Anda di halaman 1dari 20

JURNAL AWAL PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI III

PRAKTIKUM V : PENYAKIT ANSIETAS

Tanggal praktikum : Rabu, 20 Mei 2020


DISUSUN OLEH :
Kelompok VII
Sindy Astika Damayanti
NIM : 171200159
A2A Farmasi Klinis

Dosen Pengampu :
Dhiancinantyan Windydaca Brata Putri S.Farm., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR
2020

i
DAFTAR ISI

COVER...............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1Tujuan Praktikum.............................................................................................1

BAB II DASAR TEORI....................................................................................................2


2.1 Definisi Ansietas.............................................................................................2
2.2 Etiologi Ansietas.............................................................................................2
2.3 Ciri-Ciri Kecemasan........................................................................................3
2.4 Tanda dan Gejala Ansietas..............................................................................5
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Ansietas..............................................................6
2.6 Klasifikasi Ansietas.........................................................................................7
2.7 Tingkat Ansietas..............................................................................................7
2.8 Patofisiologi Ansietas......................................................................................11
2.9 Alat Ukur Ansietas..........................................................................................13
2.10 Tatalaksana Ansietas.....................................................................................13

BAB III ALAT DAN BAHAN...........................................................................................17


3.1 Alat..................................................................................................................17
3.2 Bahan...............................................................................................................17
3.3 Kasus...............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui definisi dari gangguan kecemasan
2. Mengetahui etiologi dan patofisiologi gangguan kecemasan
3. Mengetahui klasifikasi gangguan kecemasan
4. Mengetahui gejala dan tanda gangguan kecemasan
5. Mengetahui tatalaksana farmakologi dan non-farmakologi gangguan kecemasan

1
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi Ansietas


Menurut Steven Schwartz, S (2000: 139) mengemukakan kecemasan berasal dari kata
Latin anxius, yang berarti penyempitan atau pencekikan. Kecemasan mirip dengan rasa takut
tapi dengan fokus kurang spesifik, sedangkan ketakutan biasanya respon terhadap beberapa
ancaman langsung, sedangkan kecemasan ditandai oleh kekhawatiran tentang bahaya tidak
terduga yang terletak di masa depan. Kecemasan merupakan keadaan emosional negative
yang ditandai dengan adanya firasat dan somatik ketegangan, seperti hati berdetak kencang,
berkeringat, kesulitan bernapas (Donna Fitri Annisa & Ifdil, 2016).
Gangguan kecemasan adalah kondisi emosional yang biasanya disebabkan oleh
persepsi nyata atau penerimaan terhadap hal-hal yang berbahaya dapat mengancam
keselamatan individu. Gangguan kecemasan merupakan kondisi emosional yang biasanya
disebabkan oleh persepsi nyata atau penerimaan terhadap hal-hal yang berbahaya yang dapat
mengancam keselamatan individu (Kirkwood, et. al., 2008).
Menurut Videbeck (2011), individu yang mempunyai gangguan kecemasan
menunjukkan perilaku yang tidak biasanya seperti panik tanpa alasan, takut pada objek tanpa
alasan, tindakan tanpa bisa dikontrol sering terulang, atau kekhawatiran luar biasa yang tidak
bisa dijelaskan. Ansietas juga berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan
sosial, dan pekerjaan mereka. Gangguan anxietas ditandai dengan kecemasan yang
berlebihan dan tidak realistis mengenai suatu (Kirkwood, et. al., 2008).

