Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN IKM IKK JUNI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH


TERHADAP
KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER

OLEH :

Aydilla Lil ‘Annisani


111 2018 2073

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Hj. Hermiaty Nasruddin, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-
Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan literature review
ini dengan judul “Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Penyakit Jantung Koroner” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian IKM IKK.

Selama persiapan dan penyusunan laporan kasus ini rampung, penulis


mengalami kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan
kritik dari berbagai pihak akhirnya laporan kasus ini dapat terselesaikan serta tak
lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tulisan ini.

Semoga amal dan budi baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat
yang melimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
referat ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan
makalah ini. Saya berharap sekiranya makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
semua. Amin.

Makassar, Juni 2020

Hormat Saya,

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Aydilla Lil ‘Annisani

Stambuk : 111 2018 2073

Judul Referat : Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap


Kejadian Penyakit Jantung Koroner

Telah menyelesaikan tugas referat pada tanggal Juni 2020 dan telah mendapatkan
perbaikan. Tugas ini dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen IKM
IKK Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

Makassar, Juni 2020

Menyetujui,

Pembimbing Penulis

dr. Hj. Hermiaty Nasruddin, M.Kes Aydilla Lil ‘Annisani


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular masih menjadi ancaman dunia (global threat) dan


merupakan penyakit yang berperan utama sebagai penyebab kematian nomor satu
di seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, lebih
dari 17 juta orang di dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh
darah. Sedangkan sebagai perbandingan, HIV / AIDS, malaria dan TBC secara
keseluruhan membunuh 3 juta populasi dunia. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh
darah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Setidaknya, 15 dari 1000 orang,
atau sekitar 2.784.064 individu di Indonesia menderita penyakit jantung.1

Penyakit Kardiovaskular juga paling sering menyerang kelompok usia


produktif, sehingga mortalitasnya menyebabkan beban ekonomi dan sosial
terhadap masyarakat.1

Berbagai spektrum penyakit kardiovaskular di antaranya adalah penyakit


jantung koroner, penyakit jantung bawaan, gagal jantung, gangguan irama
jantung, dan penyakit katup jantung. Saat ini penyakit jantung koroner masih
berkontribusi sebagai spektrum penyakit jantung terbanyak di seluruh dunia dan
menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.1

Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh
pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini dua kali
lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di Indonesia dilaporkan PJK
(yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem sirkulasi) merupakan penyebab
utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat
kali lebih tinggi dari angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan
kata lain, lebih kurang satu diantara empat orang yang meninggal di Indonesia
adalah akibat PJK.1
Selain PJK, PJB merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan.
Angka kejadian PJB di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus dari
135 juta kelahiran hidup setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 300.000
kasus dikategorikan PJB berat yang membutuhkan operasi kompleks agar dapat
bertahan hidup. Sementara di Indonesia,  angka kejadian PJB diperkirakan
mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup (9 : 1000 kelahiran hidup)
setiap tahunnya.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Penyakit Jantung Koroner  (PJK) adalah  gangguan fungsi jantung akibat
otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan arteri koroner.
Penyempitan pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme
atau kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol
dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan hal ini
sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada.2,3

Secara klinis, ditandai dengan nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada
atau dada terasa tertekan berat ketika sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan
terburu-buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh.2

Penyakit jantung  koroner terdiri  dari  penyakit jantung  koroner stabil 


tanpa gejala, angina pektoris stabil, dan Sindrom Koroner Akut (SKA). Penyakit
jantung koroner stabil tanpa gejala  biasanya  diketahui  dari  skrining,  sedangkan
angina  pektoris stabil  didapatkan gejala nyeri dada bila melakukan aktivitas yang
melebihi aktivitas sehari-hari.2

2. Epidemiologi

Data WHO tahun 2015 menunjukkan bahwa 70% kematian di dunia


disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (39,5 juta dari 56,4 kematian). Dari
seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) tersebut, 45% nya
disebabkan oleh Penyakit jantung dan pembuluh darah, yaitu 17.7 juta dari 39,5
juta kematian.2

Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi Penyakit Jantung berdasarkan


diagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5%, dengan peringkat prevalensi
tertinggi.2
1. Provinsi Kalimantan Utara 2,2%,
2. DIY 2%,
3. Gorontalo 2%.
Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan
prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional.
Delapan provinsi tersebut adalah:2
1. Aceh (1,6%),
2. Sumatera Barat (1,6%),
3. DKI Jakarta (1,9%),
4. Jawa Barat (1,6%),
5. Jawa Tengah (1,6%),
6. Kalimantan Timur (1,9%),
7. Sulawesi Utara (1,8%) dan
8. Sulawesi Tengah (1,9%).
Berdasarkan jenis kelamin, Prevalensi PJK lebih tinggi pada perempuan
(1,6%) dibandingkan pada laki-laki (1,3%). Sedangkan jika dilihat dari sisi
pekerjaan, ironisnya penderita Penyakit Jantung tertinggi terdapat pada aparat
pemerintahan, yaitu PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD dengan prevalensi 2,7%. 
Begitu pula, jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak
menderita Penyakit Jantung dengan prevalensi 1,6% dibandingkan penduduk
perdesaan yang hanya 1,3%.2
Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014 menunjukkan
PJK merupakan penyebab kematian tertinggi kedua setelah stroke, yaitu
sebesar 12,9% dari seluruh penyebab kematian tertinggi di Indonesia.2
Data BPJS menunjukkan adanya peningkatan biaya kesehatan untuk PJK
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 PJK menghabiskan dana BPJS sebesar
4,4 Triliun Rupiah, kemudian meningkat menjadi 7,4 Triliun Rupiah pada
tahun 2016 dan masih terus meningkat pada tahun 2018 sebesar 9,3 Triliun. 
Hal ini menunjukkan besarnya beban negara terhadap penanggulangan PJK,
yang seharusnya dapat dikendalikan dengan mengendalikan faktor risiko.2
3. Etiologi
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah,
kemampuan jantung memompa darah dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem
pengontrol irama jantung dan berakhir dengan kematian.4

4. Faktor Risiko
1) Faktor Risiko yang dapat diubah
a. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah, yang
merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat, yaitu kenaikan tekanan
darah sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg.
Meningkatnya tekanan darah dapat mengakibatkan penyakit jantung
koroner.
b. Dislipidemia
Sebenarnya kolestrol bukanlah sesuatu yang merusak tubuh selama
kadarnya tidak berlebihan, tetapi justru diperlukan dalam proses fisiologis
seperti pembentukan membran sel, hormon steroid dan empedu. Studi
framingham menyatakan bahwa risiko PJK meningkat dua kali pada kadar
kolestrol total diatas 240 mg/dl dibanding dengan pasien dengan kadar
kolestrol total dibawah 200 mg/dl. Dari hasil penelitian Wardoyo 2017
menunjukkan bahwa dengan adanya dislipidemia atau perubahan pada
fraksi lipid (kolesterol, trigliserid, LDL dan HDL) mempunyai risiko 2,8
kalilebih besar untuk terjadinya PJK dibandingkan dengan yang tidak
mengalami dislipidemia. Dislipidemia juga memiliki hubungan yang
bermakna secara statistik untuk terjadinya PJK pada usia < 45 tahun.
Kadar kolesterol yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya
endapan kolesterol pada dinding pembuluh darah atau atau disebut plaque
cholesterol. Pengendapan ion kalsium pada plaque cholesterol
menyebabkan plaque yang tadinya lunak menjadi keras dan kaku. Hal ini
menyebabkan dinding pembuluh darah juga menjadi kaku dan tidak
elastis. Selain itu dengan adanya plaque cholesterol yang mengeras
menyebabkan dinding bagian dalam pembuluh darah menjadi sempit dan
tidak licin, sehingga suplai darah ke organ tersebut menjadi berkurang.
Jika pengerasan itu terjadi pada arteri yang mensuplai darah ke jantung
(arteri koronaria) maka terjadilah penyakit jantung koroner (PJK).12
c. Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko mayor untuk timbulnya
aterosklerosis yang dapat dimodifkasi. Rokok dapat menyebabkan
aterosklerosis melalui beberapa cara, diantaranya peningkatan modifikasi
oksidasi LDL, penurunan HDL, disfungsi endotel akibat hipoksia dan
stress oksidatif, peningkatan perlekatan platelet, peningkatan ekspresi
CAM, aktifasi simpatis oleh nikotin.
Dari hasil penelitian Wardoyo 2017 menunjukkan bahwa dengan adanya
kebiasaan merokok mempunyai risiko 2,3 kalilebih besar untuk terjadinya
PJK pada usia < 45 tahun dibandingkan dengan yang tidak mempunyai
kebiasaan merokok.
d. Diabetes Mellitus
Diabetes melitus merupakan factor risiko terhadap PJK yaitu bila kadar
glukosa darah naik terutama bila berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi pekat, hal ini
mendorong terjadinya pengendapan aterosklerosis pada arteri koroner.
e. Obesitas
Orang dengan berat badan berlebihan mempunyai kemungkinan terkena
penyakit jantung dan stroke lebih tinggi. Gemuk tidak sehat karena
kelebihan berat badan meningkatkan beban jantung. Ini berhubungan
dengan penyakit jantumg koroner terutama karena pengaruhnya pada
tekanan darah, kadar kolesterol darah juga diabetes melitus.
f. Ketidakaktifan fisik
Aktifitas fisik (exercise) dapat meningkatan kadar HDL kolestrol,
memperbaikai kolesterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi,
memperbaiki fungsi paru dan pemberian oksigen ke miocard, menurunkan
berat badan, menurunkan kolesterol, trigliserida, dan KGD pada pendrita
DM, menurunkan tekanan darah.
g. Stress
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang
tinggi yang dapat berakibat mempercepat kekejangan (spasme) arteri
koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu.

