Anda di halaman 1dari 35

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

TEORI DAN KONSEP PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK

OLEH KELOMPOK : 5

ANGGOTA KELOMPOK 5 :
NICHOLAS RENALDO (1311006)
STEVEN TOBIAS (1311016)
WIDYAWATI (1311037)
SHERLY (1311043)
NIKITA LOUIS (1311047)

KELAS AM-2
SEMESTER VI

DOSEN PENGASUH :
LA ODE SYARFAN, SE, MSi, Ak.

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI


PELITA INDONESIA
PEKANBARU
2016
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “TEORI DAN
KONSEP PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK” sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Akuntansi Sektor Publik tahun ajaran 2016.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis dengan hati terbuka mengharapkan saran-saran dan kritikan-kritikan
yang membangun (konstruktif) demi kesempurnaan tugas akhir di masa yang akan datang.

Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan
dan bantuan dalam penulisan makalah ini.

Akhir kata Penulis mengharapkan agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak
yang memerlukannya.

Pekanbaru, 20 April 2016


Hormat Kami,

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 1
1.3. Manfaat Penulisan................................................................................... 1
1.4. Sistematika Penulisan.............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Anggaran Sektor Publik ....................................................... 4
2.2. Fungsi Anggaran Sektor Publik ............................................................. 5
2.3. Tujuan dan Karakteristik Anggaran Sektor Publik ................................ 8
2.4. Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik ....................................................... 9
2.5. Prinsip-prinsip dalam Penganggaran Sektor Publik ............................... 9
2.6. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik ......................................... 10
2.7. Prinsip-prinsip Pokok dalam Siklus Anggaran ...................................... 11
2.8. Pendekatan Penganggaran pada Sektor Publik ...................................... 12
2.9. Perkembangan Teori Penganggaran Sektor Publik ................................ 20
2.10. Penganggaran dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) ......................... 26

BAB III KESIMPULAN


3.1. Kesimpulan.............................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Setiap perusahaan pasti melakukan kegiatan penganggaran. Sistem penganggaran
merupakan insrumen dari mekanisme birokrasi pada suatu organisasi yang berfungsi sebagai
alat untuk mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa yang ada ke dalam
anggota organisasi.

Dalam konteks negara sebagai sebuah organisasi, maka sistem penganggaran


merupakan alat untuk mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa yang ada
ke dalam masyarakat.

Sesuai dengan perkembangan sistem administrasi publik dan tuntutan masyarakat


dalam konteks sistem sosial dan politik tertentu, berkembanglah sistem penganggaran negara
atau yang dapat juga disebut dengan penganggaran sektor publik.

Atas uraian fenomena tersebut maka ditulis suatu makalah dengan judul “TEORI DAN
KONSEP PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK” untuk membahas lebih lanjut tentang
fenomena ini.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian anggaran sektor publik ?
2. Apa fungsi anggaran sektor publik ?
3. Apa tujuan dan karakteristik anggaran sektor publik ?
4. Apa saja jenis-jenis anggaran sektor publik ?
5. Apa saja prinsip-prinsip dalam penganggaran sektor publik ?
6. Apa saja proses penyusunan anggaran sektor publik ?
7. Apa saja prinsip-prinsip pokok dalam siklus anggaran ?
8. Apa saja pendekatan penganggaran pada sektor publik ?
9. Bagaimana perkembangan teori penganggaran sektor publik ?
10. Apa itu penganggaran dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) ?

1.3. Manfaat Penulisan


Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :

1
2

1. Untuk menjelaskan apa pengertian anggaran sektor publik.


2. Untuk menjelaskan apa fungsi anggaran sektor publik.
3. Untuk menjelaskan apa tujuan dan karakteristik anggaran sektor publik.
4. Untuk menjelaskan apa saja jenis-jenis anggaran sektor publik.
5. Untuk menjelaskan apa saja prinsip-prinsip dalam penganggaran sektor publik.
6. Untuk menjelaskan apa saja proses penyusunan anggaran sektor publik.
7. Untuk menjelaskan apa saja prinsip-prinsip pokok dalam siklus anggaran.
8. Untuk menjelaskan apa saja pendekatan penganggaran pada sektor publik.
9. Untuk menjelaskan bagaimana perkembangan teori penganggaran sektor publik.
10. Untuk menjelaskan apa itu penganggaran dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

1.4. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan digunakan untuk memberi gambaran tentang hal apa saja
yang akan dibahas dalam tiap bab. BAB I akan membahas mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. BAB II akan
membahas hal-hal yang ada di dalam rumusan masalah dan makalah ini diakhiri
dengan BAB III yang akan memberikan kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN

Apa pun jenis organisasinya, swasta maupun publik, selalu terkait dengan anggaran.
Proses untuk mempersiapkan anggaran di sebut dengan penganggaran (Mardiasmo, 2009).
Sistem pengaggaran merupakan instrumen dari mekanisme birokrasi pada suatu organisasi
yang berfungsi sebagai alat untk mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa
yang ada ke dalam masyarakat. Sesuai dengan perkembagnan sistem administrasi dan publik
dan tuntunan masyarakat dalam konteks sosial dan politik tertentu, berkembanglah sistem
penganggaran negara (Bastian, 2006) atau yang dapat juga disebut dengan penganggaran
sektor publik.

Oleh karena anggaran sebagai instrumen mekanisem birokrasi, maka anggaran


merpakan alat akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksaan program-program
yang di biayai dengan uang publik. Selain itu juga, karena sebagai alat untuk mengalokasikan
sumber daya untuk setiap program maupun aktivitas, maka penanggaran juga merupakan
aktivitas yang penting. Begitu pentingnya aktivitas penganggaran ini pada organisasi sektor
publik, banyak teori penganggaran muncul dari teori-teori dalam administrasi publik. Peranan
teori penganggran ini sangat penting untuk memahi penganggaran sektor publik dan dapat
memandu organisasi sektor publik menyusun anggaran yang berkualitas. Namun demikian,
Gibran dan Sekwat (2009) berpendapat bahwa teori penganggaran yang ada selama ini belum
memuaskan dan perlu pendekatan alternatif dalam mengembangkan teori penganggaran.
Pendapat tersebut menunjukan bahwa teori-teori penganggaran yang ada dianggap belum
sempurna (heuristic) dan masuh menghadapi tantangan yang cukup besar untuk
pengembangan di masa mendatang. Begitu juga dengan penganggaran sektor publik di
Indonesia.

Pada bab ini akan menjelaskan teori dan konsep penganggaran dalam organisasi sektor
publik. Penjelasan tentang anggaran sektor publik diawali dengan pengertian anggaran
fungsi, tujuan dan karakteristik, serta prinsip-prinsip dalam pengaggaran sektor publik.
Selanjutnya, akan di jelaskan pendekatan-pendekatan yang dikenal dalam penganggaran
sektor publik yang mencerminkan perkembangan teori penganggaran dan bagaimana arah
perkembangannya ke depan. Pada sesi terakhir akan dijelaskan keterkatian penganggaran

3
4

dengan standar pelayanan minimal (SPM) yang merupakan bagian yang sangat penting dalam
penganggaran berbasis kinerja.

2.1. Pengertian Anggaran Sektor Publik


Anggaran memiliki peran penting dalam organisasi sektor publik, terutama organisasi
pemerintahan. Terdapat beberapa defenisi anggaran, yaitu sebagai berikut :
1. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,... (Mardiasmo, 2009:61).
2. Anggaran adalah rencana kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk finansial, meliputi
usulan pengeluaran yang diperkirakan untuk suatu periode waktu, serta usulan cara-cara
memenuhi pengeluaran tersebut (Sugijanto, dkk., 1995:22).
3. …sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan
terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang (Bastian, 2006:163).

