Anda di halaman 1dari 28

Studi Atas Teknik dan Prosedur Akuntansi pada Akuntansi (Uang dan Barang) dan

Aplikasinya di Indonesia dan Tinjauan atas PP Nomor 71 Tahun 2010 dan PSAP yang
Terkait dengan Lalpran Operasional

Makalah

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Akuntansi Sektor Publik

DosenPembimbing :

Farah Nisa Ul Albab, SE.,M.Sc

Ditulis oleh

Kelompok 8:

Rahmawati (1702015126)

Dinda Larasati (1702015141)

Indri Budiati (1702015155)

Shafira Kania Utami (1702015170)

SEMESTER 6/ 6-D
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


            Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tugas Akuntansi Sektor Publik ini dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya, makalah ini masih jauh dalam
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada supaya tidak terulang
kembali.
            Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

                                                                     Penulis

                                                                                              

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................1

Daftar Isi..............................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang.........................................................................................................3
B. Tujuan......................................................................................................................4
C. Rumusan Masalah....................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. BAB 21
Studi Atas Teknik dan Prosedur Akuntansi pada Akuntansi (Uang dan Barang)
dan Aplikasinya di Indonesia..................................................................................5
B. BAB 22
Tinjauan atas PP Nomor 71 Tahun 2010 dan PSAP yang Terkait dengan
Laporan Operasional................................................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................26

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ASOBAT (A Statement of Basic Acoounting Theory) merupakan dokumen publikasi
untuk merumuskan dan menetapkan tujuan penyusunan standar akuntansi. Menurut
ASOBAT, penyusunan standar akuntansi seharusnya menggunakan pendekatan pengguna
dan tujuan akuntansi adalah untuk (1) pengambilan keputusan; (2) mengarahkan dan
mengendalikan sumber daya; (3) mengelola dan melaporkan; (4) memfasilitasi fungsi dan
kontrol sosial.
Pernyataan ASOBAT bahwa penyusunan standar akuntansi seharusnya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan pengguna juga diadopsi oleh standar akuntansi pemerintahan
sebagaimana yang tertuang dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan paragraph
(par.) 26 dan PSAP No. 1 par. 1 (PP Nomor 71 Tahun 2010, pengganti dari PP Nomor 24
tahun 2005). Sedangkan tujuan penyusunan standar akuntansi sector public (pemerintah),
sesuai dengan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan par. 25, bahwa penyusunan
laporan keuangan ditujukan dalam rangka akuntabilitas, manajemen, transparansi,
keseimbangan antargenerasi, dan evaluasi kinerja.
Di Indonesia, implementasi teknik dan prosedur akuntansi sector public tertuang
dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Standar akuntansi
pemerintah tersebut merupakan lebih didasari oleh kebutuhan teknis dari adanya tuntutan
praktik akuntansi di organisasi pemerintah dan amanat tripartite perundang-undangan tentang
keuangan Negara dan daerah yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003, UU Nomor 1 Tahun 2004,
dan UU Nomor 15 Tahun 2004.
Penerapan sistem akuntansi berbasis akrual dalam organisasi pemerintahan tidak
hanya menjadi tuntutan masyarakat Indonesia di era reformasi. Akan tetapi, juga merupakan
tuntutan dari masyarakat internasional, terutama dari lembaga-lembaga internasional yang
memilikib kredibilitas seperti IMF, word bank, dan OECD. Meskipun demikian, bukan
berarti penerapan akuntansi berbasis akrual dalam organisasi sektor publik sudah merupakan
kesepakatan umum dan tidak ada tantangan dalam pelaksanaannya. Beberapa pemikir
akuntansi dan administrasi publik menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penerapan
akuntansi akrual (penuh) dalam organisasi sektor publik, dan beberapa yang lain mendukung.

3
Akuntansi akrual pada organisasi swasta ditujukan untuk mendukung tujuan
organisasi untuk mencari laba dengan menandingkan informasi pendapatan dan beban secara
akurat. Sementara, organisasi sektor publik tidak untuk mencari laba. Perbedaan tujuan utama
organisasi ini tentunya berdampak kepada penyajian informasi dan pelaporan keuangan yang
berbeda pula.

B.     Tujuan
1. Memahami Studi Atas Teknik dan Prosedur Akuntansi pada Akuntansi (Uang dan
Barang) dan Aplikasinya di Indonesia.
2. Memahami Tinjaun atas PP Nomor 71 Tahun 2010 dan PSAP yang Terkait dengan
Laporan Operasional.

C.    Rumusan Masalah


1. Bagaimana Studi Atas Teknik dan Prosedur Akuntansi pada Akuntansi (Uang dan
Barang) dan Aplikasinya di Indonesia ?
2. Bagaimana Tinjauan atas PP Nomor 71 Tahun 2010 dan PSAP yang Terkait dengan
Laporan Operasional ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

TEORI AKUNTANSI DALAM AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


Teori akuntansi memiliki kaitan erat dengan akuntansi keuangan, terutama pelaporan
keuangan kepada pihak eksternal. Teori akuntansi dikembangkan melalui riset-riset akuntansi
sebagaimana yang telah dilakukan oleh CAP (Committee on Accounting Procedures,
pendahulu FASB). Pada dasarnya terdapat tiga tujuan mempelajari teori akuntansi, yaitu (1)
untuk memahami praktik akuntansi yang saat ini ada, (2) mempelajari kelemahan dan
kekurangan dari praktik yang saat ini dilakukan, dan (3) memperbaiki praktik akuntansi di
masa mendatang.
Pengembangan akuntansi sector public dilakukan untuk memperbaiki kualitas praktik
akuntansi sector public yang sekarang ini ada untuk menciptakan pelaporan keuangan sector
public yang berkualitas, yaitu laporan keuangan yang mampu menyajikan informasi
keuangan yang relevan dan dapat diandalkan. Untuk menyajikan hal itu, terdapat kendala
yang dihadapi oleh akuntansi sector public. Terdapat enam kendala yang dijabarkan, yaitu:
(1) objektivitas; (2) konsistensi; (3) daya banding; (4) tepat waktu; (5) ekonomis dalam
penyajian laporan; dan (6) materialitas. Keenam kendala tersebut akan memengaruhi pilihan
dan kualitas praktik akuntansi yang nantinya akan memengaruhi kualitas laporan keuangan
yang dihasilkan. Masing-masing kendala akan dibahas sebagai berikut.

Objektivitas
Merupakan apa adanya, tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan
dalam mengambil keputusan. Objektivitas menjadi kendala utama dalam menghasilkan
laporan keuangan yang relevan. Sering kali terjadi masalah objektivitas laporan keuangan
disebabkan oleh adanya benturan kepentingan antara kepentingan manajemen dengan
kepentingan stakeholder. Dikarenakan manajemen tidak selalu bertindak untuk kepentingan
stakeholder semata, melainkan mereka juga berkemungkinan besar bertindak untuk
kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka.
Manajemen dapat melakukan pemilihan teknik akuntansi yang bisa menunjukkan
kinerja yang lebih baik dan menggunakan cara untuk melakukan manipulasi transaksi. Oleh
karena itu, teknik akuntansi yang digunakan manajemen harus memiliki derajat objektivitas
yang dapat diterima semua pihak yang menjadi stakeholder.