2) Faktor Risiko yang tidak dapat dubah


a. Umur
Penderita PJK sering ditemui pada usia 60 ke atas, tetapi pada usia
dibawah 40 tahun sudah ditemukan. Pada laki-laki, kasus kematian PJK
mulai dijumpai pada usia 35 tahun, dan terus meningkat dengan
bertambahnya usia. Pada laki-laki kadar kolesterol akan meningkat
sampai usia 50 tahun dan akhirnya akan turun sedikit setelah 50 tahun.
Kadar kolesterol perempuan biasanya meningkatkan menjadi lebih tinggi
dari pada laki-laki. Pada penelitian Wardoyo 2017 umur responden pada
kelompok kasus banyak dijumpai pada kelompok umur 36-45 tahun,
yaitu sebanyak 83,7% sedangkan pada kelompok kontrol banyak
dijumpai pada kelompok umur 51-60 tahun, yaitu sebanyak 51,2%.
b. Jenis kelamin
Di AS gejala PJK sebelum berumur 60 tahun di dapatkan pada 1 dari 5
laki-laki dan 1 dari 17 perempuan, ini berarti bahwa laki-laki mempunyai
resiko PJK 2-3 kali lebih besar daripada perempuan.
c. Genetik
Gillium (1978) menyatakan bahwa PJK cenderung lebih banyak pada
subjek orang tuanya telah menderita PJK dini. Bila kedua orang tua
penderita PJK menderita PJK pada usia muda, maka anaknya mempunyai
resiko yang lebih tinggi bagi perkembangan PJK dari pada hanya
seseorang atau tidak ada orang tuanya menderita PJK.

5. Patofisiologi
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya
ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah
arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal.5
Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan
disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada
sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan
permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan
trigliserida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh
darah.5
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini
kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus
berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah
(tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga
mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan
kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan
yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh
mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-
arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan kemudian terjadi iskemia
(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga
menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam
laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri.
6. Manifestasi Klinis
Menurut, Hermawatirisa 2014, gejala penyakit jantung koroner:
1) Timbulnya rasa nyeri di dada (Angina Pectoris)
2) Gangguan pada irama jantung
3) Pusing
4) Rasa lelah berkepanjangan
5) Sakit perut, mual dan muntah
Penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis yang
berbeda-beda. Untuk menentukan manifestasi klinisnya perlu melakukan
pemeriksaan yang seksama. Dengan memperhatikan klinis penderita, riwayat
perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi saat istirahat, foto dada,
pemeriksaan enzim jantung dapat membedakan subset klinis PJK.

7. Klasifikasi
Klasifikasi PJK:6
1) Angina Pektoris Stabil/Stable Angina Pectoris
Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya
suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau
lengan yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas
fisik atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan
istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual. Angina pektoris
stabil adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang
merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan oksigen miokard. Iskemia miokard dapat disebabkan oleh
stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan berkurangnya kapasitas
oksigen di dalam darah.7,8
2) Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris
Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis
ekuivalen ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu
dari tiga hal berikut;
a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya
berakhir setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan
nitrogliserin).
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan
merupakan onset baru (dalam 1 bulan).
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama,
atau lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan
iskemik dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada
EKG.7
3) Infark Miokard Akut
Infark miokard adalah suatu keadaan yang berat disebabkan oleh
oklusi (penutupan mendadak pembuluh koroner) atau cabangnya yang
mengalami sklerosis (pengerasan). Biasanya cara penutupan disebabkan
adanya trombus dan perdarahan dalam intima. Terjadinya trombus
disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan
trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark tergantung
pada arteri yang oklusi. Infark Miokard terbagi 2 yaitu Non ST Elevasi
Miokardial Infark (NSTEMI) dan ST Elevasi Miokardial Infark (STEMI).