Tiga defensi anggaran tersebut sengaja penulis sajikan, karena definisi diatas adalah
definisi anggaran ang sering dikutip oleh beberapa penulis lain (lihat Halim dan Kusufi,
2012; Mahsun dkk., 2007; Nordiawan (2006)), sedangkan definisi kedua dikutip oleh Halim
dan Kusufi (2012) dan sama dengan definisi anggaran menurut National Committee on
Governmental Accounting (NCGA) (atau sekarang menjadi GASB). Tujuan dari subbab ini
adalah untuk menemukan defenisi anggaran yang lebih lengkap sehingga dapat
menggambarkan anggaran sesungguhnya baik secara teori maupun kenyataan dalam praktik
(realita).

Jika dicermati ketiga definisi di atas memiliki persamaan dan perbedaan. Ketiga
defenisi di atas sama-sama menyatakan bahwa anggaran adalah untuk periode waktu tertentu
di masa mendatang. Hal ini menegaskan bahwa anggaran disusun atau hanya
menggambarkan kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang selama periode waktu
tertentu. Selain itu, tiga definisi tersebut menggunakan istilah yang berbeda dalam
menjelaskan isi dari anggaran, namun memiliki makna yang hampir sama, yaitu definisi
pertama menggunakan istilah “… pernyataan estimasi kinerja …”, definisi kedua “… rencana
kegiatan …” dan definisi ketiga “: … pernyataan perkiraan …”. Semua istilah tersebut
bermakna sama yaitu bahwa anggaran berisi estimasi, rencana dan perkiraan di masa
mendatang. Sedangkan dua definisi pertama mempertegas bahwa anggaran harus dinyatakan
dalam ukuran finansial, sehingga rencana kegiatan atau kinerja atau perkiraan berupa
nonfinansial tidak termasuk dalam anggaran.
5

Perbedaan mendasar dari ketiga defenisi di atas adalah lingkup dari isi anggaran.
Defenisi kedua mengkhususkan isi anggaran hanya untuk usulan pengeluaran saja.
Sedangkan defenisi ketiga menyatakan bahwa anggaran tidak hanya berisi perkiraan
pengeluaran saja melainkan juga berisi perkiraan penerimaan. Pada kenyataannya, anggaran
sering kali berisi rencana penerimaan dan pengeluaran, bahkan Ulum (2008:98)
menambahkan bahwa anggaran publik merupakan dokumen yang menggambarkan kondisi
keuangan organisasi yang meliputi informasi mengenai penerimaan, pengeluaran dan
aktivitas.

Selanjutnya, bagaimana dengan informasi keuangan organisasi di masa lalu? Apakah


informasi keuangan di masa lalu tidak termasuk dalam anggaran? Bastian (2006) dan Ulum
(2008) mendukung bahwa anggaran tidak hanya menyajikan informasi rencana penerimaan
dan pengeluaran di masa mendatang, melainkan juga menyertakan data penerimaan dan
pengeluaran yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu. Penyajian data masa lalu pada
dokumen anggaran selaras dengan fungsi anggaran sebagai alat pengendalian dan alat
penilaian kinerja. Anggaran dapat digunakan sebagai alat pengendalian apabila data yang
direncanakan telah dibandingkan dengan data kinerja aktualnya dan penilaian kinerja
anggaran dapat dilakukan jika diketahui hasil pencapaian targetnya. Oleh karena itu, untuk
memenuhi fungsi anggaran tersebut maka anggaran harus ditampilkan secara bersamaan
antara informasi keuangan yang akan dicapai dengan data masa lalu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa defenisi anggaran adalah


dokumen yang berisi estimasi kinerja, baik berupa penerimaan dan pengeluaran, yang
disajikan dalam ukuran moneter yang akan dicapai pada periode waktu tertentu dan
menyertakan data masa lalu sebagai bentuk pengendalian dan penilaian kinerja.

2.2. Fungsi Anggaran Sektor Publik


Anggaran dalam akuntansi berada di dalam lingkup akuntansi manajemen. Mardiasmo
(2009) mengidentifikasi beberapa fungsi anggaran dalam manajemen sektor publik adalah
sebagai berikut :
1. Anggaran sebagai alat perencanaan
Mardiasmo (2009) menyatakan bahwa anggaran merupakan alat perencanaan manajemen
untuk mencapai tujuan organisasi sehingga organisasi akan tahu apa yang harus dilakukan
dan ke arah mana kebijakan akan dibuat. Anggaran sektor publik dibuat untuk
merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang
6

dibutuhkan dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. Anggaran
sebagai alat perencanaan digunakan untuk :
a. Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang
ditetapkan
b. Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai tujuab organisasi serta
alternatif pembiayaannya
c. Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun
d. Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi
2. Anggaran sebagai alat pengendalian
Anggaran sebagai instrumen pengendalian digunakan untuk menghindari adanya
pengeluaran yang terlalu besar (overspending), terlalu rendah (underspending), salah
sasaran (missappropriattion) atau adanya penggunaan yang tidak semestinya
(misspending). Anggaran merupakan alat untuk mengawasi kondisi keuangan dan
pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah. Sebagai alat pengendalian
manajerial, anggaran sektor publik digunakan untuk meyakinkan bahwa pemerintah
mempunyai uang yang cukup untuk memenuhi kewajibannya. Pengendalian anggaran
sektor publik dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu :
a. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan
b. Menghitung selisih anggaran
c. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan dan tidak dapat dikendalikan atas suatu
varians
d. Merevisi standar biaya atau target angaran untuk tahun berikutnya
3. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal
Melalui anggaran organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebijakan tertentu.
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah, digunakan untuk menstabilkan
ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran sektor publik dapat
diketahui arah kebijakan fiskal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksi dan estimasi
ekonomi.
4. Anggaran sebagai alat politik
Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen
eksekutif dan kesepakatan bagi legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan
tertentu. Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan
keuangan terhadap prioritas tertentu. Anggaran tidak sekadar masalah teknik, melainkan
diperlukan keterampilan berpolitik (political skill), membangun koalisi, keahlian
7

bernegosiasi dan pemahaman tentang manajemen keuangan sektor publik yang memadai
oleh para manajer publik. Oleh karena itu, kegagalan dalam melaksanakan anggaran akan
dapat menjatuhkan kepemimpinan dan kredibilitas pemerintah.
5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi
Melalui dokumen anggaran yang komprehensif, sebuah bagian atau unit kerja atau
departemen yang merupakan sub-organisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan
dan apa yang akan dilakukan oleh bagian/unit kerja lainnya. Oleh karena itu, anggaran
dapat digunakan sebagai alat koordinasi dan komunikasi antara dan seluruh bagian dalam
pemerintahan.
6. Anggaran sebagai alat penilaian kinerja
Kinerja eksekutif dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran, efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa hasil yang
dicapai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang
efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja.
7. Anggaran sebagai alat motivasi
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar dapat
bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi
yang ditetapkan. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat
challenging but attainable atau demanding but achievable. Maksudnya adalah target
anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun jangan
terlalu rendah sehingga mudah untuk dicapai.
8. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik
Fungsi ini hanya berlaku pada organisasi sektor publik, karena pada organisasi swasta
anggaran merupakan dokumen rahasia yang tertutup untuk publik. Masyarakat dan elemen
masyarakat lainnya nonpemerintah seperti LSM, Perguruaan Tinggi, Organisasi
Keagamaan dan organisasi masyarakat lainnya, harus terlibat dalam proses penganggaran
publik. Keterlibatan mereka dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Keterlibatan
langsung masyarakat dalam proses penganggaran dapat dilakukan mulai dari proses
penyusunan perencanaan pembangunan maupun rencana kerja pemerintah (daerah),
sedangkan keterlibatan secara tidak langsung dapat melalui perwakilan mereka di lembaga
legislatif (DPR/DPRD).
8

2.3. Tujuan dan Karakteristik Anggaran Sektor Publik


Anggaran bagi sektor publik adalah alat untuk mencapai tujuan dalam rangka
memberikan pelayanan kepada masyarakat/rakyat yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat. Penganggaran sektor publik
terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas
dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai pada
perencanaan strategis dan perencanaan operasional selesai dilakukan. Perencanaan dan
penganggaran merupakan proses yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan,
karena berkaitan dengan tujuan pemerintah untuk melayani dan mensejahterakan rakyat.
Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, karena output dari
perencanaan adalah pengaggaran. Anggaran sektor publik harus dapat merefleksikan
perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat, serta dapat menentukan
penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Berdasarkan definsi di atas dan tujuan dari anggaran sektor publik, maka anggaran
sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan
2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun, jangka
pendek, menengah atau panjang
3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan
4. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak berwenang yang lebih tinggi dari
penyusun anggaran
5. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu

Anggaran sektor publik tidak dapat mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Ada
beberapa aspek yang tidak tersentuh oleh anggaran sektor publik, baik nasional maupun local.
Oleh karena itu, dengan adanya anggaran sektor publik diharapkan dapat membantu
memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti air bersih, listrik, kesehatan, pendidikan dan
sebagainya. Keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui anggaran juga akan
memengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, anggaran sektor publik
menjadi penting karena :
1. Sebagai alat bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan, menjamin
kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
9

2. Adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang
sedangkan sumber daya yang ada terbatas.
3. Untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat, dalam hal
ini anggaran berperan sebagai instrumen akuntabilitas publik.