5
Konsistensi

Konsistensi mengarah pada penggunaan teknik akuntansi yang sama untuk menghasilkan
laporan keuangan organisasi selama periode waktu tertentu secara berturut-turut atau disebut
dengan prinsip konsistensi internal. Prinsip konsistensi internal merupakan perlakuan
akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari periode satu ke periode
berikutnya oleh suatu entitas pelaporan (SAP). Tujuannya adalah aagar laporan keuangan
dapat diperbandingkan kinerjanya dari tahun ke tahun. Konsistensi penerapan metode
akuntansi merupakan hal yang sangat penting karena organisasi memiliki orientasi jangka
panjang (going concern), sedangkan laporan keuangan hanya melaporkan kinerja selama satu
periode (Mardiasmo,2009:146).

Daya Banding

Daya banding memiliki keterkaitan erat dengan dua kendala sebelumnya yaitu objektivitas
dan konsistensi. Laporan sektor public hendaknya dapat diperbandingkan antarperiode waktu
dan dengan instansi lain yang sejenis. Semakin objektif suatu laporan keuangan, maka akan
semakin tinggi daya bandingnya karena dengan dasar yang sama akan dapat dihasilkan
laporan yang berbeda. Selain itu, keterkaitan daya banding dengan konsistensi dijelaskan
dengan adanya beberapa alternative penggunaan metode akuntansi juga dapat menyulitkan
tercapainya daya banding (Mardiasmo,2009:146)

Tepat Waktu

Laporan keuangan harus disajikan tepat waktu agar dapat digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan oleh pengguna (user) serta untuk menghindari tertundanya
pengammbilan keputusan tersebut (mardiasmo,2009:146). Ketepatan waktu dalam
menghasilkan informasi akuntansi akan mempengaruhi kualitas informasi tersebut dalam
pengambilan keputusan . informasi yang dihasilkan tidak tepat waktu akan mengakibatkan
informasi tersebut tidak relevan lagi, sehingga sangat diperlukan menghasilkan informasi
pada waktu yang tepat, tidak terlalu cepat, dan tidak terlambat.

Ekonomis dalam Penyajian Laporan

Kendala ekonomi dalam penyajian laporan terkait dengan pertimbangan biaya dan manfaat.
Penyajian laporan keuangan membutuhkan biaya. Semakin banyak informasi yang

6
dibutuhkan semakin besar pula biaya yang dibutuhkan (Mardiasmo,2009:146). Oleh karena
itu, manfaat yang dihasilkan informasi seharusnya melebihi biaya penyusunannya.

Materialitas

Suatu informasi dianggap material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan
dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna yang
diambil atas dasar laporan keuangan (SAP). Penentuan materialitas memang bersifat
pertimbangan subjektif (subjective judgment), namun pertimbangan tersebut tidak dapat
dilakukan menurut selera pribadi. Pertimangan yang digunakan merupakan professional
judgment yang mendasarkan pada teknik tertentu (Mardiasmo,2009:147).

SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK

Pada dasarnya akuntansi dibagi menjadi dua bagian yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi
manajemen. Begitu juga akuntansi sector public dibagi kedalam akuntansi keuangan sector
public dan akuntansi manajemen sector public. System akuntansi keuangan pemerintah
berkaitan dengan ruang lingkup akuntansi keuangan pemerintah. Mardiasmo (2009:147)
menjelaskan bahwa ruang lingkkup akuntansi keuangan pemerintah meliputi semua kegiatan
yang mencangkup pengumpulan data,penganalisisan, pengklasifikasian, pencatatan, dan
pelaporan atas transaksi keuangan pemerintah sebagai suatu entitas, serta penafsiran tehadap
hasil-hasilnya. Masisi (1978) dalam Glynn (1993), sebagaimana yang dikutip oleh
Mardiasmo (2009:147), menjelaskan aturan dasar system akuntansi keuangan sebagai
berikut.

1. Identifikasi kegiatan operasi yang relevan. Hanya kejadian dan kegiatan ekonomi yang
relevan saja yang akan dicatat dalam system akuntansi keuangan.

2. Pengklafikasian kegiatan operasi secara tepat. Pada prinsipnya, suatu operasi dapat
dicatat atau diakui pada tahap tertentu dari proses transaksi. Misalnya, pembelian dapat
diakui atau dicatat ketika keputusan harus membeli suatu barang ditetapkan, pada waktu
dilakukan pemesanan, ketika barang diterima, ketika faktur diterima, ketika barang
tersebut ddigunakan untuk proses produksi, atau ketika telah dilakukan pembayran kas.
Oleh karena itu, harus ditetapkan kapan suatu transaksi dapat diakui atau dicatat.

7
3. Adanya system pengendalian untuk menjamin reliabilitas. System pengendalian ini
memiliki dua komponen, yaitu komponen formal dan substansial. Komponen formal
adalah pembukuan berpasangan (double entry bookkeeping): kesalahan akuntansi akan
dapat diketahui dan dilacak ketika jumlah sisi kredit tidak sama dengan sisi debit.
Komponen substansial merupakan mekanisme konflik kepentingan (Conflict of interest),
kesalahan akuntansi muncul ketika memengaruhi secara negative pihak ketiga. Sebagai
contoh, jika utang tidak dicatat dengan baik, jumlah yang dibayarkan kepada kreditur
akan berbeda dengan jumlah yang seharusnya diterima sebagaimana tercatat dalam akun
piutang yang diakui kreditur.

4. Menghitung pengaruh masing-masing operasi. Terdapat beberapa kesamaan akuntansi


keuangan pada sector public maupun swasta. Sebagai contoh, pada kedua sector tersebut
direkomendasikan untuk menggunakan system pembukuan berpasangan dalam mencatat
akun-akun transaksi.

Dari aturan dasar system akuntansi diatas akan mempengaruhi pemilihan teknik akuntansi
yang akan digunakan dan prosedur akuntansi yang dijalankan.

TEKNIK-TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK

Terdapat beberapa teknik akuntansi keuangan yang dapat diadopsi oleh sector public, yaitu
sebagai berikut (Mardiasmo,2009:150).

1. Akuntansi Anggaran
2. Akuntansi Komitmen
3. Akuntansi Dana
4. Akuntansi Kas
5. Akuntansi Akrual

Lebih lanjut lagi Mardiasmo (2009:150) menegaskan bahwa pada dasarnya kelima
teknik akuntansi tersebut tidak bersifat mutually exclusive. Artinya, pengguna salah satu
teknik akuntansi tersebut tidak berarti menolak penggunaan teknik yang lain. Dengan
demikian, suatu organisasi dapat menggunakan teknik akuntansi yang berbeda-beda, bahkan
dapat menggunakan kelima teknik tersebut secara bersama-sama.

8
Akuntansi Anggaran

Akuntansi anggaran merupakan teknik akuntansi yang banyak digunakan di


organisasi sector public, terutama pemerintah. Akuntansi anggaran mencatat dan
mmenyajikan akun operasinya sejajar dengan anggarannya. Teknik akuntansi anggaran dapat
membandingkan secara sistematis dan kontinu jumlah anggaran dengan realisasi anggaran.
Tujuan utama teknik ini adalah untuk menekankan peran anggaran dalam siklus perencanaan,
pengendalian, dan akuntabilitas (Mardiassmo,2009:150; dan Ritonga,2010:15). Salah satu
kelemahan teknik akuntansi anggaran adalah bahwa teknik ini sangat kompleks. Akan lebih
mudah dan kompeherensif apabila akun-akun yang ada menunjukkan pendapatan dan biaya
actual, anggaran menunjukan pendapatan dan biaya anggaran.

