Anda di halaman 1dari 19

PAPER

KELOMPOK PEKERJA KHUSUS

(KELOMPOK PETANI)

Di Susun Oleh Kelompok 8 :

1. Siti Maesaroh
2. Nanda Putri D
3. Sri Sumyati
4. Riska Nola Y

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYAH

CILACAP 2020
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Kelompok tani adalah beberapa orang petani atau peternak yang
menghimpun diri dalam suatu kelompok karena memiliki keserasian
dalam tujuan, motif, dan minat. Kelompok tani dibentuk berdasarkan surat
keputusan dan dibentuk dengan tujuan sebagai
wadah komunikasi antarpetani. Surat keputusan tersebut dilengkapi dengan
ketentuan-ketentuan untuk memonitor atau mengevaluasi kinerja
kelompok tani.
B. Karakteristik
Karakteristik petani dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu
karakter demografi, karakter sosial ekonomi dan karakter sosial budaya
(Agunggunanto 2011). Variabel umur, pendidikan dan jumlah tanggungan
keluarga termasuk dalam karakter demografi. Variabel luas lahan garapan
dan pendapatan termasuk karakter sosial ekonomi.Variabel
pekerjaan/matapencaharian petani dan kelembagaan termasuk dalam
karakter sosial budaya. Karakteristik petani berupa umur, pendidikan
formal, rata-rata jumlah anggota keluarga dan luas penguasaan lahan.
1. Umur
Umur petani HKm di Kulon Progo berkisar 31-76 tahun, dengan
rata-rata umur 53 tahun. Manusia dikatakan produktif apabila memiliki
usia 15-64 tahun (Nurhasikin 2013). Petani HKm Kulon Progo yang
termasuk usia non produktif (>64 tahun) mencapai 13%. Bila
dibandingkan antara HKm hutan produksi dan HKm hutan lindung.
bahwa petani dengan usia non produktif lebih banyak terdapat pada
HKm hutan produksi. Banyaknya petani dengan usia non produktif
(lansia), dikarenakan merasa masih kuat, harus bekerja untuk
memperoleh penghasilan, dan tidak ada regenerasi petani. Anak-anak
petani selepas sekolah formal, biasanya merantau ke luar daerah untuk
mencari pengalaman alih-alih bekerja di bidang pertanian. Selain itu,
sesuai penelitian Andini et al. (2013), petani masih bekerja di usia tua
karena tidak memiliki jaminan hari tua (pensiun), sehingga harus terus
bekerja selama tidak ada yang menjamin hidupnya.
2. Tingkat pendidikan
Pendidikan sangat menentukan tingkat kompetensi petani
dalam melakukan kegiatan pertanian (Manyamsari & Mujiburrahmad
2014). Yang dimaksud dengan kompetensi adalah perwujudan perilaku
dalam merencanakan kegiatan untuk mencapai target.

