Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Diagnosis dan Terapi Cephalgia Primer

Oleh:
Miftahurrahmi (1102015134)

Pembimbing:
Dr. Muhammad Tri Wahyu Pamungkas, M. Kes, Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


RSUD ARJAWINANGUN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 2 SEPTEMBER – 6 OKTOBER 2019
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri kepala atau cephalalgia adalah rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah kepala.
Nyeri kepala merupakan salah satu keluhan subjektif yang sering dilaporkan (Sjahrir, 2008)
Menurut World Health Organization (WHO) nyeri kepala biasanya dirasakan berulang kali oleh
penderita sepanjang hidupnya. Kurang lebih dalam satu tahun 90% dari populasi dunia
mengalami paling sedikit satu kali nyeri kepala.
Cephalgia diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. Yang termasuk ke
dalam nyeri kepala primer antara lain adalah: nyeri kepala tipe tegang (Tension Type Headache),
migrain, nyeri kepala cluster, dan nyeri kepala primer lain, contohnya hemicrania continua.
Nyeri kepala primer merupakan 90% dari semua keluhan nyeri kepala. Nyeri kepala juga dapat
terjadi sekunder, yang berarti disebabkan kondisi kesehatan lain.
Telah dilakukan penelitian sebelumnya bahwa dalam 1 tahun, 90% dari populasi dunia
mengalami paling sedikit 1 kali nyeri kepala. Dalam berbagai kasus, chepalgia dirasakan
berulang kali oleh penderitanya sepanjang hidupnya. Migrain merupakan penyebab tersering dari
cephalgia. Laporan WHO menunjukkan bahwa 3000 serangan migrain terjadi setiap hari untuk
setiap juta dari populasi di dunia. Di negara barat angka kejadian migrain berkisar antara 8-14%,
sedangkan di Asia lebih rendah yaitu 4-8%.
Secara umum, presentase nyeri kepala pada populasi orang dewasa adalah 47%, yaitu
10% migraine, 38% tension-type headache (TTH), 3% chronic headache (Jensen & Stovner,
2008). Dari penelitian yang dilaporkan Diamond di Amerika, prevalensi migraine pada laki-laki
didapatkan 6% sedangkan pada perempuan 15-18%, sedangkan untuk jenis TTH 59% dari
populasi pernah mengalami TTH satu hari per bulannya, dimana perempuan lebih banyak dari
pada laki-laki (1,5:1).
Hampir setiap orang mengalami nyeri kepala. Sebagian besar nyeri kepala tidak berkaitan
dengan kerusakan otak. Nyeri kepala biasanya terjadi akibat ketegangan pada otot-otot di leher,
kulit kepala dan dahi yang berkaitan dengan rasa cemas, stres atau kelelahan. Nyeri kepala dapat
pula diakibatkan oleh pembengkakan membran mukosa yang melapisi sinus sebagai respon
terhadap infeksi dan alergi saluran nafas, gangguan mata yang di sertai ketegangan otot mata,
dilatasi pembuluh-pembuluh darah serebrum, peningkatan tekanan intrakranium dan peradangan
atau pembengkakan pada daerah otak itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Menurut Soemarmo (2009) Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik
paling utama manusia. Sakit kepala merupakan gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan
penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), migren, respon stress, sakit kepala tegang atau
kombinasi respon tersebut. Chepalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi diatas garis
orbiomeatal. Nyeri kepala biasanya merupakan suaru gejala dari penyakit dan dapat terjadi
dengan atau tanpa adanya gangguan organic.
Nyeri kepala adalah suatu rasa nyeri atau rasa yang tidak enak pada daerah kepala,
termasuk meliputi daerah wajah dan tengkuk leher (Perdossi, 2013). Nyeri kepala merupakan
keluhan yang umum dialami oleh masyarakat. Menurut WHO (2012), sekitar 47% populasi
dewasa di dunia setidaknya pernah mengalami satu kali nyeri kepala dalam satu tahun. Bahkan,
penelitian Stovner et al. (2007) menunjukkan bahwa lifetime prevalence nyeri kepala adalah
66%.
2.2. Klasifikasi
2.2.1. Tension Tipe Headache (TTH)
1. Definisi
Tension type headache merupakan nyeri kepala primer tersering dengan disebut
juga nyeri kepala tegang, nyeri kepala kontraksi otot, nyeri kepala psikomiogenik, nyeri
stres, nyeri kepala esensial, nyeri kepala idiopatik, nyeri kepala psikogenik.
Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi nyeri
atau rasa tidak nyaman didaerah kepala, kulit kepala atau leher yang biasanya
berhubungan dengan ketegangan otot didaerah ini.
Tension type headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat
kontraksi terus menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis,
M.masseter, M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M. levator
scapula).