Namun, ada yang menyatakan bahwa akuntansi anggaran tidak tidak sama dan bukan
akuntansi keuangan. Akuntansi anggaran cenderung pada perencanaan, sedangkan akuntansi
keuangan atau akuntansi pemerintah lebih memfokuskan pada pelaporan (Firdaus
dkk,2006:74). Selain itu juga, akuntansi anggaran, meskipun memiliki nama akuntansi,
berbeda sekali dengan akuntansi keuangan karena tidak memenuhi konsep akuntansi sebagai
pelaporan. Akuntansi anggaran merupakan bagian dari disiplin administrasi public dan bukan
termasuk keluarga besar ilmu akuntansi (Firdaus dkk,2006:74)

Akuntansi Komitmen

Akuntansi komitmen adalah sistem akuntansi yang mengakui transaksi dan mencatatnya pada
saat order dikeluarkan. Sistem akuntansi akrual mengakui biaya pada saat faktur diterima dan
mengakui pendapatan ketika faktur dikeluarkan. Akuntansi komitmen dapat dikeluarkan
bersama-sama dengan akuntansi kas atau akuntansi akrual. Akuntansi komitmen terkadang
hanya menjadi subsistem dari sistem akuntansi utama yang dipakai organisasi. Akuntansi
komitmen mengakui transaksi ketika organisasi melakukan transaksi tersebut. Hal ini berarti
bahwa transaksi tidak diakui ketika kas telah dibayarkan atau diterima, tidak juga ketika
faktur diterima atau dikeluarkan, akan tetapi pada waktu yang lebih awal, yaitu ketika order
dikeluarkan atau diterima (Mardiasmo, 2009: 151).

9
Akuntansi Dana (Fund Accounting)

Vatter merupakan pemikir akuntansi yang pertama kali mengembangkan teori akuntansi dana
untuk tujuan bisnis (Mardiasmo, 2009: 152). Kemudian, akuntansi dana diadopsi oleh
organisasi nonprofit yang mempunyai arti dana kas. Dana dalam pengertian dana kas bersifat
sempit, karena pengertian dana mencakup (Sabeni dan Ghozali, 2008: 10):

1. Kesatuan fiskal dan kesatuan akuntansi yang berdiri sendiri;


2. Terdapat sekumpulan rekening untuk mencatat mutasi kas dan/atau sumber-sumber
lainnya yang bersifat saling berimbang;
3. Mempunyai tujuan penggunaan tertentu;
4. Ada ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
pembentukan dana dan penggunaannya serta pembatas-pembatasnya.

Terdapat dua macam dana yang bisa digunakan oleh suatu organisasi nonprofit, adalah
sebagai berikut (Mardiasmo, 2009: 153).

1. Dana yang dapat dibelanjakan (expendable fund): digunakan untuk mencatat nilai aset,
utang, perubahan aset neto, dan saldo dana yang dapat dibelanjakan untuk kegiatan yang
tidak bertujuan mencari laba. Jenis akuntansi dana ini digunakan pada organisasi
pemerintahan (governmental funds).
2. Dana yang tidak dapat dibelanjakan (nonexpendable fund): untuk mencatat pendapatan,
biaya, aset, utang, dan modal untuk kegiatan yang sifatnya mencari laba. Jenis dana ini
digunakan pada organisasi bisnis (proprietary funds).

Akuntansi Kas

Penerapan akuntansi kas, pendapatan dicatat pada saat kas diterima, dan pengeluran dicatat
ketika kas dikeluarkan. Kelebihan cash basis adalah mencerminkan pengeluaran yang actual,
riil dan objektif. Namun demikian, GAAP tidak menganjurkan pencatatan dengan dasar kas
karena tidak dapat mencerminkan kinerja yang sesungguhnya.dengan cash basis, tingkat
efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan, program, atau aktivitas tidak dapat diukur dengan
baik. Sebagai contoh, penerimaan kas dari pinjaman akan dicatat sebagai pendapatan
(revenue) bukan sebagai utang. Untuk mengoreksi hal tersebut, kebanyakan sistem akuntansi
kas tidak hanya mengakui kas saja, akan tetapi juga aset dan utang yang timbul sebelum
terjadi transaksi kas.namun demikian, koreksi semacam ini tidak dapat merubah kenyataan
bahwa pada setiap waktu, obligasi yang beredat dalam bentuk kontrak atau order pembelian

10
yang dikeluarkan tidak tampak dalam catatan akuntansi. Konsekuensinya adalah saldo yang
tercatat akan lebih (overstated). Hal tersebut dapat menyebabkan pemborosan anggaran
(Mardiasmo, 2009: 154).

Akuntansi Akrual

Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya adalah untuk
menentukan cost of service dan charging for service, yaitu untuk mengetahui besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan publik serta menentukan harga pelayanan
yang dibebankan kepada publik (Mardiasmo, 2009: 155; Mahmudi, 2006: 37). Hal ini
berbeda dengan tujuan pengaplikasian accrual basis dalam sektor swasta yang digunakan
untuk mengetahui dan membandingkan besarnya biaya terhadap pendapatan (proper
matching cost against revenue). Perbedaan ini disebabkan karena pada sektor swasta orientasi
lebih difokuskan pada usaha untuk memaksimumkan laba (profit oriented), sedangkan dalam
sektor publik orientasi difokuskan pada optimalisasi pelayanan public (public service
oriented).

Akuntansi berbasis akrual membedakan antara penerimaan kas dan hak untuk
mendapatkan kas, serta pengeluaran kas dan kewajiban untuk membayar kas. Oleh karena itu,
dengan sistem akrual pendapatan dan biaya diakui pada saat diperoleh (earned) atau terjadi
(incurred), tanpa memandang apakah kas sudah diterima atau dikeluarkan.

Negara yang berhasil dalam menerapkan akuntansi akrual secara penuh adalah
Selandia Baru yang telah dilakukan sejak tahun 2001. Namun, beberapa Negara juga
menunjukkan penerapan basis akuntansi akrual kurang berhasil seperti Italia. Oleh karena itu,
untuk dapat menerapkan basis akrual dengan berhasil tidak dapat dilakukan secara radikal.
Aspek kompetensi SDM perlu dipersiapkan, serta komitmen dan dukungan politik dari para
pengambil keputusan di pemerintahan mutlak diperlukan, agar penerapan akuntansi berbasis
akrual secara penuh dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang lebih besar.

Implementasi Teknik Akuntansi Keuangan Sektor Publik Di Indonesia: Sebuah Telaah


Kritis

Teknik Akuntansi Yang Digunakan Dalam Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Di


Indonesia

Kelima teknik akuntansi yaitu akuntansi anggaran, akuntansi komitmen, akuntansi dana,
akuntansi kas, dan akuntansi akrual, tidaklah bersifat mutually exclusive atau penggunaan

11
salah satu teknik akuntansi tersebut tidak berarti menolak penggunaan teknik akuntansi yang
lain.

Begitu halnya dengan akuntansi pemeintah di Indonesia yang menggunakan paling tidak
empat teknik akuntansi, kecuali akuntansi komitmen, tersebut untuk tujuan yang berbeda-
beda. Akuntansi anggaran di selenggarakan setelah Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)
di sahkan oleh PPKD. Dalam melakukan akuntansi anggaran, SKPD di perbolehkan untuk
tidak melakukan jurnal akuntansi anggaran.