Aspek-aspek yang tercakup dalam anggaran sektor publik adalah : aspek perencanaan,
aspek pengendalian dan aspek akuntabilitas publik. Penganggaran sektor publik harus
diawasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Proses penganggaran akan
lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body) yang bertugas
untuk mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran.

2.4. Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik


Anggaran sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu (Mardiasmo, 2009:66) :
1. Anggaran Operasional (operation/reccurent budget)
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam
menjalanjan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikategorikan dalam
anggaran operasional adalah “Belanja Rutin”. Belanja Rutin (recurrent expenditure)
adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat
menambah asset atau kekayaan bagi pemerintah. Disebut rutin karena sifat pengeluaran
tersebut berulang-ulang ada setiap tahun. Secara umum, pengeluaran yang masuk kategori
anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasi dan
Pemeliharaan.
2. Anggaran Modal/Investasi (capital/investment budget)
Anggaran modal menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap
seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot dan sebagainya. Pengeluaran modal yang
besar biasanya dilakukan dengan menggunakan pinjaman. Belanja investasi/modal adalah
pengeluaran yang manfaatnya cenderung melebihi satu tahu anggaran dan akan menambah
asset atau kekayaan pemerintah dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk
biaya operasional dan pemeliharannya.

2.5. Prinsip-prinsip dalam Penganggaran Sektor Publik


Mengingat begitu pentingnya peranan dan fungsi anggaran, diperlukan prinsip-prinsip
yang menjadi pedoman bagi organisasi publik dan/atau pemerintah dalam penyusunannya.
Beberapa prinsip tersebut, adalah sebagai berikut (Mardiasmo, 2009:67-68) :
1. Otorisasi oleh legislatif
10

Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif sebelum eksekutif dapat
menggunakan anggaran tersebut.
2. Komprehensif/menyeluruh
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh
karena itu, adanya dana nonbudgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang
bersifat komprehensif.
3. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah tercakup dalam dana umum.
4. Nondiscretionary appropriation
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis,
efisiensi dan efektif.
5. Periodik
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan atau
multitahunan.
6. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi yang dapat
menyebabkan terjadinya pemborosan dan ketidakefisienan anggaran, serta dapat
mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.
7. Jelas
Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami oleh masyarakat dan tidak
membingungkan.
8. Transparan
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

2.6. Proses Penyusunan Anggaran Sektor Publik


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang
dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan
masyarakat tentang program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan
anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran
mempunyai empat tujuan, yaitu (Mardiasmo, 2009:68) :
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar
bagian dalam lingkungan pemerintahan
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan
11

3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja


4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD
dan masyarakat luas

Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah (Mardiasmo,


2009:69) :
1. Tujuan dan target yang hendak dicapai
2. Ketersediaan sumber daya (faktor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah)
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target
4. Faktor-faktor lain yang memengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan
pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencana alam dan
sebagainya

2.7. Prinsip-prinsip Pokok dalam Siklus Anggaran


Prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh
penyelenggara pemerintahan. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran
relatif tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik. Siklus anggaran meliputi
empat tahap yang terdiri atas (Mardiasmo, 2009:70) :
1. Tahap persiapan anggaran
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran
pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan
adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan
penaksiran pendapatan secara lebih akurat.
2. Tahap ratifikasi
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup
berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki kemampuan manajerial namun
juga harus mempunyai kemampuan politikal, kemampuan berdagang dan membangun
koalisi yang memadai.
3. Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran
Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer
keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk
menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan
12

pengendalian anggaran yang telah disepakati dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap
penyusunan anggaran periode berikutnya.
4. Tahap pelaporan dan evaluasi
Tahap persiapan, ratifikasi dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional
anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika
tahap implemntasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi anggaran tidak akan
menemui banyak masalah.

2.8. Pendekatan Penganggaran pada Sektor Publik


Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Dalam perkembangan tersebut, anggaran sektor publik telah menjadi
instrumen kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
organisasi. Hal ini tercermin dalam komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung
merefleksikan arah dan tujuan pelayanan publik yang diharapkan. Anggaran sebagai alat
perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat
digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat
berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatannya harus dilakukan dengan
cermat dan sistematis.

Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan


perkembangan manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul dalam masyarakat. Pada
dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran
sektor publik. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan tradisional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara
berkembang. Adapun ciri-ciri anggaran dengan pendekatan tradisional yaitu (Mardiasmo,
2009) :
a. Cara penyusunan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalism
b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item
c. Cenderung sentralistis
d. Bersifat spesifikasi
e. Tahunan
f. Menggunakan prinsip-prinsip anggaran bruto
13

Pendekatan tradisional terdiri atas tiga proses (Nordiawan, 2006) :


1. Pihak lembaga yang memerlukan anggaran mengajukan permintaan anggaran kepada
kepala eksekutif dan anggaran tersebut diperinci berdasarkan jenis pengeluaran yang
hendak dibuat.
2. Kepala eksekutif mengumpulkan permintaan anggaran dari berbagai lembaga, lalu
anggaran ini dimodifikasi oleh kepala eksekutif (dikonsolidaskan). Dari hasil
modifikasi tersebut, kepala eksekutif kemudian mengajukan permintaan secara
keseluruhan untuk organisasi tersebut kepada lembaga legislatif dengan menggunakan
perincian yang sama dengan anggaran yang diajukan sebelumnya oleh lembaga-
lembaga di bawahnya.
3. Setelah merevisi jumlah permintaan anggaran, pihak legislatif kemudian menuliskan
jumlah anggaran yang disetujui dengan menggunakan pendekatan tradisional. Data-data
mengenai program atau kinerja mungkin dimasukkan dalam anggaran yang diperinci
dengan menggunakan pendekatan tradisional.

Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism yaitu
hanya menambah/mengurangi jumlah rupiah pada item anggaran yang ada sebelumnya
dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar menyesuaikan besarnya
penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam. Pendekatan
semacam ini dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan riil dan juga
mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena tidak
diketahuinya apakah pengeluaran periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar
penyusunan anggaran tahun ini telah sesuai dengan kebutuhan yang wajar.

Masalah utama lain anggaran tradisional adalah berkaitan dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efesiensi dan efektivitas sering tidak
dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan ketiadaan
perhatian pada konsep value for money ini, sering kali pada akhir tahun anggaran terjadi
kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas
yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas ini dimaksudkan untuk
menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka akan berdampak
pada alokasi anggaran tahun berikutnya, sehingga kinerja dinilai berdasarkan habis
14

tidaknya anggaran yang diajukan dan pada pertimbangan output yang dihasilkan dari
aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target kinerja yang dikehendaki (outcome).
Anggaran tradisional cenderung menggunakan konsep historic cost of service.

Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program,
atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meski item tersebut
sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah
yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk dan lainnya.

Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan
atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Jenis anggaran ini relative
dianggap paling tua dan banyak mengandung kelemahan. Metode line-item budget sangat
popular karena penggunaannya yang dianggap mudah untuk dilaksanakan. Metode line-
item mempunyai karakteristik sebagai pengendali pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut,
anggaran tradisional disusun berdasarkan penerimaan dan pengeluaran. Berdasarkan hal
tersebut, anggaran tradisional disusun berdasarkan penerimaan dan pengeluaran, bukan
pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan. Pendekatan
tradisional digunakan sebagai dasar bagi elemen legislatif untuk mengendalikan elemen
eksekutif.

Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item


penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun
sebenarnya secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan dalam
periode sekarang. Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi
alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol
pengeluaran.

Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan
pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak
atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang dan sebagainya, bukan
berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan tradisional memiliki beberapa


kelebihan, yaitu bentuknya sederhana dan mudah dipersiapkan serta dimengerti oleh orang
yang berkepentingan. Pendekatan ini cocok dengan pola akuntansi pertanggungawaban
(responsibility accounting), yaitu bahwa pendekatan ini memfasilitasi pengendalian
15

akuntansi dalam proses pelaksanaan anggaran dan data-data yang dapat dibandingkan bisa
dikumpulkan untuk beberapa tahun secara berurutan untuk memfasilitasi dilakukannya
perbandingan trend.

Namun, pendekatan tradisional ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain : tidak
adanya informasi yang memadai bagi pembuat keputusan, terlalu berorientasi pada
pengendalian dan kurang memperhatikan proses perencanaan dan evaluasi. Dalam
pendekatan tradisional ini lebih difokuskan pada input, sehingga mengakibatkan
kurangnya perhatian pada pertimbangan jangka panjang dan pertimbangan lain yang
relevan terhadap program organisasi secara keseluruhan. Lebih mendorong pengeluaran
daripada penghematan, di sini unit-unit organisasi terdorong untuk membelanjakan
seluruh anggarannya, dibutuhkan atau tidak dibutuhkan.

2. Pendekatan new public management


Maridiasmo (2009) menyatakan bahwa model new public management mulai dikenal
tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk
konsep, misalnya munculnya konsep “managerialism” (Pollit, 1993); “market-based
public administration” (Lan, Zhiyong dan Rosenbloom, 1992); “post-bureaucratic
paradigm” (Barzelay, 1992) dan “entrepreneurial government” (Osborne dan Gaebler,
1992).

New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada
kinerja bukan pada kebijakan. oleh karena itu, bagian dari reformasi dari new public
management adalah dengan kemunculannya Manajemen Berbasis Kinerja. Fokus
manajemen berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang
berorientasi pada pengukuran outcome (hasil), bukan lagi sekadar pengukuran input atau
output saja (Mahmudi, 2007). Penggunaan paradigma new public management menuntut
pemerintah untuk memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat,
pemangkasan biaya (cost cutting) dan kompetisi tender. Pendekatan new public
management digunakan untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional. Pendekatan new
public management dalam sistem anggaran publik memiliki karakteristik umum sebagai
berikut :
1. Komprehensif/komparatif
2. Terintegrasi dan lintas departemen
3. Proses pengambilan keputusan yang rasional
16

4. Bersifat jangka panjang


5. Spesifikasi tujuan dan pemeringkatan prioritas
6. Analisis total cost dan benefit
7. Berorientasi pada input, output dan outcome, bukan sekadar input
8. Adanya pengawasan kinerja

Paradigma new public management telah melahirkan beberapa teknik penganggaran dalam
sektor publik, adalah sebagai berikut :
1. Anggaran kinerja
Anggaran dengan pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan
yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh
tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam
pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja
sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output.
Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas
tujuan serta pendekatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan
keputusan.

Nordiawan (2006) menyebutkan bahwa anggaran kinerja memiliki beberapa


karakteristik sebagai berikut :
a. Mengklasifikasikan akun-akun dalam anggaran berdasarkan fungsi dan aktivitas
serta unit organisasi dan rincian belanja
b. Menyelidiki dan mengukur aktivitas guna mendapatkan efisiensi maksimum dan
standar biaya
c. Mendasarkan anggaran untuk periode yang akan datang pada biaya per unit standar
dikalikan dengan jumlah unit aktivitas yang diperkirakan harus dilakukan pada
periode tersebut.

Penggunaan anggaran dengan pendekatan kinerja memiliki keunggulan, antara lain


adanya pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan, merangsang
partisipasi dan memotivasi unit kerja, pengalokasian dana secara optimal dengan
didasarkan efisiensi unit kerja dan menghindari pemborosan.

Namun, anggaran kinerja juga memiliki beberapa kelemahan, adalah sebagai berikut
(Nordiawan, 2006) :
17

a. Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf anggaran atau
akuntansi yang memiliki kemampuan memadai untuk mengidentifikasi unit
pengukuran dan melaksanakan analisis biaya
b. Banyak jasa dana aktivitas pemerintah tidak dapat langsung terukur dalam satuan
unit output atau biaya per unit yang dapat dimengerti dengan mudah
c. Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan dasar anggaran
yang dikeluarkan (cash basis). Hal ini membuat pengumpulan data untuk keperluan
pengukuran kinerja sangat sulit, bahkan kadang kala tidak memungkinkan.
d. Kadang kala, aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan dilakukannya
pengukuran lainnya tanpa adanya pertimbangan yang memadai apakah aktivitas
tersebut perlu atau tidak.

2. Program budgeting
Pendekatan ini menekankan pada efektivitas penyusunan anggaran. Anggaran disusun
berdasarkan pekerjaan atau tugas yang akan dijalankan. Metode penganggaran ini
menekankan bahwa keputusan penganggaran harus didasarkan pada tujuan-tujuan atau
output-output dari aktivitas pemerintahan daripada input untuk menghasilkan barang
dan jasa pemerintah. Teknologi penganggaran ini tergantung pada metodologi-
metodologi dari program peramalan dan analisis sistem.

3. Zero Based Budgeting (ZBB)


Penyusuanan anggaran dengan menggunakan pendekatan zero based budgeting (ZBB)
dapat mengatasi kelemahan pendekatan incrementalism dan line-item karena anggaran
diasumsikan mulai dari nol (zero based). Dalam penyusunan zero based budgeting
tahun ini, tidak berdasarkan pada tahun lalu, tapi berdasarkan kebutuhan saat ini.

Keunggulan penggunaan ZBB ini adalah dapat menghasilkan alokasi sumber daya
secara efisien, fokus pada value for money dan memudahkan untuk mengidentifikasi
terjadinya inefisiensi dan ketidakefektifan biaya. Namun, seperti pendekatan lainnya,
ZBB juga memiliki beberapa kelemahannya, yaitu proses penyusunan anggaran
memakan waktu yang lama, terlalu teoretis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang
besar dan menekankan manfaat jangka pendek. Dalam mengimplementasikan ZBB
kadang menimbulkan masalah keperilakuan di dalam organisasi.
18

4. Planning, Programming and Budgeting System (PPBS)


Planning, Programming and Budgeting System (PPBS) merupakan suatu anggaran di
mana pengeluaran secara primer dikelompokkan dalam aktivitas-aktivitas yang
didasarkan pada program kerja dan secara sekunder didasarkan pada jenis atau karakter
objek dan kinerja. Konsep PPBS merupakan konsep yang memandang bahwa
penyusuanan anggaran merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari proses
perencanaan dan perumusan program kegiatan suatu organisasi.

PPBS merupakan upaya sistematis yang memperhatikan integrasi dari perencanaan,


pembuatan program dan penganggaran. Pada PPBS, sasaran, manfaat dan tujuan harus
diterjemahkan secara eksplisit sehingga program strategis yang berorientasi pada hasil
dapat diidentifikasi, sehingga akan menghasilkan informasi yang membantu dalam
pengalokasian sumber daya secara efektif. Untuk pengimplemetasian PPBS, suatu
organisasi harus mengembangkan kemampuan analisisnya untuk memahami secara
mendalam tujuan organisasi, termasuk kemampuan mengembangkan program beserta
indikator hasil untuk mencapai tujuan.