2. Epidemiologi
Tension type headache merupakan nyeri kepala primer paling sering dengan
prevalensi 78%. Nyeri kepala tipe ini mengenai hamper 1.4 juta orang atau 20% populasi
di dunia. TTH lebih sering dialami oleh pasien dewasa muda (berusia > 20 tahun,
puncaknya usia 30-39 tahun), terutama perempuan dua kali lebih banyak disbanding
lelaki.

3. Klasifikasi
a. Tension Type Headache Episodik Tipe Jarang (Infrequent)
1. Tension-type headache episodik yang infrequent berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial.
2. Tension-type headache episodik yang infrequent tidak berhubungan
dengan nyeri tekan perikranial.
b. Tension Type Headache Episodik yang frequent
1. Tension-type headache episodik yang frequent berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial.
2. Tension-type headache episodik yang frequent tidak berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial.
c. Tension Type Headache Kronik
1. Tension-type headache episodik yang kronik berhubungan dengan nyeri
tekan perikranial.
2. Tension-type headache episodik yang kronik tidak berhubungan dengan
nyeri tekan perikranial.
d. Probable Tention Type Headache
1. Probable Tension-type headache episodik yang infrequent.
2. Probable Tension-type headache episodik yang frequent.
3. Probable tension-type headache kronik

4. Patofisiologi
Nyeri kepala akibat TTH muncul lebih sering saat pasien terlalu lama dalam posisi
kepala ditekuk ke bawah (misalnya pada saat membaca dan menulis), sehingga otot
belakang leher akan tegang. Sementara itu, pada pasien yang sering tidur dalam posisi
yang tidak biak, nyeri kepala muncul akibat pasien sering menggunakan bantal yang
terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan otot leher belakang akan tertekan lebih kuat.
Kontraksi otot yang terus menerus akan menyebabkan turunnya perfusi darah dan
lepasnya substansi pemicu nyeri (laktat, asam piruvat, dan sebagainya). Substansi-
substansi ini kemudian akan menstimulasi saraf yang kemudian akan menghasilkan
sensasi nyeri pada otot dan ligamen yang dipersarafi. Nyeri ini akan bersifat tumpul.
Pada TTH, nyeri muncul pada otot leher belakang di daerah oksipital. Pada waktu
yang bersamaan, nyeri akan menjalar melewati sisi kiri dan kanan kepala atau
melewati sisi retroorbita. Oleh karena itu, nyeri juga dapat dirasakan pada daerah-
daerah tersebut. Sementara itu, pada otot dan ligamen yang tidak terlalu banyak
mendapat persarafan, sensasi yang akan dirasakan adalah pegal.
1. Hipotensi dan Anemia
Pasien dengan hipotensi dan anemia lebih sering terkena TTH. Hal ini berkaitan
dengan rendahnya suplai oksigen menuju otot yang mengakibatkan kondisi iskemia
pada otot. Pada kasus hipotensi, nyeri kepala muncul karena suplai oksigen berkurang.
Berkuranganya suplai oksigen merupakan konsekuensi dari berkurangnya perfusi
darah ke otot akibat rendahnya tekanan pada pembuluh darah. Sementara itu, suplai
oksigen pada pasien anemia terjadi akibat kurangnya sel darah merah yang
mengangkut oksigen ke jaringan.
2. Stres dan Depresi
Stres dan depresi bukan merupakan pemicu langsung munculnya TTH, melainkan
menyebabkan munculnya kontraksi otot yang berlebihan, sehingga terjadi defisiensi
suplai oksigen dan pelepasan substansi pemicu nyeri. Selain itu, sirkulasi darah bisa
menurun hingga 50% pada saat stres.
3. Sensitisasi Sentral dan Perifer
Nyeri dan stres yang berulang terus menerus akan menyebabkan sensitisasi perifer
dan sentral sehingga menyebabkan turunnya ambang nyeri. Nyeri akan lebih mudah
muncul oleh penyebab yang sederhana sekalipun, dengan durasi yang lebih lama. Hal
ini akan memicu stres dan seterusnya.