Pada dasarnya penggunaan dana atau keuangan Negara hanya diperbolehkan dalam batas
yang telah di otoritasi untuk pengeluaran guna tujuan tertentu (apropriasi). Setiap dana
belanja, harus dibuatkan anggaran dan apabila anggaran ini telah di setujui oleh yang
berwenang (legislative), maka pafon pengeluaran anggaran ini menjadi apropriasi.

Penerapan akuntansi kas atau akuntansi akrual dilakukan untuk tujuan pelaporan yang
berbeda. Akuntansi akrual berlaku pada akun asset, kewajiban, dan ekuitas (akun neraca)
sedangkan akuntansi kas berlaku pada akun pendapatan, belanja, dan pembiayaan (akun
laporan realisasi anggaran). Diharapkan, dimasa mendatang akuntansi pemerintahan di
indonesia dapat menyelenggarakan akuntansi akrual secara penuh (full accrual) agar sesuai
dengan GAAP yang berlaku di akuntansi bisnis sehingga sejalan dengan teori dan praktik
akuntansi yang umumnya dikenal dan dipelajari oleh semua pihak (Nugroho dkk, 2006: 39)
dan sesuai dengan amanat dalam UU Nomor 17 Tahun 2003.

Laporan keuangan pokok pemerintah menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 dibagi menjadi 2
pelaporan catatan atas laporan keuangan. 2 pelaporan tersebut menggunakan basis akuntansi
yang berbeda, yaitu pelaporan pelaksanaan anggaran berbasis kas terdiri atas Laporan
Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, dan Pelaporan Finansial
Berbasis Akrual terdiri atas Neraca Laporan Oprasional, Laporan Arus Kas dan Laporan
Perubahan Ekuitas. Dilihat dari cirinya, basis akuntansi yang tepat yang digunakan oleh SAP
Berbasis Akrual adalah basis akrual modifikasian, dimana untuk transaksi tertentu
menggunakan basis akuntansi kas, semetara sebagian besar transaksi menggunakan basis
akuntansi akrual (Halim Kusufi, 2012).

Satu lagi yang menjadi kontroversial dalam penerapan basis kas menuju akrual, adalah
penerapan jurnal korolari. Terdapat 2 alasan mengapa kololari dianggap irreponssibility
authority dan hanya dapat digunakan di akuntansi anggaran, yaitu pertama akuntansi
anggaran cenderung pada perencanaan, sedangkan akuntansi keuangan lebih memfokuskan
pada pelaporan. Kedua, akuntansi anggaran merupakan bagian dari disiplin administrasi
publik dan bukan termasuk keluarga besar ilmu akuntansi.

Sistem Pencatatan Akuntansi Pemerintah di Indonesia

Pada sisitem pencatatan single entry, pencatatan transaksi ekonomi hanya dicatat sebanyak 1
kali saja. Penggunaan single entry tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif dan
mencerminkan kinerja yang sesunggunya. Sistem pencatatan double entry mengarah pada di
berlakukannya sistem tata buku berpasangan dengan melibatkan sisi debit sebelah kiri dan

12
sisi kredit di sebelah kanan. Sistem pencatatan triple entry dijelaskan oleh Halim dan Kusufi
(2012) merupakan pelaksanaan pencatatan dengan menggunakan sistem pencatatan double
entry, di tambah dengan pencatatan pada buku anggaran. Sistem pencatatan akuntansi di
Indonesia tetaplah menggunakan double entry, karna pencatatan pada buku anggaran tidak
dilakukan oleh fungsi akuntansi di unit kerja, melainkan dilakukan oleh bendahara umum
daerah di SKPKD, dan bendahara penerimaan atau pengeluaran di unit kerja.

Dasar Akuntansi yang Digunakan

Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa untuk akui adalah
sebagai berikut

1. Besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi yang akan
mengalir ke organisasi tersebut.
2. Biaya yang akan terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan transaksi
penjualan dapat di estimasi dan di ukur dengan andal.

Halim dan Kusufi (2012) menyatakan bahwa beberapa orang berpendapat bahwa secara
konsepsional hanya dikenal dua basis akuntansi yaitu basis kas dan akrual. Basis di antara
keduanya hanyalah merupakan langkah transisi dari basis kas ke basis akrual, sehingga
kemudian dikenal juga basis kas modifikasian dan basis akrual modifikasian.penerapan SAP
Berbasis Akrual tersebut dapat dilakukan secara bertahap dari SAP Berbasis kas menuju
akrual ke SAP Berbasis akrual sampai pada akhirnya ditahun 2014 sudah menerapkan SAP
Berbasis Akrual dengan penuh.

Prosedur Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia

Siklus Akuntansi Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan yang disusun berdasarkan sistem tata buku berpasangan merupakan hasil
(output) dari suatu proses atau siklus akuntansi yang pada umumnya di gambarkan sebagai
berikut.

Proses pencatatan dalam aktivitas akuntansi dimulai dengan atas bukti transaksi. Bukti bukti
transaksi ini dapat berupa bukti eksternal maupun bukti internal. Setelah setiap transaksi
selesai dilaksanakan dan dibuatkan bukti transaksinya, maka secara kronologis transaksi akan
dicatat di buku jurnal.

13
Prosedur Akuntansi Pemerintahan

Kegiatan akuntansi pada unit kerja meliputi pecatatan atas pendapatan, belanja, asset, dan
selain kas. Ke empat kegiatan akuntansi tersebut di atur melalui permendagri Nomor 13
Tahun 2006 jo. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Menurut permendagri Nomor 13 Tahun
2006, empat kegiatan akuntansi tersebut di jabatkan dalam empat prosedur akuntansi
pemerintah (Halim dan Kusufi, 2012), yaitu

1. Prosedur akuntansi pemerintahan kas,


2. Prosedur akuntansi pengeluaran kas,
3. Prosedur akuntansi selain kas,
4. Prosedur akuntansi asset.

Dalam sistem dan prosedur akuntansi. Pengelolaan barang masuk dalam sistem dan prosedur
akuntansi asset dan sebagian transaksi dalam sistem dan prosedur akuntansi selain kas,
seperti transaksi tukar menukar asset tetap (ruilslaag)

Agenda Masa Depan

Tantangan Masa Mendatang

Diperlukan pengembangan dan perbaikan teknik dan prosedur akuntansi untuk memperbaiki
kualitas praktik akuntansi yang nantinya akan mempengaruhi perbaikan kualitas pelaporan
keuangan yang dihasilkan. Untuk itu, segenap pihak yang berkaitan dengan peaksanaan
praktik akuntansi perlu menghadapi tantangan dimasa mendatang yaitu sebagai berikut.

