Anda di halaman 1dari 35

FRAKTUR KLAVIKULA

(Fadila Diromandon, S.Ked)

A. Epidemiologi
Fraktur klavikula adalah cedera yang umum pada orang dewasa (2-5%) dan
anak-anak (10-15%) dan mewakili 44-66% dari semua patah tulang bahu.
Fraktur pada midshaft merupakan yang terbanyak 69-82%, fraktur lateral 21-
28%, dan fraktur medial yang paling jarang 2-3%. Pada anak-anak, klavikula
mudah mengalami fraktur, namun hampir selalu terjadi union dengan cepat dan
tanpa komplikasi. Pada orang dewasa, fraktur klavikula merupakan cedera
yang lebih sulit.1,4
Paling sering, fraktur klavikula terjadi akibat hentakan gaya pada daerah
bahu seperti saat terjatuh ke lantai, meskipun juga dapat terjadi akibat gaya
langsung pada tulang klavikula.4

B. Etiologi
Etiologi cedera klavikula pada dewasa muda dan anak-anak paling sering
adalah kecelakaan kendaraan, cedera olahraga dan, pada tingkat lebih rendah,
jatuh. Namun, jatuh merupakan penyebab paling sering di antara orang tua.
Cedera klavikula dapat dibagi menjadi tiga bagian anatomi yang berbeda;
klavikula medial, poros dan ujung lateral. Lokasi dan pola cedera sangat
penting ketika merumuskan rencana manajemen.1
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu
akibat kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan
bermotor, namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non
traumatik. Berikut beberapa penyebab pada fraktur clavicula yaitu:3
 Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan.
 Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
 Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
 Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan clan lain-lain.

C. Klasifikasi
Fraktur klavikula atau biasanya digambarkan menggunakan sistem
klasifikasi Allman, membagi klavikula menjadi 3 kelompok berdasarkan lokasi.
Fraktur sepertiga tengah atau midshaft berada di Grup I, fraktur sepertiga
distal atau lateral berada di Grup II, dan fraktur sepertiga proksimal atau
medial berada di Grup III.5,
Klasifikasi berdasarkan Allman:7
 Grup I : Fraktur pada pertengahan klavikula (80%). Merupakan tipe
yang paling sering terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
 Grup II : Fraktur pada sepertiga distal (15%).
 Grup III : Fraktur pada sepertiga proximal (5%). Pergeseran minimal
terjadi jika ligamen-ligamen costoclavicular tetap utuh.
Karena tingginya tingkat delayed union and non-union pada fraktur 1/3
distal, Neer membaginya menjadi tiga subklasifikasi berdasarkan kondisi

1
ligamentum korakoklavikular dan derajat pergeseran tulang. Neer tipe I
(ligamentum korakoklavikular masih intak), Neer tipe II (ligamentum
korakoklavikular robek atau lepas dari fragmen medial tetapi ligamentum
trapezoid tetap intak dengan segmen distal), dan Neer tipe III (intraartikular).
Neer tipe II disubklasifikasikan menjadi dua oleh Rockwood menjadi tipe IIA:
konoid dan trapezoid melekat pada fragmen distal dan tipe IIB: konoid lepas
dari fragmen medial.6,7, 9

Gambar. Neer tipe I (Sumber: Neer CS. 1968)

Gambar. Neer tipe IIA (Sumber: Neer CS. 1968)

Gambar. Neer tipe IIB (Sumber: Neer CS. 1968)

2
Gambar. Neer tipe III (Sumber: Neer CS. 1968)

Klasifikasi yang lebih detail untuk fraktur midshaft dibuat oleh Robinson,
yang berguna untuk pengolahan data dan membandingkan hasil klinis. 7, 8,9

3
Gambar. Klasifikasi Fraktur Klavikula Midshaft Robinson. (Sumber: Canale ST,
Beaty SH. 2016)

D. Patomekanisme
Klavikula adalah tulang berbentuk S dan merupakan satu-satunya
penghubung osseus antara ekstremitas atas dan trunkus. Klavikula
berartikulasi secara distal dengan akromion pada sendi akromioklavikular dan
berartikulasi secara proksimal dengan sternum pada sendi sternoklavikula.
Karena lokasi subkutan superfisial dan banyak kekuatan ligamen dan otot yang
diterapkan padanya, klavikula mudah patah. Pada daerah tengah tulang
clavicula tidak di perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament seperti pada
daerah distal dan proksimal clavicula. Clavicula bagian tengah juga merupakan
transition point antara bagian lateral dan bagian medial. Hal ini yang
menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi fraktur dibandingkan
daerah distal ataupun proksimal.3, 6, 12
Mekanisme trauma dari fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh
pada bahu, biasanya tangan dalam keadaan terulur. Bila gelang bahu mendapat
trauma kompresi dari sisi lateral, penopang utama untuk mempertahankan
posisi adalah klavikula dan artikulasinya. Bila traumanya melebihi kapasitas
struktur ini untuk menahan, terjadi kegagalan melalui 3 cara, Artikulasi
akromioklavikular akan rusak, klavikula akan patah, atau sendi
sternoklavikular akan mengalami dislokasi. Trauma pada sendi
sternoklavikular jarang terjadi dan biasanya berhubungn dengan trauma
langsung ke klavikula bagian medial dengan arah lebih posterior (dislokasi
posterior) atau trauma dari arah posterior yang langsung mengenai gelang
bahu (menyebabkan dislokasi proksimal klavikula ke anterior). 3, 6, 7, 8
Pada fraktur midshaft, fragmen lateral tertarik ke bawah karena berat
lengan, fragmen medial tertarik oleh muskulus sternocleidomastoideus. Pada
fraktur 1/3 lateral, bila ligamen intak, ada sedikit pergeseran; namun bila
terjadi robekan ligamen korakoklavikula, atau bila garis fraktur terletak medial
dari ligamen ini, pergeseran yang terjadi lebih berat. Klavikula juga merupakan
bagian yang sering mengalami fraktur patologis. 3, 10
E. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik
Secara praktis diagnostik dibuat berdasarkan anamnesis misalnya apakah
ada riwayat trauma, dan pemeriksaan fisik bisa kita dapatkan pembengkakan
daerah clavicula atau aberasi, diagnosanya akan lebih mudah apabila yang
terjadi adalah fraktur terbuka.2

4
Pasien dengan fraktur klavikula biasanya datang dengan nyeri yang
terlokalisir dengan baik di lokasi fraktur. Ekstremitas yang terkena biasanya
dipegang dekat dengan tubuh. Pasien dapat melaporkan bunyi gertakan atau
retak ketika cedera terjadi. Mekanisme yang paling umum dilaporkan adalah
jatuh ke bahu lateral. Pukulan langsung ke klavikula atau jatuh pada tangan
yang terulur. Pasien biasanya mengeluh nyeri setelah terjadinya kecelakaan
tersebut dan sulit untuk mengangkat lengan atau bahu. 2,3
Pada pemeriksaan fisik, pasien dapat mengalami deformitas yang terlihat
atau teraba di atas lokasi fraktur. Fraktur pada bagian tengah clavicula, pada
inspeksi bahu biasanya asimetris, agak jatuh kebawah, lebih kedepan ataupun
lebih ke posterior. Bahu biasanya ditarik ke bawah pada pasien dengan fraktur
sepertiga tengah klavikula, karena efek otot pectoralis mayor dan latissimus
dorsi pada fragmen distal. Sternokleidomastoid menggeser fragmen proksimal
ke atas. Mungkin ada peningkatan suhu lokal, krepitus, ekimosis, atau edema di
atas klavikula. Angulasi atau perpindahan fraktur yang parah dapat
menyebabkan kulit menjadi tenting, yang menandakan risiko tinggi untuk
berkembang menjadi fraktur terbuka.2, 7, 8
Karena kedekatan pleksus brakialis dan pembuluh subklavia dengan
klavikula, penting untuk melakukan pemeriksaan neurovaskular lengkap.
Penurunan denyut nadi, perubahan warna, atau edema dapat terjadi pada
cedera pembuluh darah subklavia. Cedera pleksus brakialis dapat
menyebabkan temuan gangguan neurologis distal.7
Pemeriksaan paru-paru yang lengkap juga harus dilakukan, karena cedera
pada apeks paru-paru mengakibatkan pneumotoraks atau hemotoraks.
Pneumotoraks biasa didapatkan pada pasien dengan fraktur clavicula terutama
yang mengalami multiple traumatik, dilaporkan sekitar lebih dari 3% dengan
fraktur clavicula mengalami pneumotoraks. Napas pendek atau suara napas
yang berkurang dapat merupakan petunjuk klinis. Palpasi tulang rusuk dan
skapula di sekitarnya harus dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan
adanya fraktur tulang rusuk atau skapula.8, 9
F. Diagnosis Banding
Fraktur clavicula didiagnosis banding dengan beberapa kelainan yaitu
fraktur kosta, fraktur sternum, dislokasi sendi bahu, dan rotator cuff injury.