5. Tatalaksana
a. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Terapi abortif
Terapi ini digunakan untuk menghentikan atau mengurangi intensitas serangan.
Terapi abortif tersebut antara lain : aspirin 1000 mg/hari, acetaminophen 1000
mg/hari, NSAID (Naproxen 660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari, tolfenamic
200-400 mg/hari, ibu profen 800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari).
2) Terapi preventif
terapi preventif tersebut antara lain : Amitriptilin (dosis 10-50 mg sebelum tidur) dan
nortriptilin (dosis 25-75 mg sebelum tidur) yang merupakan antidepresan golongan
trisiklik yang paling sering dipakai. selain itu juga, selective serotonin uptake
inhibitor (SSRI) juga sering digunakan seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin.
b. Terapi Non-Farmakologis
Disamping mengkonsumsi obat, terapi non farmakologis yang dapat dilakukan untuk
meringankan nyeri tension type headache antara lain :
1) Kompres hangat atau dingin pada dahi
2) Mandi air hangat
3) Tidur dan istirahat.
6. Pencegahan
Cara untuk mencegah terjadinya tension type headache adalah dengan
menghindari faktor pencetus seperti menghindari kafein dan nikotin, situasi yang
menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, rasa lapar, rasa marah, dan posisi tubuh yang
tidak baik. Perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk menghindari tension type
headache kronis dapat dilakukan dengan beristirahat dan berolahraga secara teratur,
berekreasi, atau merubah situasi kerja.
7. Prognosis
Pada TTH dewasa yang diikuti berobat jalan selama 10 tahun, 44% TTH kronis
mengalami perbaikan yang signifikan, sedangkan 29% TTH episodic berubah menjadi
TTH kronis. Studi populasi potong-lintang Denmark yang ditindaklanjuti selama dua
tahun mengungkapkan rata-rata remisi 45% diantara TTH episodic frekuen atau TTH
kronis, 39% berlanjut menjadi TTH episodic dan 16% menjadi TTH kronis.
2.2.2. Migrain
1. Definisi
Menurut International Headache Society (IHS), migrain adalah nyeri kepala
dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya bersifat unilateral,
sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperhebat oleh aktifitas,
serta dapat disertai mual muntah, fotofobia, atau fonofobia.
2. Epidemiologi
Migrain terjadi hampir pada 30 juta penduduk Amerika Serikat dan 75%
diantaranya adalah wanita. Migrain dapat terjadi pada semua usia tetapi biasanya muncul
pada usia 10 ± 40 tahun dan angka kejadiannya menurun setelah usia 50 tahun. Migrain
tanpa aura lebih sering dibandingkan migrain yang disertai aura dengan persentasi 9 : 1.

3. Etiologi
Teori yang diusulkan oleh Wolff ini menduga bahwa patogenesis
migraine disebabkan oleh gangguan vaskular. Hal ini diketahui dari migraindengan
aura, dimana terjadi vasokontsriksi arteri intrakranial tertentu kemudian disusul
oleh vasodilatasi terutama dari cabang arteri karotis eksterna. Vasodilatasi akan
meregangkan ujung-ujung saraf dinding pembuluh darah sehingga menimbulkan nyeri,
selain itu juga terjadi pelepasan polipeptida yang akan merendahkan ambang
nyeri pada ujung saraf.
4. Patofisiologi
Riyanto (1995) dalam Yusuf (2009) menjelaskan bahwa migrainterdiri dari empat
fase klinik, yaitu:
1) Fase Prodromal: Fase ini disebut juga fase pendahuluan, dimana gejala dapat
timbul beberapa jam sampai beberapa hari sebelum serangan migrain. Gejala dapat terdiri
dari gejala mental, neurologik, atau gejala umum. Gejala mental dapat berupa depresi,
euforia, iritabilitas, gelisah, bisa menjadi lamban maupun hiperaktif, rasa lelah dan
mengantuk.
2) Fase Aura: Aura merupakan gejala neurologik fokal yang mendahului serangan
migrain, yang umumnya timbul selama 5 sampai 20 menit dan jarang yang melebihi 60
menit. Gejala aura dapat berupa gejala visual, sensorik, maupun motorik, dan terkadang
melibatkan fungsi batang otak dan fungsi berbahasa, namun gejala aura juga belum pasti
diikuti oleh serangan migrain.
3) Fase Nyeri Kepala: Nyeri kepala migraine dapat terjadi setiap saat, namun paling
sering timbul di pagi hari. Nyeri timbul secara perlahan-lahan dan setelah mencapai
puncaknya akan berangsung-angsur menghilang. Fase ini umumnya berlangsung antara 4
sampai 72 jam pada orang dewasa dan 2 sampai 48 jam pada anak-anak. Nyeri dirasakan
pada kedua sisi (bilateral) pada 40% kasus, pada 60% kasus nyeri dirasakan hanya di satu
sisi (unilateral), dan pada 20% kasus nyeri selalu dirasakan di bagian yang sama.
4) Fase Postdromal: Fase ini merupakan fase yang berlangsung setelah nyeri
kepala mereda. Penderita migraine biasanya akan merasa lelah, iritabel, gelisah dan
sulit berkonsentrasi, serta dapat disertai dengan pegal-pegal pada otot, anoreksia, atau
justru terjadi peningkatan nafsu makan.