2.2 Etiologi Ansietas


Secara garis besar, ansietas dapat disebabkan oleh adanya dua faktor menurut Ikawati
(2011), yaitu
a. Faktor penyakit atau gangguan medic dan obat-obatan
• Penyakit atau Gangguan Medik
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan ansietas adalah gangguan
kardiovaskuler (angina, aritmia, gangguan jantung kongesti, gangguan jantung
ischemia, dan infark jantung), penyakit endokrin, dan metabolic (penyakit cushing,
hiperparatiroid, hipotiroid, hipoglikemia, hiponatremia, hyperkalemia, difisiensi
vitamin B12 atau folat dan pheochronocytoma), gangguan syaraf (demensia,
parkinson, migraine, kejang, stroke, dan neoplasma), gangguan respirasi (asma,

2
3

PPOK, emboli paru dan pneumonia) dan lain-lainnya (anemia, SLE dan disfungsi
vestibular).
• Obat-Obatan
Beberapa pengobatan juga dapat menyebabkan gangguan ansietas, misalnya
karbamazepin, antidepresan golongong SSRI, felodipin, antibiotik quinolone,
isoniazid, teofilin, prednisone, levodopa, ibuprofen dan lainnya. Penggunaan obat
herbal seperti ma huang, ginseg dan ephedra juga dapat menyebabkan ansietas.
Beberapa agen stimulant (amfetamin, kokain dan kafein), simpatomimetika
(pseudoefedrin), dan hormone tiroid (levotiroksin) dapat memicu terjadinya ansietas.
Disamping itu toksisitas beberapa obat seperti digoksin, antikolinergik dan
antihistamin serta akibat gejala putu obat sedative dan alkohol juga berupa gangguan
ansietas.

b. Faktor penyakit kejiwaan


Ansietas dapat merupakan manifestasi gejala klinik beberapa gangguan kejiwaan.
Gejala ansietas secara nyata terjadi pada penderita dengan gangguan mood, skizofrenia,
delirium, demensia dan gangguan penyalahgunaan obat. Sebagian besar penderita
gangguan kejiwaan memiliki dua atau lebih gangguan kejiwaan yang terjadi bersamaan
(komorbiditas) dalam kehidupan mereka.

2.3 Ciri-Ciri Kecemasan


Berikut ini dijelaskan ciri-ciri kecemasan (Nevid, dkk 2005):
a. Ciri – ciri fisik kecemasan
 Kegelisahan, kegugupan
 Tangan atau anggota tubuh bergetar
 Banyak berkeringat
 Telapak tangan berkeringat
 Pening
 Mulut atau kerongkongan terasa kering
 Sulit berbicara
 Sulit bernapas
 Bernapas pendek
 Jantung berdebar keras atau berdetak kencang
4

 Suara yang bergetar


 Jari-jari atau anggota tubuh menjadi dingin
 Leher atau punggung terasa kaku
 Sensasi seperti tercekik atau tertahan
 Sakit perut atau mual
 Sering buang air kecil
 Wajah terasa memerah
 Diare
b. Ciri – ciri Behavioral (perilaku) kecemasan
 Perilaku menghindar
 Perilaku melekat dan dependen
 Perilaku terguncang
c. Ciri – ciri Kognitif dari kecemasan
 Khawatir tentang sesuatu
 Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di
masa depan
 Keyakinan bahwa sesuatu yang buruk atau mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada
penjelasan yang jelas
 Terpaku pada sensasi tubuh
 Sangat sensitif terhadap sensasi tubuh
 Merasa terancam oleh orang atau peristiwa
 Ketakutan akan kehilangan kontrol
 Ketakutan akan ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
 Berpikir bahwa dunia akan runtuh
 Berpikir bahwa semuanya sudah tidak bisa dikendalikan
 Berpikir bahwa semuanya sangat membingungkan tanpa bisa diatasi
 Khawatir terhadap hal sepele
 Berpikir tentang hal yang mengganggu yang sama secara berulangulang
 Pikiran terasa campur aduk
 Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran negatif
 Berpikir akan segera mati
 Khawatir akan ditinggalkan sendiri
5

 Sulit berkonsentrasi atau memusatkan perhatian

2.4 Tanda dan Gejala Ansietas


Gejala dan tanda pada masing-masing gangguan ansietas, menurut Locke,et al (2015),
yaitu sebagai berikut.
a. Generalized anxiety disorder
GAD merupakan perasaan cemas yang berat, menetap, disertai dengan gejala
somatik yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan (Locke,et al.,
2015).
Gejala yang dijumpai adalah kegelisahan atau perasaan tegang, kelelahan, sulit
berkonsentrasi, lekas marah, ketegangan otot, gangguan tidur yang bisa berlangsung
selama 6 bulan terhadap sejumlah aktivitas seperti prestasi pekerjaan, sekolah dan lain-
lain. Akibatnya rasa tertekan dan mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan secara
signifikan. Selain itu juga terdapat gejala fisik seperti tremor, palpitasi, berkeringat
gangguan gastrointestinal, takikardi.
b. Panic disorder: dengan agoraphobia dan tanpa agoraphobia
Gejala untuk panic disorders biasanya dimulai dengan serangkaian serangan panik
yang tak terduga (Locke, etal., 2015). Menurut DSM IV TR, kriteria serangan panik
adalah jika ada waktu tertentu dimana terjadi ketakutan atau ketidaknyamanan yang takut
intens dengan 4 gejala yang terjadi tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam waktu 10
menit, antara lain:
 Jantung berdebar-debar atau detak jantung dipercepat
 Berkeringat
 Gemetar atau goyah
 Rasa sesak nafas atau tercekik
 Perasaan tersedak
 Nyeri dada atau ketidaknyamanan
 Mual atau sakit perut
 Merasa pusing, goyah atau pingsan
 Perasaaan tak nyata
 Takut kehilangan kendali
 Takut mati Mati rasa
 Menggigil atau muka memerah
6

Pasien dinyatakan mengalami gangguan panik jika ia mengalami serangan panik


berulang secara tak terduga, yang diikuti dengan 1 bulan atau lebih kekuatiran yang
menetap terhadap adanya serangan tambahan.
c. Phobic disorder
Gangguan phobia specific ditandai dengan rasa takut berlebihan dan tidak
beralasan terhadap suatu objek tertentu, misal: terbang, ketinggian, hewan tertentu,
melihat darah dan menerima suntikan.
d. Obsessive compulsive disorder
Gangguan kecemasan OCD ditandai dengan adanya obsesi, pikiran berulang yang
tidak diinginkan dan mengganggu, gambar atau desakan yang meyebabkan kecemasan
(misalnya pikiran tentang kontaminasi, keraguan tentang tindakan, pikiran tentang
keagamaan, dll). Selain itu ada dorongan untuk berulang kali melakukan tindakan untuk
mengurangi kecemasan (misalnya mencuci tangan berulang kali, menghitung, mengunci
pintu, berdoa dan lain-lain)
e. Post traumatic stress disorder
Gangguan ini ditandai dengan reaksi terhadap ingatan yang menggunakan
kejadian yang mengerikan dan seolah-olah dialami kembali sehingga menyebabkan rasa
takut, usaha untuk menghindar atau lari dari kenangan mengerikan itu, mudah terkejut,
sulit berkonsentrasi, atau berespon berlebihan terhadap suatu kejadian.
f. Social anxiety disorder
Gangguan ini ditandai dengan kecemasan dan ketakutan yang berlebihan terhadap
pengawasan atau pandangan orang lain yang sering disertai dengan geiala kecemasan
seperti gemetar, wajah memerah, jantung berdebar dan berkeringat. Akibatnya orang akan
menghindar dari aktivitas social dan mengakibatkan penderitaan yang signifikan dan
gangguan dalam kehidupan sehari-hari.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ansietas


Blacburn & Davidson (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012: 51)
menjelaskan faktor-faktor yang menimbulakan kecemasan, seperti pengetahuan yang dimiliki
seseorang mengenai situasi yang sedang dirasakannya, apakah situasi tersebut mengancam
atau tidak memberikan ancaman, serta adanya pengetahuan mengenai kemampuan diri untuk
mengendalikan dirinya (seperti keadaan emosi serta fokus kepermasalahannya). Kemudian
Adler dan Rodman (dalam M. Nur Ghufron & Rini Risnawita, S, 2014: 145- 146)
menyatakan terdapat dua faktor yang dapat menimbulkan kecemasan, yaitu.
7

1. Pengalaman negatif pada masa lalu Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada
masa kanak-kanak, yaitu timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang
dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama
dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah gagal dalam
mengikuti tes
2. Pikiran yang tidak rasional Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan
ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi permaslaahannya.
b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk berperilaku sempurna
dan tidak memiliki cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah
target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi.
c. Persetujuan
d. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini terjadi pada
orang yang memiliki sedikit pengalaman.

2.6 Klasifikasi Ansietas


Menurut DSM-IV TR (2000), gangguan ansietas di kelompokan menjadi beberapa
kelompok antara lain:
a. Generalized anxiety disorder
b. Panic disorder, dengan agoraphobia dan tanpa agoraphobia
c. Phobia disorder
d. Obsessive compulsive disorder
e. Post-traumatic stress disorder
f. Social anxiety disorder

2.7 Tingkat Ansietas


Menurut Halter (2014) ada 4 klasifikasi tingkat ansietas yaitu ansietas ringan, ansietas
sedang, ansietas berat, dan panik.
a. Ansietas Ringan
Penyebab dari ansietas ringan biasanya karena pengalaman kehidupan sehari-hari
dan memungkinkan individu menjadi lebih fokus pada realitas. Individu akan mengalami
ketidaknyamanan, mudah marah, gelisah, atau adanya kebiasaan untuk mengurangi
ketegangan (seperti menggigit kuku, menekan jari-jari kaki atau tangan). Menurut
8

Asmadi (2008) respons fisiologis yang terjadi pada ansietas ringan yaitu nadi dan
tekanan darah sedikit meningkat, adanya gangguan pada lambung, muka berkerut, dan
bibir bergetar.Respons kognitif dan afektif yang terjadi yaitu gangguan konsentrasi,
tidak dapat duduk tenang, dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang, lapang pandang individu menyemit. Selain itu individu
mengalami penurunan pendengaran, penglihatan, kurang menangkap informasi dan
menunjukkan kurangnya perhatian pada lingkungan. Terhambatnya kemampuan untuk
berpikir jernih, tapi masih ada kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah
meskipun tidak optimal. Respons fisiologis yang dialami yaitu jantung berdebar,
meningkatnya nadi dan respiratory rate, keringat dingin, dan gejala somatik ringan
(seperti gangguan lambung, sakit kepala, sering berkemih). Terdengar suara sedikit
bergetar. Ansietas ringan atau ansietas sedangdapat menjadi sesuatu yang membangun
karena kecemasan yang terjadi merupakan sinyal bahwa individu tersebut membutuhkan
perhatian atau kehidupan individu tersebut dalam keadan bahaya.
c. Ansietas Berat
Semakin tinggi level ansietas, maka lapang pandang seseorang akan semakin
menurun atau menyempit. Seseorang yang mengalami ansietas berat hanya mampu fokus
pada satu hal dan mengalami kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Pada level ini
individu tidak memungkinkan untuk belajar dan memecahkan masalah, bahkan bisa jadi
individu tersebut linglung dan bingung. Gejala somatik meningkat, gemetar, mengalami
hiperventilasi, dan mengalami ketakutan yang besar.
d. Panik
Individu yang mengalami panik sulit untuk memahami kejadian di lingkungan
sekitar dan kehilangan rangsangan pada kenyataan. Kebiasaan yang muncul yaitu
mondar-mandir, mengamuk, teriak, atau adanya penarikan dari lingkungan sekitar.
Adanya halusinasi dan persepsi sensorik yang palsu (melihat seseorang atau objek yang
tidak nyata). Tidak terkoordinasinya fisiologis dan adanya gerakan impulsif. Pada tahap
panik ini individu dapat mengalami kelelahan. Menurut Maramis (2003) gangguan panik
ditandai dengan serangan ansietas sekitar 15-30 menit per episode. Selama serangan
panik, individu merasa sangat ketakutan disertai jantung berdebar, nyeri dada, perasaan
tercekik, berkeringat, gemetar, mual, pusing, perasaan yang tidak real, dan takut mati.
Serangan panik dapat terjadi secara spontan. Frekuensinya bervariasi tiap individu.
9

Pada masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku,


kemampuan kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas (Amelia
Herawati, 2017).
Tabel 1. Tingkat Ansietas.
Tingkat Respon Ansietas

N Tingkat Respon fisik Respon Kognitif Respon


o Ansietas Emosional
1. Ringan (1+)  Ketegangan otot  Lapang persepsi  Perilaku
ringan luas, otomatis
 Sadar akan  Terlihat tenang,  Sedikit tidak
lingkungan, percaya diri, sabar
 Rileks atau sedikit  Perasaan gagal  Aktivitas
gelisah sedikit, menyendiri

 Penuh perhatian  Waspada dan  Terstimulasi

 Rajin. memerhatikan  Tenang


banyak hal
 Mempertimbangkan
informasi
 Tingkat
pembelajaran
optimal
2. Sedang (2+)  Ketegangan otot  Lapang persepsi  Tidak
sedang menurun. nyaman
 Tanda-tanda vital  Tidak perhatian  Mudah
meningkat secara selektif tersinggung
 Pupil dilatasi mulai  Focus terhadap  Kepercayaan
berkeringa stimulus meningkat diri goyah

 Sering mondar  Rentang perhatian  Tidak sabar

mandir, menurun

memukulkan  Penyelesaian

tangan masalah menurun

 Suara berubah  Pembelajaran terjadi

bergetar, nada dengan

suara tinggi memfokuskan


10

 Kewaspadaan dan
ketegangan
meningkat
 Sering berkemih,
sakit kepala, pola
tidur berubah, nyeri
punggung.
3. Berat (3+)  Ketegangan otot  Lapang persepsi  Sangat cemas
berat terbatas  Agitasi
 Hiperventilasi  Proses berfikir  Takut
 Kontak mata buruk terpecah pecah  Bingung

 Pengeluaran  Sulit berpikir  Merasa tidak

keringat meningkat  Penyelesaian adekuat

 Bicara cepat, nada masalah buruk  Menarik diri

suara tinggi  Tidak mampu  Menyangkal


mempertimbangkan  Ingin bebas
 Tindakan tanpa
informasi
tujuan dan
 Hanya
serampangan
memperhatikan
 Rahang menegang,
ancaman
menggertakan gigi
 Kebutuhan ruang
gerak meningkat
 Mondar-mandir,
berteriak
 Meremas tangan,
gemetar.
4. Panik (4+)  Ketegangan otot  Persepsi sangat  Merasa
sangat berat. sempit terbebas
 Agitasi motorik  Pikiran tidak logis,  Merasa tidak
kasar terganggu mampu, tidak
 Pupil dilatasi  Kepribadian kacau percaya

 Tanda-tanda vital  Tidak dapat  Lepas

meningkat menyelesaikan kendali


masalah.  Mengamuk,
11

kemudian  Focus pada pikiran putus asa


menurun. sendiri.  Marah,
 Tidak dapat tidur  Tidak rasional. sangattakut
 Hormon stress dan  Sulit memahami  Mengaharapk
neurotransmitter stimulus eksternal. an hasil yang
berkurang.  Halusinasi, ilusi buruk
 Wajah menyeringai mungkin terjadi.  Kaget, takut
 Lelah

2.8 Patofisiologi Ansietas


Gangguan ansietas berhubungan dengan adanya abnormalitas beberapa bagian di otak
dan gangguan fungsi beberapa neurotransmitter yaitu: norefinefrin (NE), GABA dan
Serotonin (5-HT) (Kirkwood, et. al., 2008). Struktur amigdala yang merupakan lobus
temporal diotak memegang peranan penting dalam menstimulasi dan merespon gejala
kecemasan. Locus Ceruleus yang terletak di sumsum otak adalah bagian utama diotak yang
mengandung NE dengan penyebaran ke area yang lebih luas di otak yang bertanggungjawab
terhadap timbulnya respon cemas. Hippocampus adalah daerah di otak yang
bertanggungjawab terhadap munculnya gabungan stimulus memori trauma dan bersama
dengan korteks entorhinal terlibat dalam overgeneralisasi respon cemas. Hipotalamus adalah
area utama dalam respon neuroendokrin dan utonom secara menyeluruh untuk perbaikan
cemas.
Ada 3 teori neurokimia tentang patofisiologi gangguan kecemasan menurut
(Kirkwood, et. al., 2008), yaitu:
a. Model Norepinefrin
Teori ini menjelaskan bahwa penderita kecemasan mempunyai tingkat sensitivitas
yang berlebihan terhadap kecemasan (hipersensitivitas) dan reaksi yang berlebihan
terhadap stimulus stress. Didalam respon untuk menyerang situasi yang menyebabkan
stress, LC berfungsi sebagai pusat alarm, mengaktivasi pelepasan NE dan menstimulus
sistem syaraf simpatik dan parasimpatik. Obat-obat ansiogenik menstimulasi NE dan
meningkatkan aktivitas noradrenergic. Disamping itu NE juga dapat mengeluarkan
glutamate (neurotransmitter eksitatori). Hal ini menyebabkan perasaan cemas dan dapat
menimbulkan serangan panic. Obat-obat yang mempunyai efek anti ansietas atau
antipanik dapat menghambat LC, menurunkan aktivitas noradrenergic dan dapat
menghambat efek obat-obat ansiogenik.
12

b. Model GABA
Terdapat 2 keluarga besar reseptor protein GABA adalah GABAa dan GABAb.
GABA adalah neurotransmitter inhibitori utama dalam susunan syaraf pusat yang
mempunyai pengaturan kuat atau efek inhibitori pada sistem 5-HT, NE dan Dopamin
(DA). Pada saat GABA terikat reseptor GABAa, saluran ion Cl terbuka dan menyebabkan
influx muatan negative. Kondisi ini menyebabkan hiperpolarisasi membrane sel dan
menurunkan eksitabilitas sel syaraf. Efek penurunan eksitabilitas syaraf ini menjadi
mekanisme efek ansioloitik obat-obat agonis GABA, seperti pada obat golongan
benzodiazepine (Nemerfoff, 2003).
c. Model Serotonin
Gangguan pada sistem serotonin yang merupakan neurotransmitter inhibitori
minimbulkan gangguan pada pelepasan dan reuptake pada autoreseptor presinaptik,
transpoter reuptake serotonin atau efek serotonin pada reseptor postsinaptik. Mekanisme
ini diduga memegang peranan dalam munculnya gangguan ansietas. Peran yang pasti 5-
HT pada gangguan panic belum diketahui secara pasti, namun 5-HT mungkin memainkan
peran dalam mengantisipasi berkembangnya kecemasan. Dipostulasikan bahwa aktivitas
yang lebih pada 5-HT akan mengurangi aktivitas NE di LC. Obat-obat SSRI yang secara
cepat meningkatkan kadar 5-HT yang tersedia pada pasca sinaptik terbukti efektif
menekan gejala panic dan kecemasan. Aktivitas rendah 5-HT dapat menyebabkan
disregulasi neurotransmitter lain. NE dan sistem 5-HT saling terkait erat, dan interaksi
antara keduanya bersifat timbal balik dan bervariasi. NE dapat bertindak pada ujung
presinaptik syaraf 5-HT untuk mengurangi pelepasan 5-HT dan aktivitas tersebut pada
reseptor pascasinaptik dapat menyebabkan peningkatan pelepasan 5-HT. stimulasi dari
reseptor 5-HT2A pascasinaptik dalam sistem limbic berkontribusi terhadap kecemasan
dan perilaku penghindaran.

2.9 Alat Ukur Ansietas


Ada beberapa alat ukur ansietas yang digunakan dalam penelitian, yaitu :
a. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
13

HARS merupakan salah satu kuesioner yang mengukur skala ansietas yang masih
digunakan sampai saat ini. Kuesioner terdiri atas 14 item. Masing-masing item terdiri atas
0 (tidak terdapat) sampai 4 skor (terdapat).
b. Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS)
T-MAS merupakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur skala ansietas pada
individu (Oxford Index, 2017). T-MAS terdiri atas 38 pernyataan yang terdiri atas
kebiasaan dan emosi yang dialami. Masing-masing item terdiri atas “ya” dan “tidak”
(Psychology tools, 2017).
c. Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas dan stres.
Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21. DASS 42 terdiri atas 42
pertanyaan sedangkan DASS 21 terdiri atas 21 pertanyaan, masing-masing gangguan
(depresi, ansietas, dan stres) terdapat 7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0
(tidak terjadi dalam seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu seminggu
terakhir) (Psychology Foundation of Australia, 2014).
d. Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Kuesioner SAS terdiri atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-masing
pernyataan terdapat 4 penilaian yang terdiri dari 1 (tidak pernah), 2 (jarang), dan 3
(kadangkadang), dan 4 (sering). Klasifikasi tingkat ansietas berdasarkan skor yang
diperoleh yaitu 20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan
81-100 (ansietas berat) (Syarifah, 2013).
e. Anxiety Visual Analog Scale (Anxiety VAS)
Suatu alat untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan garis
horizontal berupa skala sepanjang 10cm atau 100mm. Penilaiannya yaitu ujung sebelah
kiri mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” dan semakin ke arah ujung sebelah kana
kecemasan yang dialami luar biasa (Misgiyanto & Susilawati, 2014).

2.10 Tatalaksana Terapi Ansietas (Farmakologi dan Non Farmakologi)


Tujuan terapi gangguan kecemasan adalah mengurangi keparahan dan durasi gejala
serta memperbaiki fungsi pasien secara keseluruhan. Tujuan jangka panjangnya adalah
kesembuhan dan pencegahan dari kekambuhan (Canadian Psychiatric Association, 2006).
a. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dalam bentuk terapi psikologis. Terapi
ini memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gangguan kecemasan, namun
14

motivasi dan keinginan pasien sangat penting ketika memilih pengobatan. Ada beberapa
terapi on-farmakologi yang bisa dilakukan untuk mengendalikan gangguan ansietas,
yaitu:
• Cognitive-Behavioral Therapy
• Exposure Therapy
• Acceptant and Commitment Therapy
• Dialectical Behavioral Therapy
• Interpersonal Therapy
• Eye Movement Desensitization and Reprocessing

a. Terapi Farmakologi
Pengobatan gangguan kecemasan membutuhkan waktu lama dan kesabaran untuk
menemukan obat yang terbaik bagi pasien. Terdapat 4 kelas utama pengobatan yang
digunakan, yaitu:
 SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs memperbaiki gejala ansietas dengan cara penghambatan reabsorpsi atau
reuptake serotonin melalui sel syaraf tertentu di otak. Kondisi ini menyebabkan
pengembalian lebih banyak serotonin yang akan memperbaiki mood. SSRIs pada
umumnya mempunyai efek samping yang lebih rendah dariada antidepresan trisiklik.
Contoh obat SSRIs adalah citalopram, escitalopram, fluoksetin, paroksetin dan
setralin.
 SNRIs (Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors)
Obat golongan SNRIs mempunyai ua meknisme kerja dengan cara meningkatkan
kadar neuorotransmitter serotonin dan norepinephrine melalui penghambatan
reabsorpsinya ke dalam sel di otak. Efek samping yang mungkin terjadi seperti
gangguan lambung, insomnia, sakit kepala, disfungsi seksual dan peningkatan kecil
tekanan darah. Contoh obat SNRIs adalah venlafaksin, dan duloksetin.
 Benzodiazepine
Benzodiazepine mempunyai efektivitas yang tinggi dalam memacu relaksasi dan
mengurangi tegangan otot serta gejala fisik lain dalam gangguan ansietas.
Benzodiazepine berguna sebagai terapi tambahan dalam awal perawatan, khususnya
untuk kecemasan akut dan agitasi, akan tetapi efek samping dari benzodiazepine
15

menyebabkan pembatasan untuk penggunaan jangka pendek. Contoh obat


benzodiazepine adalah alprazolam, klonazepam, diazepam, dan lorazepam.
 TCA (Tricyclic Antidepresants)
Adanya perhatian pada penggunaan jangka panjang golongan obat benzodiazepine
dalam gangguan ansietas menyebabkan banyak dokter memilih antidepresan trisiklik.
Meskipun pengobatan ini efektif, tetapi efek samping seperti hipotensi ortostatik,
konstipasi, retensi urin, mulut kering dan pandangan kabur. Contoh obat TCA adalah
amitriptilin, imipramine, dan nortriptilin.
16

Gambar 10.1 Rekomendasi Terapi Ansietas Menurut Canadian Psychiatri


Association.
BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
1. Form Soap.
2. Form Medication Record.
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific.
5. Laptop dan Koneksi Internet.

3.2 Bahan
1. Text book.
2. Data nilai normal laboratorium.
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).

3.3 Kasus
Saudara A, umur 20 tahun, datang ke klinik mengeluhkan kegelisahannya yang
berlebihan dan kesulitan dalam mengendalikan dirinya, terutama pada waktu ujian. Sehingga
sebagai bentuk ketakutannya ia selalu mengulang materi yang telah ia pelajari berkali-kali.
Selain itu dia khawatir tentang hubungannya dengan pasangannya, dikarenakan takut
kekurangannya diketahui pacarnya. Saudara A juga terkadang mengalami serangan panik
tiba-tiba, namun ini bukan hal yang utama yang terlihat dari dirinya. Dokter memberinya obat
diazepam 5 mg (2 x 1).

17
DAFTAR PUSTAKA

Amelia Herawati, dkk. Tugas Farmakoterapi 2 “Ansietas”. 2017. Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi. Yayasan Pharmasi Semarang.
Canadian Psychiatic Association. Clinical Practice Guideline Managemnet of Anxiety
Disorders. Canadian J Psychiaty. 2006. 51 Suppl 2.
Donnas Fitri Annisa, Ifdil. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Usia Lanjut (Lansia).
Sumatera Utara: Universitas Negeri Padang.
Halter, M. J. 2014. Varcarolis’ Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing. Diakses
[online] http://evolve.elsevier.com/Varcarolis’, pada 10 Juni 2019
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Jakarta: Bursa Ilmu
Kirkwood, C.K., and Melton, S. T. 2008. Anxiety Disorders I: Generalized Anxiety, Panic
and Social Anxiety Disorders in Dipiro (eds): Pharmacotherapy, a
Pathophysiological Approach, 7th ed. New York: McGraw-Hill.
Locke, B. L., Nell, K., and Cameron, G. S.2015. Diagnosis and Management of Generalized
Anxiety Disorder and Panic Disorder in Adults. American Family Physician, 91(9).
Misgiyanto & Susilawati, D. 2014. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif. Semarang: Universitas Diponegoro.
Nevid, J.S, Rathus, S.A., & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Nemeroff, C. B. The Role of GABA in The Phatophysiology and Treatment of Anxiety
Disorders. Psychopharmacol. 2003. 37:133-146
Nur Ghufron & Rini Risnawita, S. (2014). Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar- Ruzz
Media.
Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra. (2012). Manajemen Emosi: Sebuah panduan
cerdas bagaimana mengelola emosi positif dalam hidup Anda. Jakarta: Bumi Aksara.
Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric Mental Health Nursing. 5th edition. Wolters Kluwer
Health. Lippincott Wiliams&Wilkins

Anda mungkin juga menyukai