Kelebihan dari planning, programming and budgeting system (PPBS) ini adalah
memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari atasan kepada bawahan, dalam
jangka panjang dapat mengurangi beban kerja, dapat memperbaiki kualitas pelayanan
melalui pendekatan standar biaya dalam perencanaan program dan menghilangkan
program yang overlapping. Kelemahan planning, programming and budgeting system
adalah, dalam pengimplementasiannya membutuhkan biaya yang besar, karena sistem
anggaran ini membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data yang
lengkap, adanya sistem pengukuran dan staf yang memiliki kapabilitas yang tinggi,
sehingga ini mengakibatkan sulitnya sistem ini untuk diimplementasikan.

Sejalan dengan terjadinya perubahan sistem administrasi pemerintahan serta sistem


politik akibat krisis ekonomi, kebijakan dalam penganggaran mengalami perubahan
yang mendasar. Perubahan dimulai dari kebijakan penyusunan APBD sebagai akibat
pemberian otonomi luas pada kabupaten/kota dan otonomi terbatas pada daerah
provinsi. APBD disusun dengan menggunakan pendekatan kinerja. Anggaran berbasis
kinerja adalah suatu sistem penganggaran yang berorientasi pada hasil atau output dari
19

alokasi dana yang tersedia atau input. Menurut Smith (1999) salah satu tujuan
penerapan anggaran berbasis kinerja pada sebuah pemerintah daerah adalah untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dengan memfokuskan sumber daya menuju
output yang kritis dan penting. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada dasarnya
diharapkan akan mereformasi kualitas dan proses pengambilan keputusan anggaran
yang lebih rasional dalam menentukan alokasi sumber daya ekonomi sehingga kegiatan
pemerintah dapat dijalankan dengan lebih efektif dan efisien. Sejumlah kelemahan
dalam tahap implementasi mengancam dan menjadi tantangan tersendiri atas
keefektifan anggaran berbasis kinerja. Kualitas informasi output atau outcome yang
rendah menjadi ganjalan dalam penggunaan informasi kinerja dalam pengambilan
keputusan.

Penetapan tujuan dan sasaran yang tidak jelas baik dalam organisasi atau antar unit
organisasi menambah kompleksitas masalah. Indikator kinerja sering kali salah
merepresentasikan capaian kinerja yang seharusnya. Atau, indikator kinerja terlalu
menyederhanakan ukuran-ukuran kinerja pelayanan sektor publik yang umumnya
bersifat multidimensi. Tidak adanya kepastian konsekuensi yang jelas atas penerapan
anggaran berbasis kinerja baik penghargaan bagi pihak yang telah menunjukkan
peningkatan kinerja atau sebaliknya dapat menciderai keseriusan usaha reformasi
anggaran ini. Anggaran berbasis kinerja (ABK) ini memerlukan ukuran yang pasti
dalam mengukur efisiensi anggaran yaitu analisis standar belanja (ASB) dan standar
pelayanan minimal (SPM). Realitas yang ada bahwa pemerintah
provinsi/kabupaten/kota di Indonesia, setelah memasuki tahun kesembilan penerapan
ABK, masih belum atau baru menyusun dan menerapkan ASB dan SPM, sehingga
pengukuran efisiensi anggaran belum dapat dilakukan.
20

Tabel 2.1
Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Pendekatan NPM
Anggaran Tradisional New Public Management
Sentralistis Desentralisasi & devolved management
Berorientasi pada input Berorientasi pada input, output dan outcome
(value for money)
Tidak terkait dengan perencanaan Utuh dan komprehensif dengan perencanaan
jangka panjang jangka panjang
Line-item dan incrementalism Berdasarkan sasaran kinerja
Batasan departemen yang kaku Lintas departemen
Menggunakan aturan klasik : vote Zero-Base Budgeting, Planning Programming
accounting Budgeting System
Prinsip anggaran bruto Sistematik dan rasional
Bersifat tahunan Bottom-up budgeting
Spesifik

2.9. Perkembangan Teori Penganggaran Sektor Publik


Perkembangan teori penanggaran publik baru-baru ini dijelaskan secara detail oleh
Gibran dan Sekwat (2009) dalam paper-nya yang berjudul “Continuing the Search for a
Theory of Public Budgeting”. Pada mulanya dijelaskan tentang sejarah pemikiran teori
penganggaran publik beserta kelemahan mendasarnya dan kemudian diakhiri dengan
menjelaskan sejumlah alasan dan argumentasi untuk menawarkan pengembangan teori
penganggaran yang lebih heuristics yang menggabungkan aspek rasional dan non-rasional
dengan mengambil dari teori sistem terbuka (open system theory). Tujuan dari subbab ini
adalah untuk memberikan gambaran tentang sejarah pemikiran dan pengembangan teori
penganggaran sampai dengan saat ini serta kemungkinan pengembangannya dimasa
mendatang berdasarkan saran yang dikemukakannya.

Gibran dan Sekwat menyatakan bahwa perkembangan teori penganggaran selama ini
hanyalah proses mekanikal yang hanya untuk mengalokasikan sejumlah uang, tanpa
memperhatikan pertanyaan normatif dan nilai-nilai social politik yang melingkupinya dan hal
ini sebenarnya sudah disadari sejak tujuh puluh tahun yang lalu oleh V. O. Key (1940). Oleh
karena itu, perlu untuk dikaji ulang teori penganggaran yang ada saat ini sehingga dirasa
21

perlu arah alternatif baru dalam pengembangan teori penganggaran yang akan memberikan
potensi besar terbentuknya teori penganggaran yang lebih heuristics.

Untuk mengarahkan kembali pengembangan teori penganggaran, perlu untuk


memahami terlebih dahulu apa yang maksud dengan sebuah teori dan apa kontribusinya
untuk sebuah disiplin ilmu. Gibran dan Sekwat menggunakan defenisi teori menurut
Bacharach (1999) yang menyatakan bahwa teori adalah sebuah pernyataan tentang hubungan-
hubungan dalam dunia nyata yang dibuat dalam rerangka kepercayaan/keyakinan tentang
bagaimana dunia ini bekerja. Teori harus dapat menjawab pertanyaan seperti bagaimana,
kapan dan mengapa serta menyediakan sebuah model umum yang membantu peneliti
memformulasikan berbagai macam pertanyaan yang dapat menyederhanakan kompleksitas
realitas. Argumen Bacharach menyatakan secara tidak langsung bahwa sebelum dapat
memahami apa yang dimaksud dengan penganggaran publik, dibutuhkan sebuah teori tentang
penganggaran yang membantu untuk menyederhanakan realitas dari penganggaran publik
dalam usaha untuk memahami bagaimana, kapan dan mengapa pemerintah
menganggarkan. Gibran dan Sekwat berpendapat bahwa bahwa teori penganggaran sejauh ini
belum lengkap karena teori yang ada hanya menyediakan jawaban-jawaban parsial terhadap
pertanyaan bagaimana dan kapan penganggaran publik dilaksanakan, dan belum menjawab
secara cukup pertanyaan mengapa pemerintah menyusun anggaran dengan cara yang mereka
lakukan.

Gibran dan Sekwat mencatat bahwa secara historis pengaruh arus pemikiran yang
menekankan pada analisis sains dan kemajuan teknologi terhadap perkembangan teori
penganggaran publik pada periode tahun 1896-1920 berhasil memisahkan bentuk
penganggaran dari nilai-nilai, perilaku, makna dan lingkungan sosial politik. Teori
penganggaran publik tidak lepas dari perkembangan teori administrasi publik dan teori
organisasi. Para pemikir (scholars) pada masa periode tersebut berhasil menunjukkan
masalah-masalah ketidakefisian dan efektivitas operasional pemerintahan dengan
menggunakan instrumen-instrumen yang dibangun berdasarkan rasional teknikal. Pelaku
gerakan pembaruan diinspirasi oleh Woodrow Wilson (1987), Frank Goodnow (1900),
Leonard White (1926), dan Luther Gullick dan Lyndall Urwick (1937). Para pemikir pada
awalnya terpanggil untuk memperbaiki metode teknikal dari administrasi sehingga
menjadikan operasional dari pemerintahan menjadi lebih seperti bisnis. Konsekuensi dari
lingkungan intelektual mereka membantu perkembangan pandangan dualistik. Pandangan ini
22

membedakan secara tajam antara fakta-fakta dengan nilai-nilai, struktur dan perilaku, makna
dan tujuan akhir, politik dan administrasi. Dikotomi ini mempunyai pengaruh yang tegas dan
kuat pada teori dan praktik penganggaran.