5. Diagnosis
1. Migrain Tanpa Aura, Setidaknya 5 serangan dengan:
a. Durasi 4-72 jam
b. Setidaknya 2 dari:
- lokasi unilateral
- nyeri berdenyut
- intensitas sedang sampai berat
- diperberat oleh kegiatan fisik
c. Setidaknya 1 dari:
- mual dan / atau muntah
- foto dan fonofobia
2. Migrain dengan Aura
Setidaknya dua dari:
1. Satu gejala aura menyebar secara bertahap selama 5 menit dan / atau dua atau lebih
gejala terjadi berturut-turut
2. Berlangsung 5-60 menit
3. Unilateral
4. Aura diikuti oleh sakit kepala selama dalam 60 menit,
3. Migrain Kronik
A. Sakit kepala (tipe tegang dan / atau migrain) pada 15 hari per bulan selama minimal
3 bulan.
B. Memiliki setidaknya 5 serangan migrain dengan atau tanpa aura.
C. Pada 8 hari per bulan selama 3 bulan:
a. Sebuah. sakit kepala telah memenuhi kriteria untuk migrain dengan atau tanpa
aura Atau
b. Sakit kepala diyakini oleh pasien sebagai migrain dan berhasil diobati dengan
triptan atau ergot.

6. Tatalaksana
Terapi tahap akut adalah ergotamin tatrat, secara subkutan atau IM diberikan
sebanyak 0,25-0,5 mg. Dosis tidak boleh melewati 1mg/24 jam. Secaraoral atau
sublingual dapat diberikan 2 mg segera setelah nyeri timbul. Dosis tidak boleh melewati
10 mg/minggu. Dosis untuk pemberian nasal adalah 0,5 mg (sekali semprot). Dosis tidak
boleh melewati 2 mg (4 semprotan).
Kontraindikasi adalah sepsis, penyakit pembuluh darah, trombofebilitis, wanita
haid, hamil atau sedang menggunakan pil anti hamil. Pada wanita hamil, haid atau sedang
menggunakan pil anti hamil berikan pethidin 50 mg IM. Pada penderita penyakit jantung
iskemik gunakan pizotifen 3 sampai 5 kali 0,5 mg sehari. Selain ergotamin juga bisa obat
- obat lain (lihat tabel 6). Terapi profilaksis menggunakan metilgliserid malead,
siproheptidin hidroklorida, pizotifen, dan propanolol. Selain menggunakan obat - obatan,
migrain dapat diatasi dengan menghindari faktor penyebab, manajemen lingkungan,
memperkirakan siklus menstruasi, yoga, meditasi, dan hipnotis.
7. Pencegahan
Pencegahan migrain adalah dengan mencegah kelelahan fisik, tidur cukup,
mengatasi hipertensi, menggunakan kacamata hitam untuk menghindari cahaya matahari,
mengurangi makanan (seperti keju, coklat, alkohol, dll.), makan teratur, dan menghindari
stress.