1. Komitmen dari pimpinan


2. Tersedianya SDM dan Kompeten
3. Resistensi terhadap perubahan
4. Lingkungan atau masyarakat

Strategi Yang Akan Dilakukan

Untuk mendukung keberhasilan penerapan akuntansi pemerintah dan menghadapi tantangan


di atas perlu strategi sebagai berikut (Bastian, 2006:8-9)

1. Melakukan riset untuk mengidentifikasi kebutuhan pemakaian


2. Memperoleh penerapan akuntansi pemerintah
3. Mendorong keterlibatan perguruan tinggi dan lembaga diklat
4. Meningkatkan keterlibatan profesi akuntansi
5. Mengembangkan akuntansi berbasis akrual penuh

14
PP Nomor 71 Tahun 2010: Apakah Merupakan Jawaban Atas Tuntutan Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual

Basis akrual adalah basisa akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada
saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi. Ahyani (2007 : 35) mengungkapan bahwa
penerapan basis akrual memberikan hasil yang lebih baik dan memberikan keuntungan
sebagai berikut:

1. Memberikan ketelitian dalam penyajian laporan keuangan pemerintah daerah dan


memungkinkan untuk melakukan penilaian secara lengkap terhadap kinerja
pemerintah.
2. Lebih akurat dalam melaporkan nilai aset, kewajiban, maupun pembiayaan
pemerintah.
3. Memungkinkan dilakukan cut off (pemisahan suatu periode dengan periode yang lain)
secara lebih sempurna dan menginformasikan nilai-nilai ekonomis yang terkandung
dalam suatu periode tertentu.
4. Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah dalam rangka
akuntabilitas publik.

-Basis Akuntansi di Indonesia : Perspektif Sejarah dan Hukum

Dwi Ratna (2010 : 7) menuliskan bahwa menurut PBB ciri-ciri dari sistem akuntansi
pemerintah antara lain:

1. Sistem akuntansi pemerintah harus dirancang sesuai dengan konstitusi dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada suatu negara
2. Sistem akuntansi pemerintah harus dapat menyediakan informasi yang akuntabel dan
auditabel
3. Sistem akuntansi pemerintah harus mampu menyediakan informasi keuangan yang
diperlukan untuk penyusunan rencana atau program dan evaluasi pelaksanaan secara
fisik dan keuangan.

Sistem akuntansi di Indonesia mengalami beberapa kali perkembangan tergantung dari


perubahan aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Praktik akuntansi
pemerintah pertama kalinya diterapkan di Indonesia adalah pada masa reformasi yang
menghasilkan dua undang-undang yang menjadi tonggak diterapkannya otonomi daerah,
yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999

15
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada tahun 2003,
dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang
memberikan arah terhadap pengembangan sistem pengelolaan keuangan negara (daerah),
termasuk di dalamnya adalah sumber administrasi sistem keuangan pemerintahan. Sesuai
dengan amanat undang-undang keuangan negara tersebut, pemerintah telah menetapkan PP
Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi
Pemerintahan tetapi menggunakan dasar kas menuju akrual, yaitu dasar kas untuk
penerimaan transaksi pengeluaran, dan keuangan, dan dasar akrual urituk pengakuan aset,
belanja, dan ekuitas dana.

Penerapan PP Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara, sebagaimana


diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 17Tahun 2003 yang menyatakan bahwa
selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum
dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 17
Tahun 2003 dilaksanakan paline lambat 5 (lima) tahun. Ketentuan tersebut dipertegas lagi
dalam pasal 70 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu
sebagai berikut. "Ketentuan mengenai penghkuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual dilaksanakan selambat-la:nbatnya tahun anggaran 2008." Oleh karena itu, PP
Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti, sehingga pemerintalh menetapkan PP Nomor 71 Tahun
2010 yang memuat SAP Berbasis Akrual sebagai pengganti dari PP Nomor 24 Tahun 2005.

Pada penjelasan PP Nomor 71 Tahun 2010 disebutkan hanya mengacu pada Pasal 36
ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003, sehingga terkesan penggantian PP Nomor 24 Tahun
2005 dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 telah menepati amanat undang-undang, dan
mengabaikan ketentuan dalam Pasal 70 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004. Justru, inilah yang
menjadi permasalahan. Pengabaian terhadap ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2004
tersebut berakibat fatal dalam kaca mata hukum. Maksud dari ketentuan "paling lambat lima
tahun" dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 adalah dari undang-undang tersebut ditetapkan.
Sehingga, ketentuan dalam Pasal 70 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tersebut tidak dapat
dipisahkan dari atau satu kesatuan dengan ketentuan dalam Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 17
Tahun 2003. Oleh karena itu, penggantian PP Nomor 24 Tahun 2005 dengan PP Nomor 71
Tahun 2010, sebenarnya sudah tidak sesuai dengan amanat undang-undang, karena basis
akrual seharusnya sudah diterapkan sejak tahun 2008. Meskipun terlambat, penerapan
akuntansi berbasis akrual harus tetap dilakukan.

16
Lingkup pengaturan PP Nomor 71 Tahun 2010 meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP
Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I dan berlaku
sejak tanggal ditetapkan, yaitu tahun anggaran 2010 dan dapat segera diterapkan oleh setiap
entitas. SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran II berlaku selama masa transisi
bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual, paling lambat 4
(empat) tahun setelah tahun 2010. Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual ini
dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II, yaitu
paling lama sampai tahun 2014. Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun
entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas
Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual.

Secara teoretis dan melihat pengalaman di berbagai negara. langkah untuk


memperbolehkan penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual tersebut dianggap tepat.
karena untuk dapat menerapkan basis akrual dengan sukses tidak dapat dilakukan secara
radikal akan tetapi dilakukan secara gradual (bertahap). Akan tetapi, dari segi ketentuan
hukum yang menyebutkan bahwa SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dapat diterapkan paling
lambat sampai tahun 2014, menurut pendapat penulis, adalah melanggar ketentuan aturan
perundang-undangan di atasnya. l'asal 70 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 secara jelas
menetapkan bahwa akuntansi berbasis akrual sudah diterapkan selambat-lambatnya tahun
anggaran 2008. Hal ini berarti seharusnya mulai tahun anggaran 2008, hanya SAP Berbasis
vang berlaku dan dipraktikkan. Jika ada ketentuan di bawahnya yang menyebutkan ela dan
melebihi tahun yang telah ditetapkan, maka hal ini dapat melanggar terhadap betentuan
undang-undang, dan seharusnya dinyatakan batal demi hukum. Hal inilah yang menurut
penulis bahwa PP Nomor 71 Tahun 2010 melanggar aturan di atasnya.

Selain itu juga, penetapan SAP Berbasis Akrual yang dimuat dalam Lampiran I PP
Nomor 71 Tahun 2010, secara teoretis dianggap tidak tepat karena masih digunakannya dua
basis akuntansi dalam SAP tersebut, yaitu basis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran
dan basis akrual untuk pelaporan finansial. Penggunaan dua basis akuntansi ini mengarah
pada penggunaan basis modifikasian, bukan basis akrual secara penuh. Penjelasan lebih detail
terkait permasalahan basis akuntansi yang digunakan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 akan
dijelaskan pada sesi berikutnya. Penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual secara
penuh mensyaratkan adanya penerapan penganggaran berbasis akrual juga. Sementara PP
Nomor 71 Tahun 2010 tidak mengatur pelaksanaan anggaran secara akrual. ingga,

17
sebenarnya penerapan PP Nomor 71 Tahun 2010 tidak dapat dikatakan telah eiaksanakan
amanat dari Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2003 dan/atau Pasal 70 2) UU Nomor 1
Tahun 2004, yairu menerapkan akuntansi berbasis akrual (penuh). en karena itu, jika memang
revisi terhadap undang-undang di atasnya dianggap mendesak, l narus segera dilakukan agar
pelaksanaan peraturan pemeritntah tersebut memiliki legitimasi hukum.

