penggunaan zat seperti
alkoholisme dan sebagainya. Para dokter dituntut berperan lebih besar sebagai
petugas atau konsulen pertama dari pelayanan kesehatan kesehatan yang terpadu.
Dokter ahli jiwa darurat harus fasih dalam masalah medikolegal dan perawatan
terpadu.1

Bersama dengan makalah ini penulis akan menjelaskan mengenai gawat


darurat psikiatri tentang gaduh gelisah yang terjadi pada pria berusia 25 tahun.

Evaluasi Kedaruratan Psikiatri1,2


Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat
adalah tujuan utama dalam melakukan evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan
segera yang harus dilakukan secara tepat adalah menentukan diagnosis awal,
melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera pasien, serta
memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai. Alat evaluasi utama
kedaruratan psikiatri adalah pemeriksaan fisik, wawancara psikiatri, pemeriksaan
status mental, dan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan.
1. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Tingkat kesadaran
 Tanda-tanda vital

2
 Pemeriksaan fisik head to toe
 Pemeriksaan Neurologis
Bila diduga terdapat gangguan serebral organic, pemeriksaan
neurologic yang lebih lengkap perlu dilaksanakan termasuk uji:
kemampuan bahasa, kidal atau kinan, memori, apraxia, agnosia,
fungsi angka, disorientasi kanan-kiri, kelancaran verbal.3
2. Wawancara psikiatri
Wawancara darurat sama dnegan wawancara psikiatri baku kecuali
masalah keterbatasan waktu dan desakan kemungkinan adanya risiko pada pasien
atau orang lain. Umumnya dokter memperhatikan keluhan yang ditampilkan serta
alasan yang membawa pasien ke ruang gawat darurat. Bila dikawal oleh keluarga,
teman, atau polisi, riwayat tambahan harus dimintakan dari mereka. Apabila
pasien dinilai tidak mampu kooperatif atau tidak dapat dipercaya informasinya,
wawancara dengan orang lain yang mengenal pasien yang lebih dapat diandalkan
informasi dan kemampuan untuk melapornya.

Dokter harus memikirkan segala kondisi yang memungkinkan pasien


menunjukkan tanda dan gejala ini. Riwayat psikiatri pasien juga penting untuk
lebih mengerti kondisi pasien dan langkah penanganan selanjutnya. Keluhan
utama didapatkan menggunakan ungkapan kata pasien sendiri. Perlu ditanyakan
juga bagaimana kehidupan pasien sekarang dan apakah ada hal-hal yang mungkin
memicu munculnya gejala dan bagaimana kepribadian pasien. Hal-hal tersebut
juga termasuk obat atau zat yang biasa pasien gunakan, baik untuk tujuan
pengobatan maupun penyalahgunaan zat atau obat. Dokter juga perlu
mendapatkan keterangan medik dari gangguan terdahulu dan perhatikan adanya
penyakit fisik, pembedahan, serta trauma yang penting, terutama yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.

3. Pemeriksaan status mental


Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan status
mental;
Penampilan dan perilaku

3
Identifikasi pribadi: Pakaian, perawatan diri, misalnya pemakaian
warnawarna dan riasan yang cerah dapat terlihat pada pasien mania, pengabaian
terlihat pada pasien depresi. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, pwnuh
perhatian, tertarik, terus terang, suka bercanda dll. Perilaku dan aktivitas
psikomotor: cara berjalan, manerisme, erakan tubuh, kedutan stereotipi, gerakan
mencabut, menyentuh pemriksa, kikuk, pincang, kaku, lambat, hiperaktif,
kegelisahan, kontak mata, mudah marah, kesesuaian, mudah teralihkan. 1

Bicara
Kecepatan: lambat/terbelakang, atau tertahan/tidak dapat diinterupsi.
Irama: normal, intonasi datar atau berlebihan. Volume: berbisik, tenang, keras. Isi:
mempermainkan kata-kata yang berlebihan, asosiasi bunyi (clang association),
berbicara satu-satu suku kata (monosyllabic), spontan atau hanya menjawab
pertanyaan. Periksa juga adanya disfasia maupun disartria.1

