FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
OLEH :
SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Hj. Hermiaty Nasruddin, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-
Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan literature review
ini dengan judul “Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian IKM IKK.
Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat
yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
referat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
makalah ini. Saya berharap sekiranya makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Amin.
Hormat Saya,
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas referat pada tanggal Juni 2020 dan telah mendapatkan
perbaikan. Tugas ini dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen IKM
IKK Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Menyetujui,
Pembimbing Penulis
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh
pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali
lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK
(yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab
utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat
kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan
kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia
adalah akibat PJK.1
Selain PJK, PJB merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan.
Angka kejadian PJB di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus dari
135 juta kelahiran hidup setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 300.000
kasus dikategorikan PJB berat yang membutuhkan operasi kompleks agar dapat
bertahan hidup. Sementara di Indonesia, angka kejadian PJB diperkirakan
mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup (9 : 1000 kelahiran hidup)
setiap tahunnya.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat
otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan arteri koroner.
Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme
atau kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol
dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan hal ini
sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada.2,3
Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada
atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan
terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh.2
2. Epidemiologi
4. Faktor Risiko
1) Faktor Risiko yang dapat diubah
a. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang
merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat, yaitu kenaikan tekanan
darah sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg.
Meningkatnya tekanan darah dapat mengakibatkan penyakit jantung
koroner.
b. Dislipidemia
Sebenarnya kolestrol bukanlah sesuatu yang merusak tubuh selama
kadarnya tidak berlebihan, tetapi justru diperlukan dalam proses fisiologis
seperti pembentukan membran sel, hormon steroid dan empedu. Studi
framingham menyatakan bahwa risiko PJK meningkat dua kali pada kadar
kolestrol total diatas 240 mg/dl dibanding dengan pasien dengan kadar
kolestrol total dibawah 200 mg/dl. Dari hasil penelitian Wardoyo 2017
menunjukkan bahwa dengan adanya dislipidemia atau perubahan pada
fraksi lipid (kolesterol, trigliserid, LDL dan HDL) mempunyai risiko 2,8
kalilebih besar untuk terjadinya PJK dibandingkan dengan yang tidak
mengalami dislipidemia. Dislipidemia juga memiliki hubungan yang
bermakna secara statistik untuk terjadinya PJK pada usia < 45 tahun.
Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya
endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau atau disebut plaque
cholesterol. Pengendapan ion kalsium pada plaque cholesterol
menyebabkan plaque yang tadinya lunak menjadi keras dan kaku. Hal ini
menyebabkan dinding pembuluh darah juga menjadi kaku dan tidak
elastis. Selain itu dengan adanya plaque cholesterol yang mengeras
menyebabkan dinding bagian dalam pembuluh darah menjadi sempit dan
tidak licin, sehingga suplai darah ke organ tersebut menjadi berkurang.
Jika pengerasan itu terjadi pada arteri yang mensuplai darah ke jantung
(arteri koronaria) maka terjadilah penyakit jantung koroner (PJK).12
c. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko mayor untuk timbulnya
aterosklerosis yang dapat dimodifkasi. Rokok dapat menyebabkan
aterosklerosis melalui beberapa cara, diantaranya peningkatan modifikasi
oksidasi LDL, penurunan HDL, disfungsi endotel akibat hipoksia dan
stress oksidatif, peningkatan perlekatan platelet, peningkatan ekspresi
CAM, aktifasi simpatis oleh nikotin.
Dari hasil penelitian Wardoyo 2017 menunjukkan bahwa dengan adanya
kebiasaan merokok mempunyai risiko 2,3 kalilebih besar untuk terjadinya
PJK pada usia < 45 tahun dibandingkan dengan yang tidak mempunyai
kebiasaan merokok.
d. Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan factor risiko terhadap PJK yaitu bila kadar
glukosa darah naik terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi pekat, hal ini
mendorong terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner.
e. Obesitas
Orang dengan berat badan berlebihan mempunyai kemungkinan terkena
penyakit jantung dan stroke lebih tinggi. Gemuk tidak sehat karena
kelebihan berat badan meningkatkan beban jantung. Ini berhubungan
dengan penyakit jantumg koroner terutama karena pengaruhnya pada
tekanan darah, kadar kolesterol darah juga diabetes melitus.
f. Ketidakaktifan fisik
Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL kolestrol,
memperbaikai kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi,
memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard, menurunkan
berat badan, menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita
DM, menurunkan tekanan darah.
g. Stress
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang
tinggi yang dapat berakibat mempercepat kekejangan (spasme) arteri
koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.
5. Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya
ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah
arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal.5
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan
disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada
sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan
permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan
trigliserida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah.5
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini
kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus
berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah
(tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga
mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan
kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan
yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh
mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-
arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri.
6. Manifestasi Klinis
Menurut, Hermawatirisa 2014, gejala penyakit jantung koroner:
1) Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2) Gangguan pada irama jantung
3) Pusing
4) Rasa lelah berkepanjangan
5) Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang
berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat
perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada,
pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.
7. Klasifikasi
Klasifikasi PJK:6
1) Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris
Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya
suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau
lengan yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas
fisik atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan
istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual. Angina pektoris
stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang
merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan oksigen miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh
stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas
oksigen di dalam darah.7,8
2) Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris
Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis
ekuivalen ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu
dari tiga hal berikut;
a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya
berakhir setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan
nitrogliserin).
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan
merupakan onset baru (dalam 1 bulan).
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama,
atau lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan
iskemik dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada
EKG.7
3) Infark Miokard Akut
Infark miokard adalah suatu keadaan yang berat disebabkan oleh
oklusi (penutupan mendadak pembuluh koroner) atau cabangnya yang
mengalami sklerosis (pengerasan). Biasanya cara penutupan disebabkan
adanya trombus dan perdarahan dalam intima. Terjadinya trombus
disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung
pada arteri yang oklusi. Infark Miokard terbagi 2 yaitu Non ST Elevasi
Miokardial Infark (NSTEMI) dan ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI).
1. Firdaus, Isman. 2019. Hari Jantung Sedunia (World Heart Day): Your
Heart is Our Heart Too. PERKI
2. Sumantri, Jhodi. 2019. P2PTM Kementrian Kesehatan RI
3. Daniel Hayes, M.D, Distress sudden exercise raise heart attack risk,
American Heart Association, July 27, 1999, 1-4.
4. Imam Soeharto, Penyakit jantung koroner dan serangan jantung, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014.
5. Boedhi Darmojo, Hadi Martono, Penyakit kardiovaskuler pada lanjut
usia, Dalam : Buku Ajar: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 1999, 242-262
6. Lloyd W. Klein, MD, Sandeep Nathan, MD, Coronary artery diseases in
young adulths, Journal of the American College of Cardiology
Foundation, 2003; 41:529-531
7. Anna Ulfa, Gejala awal dan deteksi dini penyakit jantung koroner, Artikel
Ilmiah PdPERSI, Jakarta, 2000.
8. Yusnidar, Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian PJK
pada wanita usia > 45 tahun, Tesis, PPS Magister Epidemiologi UNDIP,
Semarang, 2007
9. Falk E and Fuster V, Atherogenesis and its Determinants, In: Hurst’s The
Heart, 2001, 35: 1065-1093.
10. Jenkin PJ, Harper RW, Nestel PJ, Severity of coronary atherosclerosis
related to lipoprotein concentration, Br J Med 1978; 3:388-391.
11. Glueck CJ, Mattson F, Bierman EL, Diet and coronary heart disease;
another view, N Engl J Med 1978; 298 : 1471-1473.
12. Glasgow AM, August GP, Hung W, Relationship between control and
serum lipids in juvenile-onset diabetes, Care 4: 76, 1981