1. Fraktur kosta
Penyebab paling sering pada fraktur kosta adalah trauma tumpul pada
dinding dada, tergantung lokasi yang mengalami trauma bisa menyebabkan
fraktur 1 tulang costa atau lebih. Pada pasien dengan fraktur kosta bisa
menyebabkan terjadinya pneumotoraks, hematotoraks karena perdarahan atau
cedera pada fleksus brakhialis untuk fraktur kosta I – III. Untuk fraktur kosta I –
III gejala dan tanda bisa mirip dengan fraktur clavicula, harus bisa dibedakan
dengan seksama pada pemeriksaan radiologi.13
2. Dislokasi Sendi Bahu
Dislokasi sendi pada bahu ada 4 jenis yaitu anterior dislocation, posterior
dislocation, multidirectional instability dan inferior dislocation. Paling sering
adalah anterior dislocation sekitar 85% dari semua dislokasi sendi bahu. Pasien
dengan dislokasi sendi bahu juga bisa mengeluh nyeri, bengkak ataupun susah
menggerakkan lengan.14
3. Rotator Cuff Injury

5
Pasien dengan rotator cuff injury biasanya datang dengan keluhan utama
nyeri pada persendian bahu disertai dengan kekakuan, terbatasnya pergerakan
sendi bahu dan krepitasi. Pemeriksaan yang paling akurat pada kelainan ini
adalah MRI.15
G. Radiologi
1. X-ray
Pandangan anteroposterior (AP) dan kemiringan sefalik 45 ° adalah
standar untuk evaluasi radiografi awal. Ini akan menggambarkan perpindahan
fraktur, serta fraktur ke klavikula medial dan tulang rusuk pertama. (Humerus
prokimal dan skapula harus dilihat untuk kemungkinan fraktur terkait.)
Pandangan AP perlu mencakup sendi sternoklavikula dan korset bahu; sebagian
besar fraktur klavikula terlihat jelas pada pandangan ini. Tampilan cephalad
45° mungkin diperlukan untuk menentukan tingkat perpindahan. 14, 15

Gambar. Pandangan anteroposterior (AP) dari fraktur klavikula 1/3 medial


(Sumber: Bahk MS, Kuhn JE, et al. 2009)

Gambar. Pandangan anteroposterior (AP) fraktur klavikula 1/3 distal, tipe II,
menunjukkan displacement luas. (Sumber: Bahk MS, Kuhn JE, et al. 2009)

2. CT-SCAN
Karena bentuk dari clavicula yang berbentuk S, maka fraktur menunjukkan
deformitas multiplanar, yang menyebabkan susahnya menilai dengan
menggunakan radiograph biasa. CT scan, khususnya dengan 3 dimensi
meningkatkan akurasi pembacaan serta dapat melihat adanya keterlibatan
neurovaskular.15

6
H. Tatalaksana
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan
tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau
nonoperative treatment. Tujuan dari penanganan ini adalah untuk
menempatkan ujung-ujung dari patah tulang supaya satu sama lain saling
berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel sebagaimana
mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses penyembuhan tulang
yang mengalami fraktur lebih cepat.2, 9
NON OPERATIVE: Sebagian besar fraktur klavikula harus diobati
nonoperasi. Fraktur ekstraartikular yang terlantar kurang dari 1 cm dirawat
dengan sling sederhana atau penggerak sling-and-swath untuk kenyamanan.
Tali figur-of-8 dapat digunakan untuk menjaga bahu dalam posisi ditarik untuk
secara teoritis meningkatkan keselarasan. Teknik ini mungkin paling berguna
untuk anak-anak, dalam hal ini harus dilakukan perawatan agar tidak terlalu
ketat, yang dapat membahayakan kulit dan menekan pleksus brakialis. Studi
tampaknya tidak menunjukkan, bagaimanapun, bahwa ada perbedaan dalam
fungsi bahu, rentang gerak, atau kelainan bentuk sisa antara penggunaan sling
atau tali.2, 13
Fraktur klavikula distal intraartikular paling sering juga memerlukan
perawatan nonoperatif jika ligamen korakoklavikular masih utuh dan tidak ada
banyak perpindahan dari poros klavikula proksimal. Dalam kasus fraktur
klavikula intraartikular, pasien harus diperingatkan tentang kemungkinan
gejala artritis jika ada stepoff atau kominusi pada sendi acromioclavicular. Hasil
ini dapat diobati secara tertunda dengan reseksi klavikula distal. Pada anak-
anak, beberapa minggu imobilisasi relatif adalah semua yang diperlukan
sebelum calus mulai memberikan belat yang diperlukan untuk penyembuhan
ujung tulang. Pada orang dewasa, satu bulan imobilisasi semacam itu akan
memberikan bantuan yang sama.11
Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi
pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk mempercepat penyembuhan.
Patch tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh
digerakkan (immobilisasi). Imobilisasi bisa dilakukan melalui:15
Pembidaian
Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar
tulang yang patah Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan
berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk
mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang
memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan
arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. 15, 17

7
Gambar. Pemasangan Sling. (Sumber: Angela Tripp. 2014)

OPERATIVE: Ada beberapa indikasi untuk manajemen operatif fraktur


klavikula.10
o Indikasi paling jelas adalah kasus fraktur terbuka yang membutuhkan
irigasi, debridemen, dan stabilisasi. Bentuk fiksasi internal yang paling
umum adalah dengan pelat dan sekrup.10
o Fraktur lateral coracoid dapat dikaitkan dengan ligamen coracoclavicular
yang robek, dalam hal ini poros klavikula cenderung bergeser secara
proksimal. Varian cedera ini dikaitkan dengan tingkat nonunion yang lebih
tinggi. Manajemen konservatif harus didiskusikan dengan pasien dan
ditempatkan dalam konteks tingkat aktivitas pasien, dominasi tangan, usia,
dan komorbiditas. Jika varian fraktur lateral ini dipindahkan lebih dari 1
cm, pertimbangan kuat harus diberikan untuk mengurangi dan
memperbaiki fraktur secara terbuka. Metode yang mirip dengan fiksasi
dislokasi akromioklavikular harus digunakan.10
o Indikasi relatif lain untuk pembedahan adalah medialisasi lebih dari 2 cm
sebagaimana ditentukan oleh jumlah override fragmen klavikula. McKee et
al. mendokumentasikan kinerja yang lebih buruk pada pengujian daya
tahan, serta pada hasil uji yang divalidasi, pada pasien dengan pemendekan
lebih dari 2 cm (6) dan menunjukkan bahwa malunion jenis ini dapat
meningkatkan fungsi dan kekuatan dengan koreksi operasi.
o Jika leher skapula (glenoid) retak bersama dengan klavikula, ini juga
merupakan indikasi relatif untuk pembedahan. Dalam keadaan seperti itu,
fraktur klavikula yang dipindahkan harus diperbaiki untuk menstabilkan
"bahu terapung." ). Penulis lain telah menyarankan alternatif fiksasi
skapula dalam pengaturan itu, dan yang lain telah menganjurkan fiksasi
kedua cedera.10