Mood dan afek


Amati mood (emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai
persepsi orang tersebut terhadap dunia) apa yang dirasakan, kedalaman, intensitas,
durasi, fluktuasi mood- depresif, putus asa, iritabel, euforik, hampa, bersalah,
merasa sia,-sia rendah diri. Amati afek (ekspresi yang ditunjukan pasien terhadap
hal yang ia rasakan di dalam) luas, terbatas, menumpul, datar, dangkal, kesulitan
memulai, mempertahankan dan mengakhiri suatu responemoional, ekspresi sesuai
isi pikir. 1

4. Isi Pikiran1,2
a. Gangguan isi pikiran formal (bentuk pikiran abnormal)
Pasien tidak mengikuti susunan yang umum dalam komunikasi dan
akibatnya pembicaraan menjadi kurang berarti. Biasanya pada skizofrenia.
 Derailment (gerakan Knight): terdapat kekacauan kata-kala secara tiba-
tiba dari waktu ke waktu, yang seharusnya sesuai, namun tidak dalam
konteks ini (jalannya isi pikiran menjadi keluar jalur).

4
 Circumstantiality (asosiasi ionggar): isi pikiran menjadi samar-samar dan
tampak campur aduk.
 Bloking isi pikiran: sensasi-sensasi isi pikiran tiba-tiba berhenti.1
b. Tempo isi pikiran abnormal
Akselerasi (isi pikiran ditekan, Sight of ideas dapat timbul tanpa penekanan
untuk bicara) atau retordasi.
c. Kepemilikan isi pikiran abnormal
Pasien merasa pikirannya dikendalikan oleh sesuatu dari luar—penarikan isi
pikiran, insersi, penyiaran (merasa pikiran seseorang ditarik oleh orang lain).
d. Isi pikiran abnormal
Waham-waham (delusi)
Waham adalah kepercayaan yang salah, tidak mudah digoyahkan, di luar
sistem kepercayaan sosial dan budaya normal seorang individu.1,3 Tipe-tipe
waham:
 Grandiose (kebesaran): percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan
misi khusus.
 Poverty (kemiskinan): percaya bahwa mereka telah dibuat miskin.
 Guilt (rasa bersalah): percaya bahwa mereka telah melakukan kejahatan
dan pantos dihukum.
 Nihilistic (ketidakberadaan): percaya bahwa mereka tidak berarfi afau
tidak ada.
 Hypochondriacal: percaya bahwa mereka mengidap suatu penyakit fistk.
 Persecutory (penganiayaan): percaya bahwa semua orang berkonspirasi
melawan mereka.
 Reference (referensi): percaya bahwa mereka dipengaruhi oleh maja-
lah/televisi.
 Jealousy (kecemburuan): percaya bahwa pasangan mereka tidak setia
meskipun tidak ada buktinya.
 Amorous (penuh cinta): percaya bahwa orang lain sedang jatuh cinta
dengan mereka.

5
 Infestation (serbuan): percaya bahwa mereka diserbu oleh serangga atau
parasit.
 Passivity experiences: percaya bahwa mereka disuruh melakukan se-
suatu, atau merasakan emosi-emosi, atau dikendalikan dari iuar; somatic
passivity—merasa seolah-olah mereka dipindahkan dari luar.1

5. Persepsi Abnormal1,2
 Ilusi: salah menginterpretasikan stimuli yang normal.
 Halusinasi: persepsi yang salah tanpa adanya stimulus apapun; merasa hal itu
berasal dari luar dirinya.
o Pendengaran: suara-suara orang kedua langsung diarahkan kepada
pasien. Tanyakan waktu terjadi, pemicu, jumlah suara, orang pertama
atau kedua, misalnya suara tersebut mungkin mengatakan "saya tidak
berguna".
o Penglihatan
o Penciuman: biasanya bau yang tidak sedap
o Pengecapan: biasanya suatu perasaan bahwa sesuatu terasa berbeda
dan ini diinterpretasikan sebagai akibat peracunan.
o Sensasi somatik: misalnya, sensasi adanya serangga di bawah
kulitatau gerakan sendi-sendi