Lewis (1997, 157-159) menunjukkan fakta bahwa gerakan manajemen sains dan
manajemen administrative berpengaruh signifikan dalam membentuk kekuatan politik dan
ideology sehingga menuntut diberlakukannya Budgeting and Accounting Act tahun 1921.
Pembaruan awal tersebut mendukung pembatasan cakupan aktivitas pemerintah untuk
menyimpan dana. Kemudian sistem penganggaran yang dihasilkan tahun 1921 berfokus pada
pengendalian. Undang-undang ini menerapkan line item budget yang terpusat pada eksekutif
dengan membentuk sebuah dinas yang dinamakan dengan General Accounting Office yang
memiliki kemampuan teknis untuk membantu Kongres (lembaga legislatif) dalam pembuatan
keputusan anggaran.

Line item budget membagi pengeluaran (belanja) ke dalam item-item yang rinci dari
belanja pemerintah dan tampak lebih mengutamakan untuk pengendalian biaya dan
meningkatkan efisiensi sehingga menghasilkan disiplin fiskal. Para pemikir pada saat itu
meyakini bahwa disiplin fiskal yang lebih besar mensyaratkan sentralisasi, manajemen top-
down dan secara alamiah meyakini bahwa pertanggungjawaban anggaran seharusnya melekat
pada eksekutif. Sebagai konsekuensi, line item budget dikembangkan sebagai metode
penganggaran eksekutif atau top-down. Oleh karena line item budget memfokuskan pada
item-item belanja daripada tujuan atau fungsi dari belanja, maka metode ini tidak
memberikan perhatian pada dasar pengalokasian sumber daya dan penjelasan berdasar
aktivitas anggaran sehingga pendekatan ini tidak mempunyai nilai prediktif.

Pendekatan line item budget tidak menyediakan informasi tentang tujuan program atau
pencapaiannya, sehingga tidak memadai untuk menghubungkan pengeluaran (pemerintah)
dengan kinerja publik atau untuk pembuatan pilihan antara alokasi sumber daya alternatif
(Pilegge, 1992: 73; dalam Gibran dan Sekwat). Di tahun 1949, Hoover Commission meninjau
ulang isu dari penganggaran publik dan menyarankan pengadopsian penganggaran kinerja
(performance budgeting). Metode ini didasarkan pada fungsi dan aktivitas pemerintah dalam
mengimplementasikan kebijakannya. Para pembaru (reformers) berharap bahwa teknik
penganggaran ini akan memungkinkan manajer-manajer program, kepala-kepala agensi,
pejabat negara dan warga negara untuk mengidentifikasikan biaya-biaya yang dikaitkan
dengan aktivitas pemerintah. Pendekatan penganggaran ini konsisten dengan pengertian
23

bahwa pemerintah membutuhkan pengendalian biaya dalam usaha untuk meningkatkan


efisiensi operasional. Penganggaran kinerja merupakan, sebagaimana line item budget,
bentuk pendekatan teknikal lainnya yang juga mengabaikan pertanyaan mengapa, yang lebih
fokus pada bagaimana untuk mencapai hasil akhir dan memberikan sedikit atau tidak ada
pengertian ke konteks yang lebih luas dimana penganggaran seharusnya berada. Hal ini juga
mengabaikan pertimbangan perilaku yang dikaitkan dengan penganggaran.

Metode penganggaran program pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah federal


Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Pemerintah federal Amerika Serikat menggantikan
penganggaran kinerja dengan penanggaran program. Metode penganggaran baru ini
menekankan bahwa keputusan penganggaran harus didasarkan pada tujuan atau output dari
aktivitas pemerintahan daripada input untuk menghasilkan barang dan jasa pemerintah.
Teknologi penganggaran ini tergantung pada metodologi dari program peramalan dan analisis
sistem, dan seperti yang diutarakan oleh Pilegge, metode ini adalah penganggaran yang lebih
canggih daripada sebelumnya. Penganggaran program berfokus pada tujuan-tujuan
pengeluaran pemerintah, tetapi metode ini masih mendasarkan pada perbaikan rasionalitas
dalam pembuatan keputusan penganggaran (Pilegge, 1992: 75; dalam Gibran dan Sekwat).

Reformasi besar anggaran selanjutnya datang di tahun 1970-an dalam bentuk zero-
based budgeting. Metodologi ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan pengambil
keputusan untuk membandingkan lebih dari satu tingkat rekomendasi dari pengeluaran untuk
setiap aktivitas program dan untuk menentukan unit keputusan mana yang menganggap
pencapaian tujuan program terbaik. Zero based budgeting memerlukan tingkat rincian dan
kejelasan yang sulit bagi pembuat kebijakan dan pejabat anggaran untuk mencapainya.
Reformasi ini terbukti sulit mengimplementasikannya dan tidak bertahan lama, sehingga
pencarian untuk sebuah metode baru dalam penganggaran perlu dimulai lagi.

Line item budget, penganggaran program, penganggaran kinerja dan zero based
budgeting semuanya bersifat teknikal. Secara historis, reformasi penganggaran dirancang
untuk menunjukkan metode persiapan anggaran publik dan untuk mencapai outcomes yang
dijelaskan secara rasional. Pilegge menegaskan bahwa cara pemikiran ini terbatas
perhatiannya pada dokumen anggaran itu sendiri dan mengabaikan konteks yang lebih luas
dari pembuatan keputusan anggaran (Pilegge, 1992: 81; dalam Gibran dan Sekwat).
Pendekatan ini tidak kondusif untuk pengembangan pemahaman yang sistematik dari proses
pembuatan keputusan belanja. Tanpa pemahaman yang sistematik, teori anggaran publik
24

tidak dapat secara akurat memperhitungkan proses dan struktur penganggaran atau
keterkaitan variabel-variabel tersebut ke konteks lingkungan yang lebih luas di mana
penganggaran berada.

Berdasarkan perjalanan historis selama ini dari perkembangan teori penganggaran


publik yang tidak lepas dari pengaruh perkembangan lingkungan filosofis, ideologi,
paradigma dan budaya pada saat teori tersebut muncul, yang lebih menekankan pada analisis
sains dan kemajuan teknologi, sebagaimana dijelaskan diatas, sehingga menyebabkan teori
penganggaran lebih bersifat rasionalitas teknikal dan terpisah dari konteks lingkungan dan
perilaku yang melingkupinya. Oleh karena itu, Gibran dan Sekwat menawarkan pendekatan
alternatif baru dalam mengembangkan teori penganggaran yaitu dengan menggunakan
pendekatan teori sistem terbuka (open system theory).

Teori sistem terbuka berpendapat bahwa ketika sebuah organisasi memelihara


kondisinya lebih atau kurang mantap selama jangka waktu tertentu, organisasi akan berusaha
mengembangkan sebuah perbedaan, namun tetap memiliki kesamaan yang tinggi pada
organisasi. Proposisi ini membantu dalam menjelaskan secara sistematis bagaimana
menempatkan perubahan dan reformasi dalam pemerintahan dan penganggaran, dan
bagaimana mereka secara normal datang bersamaan sepanjang waktu daripada kejadian
pergantian politik yang revolusioner dramatis.

Berdasarkan teori sistem terbuka, sebuah sistem harus mendapatkan dan menyimpan
lebih banyak energi dari lingkungan daripada menghabiskannya dalam menjalankan
fungsinya dan mencegah penurunan secara sistematis. Sebuah sistem anggaran demikian juga
memperoleh dan menyimpan energi dalam menyokong dirinya sendiri dari kondisi
lingkungan yang negatif. Contohnya teknik penyangga dalam anggaran yang memasukkan
strategi menyediakan dana yang tidak terputus, usaha untuk memperbaiki stabilitas
pendapatan yang diterima, atau teknik anggaran konservatif, seperti pendapatan di bawah
estimasi.