2.2.3. Cluster
1. Definisi
Nyeri kepala klaster (cluster headache) merupakan nyeri kepala vaskular yang
juga dikenal sebagai nyeri kepala Horton, sfenopalatina neuralgia, nyeri kepala
histamine, sindrom Bing, erythrosophalgia, neuralgiamigrenosa, atau migren merah (red
migraine) karena pada waktu serangan akan tampak merah pada sisi wajah yang
mengalami nyeri.

2. Epidemiologi
Cluster headache adalah penyakit yang langka. Dibandingkan dengan migren,
cluster headache 100 kali lebih lebih jarang ditemui. Di Perancis prevalensinya tidak
diketahui dengan pasti, diperkirakan sekitar 1/10.000 penduduk, berdasarkan penelitian
yang dilakukan di negara lainnya. Serangan pertama muncul antara usia 10 sampai 30
tahun pada 2/3 total seluruh pasien. Namun kisaran usia 1 sampai 73 tahun pernah
dilaporkan. Cluster headache sering didapatkan terutama pada dewasa muda, laki-laki,
dengan rasio jenis kelamin laki-laki dan wanita 4:1. Serangan terjadi pada waktu-waktu
tertentu, biasanya dini hari menjelang pagi yang akan membangunkan penderita dari
tidurnya.
3. Etiologi
 Penekanan pada nervus trigeminal (nervus V) akibat dilatasi pembuluh darah
sekitar.
 Pembengkakan dinding arteri carotis interna.
 Pelepasan histamine
 Letupan paroxysmal parasimpatis.
 Abnormalitas hipotalamus.
 Penurunan kadar oksigen