6. Kognisi
Gangguan kognisi adalah patognomonikpada patologi medis, neurologis,
farmakologis atau bedah (sering disebut sebagai gangguan mental organic.
Menguji fungsi kognitif (intelektual) yang meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran (bervariasi dari kedaran penuh sampai koma), orientasi (situasi,
waktu tempat dan orang), perhatian, ingatan (ingatan segera, ingatan baru,
ingatan jauh) dan simpanan informasi (pengetahuan yang memdai sesuai
umur dan situasi sosialnya).2
7. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan lab yang perlu dilaksanakan :

6
 Uji darah
Alasan penting untuk dilakukan uji darah yakni memeriksa adanya
gangguan organic seperti endokrinopati dan gangguan penggunaan zat
psikoaktif yang mungkin menyebabkan gejala psikiatri. Selain itu juga
untuk memeriksa komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri. 3
o Uji darah lengkap
o Uji fungsi tiroid
o Uji fungsi hati
o Kadar vitamin B12 dan Asam folat
 Pemeriksaan neurologic; lanjutan meliputi pemeriksaan neurologic dasar
dan pemeriksaan penunjang seperti EEG, CT scan, pemeriksaan urin untuk
deteksi penggunaan zat/tertentu, dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
darah atau glukosa darah bila dicurigai terdapat penyakit organic yang
menjadi penyebab atau yang ko-eksisten. 1,2
 Pemeriksaan urin; umum digunakan untuk skrining penggunaan obat-
obatan seperti marijuana (kanabis), opioid, amfetamin, kokain, steroid,
barbiturate, fensiklidin (PCP), dll. 1-4
Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:
a. Keamanan pasien3
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di
UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien. Jika intervensi verbal
tidak cukup atau kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau
pengekangan.
b. Medik atau psikiatrik3
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik atau
kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi medik
umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam inggi, kelainan
metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat seringkali menyebabkan gangguan
fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik umumnya. Dokter gawat

7
darurat tetap harus menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi
mental yang tampak.
c. Psikosis3
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal ini dapat
mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta
kepatuhannya dalam berobat.
d. Suicidal atau homicidal3
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus diobservasi secara ketat.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh
diri harus selalu ditanyakan kepada pasien.
e. Kemampuan merawat diri sendiri3
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu
merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang dianjurkan.
Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah
merupakan salah asatu indikasi rawat inap.
Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:
a. Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain
b. Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan
c. Perlu observasi lebih lanjut.

Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding yang dapat dibuat dari seorang pasien yang
dibawa oleh polisi dalam keadaan luka-luka memar dengan kondisi gaduh gelias,
teriak-terika, bicara melantur, mengatakan ada yang ingin membunuhnya dan baru
saja mengalami tabrakan ketika mengendarai mobil dengan ugal-ugalan, adalah:

Agitasi1

8
Meningkatnya kegaduhan mental dan kegiatan motoric. Dapat terjadi pada
rentang kondisi gangguan mental yang luas. Hal ini dapat menjadi gawat darurat
karena biasanya mendahului tindak kekerasan. Singkirkan sindrom mental
organic, seperti delirium atau demensia. Periksa tanda vital pasien sebanyak
mungkin yang dapat diperiksa. Tanda vital abnormal yang mengarah pada
abnormalitas susunan saraf autonom biasanya merupakah tanda kearah gangguan
organic, seperti intoksikasi atau abstinensi obat atau alcohol.

Bila masih dapat berbincang dengan pasien, coba tenangkan pasien.


Jangan menyatakan rasa amarah atau bermusuhan, jangan bersikap menghukum,
tetapi berisaklah tenang dan beritahu pasien bahwa anda mau mendengarkan
secara empatik menghadapi keluhannya. Bujuk agar pasien tenang dan katakan
bahwa wawancara adalah rahasia dan pasien berada di lingkungan yang aman dan
setiap orang disitu ingin membantu pasien.

Bila pembicaraan tidak efektif, isolasi pasien. Hindarkan rangsang yang


terlalu banyak dari orang lainnya. Bila pasien berisiko lepas kendali, beritahu
pasien bahwa para anggota staf rumah sakit akan membantu menguasai keadaan
secara pasti dan tegas. Kalaupun pasien membutuhkan sedative, coba untuk
menentukan masalah psikologisnya yang menjadi penyebab agitasi.