Teori sistem terbuka memulai analisis dengan organisasi secara keseluruhan dan
meneliti perilaku individu dengan melihat lokasi dan fungsi pada sistem yang lebih besar.
Tipologi sistem dapat membantu mejelaskan aktivitas pemerintah sebagai satu kesatuan
susunan interaktif yang menyatukan banyak jaringan internal dan eksternal sosial, politik, dan
25

ekonomi. Secara eksplisit model ini mengakui kompleksitas administrasi publik, organisasi,
dan penganggaran dan saling keterkaitan mereka terhadap masyarakat luas.

Gibran dan Sekwat menyarankan empat (4) argumentasi berikut ini.


1. Teori penganggaran seharusnya selalu sadar bagaimana individu bereaksi, lokasi mereka,
fungsi dan interaksi pada sebuah sistem yang lebih besar.
2. Kajian tentang penanggaran seharusnya pertama kali ditujukan ke makro, kemudian
konteksi mikro sistem penganggaran seharusnya memandang anggaran hanya sebagai
hasil dari sistem yang dinamis dari multi rasionalitas yang mengoperasikan secara berbeda
dalam bagian yang berbeda atas proses penganggaran. Hal ini akan membantu fokus
kajian pada input, output, dan sistem penganggaran organisasi baik secara keseluruhan
maupun bagian, tanpa mengganggu secara keseluruhan dalam waktu yang sama.
3. Sebuah teori tentang penganggaran seharusnya menjelaskan bagaimana interaksi antara
tingkat makro pemerintah memengaruhi perilaku partisipan pada subsistem penganggaran
dan membantu untuk menentukan kekuatan apa yang memengaruhi tujuan kebijakan,
bagaimana tujuan penganggaran dipandang dan apa yang cocok serta hasil yang dihasilkan
dari interaksi ini. Hal ini seharusnya juga menjelaskan bagaimana norma memengaruhi
penganggaran melalui imbal balik untuk sistem penganggaran dan bagaimana mereka
bekerja dengan cara mereka melalui berbagai tingkat organisasi dan subsistem ke dalam
siklus selanjutnya atas kebijakan penganggaran.
4. Tingkat pemisahan atas subsistem penganggaran dengan menerapkan tingkat rasionalitas
yang berbeda, model ini menyediakan kita dengan sebuah metode yang menguatkan
beberapa masalah metodologi pada teori penganggaran tradisional.

Empat argumentasi yang disarankan oleh Gibran dan Sekwat di atas diharapkan
mampu memberikan alternatif arah pengembangan teori penganggaran di masa mendatang
yang lebih lengkap dan mampu menjawab pertanyaan mengapa pemerintah melakukan
penganggaran dengan cara yang mereka lakukan. Pendekatan teori sistem terbuka yang
disarankan oleh Gibran dan Sekwat, memberikan usaha riset di masa mendatang untuk lebih
mengkaji teori penganggaran publik tidak hanya dari aspek rasionalitas teknikal saja
melainkan juga keterkaitannya dengan konteks yang lebih luas, misalnya nilai dan norma
yang berlaku, perilaku, makna dan faktor sosial politik masyarakat. Dalam konteks
pemerintahan di Indonesia, teori dan konsep penganggaran yang digunakan adalah
penganggaran berbasis kinerja. Implementasi anggaran berbasis kinerja mensyaratkan adanya
26

analisis standar belanja (ASB) dan standar pelayanan minimal (SPM). Kedua instrumen
tersebut menjadi acuan pemerintah (daerah) untuk menyusun perencanaan dan penganggaran
penyelenggaraan pemerintahan. Subbab berikut akan menjelaskan keterkaitan penganggaran
dengan SPM.

2.10. Penganggaran dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)


Tujuan penyusunan anggaran adalah untuk mendukung terselenggaranya penyediaan
pelayanan dasar yang bermuara pada penciptaan kesejahteraan masyarakat. Ketentuan
mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar berhak diperoleh oleh setiap warga secara minimal
tertuang dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) (Ritonga, 2010). Menurut Permendagri
Nomor 6 Tahun 2007 Pasal 4, pelayanan dasar adalah bagian dari pelaksanaan urusan wajib
pemerintah dan memiliki karakteristik sebagai pelayanan yang sangat mendasar, berhak
diperoleh oleh setiap warga secara minimal, dijamin ketersediannya oleh konstitusi dan
konvensi internasional, didukung data dan informasi terbaru yang lengkap, serta tidak
menghasilkan keuntungan materi. SPM memiliki batas waktu pencapaian baik secara
nasional maupun daerah. Jadi, SPM merupakan bentuk dokumen teknis dari penyediaan
pelayanan dasar, sedangkan pelayanan dasar merupakan bagian dari urusan wajib pemerintah.
Pada konteks pemerintah daerah, rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renstra-SKPD).

Ritonga (2010:120) menyatakan bahwa target pencapaian SPM harus dapat diukur
dengan cara menetapkan gambaran dan kondisi awal satu daerah berdasarkan kemampuan
dan potensi daerah serta profil pelayanan dasar dan memberikan target pencapaian dalam
batas waktu yang ditentukan. Target yang telah dicapai akan menjadi dasar dalam mencapai
target di masa mendatang. Target tahunan pencapaian SPM dituangkan ke dalam rencana
kerja pemerintah daerah (RKPD), rencana kerja satuan kerja perangkat daerah (Renja SKPD),
kebijakan umum anggaran (KUA), rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah
(RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan
keuangan daerah. Selanjutnya RKA-SKPD yang sudah memuat berbagai program dan
kegiatan terkait SPM menjadi bahan penyusunan Raperda APBD hingga penetapan Perda
APBD.

Dalam mengukur kemampuan keuangan, pemerintah harus mengetahui kondisi


anggaran sebelum diimplementasikannya SPM. Anggaran memiliki peran penuh dalam
27

implementasi SPM. Oleh karena itu, perlu untuk menghitung besarnya belanja per kapita
untuk menyediakan pelayanan public tertentu sehingga dapat memberikan gambaran
kebutuhan anggaran yang diperlukan untuk membiayai SPM. Analisis kebutuhan anggaran
ini kemudian diselaraskan dengan target SPM yang telah ditetapkan. Setiap program yang
memuat kegiatan dapat dihitung kebutuhan anggarannya dengan menggunakan analisis
standar belanja (ASB).

Adapun tahapan mekanisme penganggaran kegiatan-kegiatan untuk tercapainya SPM


adalah sebagai berikut (Ritonga, 2010:131-132) :
1. Menyelaraskan antaran capaian SPM yang terdapat di RPJMD dengan program-program
urusan wajib pemerintah ke dalam kebijakan umum anggaran (KUA) serta prioritas dan
plafon anggaran sementara (PPAS).
2. Menyusun rincian kegiatan untuk masing-masing program dalam rangka pencapaian SPM
dengan mengacu pada indikator kinerja, dan batas waktu pencapaian SPM yang telah
ditetapkan oleh pemerintah.
3. Menentukan urutan prioritas kegiatan-kegiatan untuk mencapai SPM. Salah satu metode
untuk menentukan prioritas kegiatan adalah dengan metode analytic hierarchy process
(AHP).
4. Menentukan besarnya plafon anggaran untuk masing-masing kegiatan dengan
menggunakan ASB.