Fraktur Klavikula 1/3 Tengah


Terdapat kesepakatan bahwa fraktur klavikula 1/3 tengah non displaced
seharusnya diterapi secara non operatif. Sebagian besar akan berlanjut dengan
union yang baik, dengan kemungkinan non union di bawah 5% dan kembali ke
fungsi normal.12
Manajemen non operatif meliputi pemakaian simple sling untuk
kenyamanan. Sling dilepas setelah nyeri hilang (setelah 1-3 minggu) dan pasien

8
disarankan untuk mulai menggerakkan lengannya. Tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa penggunaan figure-of-eight bandage memberikan manfaat
dan dapat berisiko terjadinya peningkatan insidens terjadinya luka akibat
penekanan pada bagian fraktur dan mencederai struktur saraf; bahkan akan
meningkatkan risiko terjadinya non-union.12
Terdapat lebih sedikit kesepakatan mengenai manajemen fraktur 1/3
tengah. Penggunaan simple splintage pada fraktur dengan pemendekan lebih
dari 2 cm dipercaya menyebabkkan risiko terjadinya malunion simptomatik –
terutama nyeri dan tidak adanya tenaga saat pergerakan bahu – dan
peningkatan insidens terjadinya non-union. Sehingga dikembangkan teknik
fiksasi internal pada fraktur klavikula akut yang mengalami pergeseran berat,
fragmentasi, atau pemendekan. Metode yang dikerjakan berupa pemasangan
plat (terdapat plat dengan kontur yang spesifik) dan fiksasi intramedular. 12

Fraktur Klavikula 1/3 Distal


Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran minimal
dan ekstra-artikular. Ligamentum korakoklavikula yang intak mencegah
pergeseran jauh dan manajemen non operatif biasanya dipilih.
Penatalaksanaannya meliputi pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri
menghilang, dilanjutkan dengan mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat
diterima.12
Fraktur klavikula 1/3 distal displaced berhubungan dengan robeknya
ligamentum korakoklavikula dan merupakan injuri yang tidak stabil. Banyak
studi menyebutkan fraktur ini mempunyai tingkat non-union yang tinggi bila
ditatalaksana secara non operatif. Pembedahan untuk stabilisasi fraktur sering
direkomendasikan. Teknik operasi menggunakan plate dan screw
korakoklavikular, fiksasi plat hook, penjahitan dan sling techniques dengan graft
ligamen Dacron dan yang terbaru adalah locking plates klavikula.12

Fraktur Klavikula 1/3 Proksimal


Sebagian besar fraktur yang jarang terjadi ini adalah ekstra-artikular.
Penatalaksanaan yang dilakukan sebagian besar adalah non operatif kecuali jika
pergeseran fraktur mengancam struktur mediastinal. Fiksasi pada fraktur
berhubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi seperti migrasi dari
implan ke mediastinum, terutama pada penggunaan K-wire. Metode stabilisasi
lain yang digunakan yaitu penjahitan dan teknik graft, dan yang terbaru locking
plate.12
I. Komplikasi
Komplikasi pada fraktur clavicula dapat berupa :
 Malunion
Malunion merupakan suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut, atau miring.
Komplikasi seperti ini dapat dicegah dengan melakukan analisis yang cermat
sewaktu melakukan reduksi, dan mempertahankan reduksi itu sebaik
mungkin terutama pada masa awal periode penyembuhan.10
Gejala malunion pada clavicula dapat menyebabkan penderita tidak
puas. Gejala sebelum operasi termasuk kelemahan, nyeri, gejala-gejala
neurologik, dan munculnya perasaan yang cemas (bahu yang semakin
memburuk dengan gejala-gejala lainnya).10

9
 Non union
Lebih umum terjadi pada fraktur yang ditangani dengan cara operasi,
khususnya pada studi sebelumnya. Secara keseluruhan, angka non union
yang lebih kurang dari 1 % hingga yang lebih besar dari 10%, telah
dilaporkan. Paling banyak pada fraktur 1/3 distal tetapi hasilnya secara
fungsional memperlihatkan kepuasan. Penanganan operasi termasuk
stabilisasi dan graft tambahan pada tulang memberikan hasil yang
memuaskan serta fiksasi dengan plate dan peralatan intermedullary. Fraktur
1/3 tengah dengan lebih dari 2 cm dan fraktur 1/3 lateral menjadi faktor
resiko lebih tinggi nonunion.10

J. Prognosis
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat
ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia
penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat
cepat, sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan,
jika penanganan baik maka komplikasi dapat diminimalisir. Fraktur clavicula
disertai multiple trauma memberi prognosis yang lebih buruk daripada
pognosis fraktur clavicula murni.2

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Toogood P, Horst P, Samagh S, Feeley BT. Clavicle fractures: a review of the


literature and update on treatment. Phys Sportsmed. 2011 Oct;39(3):142–50.
2. Robinson CM, Cairns DA. Primary nonoperative treatment of displaced lateral
fractures of the clavicle. J Bone Joint Surg (Am) 2004;86:778â €“782.
3. Blom A, Warwick D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System of
Orthopaedics and Trauma (10th edition). New York: CRC Press, 2018
4. Postacchini F, Gumina S, P De Santis, Albo F. Epidemiology of clavicle fractures. J
Shoulder Elbow Surg 2002; 11 (5): 452-6.
5. Court-Brown CM, Heckman JD, McQueen MM, Ricci WM, Tornetta III P, editors.
Rockwood and Green’s Fracture in Adults (8th edition). Philadelphia: Wolters
Kluwer, 2015
6. Bentley TP, Journey JD. Clavicle Fractures. [Updated 2019 Mar 18]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507892/
7. Canale ST, Beaty SH, editors. Campbell’s Operative Orthopedics (13th edition).
Tennessee: Elsevier, 2016
8. Ropars M, Thomazeau H, Huten D. Clavicle fractures. Orthop Traumatol Surg
Res. 2017 Feb;103(1S):S53-S59.
9. Wiesel B, Nagda S, Mehta S, Churchill R. Management of Midshaft Clavicle
Fractures in Adults. J Am Acad Orthop Surg. 2018 Nov 15;26(22):e468-e476.
10. Calbiyik M, Taskoparan M, Ipek D. Surgical treatment of displaced clavicle
fractures with a novel intramedullary device; comparison of less-invasive
versus standard technique. Acta Orthop Belg. 2018 Sep;84(3):331-337
11. Neer CS 2nd. Fractures of the distal third of the clavicle. Clin Orthop Relat Res.
1968 May-Jun. 58:43-50.
12. Hahn B. Clavicle, Fractures and Dislocations. In: Bruno MA, Coombs BD, Pope
TL, Krasny RM, Chew FS, editors [online]. 2007 [cited 2008 January 4];[14
screens].
13. Eif Patrice M, Hatch Robert L, Calmbach Walter L, editors. Fracture Management
For Primary Care. 2`d ed. Portland: Saunders; 1998. p. 198-6.
14. Crenshaw AH, Fractures of Shoulder, Arm, and Forearm. In: Campbell’s, editors.
Operative Orthopaedics. 5t‘ ed. Philadelphia: J.B. Lippincott Company: 2000. p.
2985-8.
15. Bahk MS, Kuhn JE, Galatz LM, Connor PM, Williams GR Jr. Acromioclavicular and
sternoclavicular injuries and clavicular, glenoid, and scapular fractures. J Bone
Joint Surg Am. 2009 Oct. 91(10):2492-510.
16. Tseng GY._Shoulder Dislocations. In: Levey DS, Coombs BD, Reinus WR, Krasny
RM, Chew FS, editors [online]. 2007 [cited 2008 Jan 9];[ 11 screens]. Available
from: URL: http://www.emedicine.com
17. Tuite M.-Shoulder, Rotator Cuff Injury (MR-1). In: Levey DS, Coombs BD,
Steinbach LS, Krasny RM, Chew FS, editors [online]. 2007 [cited 2008 Jan 9];[10
screens]. Available from: URL:  http://www.emedicine.com