Gambar 1. EKG Normal, STEMI dan NSTEMI


8. Pencegahan
Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular termasuk
PJK, pemerintah fokus pada upaya promotif dan preventif dengan tidak
meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif. Diantaranya dengan:
1. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sesuai dengan Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2017, yang tahun ini difokuskan pada kegiatan
deteksi dini, peningkatan aktivitas fisik serta konsumsi buah dan sayur;
2. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, sejalan dengan
agenda ke-5 Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
yang dimulai dari keluarga, diantaranya penderita hipertensi berobat teratur dan
tidak ada anggota keluarga yang merokok;
3. Meningkatkan gaya hidup sehat dengan perilaku “CERDIK”, yaitu 
 Cek kesehatan secara berkala, 
 Enyahkan asap rokok, 
 Rajin aktifitas fisik, 
 Diet sehat dan seimbang, 
 Istirahat cukup, 
 Kelola stres;
4. Melakukan pola hidup “PATUH” bagi penyandang PTM khususnya PJK,
yaitu 
 Periksa kesehatan secara rutin, 
 Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat, 
 Tetap aktivitas fisik dengan aman, 
 Upayakan diet sehat dan gizi seimbang, 
 Hindari asap rokok, minuman beralkohol dan zat karsinogenik lainnya.
9. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat.
2) Chest X-Ray (foto dada)
Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal
jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler.9
3) Latihan tes stres jantung (treadmill)
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak
digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak
jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika
arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka
ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman.9
4) Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua
bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas
memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama
serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin
menunjukkan penyakit arteri koroner.10
5) Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal
dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh darah
ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini
disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri
atau intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan
kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan
terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan.10
6) CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi Koroner
adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu
memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras
disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat
menghasilkan gambar arteri jantung yang berguna untuk mendeteksi
kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika
sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK.10
7) Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan
penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa
adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak
sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung.10
10. Penatalaksanaan
1) Dengan obat-obatan
a. Aspirin
Obat yang paling banyak diberikan, tujuannya adalah mengencerkan
darah agar tidak cepat membeku.
b. Beta Blocker
Obat yang menghambat kerja adrenalin agar tidak meresap kedalam
jantung dan pembuluh darah untuk mengurangi resiko terulangnya
serangan jantung sehingga mampu menurunkan angka kematian.
c. Penghambat ACE
Untuk menurunkan tingkat angiotensin sehingga dapat mencegah
kegagalan jantung.
d. Statin
Berfungsi menurunkan jumlah kolesterol yang dibuat dalam tubuh
khususnya di hati dan membantu agar pembuluh darah tidak
menyempit kembali.
2) Pembedahan
a. Angioplasti
Angioplasty dilakukan dengan memasukkan balon tipis dan panjang
melewati pembuluh darah yang menyempit dengan bantuan kawat
yang sangat halus, kemudian balon dipompa pada tekanan tinggi
hingga melebarkan pembuluh nadi dan sering memisahkan timbunan
lemak pada dinding pembuluh darah sehingga pembuluh membuka.
b. Bypass
Pembedahan bypass yaitu melakukan bypass terhadap penyumbatan di
arteri koronaria dan menggantikannya dengan pembuluh darah yang
diambil dari dinding dada atau kaki dengan menghentikan kerja
jantung dan menggantikannya dengan mesin jantung paru saat operasi
jantung dilakukan.
11. Komplikasi
Komplikasi PJK adalah:11
1) Disfungsi ventricular
2) Aritmia pasca STEMI
3) Gangguan hemodinamik
4) Ekstrasistol ventrikel
5) Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6) Syok kardiogenik
7) Gagal jantung kongestif
8) Perikarditis
9) Kematian mendadak
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

1. Firdaus, Isman. 2019. Hari Jantung Sedunia (World Heart Day):  Your
Heart is Our Heart Too. PERKI
2. Sumantri, Jhodi. 2019. P2PTM Kementrian Kesehatan RI
3. Daniel Hayes, M.D, Distress sudden exercise raise heart attack risk,
American Heart Association, July 27, 1999, 1-4.
4. Imam Soeharto, Penyakit jantung koroner dan serangan jantung, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014.
5. Boedhi Darmojo, Hadi Martono, Penyakit kardiovaskuler pada lanjut
usia, Dalam : Buku Ajar: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Balai
Penerbit FKUI, Jakarta 1999, 242-262
6. Lloyd W. Klein, MD, Sandeep Nathan, MD, Coronary artery diseases in
young adulths, Journal of the American College of Cardiology
Foundation, 2003; 41:529-531
7. Anna Ulfa, Gejala awal dan deteksi dini penyakit jantung koroner, Artikel
Ilmiah PdPERSI, Jakarta, 2000.
8. Yusnidar, Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian PJK
pada wanita usia > 45 tahun, Tesis, PPS Magister Epidemiologi UNDIP,
Semarang, 2007
9. Falk E and Fuster V, Atherogenesis and its Determinants, In: Hurst’s The
Heart, 2001, 35: 1065-1093.
10. Jenkin PJ, Harper RW, Nestel PJ, Severity of coronary atherosclerosis
related to lipoprotein concentration, Br J Med 1978; 3:388-391.
11. Glueck CJ, Mattson F, Bierman EL, Diet and coronary heart disease;
another view, N Engl J Med 1978; 298 : 1471-1473.

12. Glasgow AM, August GP, Hung W, Relationship between control and
serum lipids in juvenile-onset diabetes, Care 4: 76, 1981

Anda mungkin juga menyukai