Evaluasi dan pengelolaan:

1. Lindungi diri sendiri dan staf. Jangan menempatkan diri pada tempat yang
mudah diserang dan pastikan anda memiliki cukup staf terlatih dalam
upaya pengekangan pasien bila diperlukan
2. Pengekangan fisik harus digunakan bila medikasi tidak efektif, dan bila
tindak kekerasan atau pelarian mungkin terjadi.
3. Perhatikan tanda kekerasan. Awasi tiap perubahan perilaku, emosi, cara
bicara, atau afeknya. Tiap perubahan fungsi ini pertanda dari hilangnya
pengendalian
4. Pertahankan kesamaan diantara anggota tim tentang rencana pengobatan.
Beritahu pasien peraturan yang jelas dan tidak bertentangan tentang

9
perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima dalam UGD atau ruang
praktek, namun anggota tim harus tahu dan setuju bersama dahulu
5. Bila kemampuan pasien untuk menentukan keputusan dan sikap untuk
dirinya terganggu, serta meningkatkan risiko terhadap keselamatannya,
pasien harus dicegah meninggalkan rumah sakit. Namun persiapan
dokumen harus lengkap bila pasien dirawat inap yang bertentangan
dengan kemauannya. Bila kemampuan pasien tidak terganggu tetapi ada
risiko medik yang tinggi, dokter harus meyakinkan pasien agar ia tetap
berada di rumah sakit. Pendekatan yang efektif adalah menunjukan sikap
yang tidak menghadang, tetapi tegas, simpatik dan tulus ingin membantu
akan membuat pasien merasa berada di bawah pengawasan yang mantap.

Bila pasien menggunakan obat khusus atau ada riwayat responsive dengan
obat tertentu, gunakan obat itu lagi. Bila tak ada riwayat yang jelas,
benzodiazepine efektif seperti obat lainnya, demikian pula untuk antipsikotika.
Untuk agitasi hebat dan cenderung meningkat, obat penenang dibutuhkan.
Biasanya diberikan hipnotika sedative (contoh: benzodiazepine atau barbiturate)
atau antipsikotika.

Antipsikotika. Pilihan obat didasarkan pada cara pemberian yang bisa


dilaksanakan, kekuatan khasiatnya, dan profil efek sampingnya. Antipsikotika
kuat adalah pilihan utama walaupun menyebabkan efek samping ekstrapiramidal,
maka harus siap obat antikolinergik (contoh: benztropine 2mg IM).

Periksalah tanda vital pasien. Antipsikotika ringan (seperti klorpromazin)


harus dihindari khawatir terjadi hipotensi. Bila demam, hindari antipsikotika
karena menyebabkan poikilotermia yang mengganggu penanggulangan
demamnya. Pilihan utamanya yaitu haloperidol 5mg per oral atau IM, dapat
diulang tiap jam bila dibutuhkan. Akatisia (gelisah, tak dapat duduk diam) adalah
efek samping yang umum dari antipsikotik kekuatan tinggi, sulit dibedakan dari
agitasi yang memburuk.

10
Akatisia1

Akatasia merupakan kegelisahan motoric yang subjektif tidak nyaman dan


tampak oleh orang lain, disebabkan oleh medikasi antipsikotik, sering diikuti
agitasi dan iritabilitas. Dokter harus mendapat riwayat pengobatan antipsikotika
pasien, terutama yang baru-baru ini. Gejala ini dapat mulai beberapa hari atau
minggu setelah pemakaian obat tersebut. Tanyakan pasien mengenai kegelisahan
subjektif dan amati kegelisahan motoriknya. Gerakan khas cenderung berdiri dan
duduk terus-menerus, mondar-mandir, duduk menyilangkan kaki dan melepaskan
kembali, menggeser-geser dan mengetuk-ngetuk dengan kaki. Gerakan berulang
terus-menerus biasanya merupakan akatisia daripada agitasi.