11
Laporan Kasus Fraktur Klavikula
Kasus: Seorang Laki-Laki 27 Tahun dengan Fraktur 1/3 Tengah Os Clavicula Sinistra

A. Identitas Pasien
Nama : Tn MA
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Semarang
Masuk RSDK : 30 November 2015
No CM : XXXXXX

B. Daftar Masalah
No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal
1. Fraktur 1/3 tengah 30 November
os clavicula sinistra 2015

C. Primary Survey
Airway : snooring (-), gargling (-), airway clean
Breathing : RR = 18x/menit, simetris, retraksi (-)
Circulation : HR = 92x/menit, akral hangat, cap refill <2”
Disability : GCS E4M6V5 = 15, pupil isokor +/+
Exposure : bengkak pada bahu kanan

D. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr Kariadi
Semarang tanggal 30 November 2015 jam 17.00 WIB.
Keluhan Utama : nyeri pada bahu kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 6 jam sebelum masuk rumas sakit pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
saat mengemudikan kendaraan motor. Pasien mengaku lupa akan mekanisme
terjadinya kecelakaan. Motor pasien berhadap-hadapan dengan motor dari arah
berlawanan. Pasien mengeluhkan nyeri bahu kiri dan dibawa ke RSUP. Dr.
Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat trauma sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat alergi obat dan makanan (-)
Riwayat Sosial Ekonomi :
Biaya pengobatan ditanggung JKN non PBI.
Kesan sosial ekonomi : cukup

E. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik, compos mentis, GCS 15
Tanda vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 24 x/menit
T : 36,8 °C (axillar)
Nyeri : VAS 3-4

12
Kepala : Mesosefal
Mata : tidak terdapat konjungtiva palpebra anemis -/-,pupil isokor
d 3mm, brill hematom (-)
Telinga : tidak terdapat discharge , battle sign (-)
Hidung : tidak ada discharge, tidak ada napas cuping hidung
Mulut : tidak ada bibir kering, tidak ada bibir sianosis
Tenggorok : tidak ada faring hiperemis
Thorax :
Pulmo : Inspeksi : Statis : Hemithorax kanan=kiri
Dinamis : Hemithorax kanan=kiri
Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD vesikuler (+/+),
tidak ada suara tambahan
Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : IC teraba di SIC V 2cm med LMCS
Perkusi : batas jantung dbn
Auskultasi : suara jantung I-II murni, bising (-),
gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : datar, tidak ada venektasi
Auskultasi : Bising usus (+) N, tidak ada metallic sound
Perkusi : Timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, supel
Extremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/+ -/-
Capilary refill time <2”/<2” <2”/<2”

Pemeriksaan Darah Rutin


Hb : 14,7 gr/dl (13,0 – 16,0)
Leuko : 16.100mm3 (4000 – 10000 )
Tr : 328.000/mm3 (150.000 – 400.000)
Ht : 42,7 % (40% - 54%)
PPT : 10,3” / 11,5” (9,4 - 11,3)
APTT : 34,0”/33,1” (23,4 - 36,8)
GDS : 103 mg/dL (80 – 140)
Alb : 3,1 g/dL (3,5-5,0)
Ur : 19 mg/dl (15-39)
Cr : 1,2 mg/dl (0,5-1,5)
Na : 139 mmol/L (136-145)
K : 4,1mmol/L (3,5-5,1)
Cl : 106 mmol/L (98-107)

Status Lokalis
Regio Brachii sinistra
Inspeksi : Perdarahan (-), hematom (+), edema (+),
Deformitas = angulasi (+), rotasi (-)
Palpasi : akral dingin (-), sensibilitas (+), cap refill <2”

13
Pemeriksaan Penunjang (X foto thorax)

Gambar. Hasil X foto thorax pasien fraktur 1/3 os clavicula sinistra

F. Diagnosa Kerja
Fraktur 1/3 os clavicula sinistra

G. Initial Plan
IpDx :S : -
O : Pemeriksaan darah rutin
IpRx : Pro ORIF
IpMx : Keadaan umum dan tanda vital
IpEx :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan
yang akan dilakukan pada patah tulang pasien.
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai pemeriksaan
laboratorium yang akan dilakukan sebelum pasien menjalani operasi.

14
DISLOKASI SENDI PANGGUL
(Fina Alvia Rahma, S.Ked)

A. Definisi
Dislokasi sendi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan permukaan sentuh caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi
sendi panggul terjadi apabila caput femur bergeser dari sendi panggul. 1,2

B. Klasifikasi
Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu
dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central). 1,3
1. Dislokasi Posterior
Dislokasi ini terjadi apabila caput femoris keluar dari acetabulum melalui
suatu trauma yang dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi
pangguldalam posisi flexi atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena
kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan flex idan
menabrak dengan keras benda yang ada di depan lutut. Mekanisme khas
untuk dislokasi posterior adalah perlambatan dimana lutut penderita
mengenai dashboard dengan menekuk lutut dan panggul. Dislokasi
posterior sendi panggul biasa disebabkanoleh trauma. Ini terjadi pada axis
longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan flexi 90 derajat dan
sedikit adduksi.1,5
2. Dislokasi Anterior
Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut
terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu
atau bahkan kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda
berat pada punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan
punggung ke depan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah
anteroinferior acetabuli dan berpindah ke foramen obturatorium atau
pubis. 1,3
3. Dislokasi Pusat
Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial
acetabulum pada rongga panggul. Pada kondisi ini, keadaan kapsul tetap
utuh. Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral
atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui
femur dimana panggul dalam kedaan abduksi. 1,3,5

C. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik


1. Dislokasi Posterior
Penderita biasanya datang setelah trauma yang hebat disertai nyeri dan
deformitas pada daerah sendi panggul juga tidak bisa menggerakan
anggota gerak bawah. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam
posisi adduksi, flexi, dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota
gerak bawah dan teraba caput femur pada panggul. rasa nyeri diakibatkan
spasme otot disekitar panggul. Caput femoris dapat berada di posisi yang
tinggi (iliac) atau rendah (ischiatic), tergantung dari posisi flexi paha
ketika terjadi dislokasi.3,8,10
 Dislokasi tipe iliac:3,10
 Panggul flexi, adduksi, endorotasi.

15
 Extremitas yang terkena tampak memendek.
 Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami
dislokasi terlihat menonjol.
 Lutut extremitas yang mengalami dislokasi tampak
menumpang di paha sebelahnya
 Dislokasi tipe ischiatic: 3,8,10
 Panggul flexi.
 Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di extremitas yang
mengalami dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya.
 Extremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang
ekstrim.
 Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami
dislokasi terlihat menonjol.
Cedera neurovaskular pada dislokasi panggul posterior dapat memberikan
gambaran sebagai berikut:3,8
 Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior.
 Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki.
 Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau plantar
flexi (abang tibial).
 Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki.
 Hematoma lokal
2. Dislokasi Anterior
Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit flexi. Kaki tidak
memendek karena perlekatan rektus femoris mencegah caput femoris
bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput
yang mengalami dislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi
hampir membentuk sudut siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba.
Gerakan panggul tidak dapat dilakukan.3,4,5
Cedera neurovaskular dapat terjadi pada dislokasi panggulanterior dan
akan memberikan gambaran sebagai berikut:3
 Paresis di extremitas bawah
 Rasa nyeri tumpul di extremitas bawah
 Refleks patella melemah atau hilang
 Extremitas bawah tampak pucat dan dingin
 Parestesia di extremitas bawah
3. Dislokasi Sentral4,6
Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki terletak pada
posisi normal. Trochanter dan daerah panggul terasa nyeri. Gerakan
minimal masih dapat dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat
untuk mencari ada tidaknya cedera pelvis dan abdomen.

D. Pemeriksaan Penunjang (Pemeriksaan Radiologi)


1. Dislokasi Posterior
Pada foto anteroposterior (AP), caput femoris terlihat keluar dari
acetabulum dan berada di atas acetabulum. Segmen atap acetabulum atau
caput femoris dapat ditemukan patah dan bergeser. Foto oblik dapat
digunakan untuk mengetahui ukuran fragmen. CT scan adalah cara terbaik
untuk melihat fraktur acetabulum atau setiap fragmen tulang. 8,10

16
Gambar 1. Foto Polos Dislokasi Sendi Panggul Posterior
(Daventport, M D. Joint Reduction, Hip Dislocation, Posterior. 2012)

2. Dislokasi Anterior
Pada foto anteroposterior, dislokasi biasanya jelas, tetapi kadang-kadang
caput hampir berada di depan posisi normalnya sehingga jika meragukan
dapat dilakukan foto lateral.3,5

Gambar 2. Foto Polos Dislokasi Sendi Panggul Anterior


(Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures. 2002)

3. Dislokasi Pusat
Pada foto anteroposterior, caput femoris tampak bergeser ke medial dan
lantai acetabulum mengalami fraktur.6

Gambar 3. Foto Polos Dislokasi Sendi Panggul Pusat


(Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures. 2002)

17
E. Tatalaksana
1. Dislokasi Posterior
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum.
Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi.
Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksit ertutup, namun jika reduksi
tertutup gagal sebanyak 2 kali makaharus dilakukan reduksi terbuka
untuk mencegah kerusakan caputfemoris lebih lanjut. Sebelum melakukan
reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular.
Indikasi reduksi tertutup:
 Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fraktur.
 Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit neurologis.
Kontraindikasi reduksi tertutup: Dislokasi panggul terbuka. 3,8,10

Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi
dislokasi panggul posterior sederhana
 Manuver Allis10

Gambar 4. Manuver Allis


(American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Dislocation. 2007)

1) Pasien berbaring dalam posisi supine.


2) Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.
3) Operator memegang tungkai yang mengalami dislokasi pada
pergelangan kaki menggunakan satu tangan.
4) Lengan bawah operator diletakkan di bawah lutut, lalu
lakukan traksi longitudinal sejajar deformitas.
5) Paha dalam posisi adduksi dan endorotasi, lalu difleksikan
900. Tindakan ini merelaksasikan ligament iliofemoral.
6) Setelah traksi dipertahankan, caput femoris diungkit ke
dalam acetabulum dengan abduksi, rotasi eksternal, dan
ekstensi pinggul.

18
 Manuver Stimson
Menggunakan berat tungkai bawah dan gravitasi untuk mengurangi
dislokasi8

Berat tungkai pasien


membantu
mereduksi dislokasi

Anestesi
subarachnoid

Gambar 5. Manuver Stimson


(American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Dislocation. 2007)

1) Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup.


2) Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah
dan lutut difleksikan.
3) Seorang asisten memegang tungkai yang sehatsecara
horizontal.
4) Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada
lutut yang fleksi.
5) Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan
caput femoris turun ke acetabulum.
Kadang-kadang dengan sedikit mengayunkan paha dapat
mempercepat reduksi.

 Manuver Bigelow10

Gambar 6. Manuver Bigelow


(American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Dislocation. 2007)

19
1) Pasien dibaringkan dilantai dalamposisi supine.
2) Seorang asisten menekan spina iliaca anterior superior.
3) Angkat tungkai yang mengalami dislokasi dan fleksikan sendi
pinggul dan lutut.
4) Rotasikan tungkai ke posisi netral.
5) Buat traksi yang mantap pada tungkai bawah ke arah atas,
angkat caput femoris ke dalam acetabulum.
6) Setelah traksi ke atas selesai, letakkan paha ke bawah dalam
posisi ekstensi.

 Teknik Whistler

Gambar 7. Teknik Whistler


(American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Dislocation. 2007)

Panggul yang mengalami dislokasi direlokasikan menggunakan


lengan operator untuk mengangkat dan memanuver tungkai yang
mengalami dislokasi ketika bahu operator diangkat. Tangan operator
bertumpu pada paha kontralateral. Seorang asisten atau tangan lain
operator melakukan kontratrksi pada tibia atau fibula. 8,10

 Traksi Longitudinal

Gambar 8. Traksi Longitudinal


(American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Dislocation. 2007)

Pasien dibaringkan dalam posisi supine, kemudian seorang asisten


melakukan traksi lateral, sementara operator melakukan traksi
longitudinal.8,10

20
 Leg-crossing maneuver
Kadang-kadang dislokasi dapat direduksi dengan cara membujuk
pasien untuk perlahan-lahan menyilangkan tungkai yang mengalami
dislokasi ke arah tungkai sebelahnya (adduksi) dan kemudian
lakukan traksi lembut ketika asisten memandu caput femoris
kembali ke posisi semula dengan melakukan tekanan di sebelah
anterior.8,10

 Teknik fulcrum

Gambar 9. Teknik Fulcrum


(American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Dislocation. 2007)

Pasien dibaringkan dalam posisi supine, lalu lutut operator


diletakkan di bawah lutut pasien di sisi yang mengalami dislokasi.
Lutut operator digunakan sebagai titik tumpu untuk mengungkit
caput femoris agar kembali masuk ke acetabulum. 8,10

Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi


Kadang-kadang dislokasi panggul posterior tanpa fraktur
acetabulum atau caput femoris tidak dapat direduksi dengan
metodereduksi tertutup. Pada dislokasi posterior, caput femoris keluar ke
arah postero inferior dari kapsul dan dapat menembus otot-otot exorotasi.
Jaringan lunak yang mengelilingi collum femoris dapat mencegah relokasi
dari caput femoris. Sebagai contoh, labrum acetabulum dapat terlepas dari
tempat melekatnya, dengan atau tanpa fragmen tulang, ketika reduksi,
labrum mungkin tertarik masuk ke dalam sendi di depancaput femoris
sehingga mencegah kembalinya posisi caput secara konsentris ke dalam
acetabulum.2,8
Tata laksana untuk dislokasi yang tidak tereduksi ini adalah dengan
reduksi operatif (terbuka).10

2. Dislokasi Anterior
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum.
Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi.
Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
neurovaskular. Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang
digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika paha
yang berflexi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana
berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior. 3,5

21
Gambar 9. Manuver pada Dislokasi Sendi Panggul Anterior
(Gammons, Matthew. Hip Dislocation. 2012)

Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan skin traction


selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif
sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien
diperbolehkan jalan menggunakan kruk penopang tanpa bertumpu pada
sisi yang mengalami dislokasi. Selama periode ini dapat dilakukan latihan
aktif terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan
tonus dan kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke
14-16 dan aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera. Ikuti
perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap pemeriksaan rekam
perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan
pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya
nekrosis avaskular dari caput femoris. 2,3,5

3. Dislokasi Sentral
Pada kasus dislokasi panggul sentral tetap harus diusahakan untuk
melakukan reduksi dan memulihkan bentuk lazim panggul. Meskipun
osteoartritis sekunder tidak dapat dielakkan, paling tidak anatomi yang
normal akan memudahkan pembedahan rekonstruktif. Dislokasi sentral
yang disertai dengan fraktur kominus pada lantai acetabulum kadang-
kadang dapat direduksi dengan manipulasi di bawah anestesi umum. 7Ahli
bedah menarik paha dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit
keluar caput dengan mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras
sebagai titik tumpu. Jika cara ini berhasil, traksi longitudinal
dipertahankan selama 4-6 minggu dengan pemeriksaan X-ray untuk
memastikan bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian
acetabulum yang menahan beban. Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi
longitudinal dan lateral dapat mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu.
Pada semua metode ini, gerakan perlu dimulai secepat mungkin. Bila
traksi dilepas, pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.
Penahanan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap
fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan pada penampilan X-ray, tetapi
semua gerakan kecuali flexi dan extensi tetap sangat terbatas, dan pada
akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali jika pergeseran hanya terjadi
sedikit.4,6

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat & De Jong. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 3. Jakarta: EGC; 928-
931
2. Brunicardi, F Charless et all. 2015. Schwartz’s Principle Surgery 10th Edition
3. Rasjad Chairuddin, 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yasrif Watampone:
Jakarta. 10;346-347; 391-442.2.
4. Apley Graham dkk. Buku Ajar Ortopedi dan Fracture Sistem Apley. Edisike-7.
Jakarta: Widya Medika;1995.
5. Koval KJ, Zuckerman JD. 2002. Handbook of fractures. Second Editions.USA:
Lippincott Williams & wilkins. p ; 196-204.5.
6. McRae Ronald. 2004. Clinical orthopaedic examination. Fifth edition.
UK:Churchill Livingstone.
7. Gammons, Matthew. Hip Dislocation. 2012. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/86930-clinical#showall [accesed on 29 March 2020]
8. Daventport, M D. Joint Reduction, Hip Dislocation, Posterior. 2012 Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/109225-overview [accesed on 29
March 2020]
9. Hoppenfield S, deBoer P. 1994. Surgical Exposure in Orthopaedics.Second
Editions. USA: Lippincott Williams & wilkins. p; 159-9610.
10. American Academy of Orthopaedic Surgeons. 2007. Hip Dislocation. Diunduh
dari: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00352 [accesed on 29 March
2020]

23
LAPORAN KASUS BEDAH ORTHOPEDI
Kasus : Seorang Anak 10 Tahun dengan Dislokasi Hip Posterior Sinistra

A. Identitas Penderita
Nama : An. S
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Demak
No.CM : xxxxxxx
Tgl Lahir : 17/10/2008

B. Daftar Masalah
No Masalah Tanggal No Masalah Tanggal
Aktif Pasif
1. Dislokasi hip posterior 30-09-2019
sinistra

C. Survei Primer dan Manajemen Kegawatdaruratan


A : Bicara jelas, tidak tampak jejas di atas clavicula -> airway clear
B : RR 18x/menit, reguler, pergerakan dinding dada simetris, Kedalaman nafas
cukup -> breathing adekuat
C : Nadi 90x/menit, isi dan tegangan cukup, TD 110/80mmHg, CRT <2”, akral
hangat, tidak tampak perdarahan aktif -> sirkulasi stabil
D : GCS E4M6V5, PBI 3mm/3mm, Refleks Cahaya +/+, refleks fisiologis ++,
eutrofi, normotonus
E : Log roll  kulit memiliki warna yang sama dengan jaringan sekitar

D. Secondary Survey
Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis (Ny.D) di IGD RSUP Dr.Kariadi pada
tanggal 30 September 2019 pukul 06.00 WIB.
Keluhan Utama : Nyeri Pinggul kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
± 6 jam sebelum masuk rumah sakit pasien terpeleset di kamar mandi
saat selesai BAB. Pasien terpeleset ke sisi kiri dengan pinggul kiri menghantam
lantai dengan posisi terduduk. Pasien mengeluhkan nyeri di pinggul kiri apabila
coba digerakkan dan pinggul kiri susah digerakkan. Nyeri dirasakan terus
menerus. Pasien juga mengeluhkan kesulitan untuk berjalan. Keluhan dirasakan
memberat saat hendak dibuat berjalan dan membaik saat pasien tidur miring ke
kanan. Keluarga pasien sempat mencoba untuk mengompres namun keluhan
tidak membaik.
± 1 jam SMRS keluhan nyeri makin memberat. Keluhan dirasakan hingga
membuat pasien menjadi susah untuk berdiri dan berjalan. Pasien kemudian
dibawa ke IGD RSUP Dr. Kariadi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma sebelumnya disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : -

24
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang pelajar SD. Tinggal bersama orang tua. Biaya
pengobatan menggunakan JKN Non - PBI. Kesan sosial ekonomi: cukup.

E. Data Obyektif
Pemeriksaan Fisik (tanggal 30 September 2019 pukul 06.15 di IGD RSUP Dr.
Kariadi)
Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x / menit TB : 120cm
T : 36,8 oC BB : 30kg
Nyeri : VAS 4 BMI :20,8kg/m2 (normoweight)
Kepala : Mesosefal
Kulit : Turgor kulit cukup, warna kulit sawo matang
Mata : Pupil isokor  3 mm / 3 mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : Normotia, simetris, warna sama dengan sekitar
Hidung : Simetris, warna sama dengan sekitar
Mulut : Mukosa kemerahan
Tenggorok : T1-1, uvula di tengah, arkus faring simetris
Leher : Simetris, warna kulit sama dengan sekitar
Thorak : Jantung : I : Ictus cordis tak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm LMCS
Pe : Konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Bunyi jantung I-II murni
Paru : I : Simetris statis dinamis
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Au : SD vesikuler (+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : I : Datar, kontinuitas kulit baik,
warna kulit sama dengan sekitar
Au : Bising usus (+) normal
Pe : Timpani, pekak sisi (+) normal
Pa : Supel
Ekstremitas : Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Cap. Refill <2 dtk/<2 dtk <2 dtk/<2 dtk
Sensibilitas +/+ +/+

F. Status Lokalis
Regio hip joint sinistra
 Look : tampak deformitas pada hip joint sinistra berupa endorotasi
sebesar 20o dan adduksi sebesar 20o dari tungkai kiri pasien, warna kulit
sama dengan sekitar

25
 Feel : nyeri tekan (+), akral hangat, CRT <2”, panjang anatomis
tungkai kanan 52cm, panjang anatomis tungkai kiri 52cm, panjang klinis
tungkai kanan 60cm, panjang klinis tungkai kiri 60cm
 Range of Movement pada hip joint sinistra
Active movement : fleksi 0, ekstensi 0, abduksi 0o, adduksi 0O, endorotasi
0o, eksorotasi 0o
Passive movement : fleksi 0o, ekstensi 0o, abduksi 0o, adduksi 0o, endorotasi
0o, eksorotasi 0o.