Sebagaimana dijelaskan di atas, penganggaran memiliki peranan yang penting dalam


kesuksesan penerapan SPM. Tanpa anggaran yang memadai dan mencukupi, pemerintah
tidak dapat melaksanakan SPM sesuai dengan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, harus
memperhatikan prinsip-prinsip perhitungan anggaran pada SPM, meskipun menggunakan
pendekatan pembiayaan berbasis kegiatan sebagai berikut (Ritonga, 2010:137-138) :
1. Pembiayaan mengacu pada program/langkah kegiatan
2. Investasi fisik hanya untuk sarana/prasarana yang terkait langsung dengan penerapan SPM
3. Tidak menghitung kebutuhan belanja secara keseluruhan dan menghitung seluruh langkah
kegiatan tanpa memandang sumber biaya
4. Perhitungan kebutuhan biaya dengan memperhatikan capaian tahun sebelumnya
5. Tidak menghitung kebutuhan belanja per unit kerja
BAB III
KESIMPULAN

Sistem penganggaran merupakan instrument dari mekanisme birokrasi pada suatu


organisasi yang berfungsi sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya dalam bentuk
barang dan jasa yang ada ke dalam anggota organisasi. Sesuai dengan perkembangan sistem
administrasi publik dan tuntutan masyarakat dalam konteks sistem sosial dan politik tertentu,
berkembanglah sistem penganggaran Negara (Bastian, 2006) atau yang dapat juga disebut
dengan penganggaran sektor publik.

Begitu pentingnya aktivitas penganggaran ini pada organisasi sektor publik, banyak
teori penganggaran muncul dari teori-teori dalam administrasi publik. Gibran dan Sekwat
(2009) berpendapat bahwa teori penganggaran yang ada selama ini belum lengkap dan perlu
pendekatan alternatif dalam mengembangkan teori penganggaran di masa mendatang.

Penjelasan di atas juga menghasilkan definisi anggaran baru yang dirangkum dari
berbagai literatur akuntansi sektor publik, yaitu bahwa anggaran adalah dokumen yang berisi
estimasi kinerja, baik berupa penerimaan dan pengeluaran, yang disajikan dalam ukuran
moneter yang akan dicapai pada periode waktu tertentu dan menyertakan data masa lalu
sebagai bentuk pengendalian dan penilaian kinerja. Anggaran dalam akuntansi berada di
dalam lingkup akuntansi manajemen. Mardiasmo (2009) mengidentifikasi beberapa fungsi
anggaran dalam manajemen sektor publik, antara lain anggaran sebagai alat perencanaan,
pengendalian, kebijakan fiskal, politik, koordinasi dan komunikasi, penilaian kinerja,
motivasi dan menciptakan ruang publik.

Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk
tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Anggaran sektor publik harus dapat
merefleksikan perubahan prioritas kebutuhan dan keinginan masyarakat, serta dapat
menentukan penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
Anggaran sektor publik tidak dapat mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Ada
beberapa aspek yang tidak tersentuh oleh anggaran sektor publik, baik nasional maupun local.
Aspek-aspek yang tercakup dalam anggaran sektor publik adalah: aspek perencanaan, aspek
pengendalian, dan aspek akuntabilitas publik. Penganggaran sektor publik harus diawasi
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Proses penganggaran akan lebih

28
efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body) yang bertugas untuk
mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran.

Dalam perkembangannya tersebut, anggaran sektor publik telah menjadi instrument


kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi.
Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan
pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatannya harus
dilakukan dengan cermat dan sistematis. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan
dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik. Pendekatan-pendekatan tersebut
yaitu sebagai berikut.
1. Pendekatan tradisional
2. Pendekatan new public management
a. Pendekatan kinerja
b. Pendekatan penganggaran program
c. Pendekatan sistem perencanaan dan penganggaran terpadu (planning, programming
dan budgeting system – PPBS)
d. Pendekatan anggaran berbasis nol (zero based budgeting – ZBB)

Gibran dan Sekwat menyatakan bahwa line item budget, penganggaran program,
penganggaran kinerja, dan zero based budgeting semuanya bersifat rasionalitas teknikal.
Gibran dan Sekwat mencatat bahwa secara historis pengarus arus pemikiran yang
menekankan pada analisis sains dan kemajuan teknologi terhadap perkembangan teori
penganggaran publik pada periode tahun 1896-1920 berhasil memisahkan bentuk
penganggaran dari nilai-nilai, perilaku, makna, dan lingkungan social politik. Oleh karena itu,
Gibran dan Sekwat menawarkan pendekatan alternative baru dalam mengembangkan teori
penganggaran yaitu dengan menggunakan pendekatan teori sistem terbuka (open system
theory).

Teori sistem terbuka memulai analisis dengan organisasi secara keseluruhan dan
meneliti perilaku individu dengan melihat lokasi dan fungsi pada sistem yang lebih besar.
Tipologi sistem dapat membantu menjelaskan aktivitas pemerintah sebagai satu kesatuan
susunan interaktif yang menyatukan banyak jaringan internal dan eksternal sosial, politik, dan
ekonomi. Secara eksplisit moden ini mengakui kompleksitas administrasi publik, organisasi,
dan penganggaran serta keterkaitan mereka terhadap masyarakat luas. Pendekatan teori

29
sistem terbuka yang disarankan oleh Gibran dan Sekwat, memberikan usaha riset di masa
mendatang untuk lebih mengkaji teori penganggaran publik tidak hanya dari aspek
rasionalitas teknikal saja, melainkan juga keterkaitannya dengan konteks yang lebih luas,
misalnya nilai dan norma yang berlaku, perilaku, makna, dan factor sosial politik masyarakat.

Dalam konteks pemerintah di Indonesia, teori dan konsep penganggaran yang


digunakan adalah penganggaran berbasis kinerja. Implementasi anggaran berbasis kinerja
mensyaratkan adanya analisis standar belanja (ASB) dan standar pelayanan minimal (SPM).
Kedua instrument tersebut menjadi acuan pemerintah (daerah) untuk menyusun perencanaan
dan penganggaran penyelenggaraan pemerintahan. Dalam mengukur kemampuan keuangan,
pemerintah harus mengetahui kondisi anggaran sebelum mengimplementasikan SPM.
Anggaran memiliki peran penuh dalam implementasi SPM. SPM merupakan dokumen teknis
yang menjadi acuan pemerintah dalam penyediaan pelayanan dasar yang muaranya dapat
menciptakan kesejahteraan masyarakat, yang merupakan tujuan penyelenggaraan pemerintah,
yaitu untuk menyejahterkan masyarakat dan memberikan pelayanan dasar melalui integrasi
antara SPM dalam penganggaran.

Meskipun penganggaran berbasis kinerja memiliki kelemahan secara teoretis


sebagaimana dijelaskan oleh Gibran dan Sekwat, namun konsep penganggaran ini yang
dianggap relevan untuk diterapkan di Indonesai sesuai dengan kondisi saat ini. Sedangkan,
penerapan penganggaran berbasis kinerja mensyaratkan adanya ASB dan SPM sebagai
indikator dan tolak ukur dalam mengukur kinerja anggaran pemerintah. Oleh karena itu,
agenda masa mendatang menurut penulis adalah bagaimana secara terus-menerus melakukan
kajian dan penyempurnaan implementasi penganggaran berbasis kinerja yang berlaku saat
yang disesuaikan dengan kondisi sosial politik di Indonesia. Instrumen-instrumen yang belum
ada atau dalam penyusunan, seperti ASB dan SPM, perlu secara berkelanjutan dilengkapi dan
disempurnakan, agar dampak positif dari penerapan anggaran berbasis kinerja dapat
dirasakan dan jalannya pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Gibran, Joan M. dan Alex Sekwat. 2009. “Continuing the Search for a Theory of Public
Budgeting”, Journal of Public Budgeting, Accounting and Financial Management, 21
(4), hlm. 647-644.

Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi
Keuangan Daerah, edisi ke-4. Jakarta : Salemba Empat.

_____. 2014. Teori, Konsep dan Aplikasi Akuntasi Sektor Publik Dari Anggaran Hingga
Laporan keuangan, Dari Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Jakarta : Salemba Empat.

https://riswanarifin.wordpress.com/2012/09/12/penganggaran-sektor-publik/

Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Mahsun, M., Firma Sulistyowati dan Heribertus A. P. 2007. Akuntansi Sektor Publik, edisi
ke-2. Yogyakarta : BPFE UGM.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET.


Nordiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan
dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Analisis Standar Belanja : Konsep, Metode Pengembangan dan
Implementasi di Pemerintah Daerah. Yogyakarta : Sekolah Pascasarjana UGM.
Ulum, Ihyaul. 2008. Akuntansi Sektor Publik. Malang : UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai