Dosen Pengampu :
Dhiancinantyan Windydaca Brata Putri S.Farm., M.Farm., Apt.
i
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1Tujuan Praktikum.............................................................................................1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
DASAR TEORI
2
3
PPOK, emboli paru dan pneumonia) dan lain-lainnya (anemia, SLE dan disfungsi
vestibular).
• Obat-Obatan
Beberapa pengobatan juga dapat menyebabkan gangguan ansietas, misalnya
karbamazepin, antidepresan golongong SSRI, felodipin, antibiotik quinolone,
isoniazid, teofilin, prednisone, levodopa, ibuprofen dan lainnya. Penggunaan obat
herbal seperti ma huang, ginseg dan ephedra juga dapat menyebabkan ansietas.
Beberapa agen stimulant (amfetamin, kokain dan kafein), simpatomimetika
(pseudoefedrin), dan hormone tiroid (levotiroksin) dapat memicu terjadinya ansietas.
Disamping itu toksisitas beberapa obat seperti digoksin, antikolinergik dan
antihistamin serta akibat gejala putu obat sedative dan alkohol juga berupa gangguan
ansietas.
1. Pengalaman negatif pada masa lalu Sebab utama dari timbulnya rasa cemas kembali pada
masa kanak-kanak, yaitu timbulnya rasa tidak menyenangkan mengenai peristiwa yang
dapat terulang lagi pada masa mendatang, apabila individu menghadapi situasi yang sama
dan juga menimbulkan ketidaknyamanan, seperti pengalaman pernah gagal dalam
mengikuti tes
2. Pikiran yang tidak rasional Pikiran yang tidak rasional terbagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kegagalan ketastropik, yaitu adanya asumsi dari individu bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi pada dirinya. Individu mengalami kecemasan serta perasaan
ketidakmampuan dan ketidaksanggupan dalam mengatasi permaslaahannya.
b. Kesempurnaan, individu mengharapkan kepada dirinya untuk berperilaku sempurna
dan tidak memiliki cacat. Individu menjadikan ukuran kesempurnaan sebagai sebuah
target dan sumber yang dapat memberikan inspirasi.
c. Persetujuan
d. Generalisasi yang tidak tepat, yaitu generalisasi yang berlebihan, ini terjadi pada
orang yang memiliki sedikit pengalaman.
Asmadi (2008) respons fisiologis yang terjadi pada ansietas ringan yaitu nadi dan
tekanan darah sedikit meningkat, adanya gangguan pada lambung, muka berkerut, dan
bibir bergetar.Respons kognitif dan afektif yang terjadi yaitu gangguan konsentrasi,
tidak dapat duduk tenang, dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang, lapang pandang individu menyemit. Selain itu individu
mengalami penurunan pendengaran, penglihatan, kurang menangkap informasi dan
menunjukkan kurangnya perhatian pada lingkungan. Terhambatnya kemampuan untuk
berpikir jernih, tapi masih ada kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah
meskipun tidak optimal. Respons fisiologis yang dialami yaitu jantung berdebar,
meningkatnya nadi dan respiratory rate, keringat dingin, dan gejala somatik ringan
(seperti gangguan lambung, sakit kepala, sering berkemih). Terdengar suara sedikit
bergetar. Ansietas ringan atau ansietas sedangdapat menjadi sesuatu yang membangun
karena kecemasan yang terjadi merupakan sinyal bahwa individu tersebut membutuhkan
perhatian atau kehidupan individu tersebut dalam keadan bahaya.
c. Ansietas Berat
Semakin tinggi level ansietas, maka lapang pandang seseorang akan semakin
menurun atau menyempit. Seseorang yang mengalami ansietas berat hanya mampu fokus
pada satu hal dan mengalami kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Pada level ini
individu tidak memungkinkan untuk belajar dan memecahkan masalah, bahkan bisa jadi
individu tersebut linglung dan bingung. Gejala somatik meningkat, gemetar, mengalami
hiperventilasi, dan mengalami ketakutan yang besar.
d. Panik
Individu yang mengalami panik sulit untuk memahami kejadian di lingkungan
sekitar dan kehilangan rangsangan pada kenyataan. Kebiasaan yang muncul yaitu
mondar-mandir, mengamuk, teriak, atau adanya penarikan dari lingkungan sekitar.
Adanya halusinasi dan persepsi sensorik yang palsu (melihat seseorang atau objek yang
tidak nyata). Tidak terkoordinasinya fisiologis dan adanya gerakan impulsif. Pada tahap
panik ini individu dapat mengalami kelelahan. Menurut Maramis (2003) gangguan panik
ditandai dengan serangan ansietas sekitar 15-30 menit per episode. Selama serangan
panik, individu merasa sangat ketakutan disertai jantung berdebar, nyeri dada, perasaan
tercekik, berkeringat, gemetar, mual, pusing, perasaan yang tidak real, dan takut mati.
Serangan panik dapat terjadi secara spontan. Frekuensinya bervariasi tiap individu.
9
mandir, menurun
memukulkan Penyelesaian
Kewaspadaan dan
ketegangan
meningkat
Sering berkemih,
sakit kepala, pola
tidur berubah, nyeri
punggung.
3. Berat (3+) Ketegangan otot Lapang persepsi Sangat cemas
berat terbatas Agitasi
Hiperventilasi Proses berfikir Takut
Kontak mata buruk terpecah pecah Bingung
b. Model GABA
Terdapat 2 keluarga besar reseptor protein GABA adalah GABAa dan GABAb.
GABA adalah neurotransmitter inhibitori utama dalam susunan syaraf pusat yang
mempunyai pengaturan kuat atau efek inhibitori pada sistem 5-HT, NE dan Dopamin
(DA). Pada saat GABA terikat reseptor GABAa, saluran ion Cl terbuka dan menyebabkan
influx muatan negative. Kondisi ini menyebabkan hiperpolarisasi membrane sel dan
menurunkan eksitabilitas sel syaraf. Efek penurunan eksitabilitas syaraf ini menjadi
mekanisme efek ansioloitik obat-obat agonis GABA, seperti pada obat golongan
benzodiazepine (Nemerfoff, 2003).
c. Model Serotonin
Gangguan pada sistem serotonin yang merupakan neurotransmitter inhibitori
minimbulkan gangguan pada pelepasan dan reuptake pada autoreseptor presinaptik,
transpoter reuptake serotonin atau efek serotonin pada reseptor postsinaptik. Mekanisme
ini diduga memegang peranan dalam munculnya gangguan ansietas. Peran yang pasti 5-
HT pada gangguan panic belum diketahui secara pasti, namun 5-HT mungkin memainkan
peran dalam mengantisipasi berkembangnya kecemasan. Dipostulasikan bahwa aktivitas
yang lebih pada 5-HT akan mengurangi aktivitas NE di LC. Obat-obat SSRI yang secara
cepat meningkatkan kadar 5-HT yang tersedia pada pasca sinaptik terbukti efektif
menekan gejala panic dan kecemasan. Aktivitas rendah 5-HT dapat menyebabkan
disregulasi neurotransmitter lain. NE dan sistem 5-HT saling terkait erat, dan interaksi
antara keduanya bersifat timbal balik dan bervariasi. NE dapat bertindak pada ujung
presinaptik syaraf 5-HT untuk mengurangi pelepasan 5-HT dan aktivitas tersebut pada
reseptor pascasinaptik dapat menyebabkan peningkatan pelepasan 5-HT. stimulasi dari
reseptor 5-HT2A pascasinaptik dalam sistem limbic berkontribusi terhadap kecemasan
dan perilaku penghindaran.
HARS merupakan salah satu kuesioner yang mengukur skala ansietas yang masih
digunakan sampai saat ini. Kuesioner terdiri atas 14 item. Masing-masing item terdiri atas
0 (tidak terdapat) sampai 4 skor (terdapat).
b. Taylor Manifest Anxiety Scale (T-MAS)
T-MAS merupakan kuesioner yang dirancang untuk mengukur skala ansietas pada
individu (Oxford Index, 2017). T-MAS terdiri atas 38 pernyataan yang terdiri atas
kebiasaan dan emosi yang dialami. Masing-masing item terdiri atas “ya” dan “tidak”
(Psychology tools, 2017).
c. Depression, Anxiety Stress Scale (DASS)
DASS terdiri atas pertanyaan terkait tanda dan gejala depresi, ansietas dan stres.
Kuesioner DASS ada dua jenis yaitu DASS 42 dan DASS 21. DASS 42 terdiri atas 42
pertanyaan sedangkan DASS 21 terdiri atas 21 pertanyaan, masing-masing gangguan
(depresi, ansietas, dan stres) terdapat 7 pertanyaan. Masing-masing item terdiri atas 0
(tidak terjadi dalam seminggu terakhir) sampai 3 (sering terjadi dalam waktu seminggu
terakhir) (Psychology Foundation of Australia, 2014).
d. Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS)
Kuesioner SAS terdiri atas 20 pernyataan terkait gejala ansietas. Masing-masing
pernyataan terdapat 4 penilaian yang terdiri dari 1 (tidak pernah), 2 (jarang), dan 3
(kadangkadang), dan 4 (sering). Klasifikasi tingkat ansietas berdasarkan skor yang
diperoleh yaitu 20-40 (tidak cemas), 41-60 (ansietas ringan), 61-80 (ansietas sedang), dan
81-100 (ansietas berat) (Syarifah, 2013).
e. Anxiety Visual Analog Scale (Anxiety VAS)
Suatu alat untuk mengukur tingkat kecemasan dengan menggunakan garis
horizontal berupa skala sepanjang 10cm atau 100mm. Penilaiannya yaitu ujung sebelah
kiri mengidentifikasikan “tidak ada kecemasan” dan semakin ke arah ujung sebelah kana
kecemasan yang dialami luar biasa (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
motivasi dan keinginan pasien sangat penting ketika memilih pengobatan. Ada beberapa
terapi on-farmakologi yang bisa dilakukan untuk mengendalikan gangguan ansietas,
yaitu:
• Cognitive-Behavioral Therapy
• Exposure Therapy
• Acceptant and Commitment Therapy
• Dialectical Behavioral Therapy
• Interpersonal Therapy
• Eye Movement Desensitization and Reprocessing
a. Terapi Farmakologi
Pengobatan gangguan kecemasan membutuhkan waktu lama dan kesabaran untuk
menemukan obat yang terbaik bagi pasien. Terdapat 4 kelas utama pengobatan yang
digunakan, yaitu:
SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs memperbaiki gejala ansietas dengan cara penghambatan reabsorpsi atau
reuptake serotonin melalui sel syaraf tertentu di otak. Kondisi ini menyebabkan
pengembalian lebih banyak serotonin yang akan memperbaiki mood. SSRIs pada
umumnya mempunyai efek samping yang lebih rendah dariada antidepresan trisiklik.
Contoh obat SSRIs adalah citalopram, escitalopram, fluoksetin, paroksetin dan
setralin.
SNRIs (Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors)
Obat golongan SNRIs mempunyai ua meknisme kerja dengan cara meningkatkan
kadar neuorotransmitter serotonin dan norepinephrine melalui penghambatan
reabsorpsinya ke dalam sel di otak. Efek samping yang mungkin terjadi seperti
gangguan lambung, insomnia, sakit kepala, disfungsi seksual dan peningkatan kecil
tekanan darah. Contoh obat SNRIs adalah venlafaksin, dan duloksetin.
Benzodiazepine
Benzodiazepine mempunyai efektivitas yang tinggi dalam memacu relaksasi dan
mengurangi tegangan otot serta gejala fisik lain dalam gangguan ansietas.
Benzodiazepine berguna sebagai terapi tambahan dalam awal perawatan, khususnya
untuk kecemasan akut dan agitasi, akan tetapi efek samping dari benzodiazepine
15
3.1 Alat
1. Form Soap.
2. Form Medication Record.
3. Catatan Minum Obat
4. Kalkulator Scientific.
5. Laptop dan Koneksi Internet.
3.2 Bahan
1. Text book.
2. Data nilai normal laboratorium.
3. Evidence terkait (Journal, Systematic Review, Meta Analysis).
3.3 Kasus
Saudara A, umur 20 tahun, datang ke klinik mengeluhkan kegelisahannya yang
berlebihan dan kesulitan dalam mengendalikan dirinya, terutama pada waktu ujian. Sehingga
sebagai bentuk ketakutannya ia selalu mengulang materi yang telah ia pelajari berkali-kali.
Selain itu dia khawatir tentang hubungannya dengan pasangannya, dikarenakan takut
kekurangannya diketahui pacarnya. Saudara A juga terkadang mengalami serangan panik
tiba-tiba, namun ini bukan hal yang utama yang terlihat dari dirinya. Dokter memberinya obat
diazepam 5 mg (2 x 1).
17
DAFTAR PUSTAKA
Amelia Herawati, dkk. Tugas Farmakoterapi 2 “Ansietas”. 2017. Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi. Yayasan Pharmasi Semarang.
Canadian Psychiatic Association. Clinical Practice Guideline Managemnet of Anxiety
Disorders. Canadian J Psychiaty. 2006. 51 Suppl 2.
Donnas Fitri Annisa, Ifdil. 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Usia Lanjut (Lansia).
Sumatera Utara: Universitas Negeri Padang.
Halter, M. J. 2014. Varcarolis’ Foundation of Psychiatric Mental Health Nursing. Diakses
[online] http://evolve.elsevier.com/Varcarolis’, pada 10 Juni 2019
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Jakarta: Bursa Ilmu
Kirkwood, C.K., and Melton, S. T. 2008. Anxiety Disorders I: Generalized Anxiety, Panic
and Social Anxiety Disorders in Dipiro (eds): Pharmacotherapy, a
Pathophysiological Approach, 7th ed. New York: McGraw-Hill.
Locke, B. L., Nell, K., and Cameron, G. S.2015. Diagnosis and Management of Generalized
Anxiety Disorder and Panic Disorder in Adults. American Family Physician, 91(9).
Misgiyanto & Susilawati, D. 2014. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat
Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif. Semarang: Universitas Diponegoro.
Nevid, J.S, Rathus, S.A., & Greene B. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Nemeroff, C. B. The Role of GABA in The Phatophysiology and Treatment of Anxiety
Disorders. Psychopharmacol. 2003. 37:133-146
Nur Ghufron & Rini Risnawita, S. (2014). Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar- Ruzz
Media.
Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra. (2012). Manajemen Emosi: Sebuah panduan
cerdas bagaimana mengelola emosi positif dalam hidup Anda. Jakarta: Bumi Aksara.
Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric Mental Health Nursing. 5th edition. Wolters Kluwer
Health. Lippincott Wiliams&Wilkins