-Due Process Pp Nomor 71 Tahun 2010

Due process atau diartikan dalam bahasa Indonesia sebagal proses baku penyusunan,
dalam konteks penyusunan standar, berarti bahwa sebuah lembaga pembuat regulasi (standar)
mencoba melibatkan semua pihak yang dipengaruhi oleh'regulasi tersebut, sehingga dapat
menjaga legitimasi dari sebuah proses penyusunan regulasi. Dengan kata lain, semua pihak
yang terpengaruh oleh regulasi tersebut memiliki kesempatan untuk memberikan masukan di
dalam proses pengambilan keputusan rebulasi tersebut (Wolk dkk, 2008).

Due process meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Identifikasi topik untuk dikembangkan menjadi standar


2. Pembentukan kelompok kerja di dalam KSAP
3. Riset terbatas oleh kelompok kerja
4. Penulisan draf SAP oleh kelompok kerja
5. Pembahasan draf oleh komite kerja
6. Pengambilan keputusan draf untuk dipublikasikan
7. Peluncuran draf SAP (Exposure Draft)
8. Dengar pendapat publik terbatas dan dengar pendapat publik
9. Pembahasan tanggapan dan masukan terhadap draf SAP
10. Finalisasi standar

-SAP Berbasis Akrual versi PP Nomor 71 Tahun 2010

Pengertian basis akrual dapat diketahui dari Pasal 1 poin 8 yang menyatakan:

"SAP Berbasis Akrual adalah SAP yang mengakui pendapatan, beban, aset, utang, dan
ekuitas dalam pelaporan finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja, dan
pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan dalam
APBN/APBD.”

18
Pengertian SAP Berbasis Akrual di atas memunculkan beberapa kritik dan pertanyaan,
sebagai berikut.

1. SAP yang terdapat dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 dinamai dengan "SAP Berbasis
Akrual", namun menurut pengertian di atas SAP tersebut mengindikasikan adanya penerapan
dua basis yang berbeda (kas dan akrual) dalam dua pelaporan yang berbeda (pelaporan
finansial dan pèlaporan pelaksanaan anggaran). Lalu, apakah benar bahwa antara judul
dengan isinya tidak konsisten? Dikatakan "tidak konsisten" jika basis akuntansi yang
digunakan benar-benar berbeda pada kedua pelaporan tersebut, dan sebaliknya, dikatakan
"konsisten" jika kedua pelaporan tersebut sama-sama menggunakan basis akrual.

2. Apabila dicermati lebih detail lagi, SAP tersebut hanya menyatakan dengan tegas bahwa
basis akrual diterapkan pada pelaporan finansial, sementara pelaporan pelaksanaan anggaran
menggunakan basis akuntansi sesuai dengan basis yang ditetapkan dalam APBN/APBD.
Kenyataannya, APBN/APBD masih menggunakan basis kas, serta hanya ada PSAP yang
mengatur penyusunan Laporan Realisasi Anggaran Berbasis Kas, yaitu pada PSAP Nomor
02. Jadi, terbukti bahwa SAP Berbasis Akrual mengakui adanya dua basis akuntansi yang
berbeda dalam penyusunan pelaporan keuangannya. Hal ini menunjukkan bahwa SAP
tersebut tidak sesuai jika disebut dengan SAP Berbasis Akrual. Lalu basis akuntansi apa yang
sebenarnya digunakan? Secara teoretis, basis akuntansi yang digunakan bukanlah basis akrual
penuh, melainkan mengarah pada basis akuntansi modifikasian, yaitu tepatnya basis akrual
modifikasian. Sebagaimana dijelaskan oleh Halim dan Kusufi (2012), bahwa basis akrual
modifikasian mencatat transaksi dengan menggunakan basis kas untuk transaksi-transaksi
tertentu dan menggunakan basis akrual untuk sebagian besar transaksi (Halim dan Kusufi,
2012). Pencatatan setiap transaksi selalu terkait dengan akun-akun yang menggunakan basis
akrual, yang berkaitan dengan kas maupun tidak. Namun, hanya transaksi yang terbatas pada
pelaksanaan anggaran yang dicatat menggunakan basis kas.

3. Apa konsekuensi dari diterapkannya basis akrual (modifikasian) menurut SAP Berbasis
Akrual tersebut? Konsekuensi dari diterapkannya SAP tersebut dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu sudut pandang hukum dan sudut pandang praktik akuntansi.

4. Sebagaimana disebutkan pada poin 3 di atas, bahwa penerapan SAP Berbasis Akrual
tersebut juga memiliki konsekuensi secara hukum. Pada sesi sebelumnya dijelaskan batas
waktu penerapan SAP Berbasis Akrual sudah tídak sesuai dengan amanat undang undang,
terutama UU Nomor 1 Tahun 2004. Begitu juga dengan basis akuntansi yang digunakan.

19
Meskipun dinamai dengan SAP Berbasis Akrual, namun scbenarnya secara teoretis, basis
akuntansi yang digunakan oleh SAP tersebut lebih tepat mengarah pada basis akrual
modifikasian sehingga tidak sesuai dengan yang diamanatkan olch undang- undang di
atasnya, yaitu akrual penuh. Pasal 36 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 200 dan Pasal 70 ayat (2)
UU Nomor 1 Tahun 2004 mengamanatkan untuk melaksanakan pengakuan dan pengukuran
pendapatan dan belanja berbasis akrual, bukan basis akrual modifikasian. Sebenarnya
penggunaan basis akrual modifikasian masilh diperkenankan dalam kedua undang-undang
tersebut, karena dinyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, dapat menggunakan pengakuan dan pengukuran
berbasis kas. Tentu, judul SAP-nya harus diubah dengan "SAP Berbasis Akrual
Modifikasian". Selain itu juga, jelas dinyatakan undang-undang mengamanatkan yang
berbasis akrual adalah untuk pendapatan dan belanja, bukan untuk pendapatan-LO dan beban
yang berbasis akrual sebagaimana menurut PP Nomor 71 Tahun 2010. Oleh karena itu, PP
Nomor 71 Tahun 2010 menuntut adanya perubahan (revisi) pada undang-undang di atasnya.
Jika tidak dilakukan revisi, maka peraturan pemerintah tersebut dapat dinyatakan batal demi
hukum. Selanjutnya, yang perlu menjadi pertimbangannya adalah faktor politik dan ekonomi
(memerlukan anggaran yang tidak sedikit) untuk merevisi undang-undang yang terkait. Atau,
merevisi SAP tersebut agar sesuai dengan undang-undang karena menurut PP Nomor 71
Tahun 2010, perubahan pada SAP dapat dilakukan melalui peraturan menteri keuangan?
Atau, tetap menerapkannya meskipun undang-undang di atasnya tidak direvisi dengan alasan
kebutuhan praktik akuntansi lebih utama daripada kepatuhan terhadap aturan perundang-
undangan jika dinilai dari analisis biaya-manfaatnya? Tentu, pilihan- pilihan tersebut
tergantung kepada para pengambil kebijakan dan KSAP. Akan tetapi, bukankah ciri utama
akuntansi pemerintahan adalah tidak bisa dilepaskan dari aturan perundang-undangan yang
berlaku dan mendasarinya? Artinya, akuntansi pemerintahan tidak hanya berdasarkan
Prinsip-Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU) atau GAAP tetapi juga harus selaras
dan sesuai dengan undang-undang yang terkait.