G. Diagnosis Sementara
Dislokasi Hip Posterior Sinitstra

H. Penatalaksanaan
Ip Dx :S :-
O : X foto regio hip sinistra AP-oblique
Ip Rx : Per oral Asam mefenamat 3 x 500 mg
Konsul bedah orthopedi
Ip Mx : Skala nyeri
Ip Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sendi pinggul kiri pasien
mengalami dislokasi.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien akan dikonsulkan ke dokter
spesialis orthopedi untuk dilakukan tatalaksana lebih lanjut

26
RUPTUR TENDON ACHILLES
(Teresia Maharani, S.Ked)

A. Definisi Ruptur Tendon Achilles


Ruptur tendon Achilles adalah robek atau putusnya hubungan tendon
(jaringan penyambung) yang disebabkan oleh cedera dari perubahan posisi
kaki secara tiba-tiba atau mendadak dalam keadaan dorsifleksi pasif maksimal.
Ruptur tendon Achilles ialah cedera yang paling sering terjadi pada tendon
ekstremitas bawah, meskipun merupakan tendon yang terbesar dan terkuat.
Secara statistik, 18 dari 100.000 ruptur tendon Achilles terjadi setiap
tahunnya.1, 2
Ruptur tendon Achilles lebih sering terjadi pada laki-laki dengan rasio laki-
laki banding perempuan 1,7:1 sampai 30:1, mungkin prevalensi yang lebih
besar dari partisipasi olahraga laki-laki ataupun kerentanan mereka terhadap
cedera. Ruptur tendon Achilles akut umumnya terjadi pada laki-laki pada
dekade 3 dan 4 yang melakukan aktifitas fisik dan olahraga secara intermiten. 2, 3

B. Anatomi Tendon Achilles


Tendon Achilles adalah tendon tertebal dan terkuat pada tubuh manusia.
Panjangnya sekitar 15 sentimeter, dimulai dari pertengahan tungkai bawah.
Kemudian strukturnya kian mengumpul dan melekat pada bagian tengah -
belakang tulang calcaneus.2
Origo tendon Achilles berasal dari otot gastrocnemius dan soleus. Dua otot
ini membentuk Triceps Surae pada bagian distal yang berfungsi sebagai plantar
flexor pada persendian kaki melalui tendon Achilles. Peredaran darah pada
tendon ini berasal dari arteri peroneus yang mensuplai darah pada bagian
tengah, dan arteri tibialis posterior yang mensuplai darah pada bagian
proksimal dan distal.4

Gambar 1. Anatomi Tendon Achilles


(Sumber: Matthew Hofman,MD. 2014 WebMD, LLC.)

C. Etiologi Ruptur Tendon Achilles


Ruptur tendon Achilles dapat terjadi saat dorsofleksi pasif secara tiba tiba
saat kontraksi maksimal otot betis. Ruptur tendon dapat terjadi saat berlari,
melompat, bermain bulu tangkis, basket, tersandung dan jatuh dari ketinggian,
maupun karena adanya trauma benda tajam atau tumpul pada bagian bawah
betis.5, 6
Meskipun sebagian besar ruptur tendon Achilles terjadi selama kegiatan
olahraga namun struktural, biokimia, dan biomekanik perubahan intrinsik yang

27
terkait dengan penuaan dapat memainkan peran penting. Peredaran darah
pada tendon ini semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Kurangnya
aliran darah pada bagian tengah tendon, mengakibatkan mudahnya terjadi
kerusakan pada daerah ini. Proses degeneratif ditambah dengan kurangnya
aliran darah pada daerah ini juga dapat menyebabkan ruptur spontan. 6

D. Diagnosis Ruptur Tendon Achilles


Modalitas utama dalam diagnosis ruptur tendon Achilles adalah dengan
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Keluhan umum pasien adalah nyeri
akut pada bagian belakang ujung kaki. Nyeri kemudian berkurang dan diikuti
dengan keluhan sulit untuk melakukan plantar fleksi dan menahan beban.
Guideline dari American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyatakan
bahwa diagnosis dapat ditegakkan apabila ditemukan dua atau lebih dari gejala
berikut:
1. Tes Thompson positif (penekanan otot betis pada posisi supine tidak
menimbulkan plantar fleksi pasif).
2. Pengurangan kekuatan plantar fleksi.
3. Defek pada saat palpasi distal dari lokasi insersio.
4. Peningkatan kekuatan dorsofleksi pada keadaan istirahat (tes Matles).6, 7

Adanya edema dan memar tidak dapat dijadikan acuan diagnosis. Defek
pada daerah tendon tekadang sulit untuk dinilai akibat edema jaringan.
Gerakan plantar fleksi terbatas masih dapat terlihat akibat beberapa tendon
lainnya (fleksor jari kaki, tibialis posterior, peronei dan plantaris).7

Tes yang dapat dilakukan pada ruptur tendon Achilles antara lain:
1. Tes Thompson
Tes Thompson dilakukan dengan posisi pasien pronasi dengan kedua
kaki diletakkan di bagian ujung meja pemeriksaan. Betis pasien diremas, dan
apabila tendon Achilles intak, maka kaki akan bergerak dengan gerakan
plantarfleksi. Hal ini disebabkan karena tendon Achilles menghubungkan
kompleks otot gastrocnemius soleus ke calcaneus. Ketika terdapat robekan
pada tendon, sehingga tendon tidak lagi menghubungkan kompleks otot
gastrocnemius soleus dengan calcaneus, maka tidak akan ditemukan
gerakan plantarfleksi yang cukup kuat seperti yang terjadi pada kaki yang
sehat.8

Gambar 2. Tes Thompson


(Sumber : Thompson TC. A test for rupture of the tendo achilles.
Acta Orthop Scand. 1962;32:461-5.)

28
2. Tes Matles
Tes Matles dilakukan dengan posisi pasien pronasi, lutut fleksi 90 0 pada
ankle yang tendon Achillesnya ruptur, maka posisinya akan lebih dorsofleksi
dibanding sisi yang normal. Hal ini karena tidak ada tegangan tendon yang
menghubungkan kompleks otot gastrocnemius soleus dengan calcaneus,
sehingga efek gravitasi membuat kaki lebih dorsofleksi pada bagian yang
cedera.9

Gambar 3. Tes Matles


(Sumber: Padanilam, Thomas G. “Chronic Achilles tendon ruptures.” 
Foot and ankle clinics 14 4 (2009): 711-28.)

3. Tes Copeland
Manset sphygmomamometer dipasang melingkar di tengah betis pada
pasien yang berbaring pronasi. Manset di pompa hingga 100 mmHg dengan
kaki plantarfleksi. Kaki didorsofleksikan oleh pemeriksa. Jika tekanan
meningkat hingga 140 mmHg, unit muskulotendinious dapat diperkirakan
intak.6

Pada ruptur tendon Achilles, pemeriksaan penunjang tidak rutin untuk


dilakukan namun pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat
menunjukkan secara detail kondisi ujung-ujung tendon yang ruptur. MRI adalah
alat yang bermanfaat untuk mengkonfirmasi diagnosis klinis, dan lebih penting
lagi untuk menilai jumlah defek fungsional pada tendon Achilles untuk
perencanaan pre operasi.6, 7

E. Tatalaksana Ruptur Tendon Achilles


Terdapat perbedaan pendapat mengenai pilihan tatalaksana pada pasien
ruptur tendon Achilles akut. Klinisi harus memilih antara tatalaksana
konservatif atau operatif. Dua tatalaksana ini dapat dilakukan pada ruptur
akut, namun masih terjadi kontroversi mengenai regimen yang optimal.10

1. Tatalaksana Konservatif
Tujuan tatalaksana konservatif adalah mengembalikan dan
mempertahankan kontak dari ujung tendon yang ruptur untuk memulai
proses penyembuhan. Regimen tatalaksana konservatif berbeda, namun
secara umum melibatkan imobilisasi dengan menggunakan casting rigid atau
functional bracing. Posisi kaki pada awalnya dipertahankan pada posisi

29
equinus penuh (300 plantarfleksi), kemudian diganti secara perlahan
menjadi posisi netral dalam jangka waktu 8-12 minggu.11
Beberapa studi menyimpulkan bahwa pada pasien ruptur tendon
Achilles akut yang ditatalaksana secara konservatif diikuti dengan
rehabilitasi dini dengan functional bracing memiliki hasil luaran yang hampir
sama dengan pasien yang ditatalaksana secara operatif, dengan mengurangi
risiko komplikasi yang dapat terjadi akibat operasi. 10, 11

(A) (B)
Gambar 4. (A) Casting Rigid dengan Posisi 300 Plantarfleksi,
(B) Functional Bracing
(Sumber: Coughlin MJ, Mann RA, eds. Surgery of the Foot and Ankle,
Vol. 2, 7th ed St. Louis, Missouri: Mosby, Inc; 1999:826-861.)

