STAMBUK : 4517042016
Baik UU SPPN maupun UUPR menghendaki sebuah keintegrasian, yaitu agar dokumen
rencana tata ruang yang dibuat dapat selaras dengan dokumen rencana pembangunan. Lebih
khusus lagi, RPJP Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa konsistensi pemanfaatan ruang
dapat dicapai dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan.
Pemerintah Pusat, melalui pendekatan pembangunan berbasis kewilayahan mulai pada RPJMN
2010-2014 telah mulai melakukan sinkronisasitersebut. Produk dari integrasi kedua dokumen
rencana tersebut adalah Buku III RPJMN 2010-2014 dan Buku III RPJMN 2015-2019; dan
setiap tahun dijabarkan di dalam RKP. Proses sinkronisasi rencana tata ruang dan rencana
pembangunan di Daerah perlu juga dilakukan dengan mengacu pada proses yang terjadi di Pusat.
Output dari kegiatan perencanaan adalah dokumen perencanaan,namun hal yang tidak dapat
diabaikan adalah kualitas proses dalam mencapai dokumen tersebut. Menurut Conyers dan Hills
(1990:74) proses perencanaan digambarkan suatu siklus yang terdiri dari decision to adopt
planning, establish organizational framework, specify planning goal, formulate objective, collect
and analyse data, identify alternative, appraise alternative, sellect prefered alternative,
implement, monitor and evaluated.Terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan dalam
memahami dan mengimplementasikan proses perencanaan diantaranya(Pontoh dan Kustiawan,
2009:312):
a) Proses perencanaan dipandang sebagai sebuah siklis dari serangkaian tahapan yang
menjembatani penyusunan tujuan dan program sebagai implementasinya;
b) Sebagai satu kesatuan maka tiap tahapan tidak boleh terisolasi dari tahapan lainnya.
Implikasinya adalah setiap tahapan tidak hanya mempengaruhi tahapan terdekat sebelum dan
sesudahnya;
c) Tiap tahapan tidak selalu dilakukan secara sekuensial.
Berdasarkan Undang-Undang no. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa
pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang. Pelaksanaan
penataan ruang dibagi menjadi beberapa tahap, dengan tahap pertama berupa perencanaan tata
ruang.
Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah dua puluh (20) tahun dan dapat ditinjau kembali satu (1)
kali dalam lima (5) tahun. Apabila dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan
dengan bencana alam berskala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang
ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih
dari satu (1) kali dalam lima (5) tahun.
Gambar 2 Diagram Hubungan Dokumen Rencana Tata Ruang dan Rencana Pembangunan
Penyusunan RPJMD memperhatikan dan mempertimbangkan struktur dan pola penataan ruang
yang sesuai dengan RTRW Kota sebagai dasar untuk menetapkan lokasi program pembangunan
yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang dalam suatu daerah, Secara substansi, hubungan
RPJMD kota dengan RTRW Propinsi dan Kota, RPJMD kota berpedoman pada subtansi tujuan
penataan ruang wilayah dan rencana penetapan struktur ruang wilayah yang didalamnya memuat
rencana pengembangan perwilayahan dan pembangunan jaringan infrastruktur kota, serta
rencana pola ruang wilayah yang memuat penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya
serta pelibatan masyarakat dalam penataan ruang kota.
Dalam menyusun RPJMD, selain berpedoman pada RTRW daerah sendiri, juga perlu
memperhatikan RTRW daerah lain agar tercipta sinkronisasi dan sinergi pembangunan jangka
menengah daerah antarprovinsi/antarkabupaten/kota serta keterpaduan struktur dan pola ruang
dengan provinsi dan kabupaten/kota lainnya, terutama yang berdekatan atau yang ditetapkan
sebagai satu kesatuan wilayah pembangunan provinsi dan kabupaten/kota dan atau yang
memiliki hubungan keterkaitan atau pengaruh dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Gambar 3 Tujuan Integrasi Rencana Sektoral, Rencana Pembangunan, dan Rencana Tata Ruang