Bila ada agitasi dan akatisia, pertimbangkan benzodiazepine, contoh


lorazepam 2mg IM lalu reevaluasi dalam waktu 1 atau 2 jam. Dosis biasaya
adalah 1mg 3x/hari. Bila hanya akatisia, coba turunkan dosis antipsikotiknya.
Beta-blocker seperti propranolol 10-40mg 3x/hari dapat membantu. Klonidin juga
dapat digunakan. Dapat diberi IV pada keadaan berat atau per oral 0,3mg 3x/hari.
Antikolinergik seperti benztropine 2mg per oral, IM, atau IV dapat dicoba, tetapi
kurang efektif untuk akatisia. Amantadine 100-300mg, yaitu agonis dopamine
dpaat dicoba juga.

Skizofrenia kronik eksaserbasi akut1

Skizofrenia dalam remisi dapat tidak terduga dan gejalanya menyebabkan


hendaya fungsioinal dan berlanjut. Skizofrenia ditegakkan bila gangguan sudah
berjalan selama 2 tahun. Petunjuk dini eksaserbasi skizofrenia termasuk
bertambahnya paranoia, waham besar, waham agama, gagasan menyangkut diri,
amarah, cemas, gejala somatic, kesulitan tidur, kesulitan bekerja, dan pernarikan
diri secara sosial. 2,5

Teknik wawancara dengan pasien adalah dengan sikap mendukung dan


empatik, memberikan pengarahan yang halus dan berencana, mengajukan
pertanyaan sederhana dan langsung, dan menawarkan pengobatan dengan

11
mengatakan bahwa medikasi dapat membantu mereka merasa tenang, berpikir
lebih jernigm atau mengurangi gangguan akibat suara halusinasi yang mereka
dengar.

Evaluasi dan pengelolaan:

1. Evaluasi juga kebutuhan medis pasien. Perhatikan adanya tanda cedera,


malgizi, kelelahan, atau hiperpireksia.
2. Gali riwayat jangka panjang pasien dan hasil laboratorik (bila ada).
Kontak dengan dokter yang biasa merawatnya, atau pekerja sosial, atau
kerabatnya untuk mendapatkan keterangan tambahan demi menegakkan
diagnosis definitive apakah ia eksaserbasi skizofrenia kronik atau
gangguan afektif psikotik.
3. Pasien skrizofrenik berisiko tinggi terjalin penyalahgunaan zat/obat,
tersering ialah alcohol dan kokain. Pasien juga dapat menyalahgunakan
antikolinergik untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal obat
psikotiknya, sehingga dapat menyebabkan delirium dengan halusinasi
visual.
4. Salah satu efek samping obat antipsikotik dapat berupa dystonia akut,
rigiditas, cogwheel rigidity, bradikinesia, akinesia, akatisia, dan dyskinesia
tardif. Efek samping ini dapat diredakan dengan antikolinergik atau beta
blocker dan benzodiazepine untuk akatisia.
5. Evaluasi adanya peristiwa traumatic atau interpersonal yang penuh stress
yang membawa ke eksaserbasi. Barangkali kondisi ini dapat diatasi
dengan manipulasi lingkungan dan intervensi krisis. Eksaserbasi dapat
disebabkan oleh depresi sekunder, sehingga perlu evaluasi tanda depresi
dan kecenderungan bunuh diri.
6. Rawat inap sering dibutuhkan untuk mencegah pasien
mencederai/membunuh diri sendiri atau orang lain, juga karena
kemampuan pasien untuk merawat diri. Tetapi upaya diagnostic cermat
dan menstabillkan pasien dengan medikasi, rujuk pasien untuk rehabilitasi

12
dan edukasi. Bagi pasien yang rawat jalan dengan gejala akut, dapat
diberikan antipsikotik atau benzodiazepine dan pengamatan beberapa jam.
7. Terapi perilaku, terapi keluarga, terapi kelompok, psikoedukasi, dan
psikoterapi individu dapat bermanfaat.
8. Pengekangan biasanya dilakukan dengan pemberian obat dahulu yaitu
benzodiazepine atau antipsikotika. Jika agitasi hebat atau berbahaya
setelah pemberian antipsikotik IM, isolasi dan pengekangan fisik harus
dilakukan.