2. Tatalaksana Operatif
Teknik operatif dalam tatalaksana ruptur tendon Achilles akut terdiri
dari percutaneous, open repair, dan minimal invasive. Walaupun prosedur
operatif bervariasi, namun teknik jahitan end to end memiliki tingkat
keberhasilan yang tinggi. Tatalaksana operatif menurunkan risiko ruptur
ulang secara signifikan, namun meningkatkan komplikasi yang berhubungan
dengan tindakan operatif yang dilakukan, seperti infeksi luka, nekrosis
akibat diseksi yang berlebihan dan kontraktur tendon Achilles. 12
Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa tatalaksana operatif
memiliki peran penting pada populasi pasien tertentu, terutama pasien
muda yang aktif dan atlit yang menginginkan waktu penyembuhan dan
risiko ruptur ulang yang lebih rendah. Weight bearing dini dengan
rehabilitasi fungsional juga berperan untuk meningkatkan hasil luaran yang
baik pada pasien yang ditatalaksana operatif.12

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat & De Jong. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah Vol 3. Jakarta: EGC; 928-
931
2. Hess GW. Achilles tendon rupture: a review of etiology, population, anatomy,
risk factors, and injury prevention. Foot Ankle Spec. 2010;3(1):29–32.
3. Egger AC, Berkowitz MJ. Achilles tendon Injuries. Curr Rev Musculoskelet Med.
2017; 10:72–80.
4. Buono AD, Chan O, Maffulli N. Achilles tendon: functional anatomy and novel
emerging models of imaging classification. International Orthopaedics (SICOT).
2013; 37:715–21.
5. Wertz J, Galli M, Borchers JR. Achilles tendon rupture: risk assessment for aerial
and ground athlete. Sports Health. 2013;5(5): 407-9.
6. Egger AC, Berkowitz MJ. Achilles tendon Injuries.Curr Rev Musculoskelet Med.
2017; 10:72–80.
7. Boyd RPR, Dimock R, Solan MC, Porter E. Achilles tendon rupture: how to avoid
missing the diagnosis. British Journal of General Practice. 2015; 65: 668-9.
8. Thompson TC. A test for rupture of the tendo achilles. Acta Orthop Scand.
1962;32:461-5.
9. Padanilam, Thomas G. “Chronic Achilles tendon ruptures.” Foot and ankle
clinics 14 4 (2009): 711-28.
10. Gulati V, Jaggard M, Al-Nammari SS, Uzoigwe C, Gulati P, Ismail N. et al.
Management of Achilles tendon injury: a current concepts systematic review.
World J Orthop. 2015;6(4): 380-6.
11. Osarumwense D, Wright J, Gardner K, James L. Conservative treatment for acute
achilles tendon rupture: survey of current practice. Journal of Orthopaedic
Surgery. 2013;21(1):44-6.
12. Coughlin MJ, Mann RA, eds. Surgery of the Foot and Ankle, Vol. 2, 7th ed St. Louis,
Missouri: Mosby, Inc; 1999:826-861.

31
Laporan Kasus Ruptur Tendon Achilles
Kasus : Seorang Wanita 22 Tahun dengan Ruptur Tendon Achilles Dextra dan
Vulnus Laseratum Regio Ankle Joint Dextra

A. Identitas Pasien
Nama : Nn. R
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Agama : Kristen
Alamat : Riau
No. CM : XXXXXXX
Tanggal masuk : 23 Februari 2020

B. Daftar Masalah

No. Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Pasif Tanggal


1. Ruptur tendon 23/02/2020
achilles dextra
2. Vulnus 23/02/2020
laceratum regio
ankle joint
dextra

C. Primary Survey
Airway : Bicara jelas, snoring (-), gargling (-) → clear
Breathing : RR 20x/menit, reguler, kedalaman nafas cukup, retraksi (-),
SpO2 98% → clear
Circulation : TD 120/80 mmHg, frekuensi nadi 80x/menit isi dan
tegangan cukup, akral hangat, capillary refiil <2”
Disability : GCS E4M6V5 = 15, RC (+/+), pupil isokor (+/+)
Exposure : Vulnus laceratum regio ankle joint dextra

D. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien di IGD RSUP Dr Kariadi Semarang tanggal 23
Februari 2020 pukul 13.00 WIB.
Keluhan Utama
Nyeri pada luka robek di pergelangan kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
± 10 jam SMRS pasien mengeluh nyeri pada luka di pergelangan kaki
kanan. Luka terjadi setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Nyeri
dirasakan terus menerus, dan di perberat ketika berjalan dan bertumpu pada
kaki kanan. Setelah terjadinya luka, pasien dibawa ke RS Pandan Arang Boyolali
untuk dilakukan foto rontgen, dan dilakukan balut tekan dan suntik anti
tetanospasmin. Kemudian pasien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat KLL (22/02/2020)
- Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga

32
- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien adalah seorang mahasiswa.
- Biaya pengobatan ditanggung oleh JKN PBI.
- Kesan sosial ekonomi cukup.

E. Data Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RSUP Dr. Kariadi Semarang tanggal 23
Februari 2020 pukul 13.10 WIB.
Keadaan umum : Baik, Composmentis
Tanda-tanda vital
Frekuensi napas : 20x/menit, reguler, kedalaman cukup
Frekuensi nadi : 80x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37,2oC (aksiler)
Kesadaran : GCS 15
VAS :5
Status Gizi
BB : 50 kg
TB : 154 cm
IMT : 21,1 (normoweight)
Status internus
Kepala : Mesosefal, jejas (-)
Mata : Pupil isokor  3 mm, reflex cahaya (+/+), jejas (-)
Hidung : Tidak ada luka, jejas (-)
Mulut : Tidak ada luka, jejas (-)
Telinga : Tidak ada luka, jejas(-)
Leher : Tidak ada luka, jejas(-)
Thoraks : Simetris, tidak ada luka, jejas (-)
Paru
- Inspeksi : Gerak dinding dada simetris saat statis dan dinamis,
tidak ada luka
- Palpasi : Stem fremitus kanan kiri sama
- Perkusi : Sonor seluruh lapang paru dextra dan sinistra
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicular
sinistra
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni
Abdomen
- Inspeksi : Datar, jejas (-), scar (-)
- Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Timpani, pekak hepar (+), pekak sisi (+) normal
- Auskultasi : Bising usus (+) normal

33
Ekstremitas

Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Cappilary refill <2”/<2” <2”/<2”

2. Status Lokalis
Regio ankle joint dextra
Inspeksi : Tampak diskontinuitas jaringan dengan dasar jaringan
tulang, batas tidak tegas, tepi tidak rata, darah (+), pus (-),
eksudat (-).
Palpasi : Nyeri tekan, ukuran 10x5x3 cm

Gambar. Gambaran Klinis Pasien dengan Ruptur Tendon Achilles Dextra

34
F. Pemeriksaan Penunjang

Gambar. Hasil Radiologi Pasien Ruptur Tendon Achilles

Kesan :
Tak tampak fraktur pada distal os tibia, dan proksimal ossa metatarsal kanan
yang tervisualisasi.

G. Diagnosis Kerja
- Ruptur tendon achilles dextra
- Vulnus laseratum regio ankle joint dextra

H. Initial Plan
In. Dx :S :-
O : X-foto anterior view dextra
In. Rx :
- Pencucian luka dan balut tekan
- Infus RL 20 tpm
- Injeksi Ampicillin 1,5 gr/ 8 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg/ 8 jam
In. Mx : Keadaan umum, tanda vital
In. Ex :
- Menjelaskan kepada keluarga pasien diagnosis sementara pasien.
- Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai pemeriksaan penunjang
yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis pasti pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai terapi dan alternatif
terapi yang akan dilakukan.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai prognosis dari
penyakit yang diderita pasien.

35

Anda mungkin juga menyukai