Pendidikan yang rendah, selain berimplikasi pada kurang


terkoordinirnya perencanaan pertanian, juga akan berpengaruh pada
jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh petani dalam upaya
peningkatan pendapatan. Pilihan pekerjaan menjadi terbatas pada
sektor informal (Budiartiningsih et al. 2010), misalnya menjadi buruh,
atau istilah yang sering dipakai responden dalam penelitian ini adalah
buruh serabut- an. Buruh serabutan menerima semua kesempatan
memburuh, baik itu sebagai buruh tani, buruh bangunan, buruh tukang
kayu, buruh tukang batu ataupun sekadar membantu tetangga
memperbaiki atap rumah dan pekerjaan kasar lainnya. Petani di HKm
hutan lindung mempunyai pendidikan yang relatif lebih tinggi dari
pada petani HKm hutan produksi. Hal ini dapat menjadi faktor
pendorong lebih berkembangnya kegiatan HKm di hutan lindung.
3. Jumlah tanggungan keluarga
Jumlah tanggungan keluarga petani berkisar antara 1–7 orang,
dengan rata-rata jumlah tanggungan keluarga masing-masing petani
adalah 4 orang. Jumlah tanggungan keluarga yang besar dapat
menjadi salah satu sebab sebuah rumah tangga menjadi miskin (Afandi
2010), terutama jika anggota keluarga mayoritas masih berusia non-
produktif. Jumlah tanggungan keluarga empat orang tergolong sedang.
Komposisi dalam keluarga dengan jumlah tanggungan empat orang,
bukan lagi bapak-ibu-dua anak. Banyak yang hanya tinggal berdua
dengan istri, saudara, maupun cucu. Sebagian dari anak yang telah
berkeluarga, berpisah dari rumah induk. Anak yang belum
berkeluarga, keluar daerah untuk bekerja sebagai buruh. Implikasinya,
pada sebagian keluarga petani, lahan garapan hanya diolah dengan
tenaga kerja keluarga yang minimal.
4. Luas lahan garapan
Terdapat tiga jenis lahan garapan petani, yaitu lahan andil HKm,
lahan milik (sawah, ladang, hutan rakyat dan pekarangan) serta lahan
bukan milik (tanah kas desa, lahan sewa, lahan milik kerabat). Rata-

rata luas lahan andil HKm yang digarap petani adalah 2.128,5m2.

Lahan andil yang paling sempit adalah 250 m2; sedangkan yang

terluas adalah 10.000 m2. Perbedaan luas lahan tersebut tidak


menimbulkan kecemburuan antar penggarap. Hal ini dikarenakan
pembagian lahan andil sudah melalui cara yang disepakati semua
anggota. Lahan yang awalnya sudah digarap oleh seorang petani, tetap
diberikan hak pengelolaannya pada petani tersebut. Lahan andil yang
belum ada penggarapnya, dibagikan dengan cara diundi. Petani HKm
juga dapat menentukan berapa luas lahan andil yang diinginkan sesuai
kemampuan tenaga kerja yang dimiliki.
Luas lahan andil petani saat ini, merupakan luas lahan sejak awal
pembagian lahan. Hanya beberapa yang mengalami perubahan, seperti
kasus seorang petani yang awalnya menggarap lahan andil seluas

1.350 m2, namun kemudian bertambah 650 m2 menjadi 2000 m2.


Penambahan lahan tersebut adalah lahan andil dari kerabatnya yang
meninggal. Hal ini sesuai aturan kelompok, bahwa lahan andil
yang penggarapnya meninggal dunia, akan dilanjutkan ke ahli
warisnya dan tidak dapat dipindahtangankan.
Luas lahan milik yang digarap oleh petani HKm bervariasi mulai dari

0 m2 – 14.000 m2 dengan rata-rata luas lahan garapan sebesar 2.947

m2. Rata-rata luas lahan milik yang kurang dari 0,5 ha menunjukkan
bahwa sebagian petani HKm masuk dalam kategori petani kecil atau
petani gurem (Suratiyah 2001). Petani yang luas lahan miliknya sama
dengan nol/landless ataupun sangat sempit terbagi menjadi dua
golongan. Golongan pertama menjadi sangat tergantung pada lahan
andil HKm. Keahlian pada bidang lain yang terbatas membuat petani
berusaha merekayasa lahan andilnya agar terus dapat ditanami
tanaman pangan dengan hasil optimal, misalnya dengan pemupukan
maupun pengurangan tajuk. Golongan kedua menjadi sangat
tergantung pada pekerjaan di luar sektor pertanian/buruh. Pada
umumnya lokasi andil HKm cukup jauh dari rumah dan kondisinya
sudah tidak memungkinkan untuk ditanami tanaman sela. Sebagian
petani ada yang hanya sesekali menengok lahan andilnya, misalnya
dengan frekuensi dua bulan sekali. Bahkan ada yang mengaku sudah
satu tahun lebih tidak melihat lahan andilnya. Petani yang menggarap
lahan lain hanya sebesar 13% dari total petani. Lahan yang digarap
berupa lahan sewa, lahan kas desa, lahan milik kerabat maupun maro
atau bagi hasil.
C. Permasalahan Kesehatan yang sering di alami oleh petani dan
Penatalaksanaan dari Perawat
Gangguan kesehatan di bidang pertanian biasanya disebabkan oleh
penggunaan pupuk, pemakaian pestisida yang tidak tepat, kebiasaan
merokok, MCK di sungai, dan beban  pekerjaan yang tinggi. Beberapa
penyakit yang diakibatkan dari lahan pertanian adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan petisida yang tidak tepat tanpa diikuti dengan alat