Terapi obatnya adalah antipsikotika kekuatan rendah seperti klorpromazin


dan tioridazin, lebih berkhasiat sedative dengan efek samping ekstrapiramidal
jarang dibanding antipsikotik kekuatan tinggi seperti haloperidol dan flufenazin.
Benzodiazepine juga efektif untuk agitasi akut dan tambahan untuk antipsikotika,
tetapi tidak untuk antipsikotik primer. Klozapin dapat diberikan pada pasien yang
tidak respons terhadap antipsikotika lain.

Intoksikasi alkohol1,5

Intoksikasi alcohol/mabuk akibat alcohol adalah perilaku maladaptive


setelah minum sejumlah alcohol yang menimbulkan intoksikasi pada kebanyakan
orang. Konsentrasi di darah biasanya mencapai 30-60 mg/dL. Intoksikasi legal
adalah 100mg/dL. Periksa teliti pada pasien untuk gejala abstinensi, seperti
tremor. Cari juga tanda bekas kecelakaan; terutama pada kepala, hematoma
subdural, fraktur ruling iga, dan hematoma fasial, sirosis, hepatitis, pankreatitis,
gastritis, perdarahan gastrointestinal, neuropati, kardiomiopati, infeksi, dan gejala
akibat penggunaan zat itu.

Pasien biasanya sulit untuk diwawancara. Pasien dengan gangguan mental


lain yang terintoksikasi mungkin cenderung bunuh diri atau membunuh tetapi
tidak saat sudah jernih dan membaik. Bila cenderung agitated dan berontak,
penjaga keamanan harus siaga. Jangan menantang, mengusik, atau memarahi
pasien.

13
Bantu pasien melalui masa intoksikasi tanda cedera atau melukai dalam
lingkungan yang aman. Reevaluasi saat sudah lewat masa intoksikasi. Evaluasi
gangguan yang terkait alcohol (seperti ketergantungan atau abstinensi) dan
gangguan jiwa lain. Bisa jadi pasien menggunakan alcohol karena untuk
mengobati kecemasan, gejala psikotik, dan depresi. Pikirkan perawatan inap dan
detoksifikasi bila perlu. Pasien yang ingin bunuh diri dan melakukan tindak
bahaya lain mungkin harus dirawat di bangsal psikiatri. Periksa tanda-tanda vital
pasien. Cari tahu apakah pasien menyalahgunakan obat/zat lain.

Medikasi dosis tinggi tidak diindikasi karena obat sedative berinteraksi


sinergis dengan alcohol di tubuh pasien. Tanggulangi agitasi dengan kekangan
fisik lalu gunakan hati-hati benzodiazepine (misal lorazepam 1-2mg per oral atau
IM) sambil selalu amati pasien dengan cermat.

Intoksikasi1,5

Pasien dengan intoksikasi memiliki perilaku maladaptive (seperti


memberontak, daya pertimbangan terganggu, atau fungsi sosial dan kerja
terganggu) terkait dengan penggunaan zat. Selalu duga adanya penggunaan zat
multipel, pasien mengecilkan jumlah zat, frekuensi, dan lama penggunaannya.
Pertimbangkan adanya penyulit medik seperti SSP atau depresi pusat napas
karena opioid, barbiturate, hipnotika sedative, kejang, dan artimia karena kokain.

Evaluasi dan pengelolaan:

1. Catat tanda-tanda vital pasien


2. Cari tanda intoksikai lain seperti ataksia, disartria, nystagmus, perubahan
pupil, depresi SSP, dan agitasi
3. Pikirkan kemungkinan overdosis ataupun jumlah yang terlalu dikecilkan
4. Cari gejala putus zat
5. Secara cepat, periksa kondisi pasien untuk taraf berbahaya. Cegah adanya
cedera. Kekangan fisik dan rawat inap wajib sering diperlukan
6. Evaluasi dan obati masalah medis

14
7. Beri kesempatan agar zat terkuras dari tubuh pasien dan reevaluasi saat
pasien sudah tidak intoksikasi lagi.
Trauma Kepala1,2

Penyebab paling sering trauma kepala adalah kecelakaan kendaraan


bermotor. Trauma kepala dapat menimbulkan berbagai sindrom klinis yang
beraneka ragam seperti depresi, mania, psikosis, gangguan kepribadian, organic,
dan demensia. Pasien dengan sindrom pasca-kontusio dapat mengalami episode
pusing kepala, cemas, labilitas, nyeri kepala, pusing (tidak seperti gambaran
vertigo yang asli), kelelahan, iritabilitas, sulit berkonsentrasi dan melakukan suatu
tugas mental, hendaya daya ingat, insomnia, menurunnya toleransi terhadap
stress, gejolak emosional atau terlibat alcohol, dan perubahan kepribadian. Gejala
dapat diperberat alcohol, latihan jasmani, terkena udara panas, atau terkena
sinar/terik matahari. Sindrom akut biasanya khas dinyatakan dalam amnesia yang
dapat sembuh dengan cepat.