LAPORAN OPERASIONAL VERSUS LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Perbedaan mendasar antara SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis
Akrual adalah adanya penambahan PSAP baru, yaitu PSAP Nomor 12 tentang penyajian
Laporan Operasional. Laporan Operasional, yang dalam SAP PP Nomor 24 Tahun 2005
disebut dengan nama Laporan Kinerja Keuangan dan bersifat opsional, dalam SAP Berbasis
Akrual menjadi salah satu bagian dari pelaporan finansial yang berbasis akrual untuk

20
pelaporan atas pendapatan dari sumber daya ekonomi yang diperoleh dari beban untuk
kegiatan pelayanan pemerintahan.

Dengan adanya Laporan Operasional, maka Laporan Realisasi Anggaran tidak lagi
memiliki keterkaitan dengan Neraca. Perbedaan basis akuntansi yang digunakan disebabkan
karena tujuan penyusunan kedua laporan tersebut juga berbeda. Pelaporan operasi bertujuan
untuk memberikan informasi tentang kegiatan operasional keuangan yang tercerminkan
dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus /defisit operasional dari suatu entitas pelaporan.
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan
penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat /daerah untuk kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan dalam satu periode pelaporan (KK par. 78)

Sedangkan, Laporan Realisasi Anggaran bertujuan memberikan informasi realisasi


dan anggaran entitas pelaporan. Perbandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan
tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan
kegiatan keuangan pemerintah pusat atau daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
APBN/APBD (PSAP Nomor 01 par. 35). Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar
sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat
atau daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu
periode pelaporan (KK par. 61).

Perbedaan tujuan kedua laporan tersebut juga berdampak pada berbedanya manfaat
dan informasi yang disediakan oleh kedua laporan tersebut. Laporan Operasional
menyediakan informasi yang mencerminkan seluruh kegiatan operasional keuangan entitas
pelaporan yang berguna bagi penggunanya untuk mengevaluasi pendapatan-LO dan beban
untuk menjalankan suatu atau seluruh entitas pemerintah. Informasi yang disediakan olch
Laporan Operasional adalah informasi (PSAP Nomor 12 par. 6):

a. mengenai besarnya beban yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk menjalankan
pelayanan;
b. mengenai operasi keuangan secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi
kinerja pemerintah dalam hal efisiensi, efekrivitas, serta kehematan perolehan dan
penggunaan sumber daya ekonomi;
c. berguna dalam memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai
kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan
laporan secara komparatif;
d. mengenai penurunan ekuitas (bila defisit operasional), dan peningkatan ekuitas (bila
surplus operasional).

Laporan Realisasi Anggaran dapai menyediakan informasi kepada para pengguna


laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi yang telah
dilaksanakan secara efisien, efektif, dan hemat, serta telah dilaksanakan sesuai dengan
anggarannya (APBN/APBD) dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Oleh karena itu, Laporan Realisasi Anggaran masih menggunakan basis kas,
karena penetapan anggarannya masih berbasis kas juga.
21
Peranan Laporan Operasional

Berdasarkan PSAP No. 12 paragraf 6 SAP Berbasis Akrual dinyatalan bahwa ada 4
(empat) informasi yang disediakan oleh Laporan Operasional (LO). Masing-masing dari
keempat informasi tersebut mencerminkan peranan dari Laporan Operasional, yaitu informasi
(a) mencerminkan peran dalam perhitungan biaya pelayanan, informasi (b) mencerminkan
peran untuk menilai kinerja pemerintah, informasi (c) berperan dalam mengestimasi
pendapatan yang akan diterima, dan informasi (d) berperan untuk menentukan besarnya
perubahan ekuitas yang dimiliki oleh pemerintah.

Dalam perannya mengestimasi pendapatan, LO memberikan informasi untuk


memprediksi pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah dalam
periode mendatang dengan menyajikan laporan secara komparatif. Pengakuan pendapatan
tidak perlu menunggu adanya arus kas yang masuk, melainkan pada saat timbulnya hak atas
pendapatan sudah dapat diakui. Selain itu juga, pendapatan yang berasal dari transaksi
barang/jasa juga dapat diakui sebagai pendapatan, serta pendapatan dari kegiatan non-
operasional dan pos luar biasa yang bersifat tidak rutin dan tidak sering terjadi dapat
diidentifikasi dan dipisahkan dari pendapatan operasional, sehingga estimasi dapat dilakukan
lebih akurat.

Struktur Laporan Operasional

Struktur Laporan Operasional mencakup pos-pos sebagai berikut (PSAP Nomor 01 paragraf
92 SAP Berbasis Akrual).

a. Pendapatan-LO dari kegiatan operasional, yaitu hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu
dibayar kembali.
b. Beban dari kegiatan operasional, yaitu penurunan manfaat ekonomi/potensi jasa
dalam rnode pelaporan yang dapat menurunkan ekuitas berupa pengeluaran/konsumsi
aset atau timbulnya kewajiban.
c. Surplus/defisit dari kegiatan non-operasional (bila ada), yaitu selisih antara
pendapatan dan beban non-operasional yang sifatnya tidak rutin termasuk dari
surplus/defisit dari penjualan aset nonlancar dan penyelesaian kewajiban jangka
panjang.
d. Pos luar biasa (bila ada), yaitu pendapatan atau beban yang bukan merupakan operasi
biasa yang tidak diharapkan sering/rutin terjadi, di luar kendali atau pengaruh entitas
yang bersangkutan, serta sifat dan jumlahnya diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan (CalK).
e. Surplus/defisit-LO, yaitu selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama
satu periode pelaporan.

Konsepsi Akrual dan Keterkaitan Antarlaporan

22
Konsep akrual pada Laporan Operasional terlihat pada transaksi pendapatan-LO dan
beban dalam bentuk barang/jasa. Transaksi pendapatan dan beban yang terkait dengan
transaksi selain kas dapat segera dicatat pada pendapatan-LO dan beban pada saat terjadinya
transaksi. Sedangkan, pembiayaan tidak diperhitungkan dalam perhitungan surplus/defisit-
LO karena transaksi pembiayaan tidak terkait dengan operasi pada periode pelaporan.

Pada PSAP Nomor 12 paragraf 7 disebutkan bahwa Laporan Operasional disusun


untuk melengkapi pelaporan dari siklus akuntansi berbasis akrual (full accrual accounting
cycle) sehingga penyusunan Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca
mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan. Keterkaitan antar-laporan
keuangan dalam kedua pelaporan, yaitu pelaporan pelaksanaan anggaran dan pelaporan
finansial.

Akuntansi Pendapatan-LO versus Pendapatan-LRA

Dengan diterapkannya dua basis akuntansi yang berbeda pada dua jenis pelaporan
yang beda, yaitu pelaporan pelaksanaan anggaran berbasis kas dan pelaporan finansial
berbasis akrual, Akibatnya, terdapat dua macam pendapatan, yaitu pendapatan-LO berbasis
akrual dan pendapatan-LRA berbasis kas. Menurut PSAP Nomor 01, pendapatan-LO
didefinisikan sebagai hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.
Sedangkan, Pendapatan- TRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum
Negara/Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh
pemerintah.

Berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa pendapatan-LO merupakan semua hak


pemerintah, yang berupa kas maupun non/selain kas, yang dapat menambah ekuitas. Hal ini
berarti pengertian pendapatan- LO lebih luas daripada pendapatan-LRA yang hanya berupa
penerimaan kas saja, serta keterkaitannya dengan laporan keuangan yang berbeda.
Pendapatan-LO akan memengaruhi ekuitas yang ada di neraca melalui Laporan Perubahan
Ekuitas. Sedangkan, pendapatan-LRA akan memengaruhi SAL pada Laporan Perubahan
SAL.

Akuntansi Belanja versus Beban

Sama halnya dengan pendapatan, penerapan dua basis akuntansi tersebut juga
berdampak pada penggunaan istilah "belanja" untuk LRA dan "beban" untuk LO. Menurut
PSAP Nomor 01, beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam
periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi
aset atau timbulnya kewajiban. Sedangkan, Belanja adalah semua pengeluaran dari
Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam
periode tahun angguran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah. Berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa beban merupakan semua
transaksi yang dapat menurunkan manfaat ekonomi atau potensi jasa, baik yang berupa kas
maupun non/selain kas, yang berpengaruh terhadap penurunan ekuitas. Hal ini berarti

23
cakupan beban lebih luas daripada belanja yang hanya berupa pengeluaran kas saja, serta
keterkaitannya dengan laporan keuangan yang berbeda, sama halnya pada pendapatan.

Akuntansi Surplus/Defisit-LRA versus Surplus/Defisit-LO

Surplus/defisit-LO adalah selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu


periode pelaporan, setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan
pos luar biasa. Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan
tersendiri dalam kegiatan non-operasional. Termasuk dalam pendapatan atau beban dari
kegiatan non-operasional antara lain surplus /defisit penjualan aset nonlancar, surplus/defisit
penyelesaian kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional
lainnya. Selisih lebih/kurang antara surplus/defisit dari kegiatan operasional dan
surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan surplus/defisit sebelum pos luar
biasa, yang setelah ditambah / dikurangi dengan pos luar biasa akan menjadi surplus / defisit-
LO. Surplus / defisit-LO akan dipindahkan ke Laporan Perubahan Ekuitas sebagai penambah
atau pengurang ekuitas. Surplus / defisit-LRA adalah selisih lebih / kurang antara
pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan. Surplus / defisit-LRA akan
memengaruhi SiLPA / SiKPA yang nantinya akan dipindahkan ke Laporan Perubahan SAL
sebagai penambah atau pengurang SAL.

Akuntansi Pembiayaan versus Kegiatan Non-operasional dan Pos Luar Biasa

Pembiayaan tidaklah sama atau dapat dikategorikan sebagai kegiatan non-operasional


dan biasa. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama
dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan tidak
diperhitungkan dalam perhitungan surplus / defisit-LO karena transaksi pembiayaan tidak
terkait dengan operasi pada periode pelaporan. Sedangkan, kegiatan non-operasional sifatnya
tidak rutin termasuk dari suplus / defisit dari penjualan aset nonlancar dan penyelesaian
kewajiban jangka panjang, dan pos luar biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar
biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak
diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas
bersangkutan. Sebelum adanya pemisahan antata kegiatan operasional dengan kegiatan
operasional dan pos luar biasa, pendapatan dan beban berkemungkinan besar mengalami
overestimate atau underestimate.

24
Transaksi dalam Mata Uang Asing

Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang rupiah. Transaksi yang
menggunakan mata uang asing dikonversi terlebih dahulu dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Perlakuan akuntansi untuk transaksi mata uang asing dapat dibagi menjadi dua yaitu
transaksi yang tersedia dana dalam mata uang asing dan tidak tersedia dana dalam mata uang
asing. Dalam hal tersedia dana dalam mata uang asing yang sama dengan yang digunakan
dalam transaksi, maka transaksi dicatat dengan menjabarkannya ke dalam mata uang rupiah
berdasarkan kurs bank sentral pada tanggal transaksi. Sedangkan, dalam hal tidak tersedia
dana dalam mata uang asing, dibagi menjadi tiga perlakuan, adalah sehagai berikut.

1. Mata uang asing dibeli dengan rupiah dicatat berdasarkan kurs transaksi.
2. Mata uang asing dibeli dengan mata uang asing lainnya dicatat dengan menggunakan
kurs transaksi.
3. Transaksi dalam mata uang asing lainnya dicatat dalam rupiah berdasarkan kurs
tengah bank sentral pada tanggal transaksi.

Transaksi dalam Bentuk Barang dan Jasa

Transaksi pendapatan-LO dan beban dalam bentuk barang / jasa yang harus
dilaporkan berdasarkan nilai wajarnya pada tanggål transaksi dan diungkap dalam CaLK
sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan
beban. Transaksi pendapatan dan beban yang terkait dengan transaksi selain kas dapat segera
dicatat pada pendapatan-LO dan beban pada saat terjadinya transaksi. Transaksi pendapatan
dan beban dalam bentuk barang / jasa, antara lain hibah dalam wujud barang, barang
rampasan. dan jasa konsultasi.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terdapat 5 teknik akuntansi yang dikenal dalam akuntansi sektor publik (pemerintah)
yaitu akuntansi anggaran, akuntansi komitmen, akuntaansi dana, aakuntansi kas, dan
akuntansi akrual. Kelima teknik tersebut dapat di terapkan secara bersama sama dalam
satu entitas organisasi. Untuk akuntansi pemerintah yang diteapkan diindonesia, paling
tidak ada 4 teknik akuntansi yang di praktikan diindonesia, yaitu kecuali teknik akuntansi
komitmen. Sedangkan yang masih menjadi kontroversi dari praktik akuntansi pemerintah
diindonesia adalah penerapan jurnal korolari.

Prosedur akuntansi yang dipraktik di Indonesia tertuang dalam pemendagri Nomor 13


Tahun 2006 dan ada 4 prosedur akuntansi yaitu prosedur akuntansi penerimaan kas,
prosedur akuntansi pengeluaran kas, prosedur akuntansi selain kas, dan prosedur akuntansi
asset dalam sistem dan prosedur akuntansi pengelolaan barang masuk dalam sistem dan
prosedur akuntansi asset dan sebagian akuntansi dalam sisitem dan prosedur akuntansi
selain kas, seperti transaksi tukar menukar asset tetap (ruilslaag). Berdasarkan uraian
diatas tentunya masih diperlukan pengembangan dan perbaikan teknik dan prosedur
akuntansi untuk memperbaiki kualitas praktik akuntansi yang nantinya akan memengaruhi
perbaikan kualitas pelaporan keuangan yang dihasilkan.

Dalam penerapan SAP Berbasis Akrual, terdapat tiga permasalahan utama yang dihadapi
dan menjadi agenda di masa mendatang yang harus segera dicarikan solusinya, yaitu
masalah legitimasi hukum, masalah praktik akuntansi, masalah strategi penerapan.
Laporan Operasional disusun untuk melengkapi pelaporan dan siklus akuntansi berbasis
akrual sehingga:

1. Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca mempunyai


keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan;
2. Laporan pertanggungjawaban anggaran dapat dibedakan dengan Laporan Kinerja
Keuangan;
3. Dapat diketahui kinerja operasioal pemerintah untuk periode pelaporan tertentu;

26
4. Laporan Operasional mempunyai nilai ptediktif karena informasinya dapat
digunakan untuk memprediksi pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai
kegiatan pemerintah dalam periode mendatang.

27

Anda mungkin juga menyukai