4. Patofisiologi
Patofisiologi cluster headache masih belum diketahui dengan jelas akan tetapi
teori yang masih banyak dianut sampai saat ini antara lain: Cluster headache, timbul
karena vasodilatasi pada salah satu cabang arteri karotis eksterna yang diperantarai
oleh histamine intrinsic (Teori Horton). Serangan cluster headache merupakan suatu
gangguan kondisi fisiologis otak dan struktur yang berkaitan dengannya, yang ditandai
oleh disfungsi hipotalamus yang menyebabkan kelainan kronobiologis dan fungsi
otonom. Hal ini menimbulkan defisiensi autoregulasi dari vasomotor dan gangguan
respon kemoreseptor pada korpus karotikus terhadap kadar oksigen yang turun. Pada
kondisi ini, serangan dapat dipicu oleh kadar oksigen yang terus menurun. Batang otak
yang terlibat adalah setinggi pons dan medulla oblongata serta nervus V, VII,IX, dan
X. Perubahan pembuluh darah diperantarai oleh beberapa macam neuropeptida
(substansi P, dll) terutama pada sinus kavernosus(teori Lee Kudrow).
5. Diagnosis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh International Headache
Society (IHS) adalah sebagai berikut:
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah
b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri temporal selama
15-180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah in:
- Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
- Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
- Edema kelopak mata ipsilateral
- Berkeringat pada bagian dahi dan wajah ipsilateral
- Miosis dan atau ptosis ipsilateral
- Kesadaran gelisah atau agitasi
- Serangan mempunyai frekuensi 1 kali hingga 8 kali perhari
- Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain.
Pada tahun 2004 American Headache Society menerbitkan kriteria baru untuk
mendiagnosa cluster headache. Untuk memenuhi kriteria diagnosis tersebut, pasien
setidaknya harus mengalami sekurang-kurangnya lima serangan nyeri kepala yang
terjadi setiap hari selama delapan hari, yang bukan disebabkan oleh gangguan lainnya.
Selain itu, nyeri kepala yang terjadi parah atau sangat parah pada orbita
unilateral, supraorbital atau temporal, dan nyeri berlansung antara 18 sampai 150
menit jika tidak diobati, dan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut ini: injeksi
konjungtiva atau lakrimasi ipsilateral, hidung tersumbat atau rinore ipsilateral, edema
kelopak mata ipsilateral, wajah dan dahi berkeringat ipsilateral, ptosis atau miosis
ipsilateral, atau kesadaran gelisah atau agitasi.
Cluster headache episodik didefinisikan sebagai setidak-tidaknya terdapat dua
periode cluster yang berlangsung tujuh sampai 365 hari dan dipisahkan periode remisi
bebas nyeri selama satu bulan atau lebih.Sedangkan cluster headache kronis adalah
serangan yang kambuh lebih dari satu tahun periode remisi atau dengan periode remisi
yang berlangsung kurang dari satu bulan.
6.Tatalaksana
7. Pencegahan
Pilihan pengobatan pencegahan pada cluster headache ditentukan oleh lamanya
serangan, bukan oleh jenis episodik atau kronis. Preventif dianggap jangka pendek,
atau jangka panjang, berdasarkan pada seberapa cepat efeknya dan berapa lama dapat
digunakan dengan aman. Banyak ahli sekarang ini mengajukan verapamil sebagai
pilihan pengobatan lini pertama, walaupun pada beberapa pasien dengan serangan
yang singkat hanya perlu kortikosteroid oralatau injeksi nervus oksipital mungkin
lebih tepat.
Verapamil lebih efektif dibandingkan dengan placebo dan lebih baik dibandingkan
dengan lithium. Praktek klinis jelas mendukung penggunaan dosis verapamil yang
relatif lebih tinggi pada cluster headache.
Kortikosteroid dalam bentuk prednison 1 mg/kg sampai 60 mg selama empat hari
yang diturunkan bertahap selama tiga minggu diterima sebagai pendekatan
pengobatan perventif jangka pendek. Pengobatan ini sering menghentikan periode
cluster, dan digunakan tidak lebih dari sekali setahun.
Topiramat digunakan untuk mencegah serangan cluster headache. Dosis biasanya
adalah 100-200 mg perhari, dengan efek samping yang sama seperti penggunaannya
pada migraine.
Melatonin dapat membantu cluster headache sebagai preventif dan salah satu
penelitian terkontrol menunjukan lebih baik dibandingkan placebo. Dosis biasa yang
digunakan adalah 9 mg perhari.Obat-obat pencegahan lainnya termasuk gabapentin
(sampai 3600 perhari).
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Ed. Ke-2. FKUGM : Yogyakarta, 2009.
2. Sjahrir Hasan, dkk. Konsensus Nasional IV Diagnostik dan penatalaksanaan Nyeri Kepala
2013. Surabaya : Airlangga University Press.
3. Lindsay, Kenneth W,dkk. Headache Neurology and Neurosurgery Illustrated. London:
Churchill Livingstone.2004.66-72.ISH Classification ICHD II ( International Classification
of Headache Disorders) available at : http://ihs-
classification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
4. Patestas, Maria A. dan Leslie P.Gartner.Cerebrum.A Textbook of Neuroanatomy. United
Kingdom: Blackwell.2006.69-70.Price, Sylvia dan Lorraine M.
5. Goadsby PJ, Lipton RB, Ferrari MD. 2002. Migraine – Current Understanding and
Treatment, N Engl J Med 346:257-270 Januari 24.
6. Sjahrir H. Patofisiologi nyeri kepala. In: Nyeri kepala dan vertigo. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press; 2008. p. 1,2,16,50-72.
7. Cheung. Prevalence of Migraine, Tension Type Headache and Other Headache in
Hongkong. Headache: The Journal of Head and Face Pain 40.6(2000): 473-479.
8. Sherwood,Lauralee. 2001. Fisiologi manusia :dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
9. Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes: Neurology.Jakarta: Erlangga
10. Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI)., Penegakan Diagnosis Pada Pasien
Epilepsi. Jakarta : PERDOSSI
11. Dewanto, George; W.J.Suwono; B.Riyanto; Y.Turana. 2009. Panduan Praktis Diagnosis
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.
12. Sjahrir, Hasan; Samino; Wenda, Ali. Konsensus Nasional penanganan Nyeri Kepala Di
Indonesia. PERDOSSI.
13. Sjahrir, Hasan. 2005. Konsensus Nasional II Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri
Kepala. PERDOSSI.
14. ISH Classification ICHD II (International Classification of Headache Disorders). Diunduh
dari http://hisclassification.org/_downloads/mixed/ICHD-IIR1final.doc
15. Cephalgia an International Journal of Headache, The International Classification of
Headache Disorder 2nd edition. International Headache Society 2004, vol 24,sup 1. United
Kingdom: Blackwell Publishing.
16. Ginsberg, Lionel. Lectures Notes Neurology. Ed ke-8. Erlangga: Jakarta, 2008.
17. Chawla J. Migraine Headache: Differential Diagnoses & Workup. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1142556-diagnosis.

Anda mungkin juga menyukai