Peran Medikolegal6-8

Menurut Pasal 433 KUH Perdata

Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak
atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang2 cakap
mempergunakan pikirannya.

Pasal 44 KUHP

Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung-


jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu
karena penyakit, tidak dipidana

Menurut beberapa ahli, dikatakan bahwa Hukum memaafkan;

o Karena cacat atau sakit mentalnya, tidak dapat memahami sifat


tindakannya, atau tidak memahami bahwa tindakannya salah (M'Naghten
rule)

15
o Tindakannya adalah hasil dari penyakit atau cacat mentalnya (Durham
rule)
o Karena cacat atau sakit mentalnya, tidak memiliki kapasitas untuk menilai
“kesalahan” perbuatannya atau tidak mampu memenuhi persyaratan
hukum (ALI (American Law Institute) test /Model Penal Code test)

Peran psikiatri dalam hukum

 Membantu lembaga peradilan dalam menentukan kondisi kesehatan


mental seseorang

 Membuat visum et repertum psikiatrikum

 Membuat surat keterangan kesehatan jiwa

 Sebagai saksi ahli dalam peradilan

 Memberikan informasi pada masyarakat luas tentang pentingnya


pemeriksaan psikiatrik

 Membantu perlindungan pengobatan dan perawatan penderita gangguan


jiwa

Visum et Repertum

Keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang


berwewenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup
maupun mati ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuan
dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.

Dasar hukum pengadaan Visum et Repertum

- Pasal 120 KUHAP


Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.

- Pasal 133 KUHAP

16
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan
tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

Konsep operasional tentang Gangguan Jiwa (dengan memperhatikan keterbatasan


kemampuan atau ketidakmampuan (disability)):

1. Ketidakmampuan memaksudkan suatu tujuan yang sadar (intentional


disability)

2. Ketidakmampuan mengarahkan/ mengendalikan kemauan/tujuan tindakan


(volitional disability)

3. Ketidakmampuan memahami nilai dan risiko tindakannya

Kesimpulan

Pada pasien yang dibawa oleh polisi dalam keadaan luka-luka memar dan
gaduh gelisah, dokter harus selalu menduga masalah medis fisik maupun psikiatri
pada diri pasien. Evaluasi menyeluruh dilakukan dengan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh (termasuk pemeriksaan neurologi), wawancara psikiatri, pemeriksaan
status mental, dan pemeriksaan penunjang. Penanganan pun disesuaikan dengan
gejala dan kebutuhan pasien. Bila ada suatu permintaan dari pihak berwenang,
segala bentuk pemeriksaan dan penemuan harus dicantumkan dalam sebuah
catatan tertulis sebagai bukti untuk kepentingan peradilan, yang dinamakan Visum
et Repertum.

Daftar Pustaka

17
1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.h.54-7.
2. Yosep,Iyus.(2010).Keperawatan Jiwa.Bandung:PT Refika Aditama.h.21-
3.
3. Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins.h.67-8.
4. Stuart,GailW.(2006).BukuSakuKeperawatanJiwaedisi
5.Jakarta:EGC.h.10-4.
5. Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.h.24-7.
6. Davies,Teifiondan Craig.(2009).ABC Kesehatan
Mental.Jakarta:EGC.h.33-4.
7. Efendi J, Widodo IG, Lutfianingsih FF. kamus istilah hokum popular.
Jakarta: Prenadamedia group; 2016. H 437-8
8. Arsyadi. Fungsi dan kedudukan visum et repertum dalam perkara pidana.
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. 2014; 2(2): 57-60

18

Anda mungkin juga menyukai