perlindungan diri dapat menyebabkan terjadinya keracunan pestisida.
2. Tingkat ekonomi  yang rendah dan beban pekerjaan yang tinggi
menyebabkan petani mengalami kurang gizi sehingga dapat
mempengaruhi kesehatan dan produktifitas pertanian.
3. Kebiasaan merokok petani serta tingginya beban pekerjaan
menyebabkan banyak petani mengalami anemia.

4. Hipertensi banyak dialami oleh petani disebabkan karena pola hidup


tidak sehat seperti merokok, minum kopi, konsumsi makanan berlemak
dan tinggi garam, serta stress kerja yang diakibatkan tingginya beban
kerja yaitu 7 hari dalam seminggu.
5. Nyeri tulang dan sendi menjadi masalah utama yang sering dialami
petani di desa. Nyeri sendi dan tulang ini disebabkan posisi petani
dalam bekerja tidak ergonomis, beban kerja yang berlebih tanpa
istirahat yang cukup, dan sebagian petani berusia lanjut usia yang telah
mengalami penyakit degeneratif dan penurunan masa otot, tulang dan
mobilitas sendi.
6. Petani menghabiskan sebagian besar waktunya dilahan pertanian yang
panas terkena sinar matahari secara terus menerus dapat mengakibatkan
terkena penyakit heatstroke, kanker kulit, dan katarak.
7. Sebagian besar petani memanfaatkan hewan ternak baik untuk
mengolah tanah maupun sebagai pupuk kandang, hal ini dapat menjadi
penyebab terkena penyakit leptospirosis.
8. Proses mengolah lahan pertanian apabila tidak menggunakan alat
pelindung diri seperti sepatu boot maka beresiko terkena penyakit
Cutaneous larva migransdan gigitan ular berbisa.
9. Para petani di perkebunan sering mengalami trauma punggung yang
disebabkan karena jatuh dari pohon saat memanen hasil kebun seperti
kelapa dan buah-buahan. Para petani kebun ni ketika memanjat pohon
untuk memanen hasil kebun tidak memakai alat perlindungan diri
sehingga resiko terjatuh dari pohon sangat tinggi.
10. Petani pedesaan biasanya melakukan MCK disungai sehingga
beresiko terserang penyakit kulit dan diare.
11. Peralatan berat, mesin, dan peralatan pertanian lainnya apabila
digunakan secara tidak tepat dapat menimbulkan trauma pada tubuh
petani.

Penatalaksanaannya yaitu perawat hanya bisa memeriksa kesehatannya


jika petani sudah dating ke layanan keseahatan dan petani juga harus bisa
menjaga kesehatannya seperti memakai masker jika sedang melakukan
penyemprotan pada tanamannya agar terhindar dari zat zat kimiayang
berada di dalam kandungan obat obat pertanian.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Kisi-kisi kajian
1) Indikator hasil akhir
a) Angka kesakitan:
- ISPA
- Nyeri punggung
- Iritasi kulit
2) Indikator hasil antara
Prilaku:

a) Pengetahuan:
- Mengetahui tentang dampak dari pestisida dan dampak
tidak menggunakan APD saat bekerja
b) Sikap:
- Pola pikir tentang pentingnya penggunaan APD
- Motivasi menggunakan APD saat bekerja
- Kepatuhan untuk menggunakan APD
c) Keterampilan:
- Memakai masker saat melakukan penyemprotan
- Memakai sarung tangan saat mencampur pupuk
- Memakai alas kaki saat bekerja
d) Pelayanan kesehatan:
- Puskesmas
- Klinik
- Bidan
e) Lingkungan
- Kebersihan lingkungan
- Irigasi
- Sosialisasi
- Kesehatan lingkungan

b. Hasil kajian
1) Distribusi jenis kegiatan petani
No Jenis Kegiatan frekuensi prosentase
1 Mencangkul 29 49%
2 Membajak 7 12%
3 Memberikan pupuk 20 34%
4 lain-lain 3 5%
jumlah 59 100%

Jenis Kegiatan
5% Mencangkul
34% Membajak
49%
Memberikan
pupuk
lain-lain
12%

Berdasarkan diagram tersebut didapatkan jenis kegiatan yang


paling banyak dilakukan petaniadalah mencangkul, yaitu 49%
2) Distribusi frekuensi penggunaan APD
No Pemakaian masker frekuensi prosentase
1 Ya 2 7%
2 Tidak 28 93%
jumlah 30 100%

Pemakaian Masker
7%
ya
tidak

93%
No Pemakaian sarung tangan frekuensi prosentase
1 ya 5 17%
2 tidak 25 83%
jumlah 30 100%

Pemakaian sarung tangan


17%
ya
tidak

83%

No Pemakaian Alas kaki frekuensi Prosentase


1 Ya 14 47%
2 tidak 16 53%
  jumlah 30 100%

Pemakaian alas kaki

47% ya
53% tidak

Berdasarkan diagram di atas didapatkan sebagian besar petani


tidak menggunakan APD saat bekerja, yaitu tidak menggunakan
masker 93%, tidak memakai sarung tangan 83%, dan tidak
memakai alas kaki 53%.
3) Distribusi frekuensi pengetahuan petani
N Pengetahuan tentang frekuensi prosentas
o dampak pestisida e
1 ya 5 17%
2 tidak 25 83%
  Jumlah 30 100%
Pengetahuan tentang dampak
pestisida
17% ya
tidak

83%

No Pengetahuan tentang dampak frekuensi prosentase


tidak menggunakan APD
1 pernah 5 17%
2 Tidak 25 83%
  jumlah 30 100%

Pengetahuan tentang dampak tidak


menggunakan APD
17%
ya
tidak

83%

Berdasarkan diagram di atas sebagian besar petani tidak


memiliki pengetahuan tentang dampak dari pestisida yaitu 83%,
dan tidak memiliki pengetahuan tentang dampak tidak
menggunakan APD sebanyak 83%.
4) Distribusi frekuensi gangguan yang sering dialami petani
No Gangguan yang sering dialami frekuensi prosentase
1 Batuk 3 8%
2 Pusing 10 27%
3 Gatal-gatal 7 19%
4 Mual 0 0%
5 Nyeri punggung 16 43%
6 Lain-lain 1 3%
  Jumlah 37 100%
Gangguan yang sering dialami
3% 8% Batuk
Pusing
27% Gatal-gatal
43%
Mual
Nyeri punggung
19% Lain-lain

Berdasarkan diagram di atas gangguan yang sering dialami oleh


petani setelah bekerja yaitu nyeri punggung 43%, pusing 27%,
dan gatal-gatal 19%.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Masalah
Data Etiologi
. Keperawatan
1 DS: Risiko Kurangnya
Bapak kadus mengatakan warga terjadinya pengetahuan
dusun Blater sebagian besar bekerja penyakit dan perilaku
sebagai petani tidak
DO: menggunakan
a. Warga yang bekerja sebagai APD saat
petani tidak menggunakan alat bekerja
pelindung diri (masker 93%,
sarung tangan 83%, alas kaki
53%) saat bekerja di sawah
b. Warga yang bekerja sebagai
petani tidak mengetahui dampak
penggunaan pestisida sebanyak
83%
c. Warga yang bekerja sebagai
petani tidak mengetahui dampak
tidak menggunakan APD saat
bertani, sebanyak 83%
d. Warga yang bekerja sebagi petani
sering mengalami keluhan setelah
bertani, yaitu nyeri punggung
43%, pusing 27%, gatal 19%

2 DS: Kurang kesehatan


Bapak kadus mengatakan warga pengetahuan petani
dusun Blater sebagian besar bekerja tentang
sebagai petani penyakit
DO:
a. Warga yang bekerja sebagai
petani tidak mengetahui
dampak penggunaan
pestisida sebanyak 83%
b. Warga yang bekerja sebagi
petani sering mengalami
keluhan setelah bertani, yaitu
nyeri punggung 43%, pusing
27%, gatal 19%
3. Perencanaan Keperawatan Komunitas

Tujuan Rencana Evaluasi


Diagnosa
Jangka Jangka Pendek Kriteria Standar
Keperawatan
Keperawatan
Panjang
Risiko Setelah a. Pengetahuan MANDIRI
terjadinya dilakukan petani tentang a. Berikan Kognitif -75% petani
penyakit tindakan pentingnya APD pendidikan mengetahui
berhubungan keperawatan meningkat kesehatan pentingnya
dengan selama 3 x b. Perilaku petani tentang Afektif penggunaan
kurangnya 24 jam dalam kesehatan kerja, APD saat
pengetahuan diharapkan menggunakan macam-macam bekerja.
dan perilaku masalah APD semakin APD dan cara Psikomoto -80% petani
tidak dapat baik penggunaannya r berkemauan
menggunakan teratasi b. Berikan untuk
APD saat konseling menggunakan
bekerja terkait APD saat
kesehatan bekerja.
petani -80% petani
c. Bagikan masker menggunakan
agar digunakan APD saat
sebagai APD bekerja
KERJASAMA
a. Kolaborasi
dengan
puskesmas
untuk
pemeriksaan
kesehatan
secara rutin
pada kelompok
petani
Kurang Setelah a. Pengetahuan MANDIRI
pengetahuan dilakukan petani a. Berikan Kognitif -75% petani
tentang tindakan tentang pendidikan mengetahui
penyakit keperawatan penyakit kesehatan bahayanya
berhungan selama 3 x meningkat tentang Afektif menghirup
dengan 24 jam b. Perilaku bahayanya bahan bahan
kesehatan diharapkan petani dalam penyakit kimia
petani masalah melakukan karena Psikomoto -80% petani
dapat pencegahan menghirup r berkemauan
teratasi dengan cara bahan untuk
menggunaka bahan kimia melakukan
n APD b. Berikan pencegahan
semakin baik konseling agar tidak
terkait terkena
kesehatan penyakit
petani -80% petani
c. Bagikan menggunakan
masker agar APD saat
digunakan bekerja
sebagai
APD
Daftar Pustaka

Manyamsari I, Mujiburrahmad. 2014. Karakteristik petani dan hubungannya dengan kompetensi petani
lahan sempit. Agrisep 15(2): 58-74.
Maryudi A, Devkota RR, Schusser C, Yufanyi C, Salla M, Aurenhammer H, Rotchanaphatharawit R,
Krott M.
2012. Back to basics: Considerations in evaluating the outcomes of community forestry. Forest
Policy and Economics 14: 1-5.
Mubyarto. 1979. Pengantar ekonomi pertanian. LP3ES.
Jakarta.
https://www.kompasiana.com/amp/farahfadhilahh/5dd1a85ed541df6ff260ca32/permasalahan-
kesehatan-yang-dialami-para-petani
http://fkep.unej.ac.id/?p=4237
Mubarok, iqbal wahid, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: CV.Sabung seto)
Radjak, 2006. Manajemen Usaha Tani. Bandung: Pustaka Gita Guna

Anda mungkin juga menyukai