Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS UJIAN

ILMU KESEHATAN JIWA


SKIZOFRENIA

Disusun oleh:
M. Fikri Ridha
1102015122

Pembimbing:
dr. Witri Antariksa, Sp. KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I RADEN SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 15 MEI – 22 JUNI 2019
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 24 Oktober 1979
Agama : Islam
Suku : Dayak
Pendidikan Terakhir : S2 Hukum Pidana
Status Pernikahan : Janda
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jati Bening, Bekasi
Tanggal Masuk RS : 11 April 2019
Tanggal Pemeriksaan : 22 Mei 2019
Ruang Perawatan : Ruang Dahlia

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Autoanamnesis : Pada tanggal 22 Mei 2019 di Ruang Dahlia
Alloanamnesis : Tidak dilakukan
A. Keluhan Utama
Pasien datang ke rumah sakit akibat ketakutan dan merasa cemas karna
ada yang mengikuti.
B. Keluhan Tambahan
Pasien takut dipukul oleh adiknya dan mendengar bisikan bahwa ada yang
ingin membahayaka dirinya.

C. Riwayat Gangguan Sekarang


1
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara Tk.1 R. Said Sukanto pada tanggal
11 April 2019 karena merasa takut karena merasa ada yang mengikutinya dan
cemas. Pasien datang ke RS Polri tanpa ada yang mengantar.
Pasien tinggal di kontrakan yang berada di wilayah blok M, Jakarta
Selatan. Pada hari itu pasien merasa gelisah, takut dan berkeringat. Setelah merasa
demikian pasien berangkat menuju RS POLRI dengan menggunakan Taksi.
Pasien tidak menuju ke rumah karena takut dengan adiknya. Pasien merasa takut
dengan adiknya karena sering dipukul.pasien juga merasa bahwa hidupnya sangat
dibatasi oleh adiknya. Di rumah itu pasien juga ditempatkan dikamar yang
menggunakan trails besi yang menyebebkan pasien merasa seperti di dalam
penjara. Setelah kedua orang tua nya meninggal pasien merasa tidak ada yang
melindunginya dari perilaku adiknya yang kasar kepada pasien. Pasien merasa
dikucilkan dari orang orang terdekatnya, tetapi merasa tidak mempunyai musuh.
Pasien pernah mendengar bisikan seperti ada yang ingin berbuat berbahaya
kepadanya. Serta pasien merasakan bahwa seperti ada yang menodongkan golok
di lehernya tetapi tidak melihat orang yang menodongkannya. Pasien juga
merasakan seperti ada yang mengejar ingin menyakitinya. Ketika dirumah sakit
pasien mengatakan mendengar kakinya mengajak untuk jalan - jalan berkeliling.
Pasien mengatakan bahwa ia pernah dirawat beberapa kali dimulai dari
tahun 2011 karena keluhan yang dirasakan oleh pasien. Dari anamnesis yang
dilakukan didapatkan gangguan ini sudah dirasakan pasien kurang lebih sudah 8
tahun. Pasien merasa senang tinggal di RS karena merasa ada teman dan tidak
bertemu dengan adiknya yang melakukan kekerasan kepadanya.
D. Riwayat Gangguan Dahulu
1. Gangguan Psikiatrik
Menurut pasien keluhan keluhan yang dirasakan pasien dimulai setelah
kedua orang tua pasien meninggal dunia. Pada tahun 2011 pasien juga
bercerai dengan suaminya. Pada saat bercerai pasien tidak didampingi
keluarga dikarenakan keluarga satu satunya pasien sedang bertugas di luar
kota. Setelah bercerai pasien tinggal di rumah bersama yang ditingglakan
2
oleh orang tuanya kepada pasien dan adiknya. Selama dirumah ini pasien
sering dipukul oleh adik nya. Pengakuan pasien sering dipukul oleh adik
nya karena hal hal kecil saja. Karena tidak kuat sering dipukul oleh
adiknya pasien meminta dimutasi pada tahun 2012 ke jawa barat. Pada
tahun 2013, karena mersa gaji yang diterima oleh pasien tidak sesuai
dengan seharusnya, pasien marah – marah di kantornya dan melemparkan
bat uke kaca kantor. Saat itu pasien mengatakan langsung dimasukkan ke
dalam ruangan semacam sel dan diberikan obat disana. Di dalam sl pasien
meerasakan ada hal – hal aneh, seperti melihat ular dan mendengar suara
bisikan yang samar. Setelah itu pasien dibawa ke RS Sartika Asih di
Bandung untuk berobat. Setelah dari RS tersebut pasien dipulangkan dan
tinggal bersama adiknya lagi di Jakarta. Pada tahun 2014 pasien diantar
oleh petugas Pusdokkes untuk dirawat selama 1 bulan. Pada tahun 2015
dan 2018 pasien juga diantar oleh petugas Pusdokkes menjalani rawat inap
selama satu bulan. Pasien sudah mendapat pengobatan tetapi belum
merakasan perubahan . Kemudian pada tahun 2019, pasien merasa
ketakutan tinggal di rumah bersama adiknya hingga pasien datang ke
rumah sakit dengan inisiatif pasien sendiri.

Perjalanan Penyakit
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Keterangan:
1 : Baseline. Sudah tidak terdapat gejala yang dikeluhkan pasien
3
2 : Terdapat gejala minimal
3 : Muncul gejala sedang yang cukup mengganggu kehidupan
pribadi
pasien
3 : Muncul gejala berat yang mengganggu kehidupan pasien
2. Gangguan Medik
Tidak terdapat riwayat penyakit yang berarti terhadap gangguan
psikiatri pasien. Pasien dulu ketika kecil pernah mengalami riwayat kejang
demam namun hanya sekali.
3. Gangguan Zat Psikoaktif dan Alkohol
Pasien tidak pernah menggunakan zat psikoaktif selama ini. Tetapi,
pasien pernah mengkonsumsi Alkohol, yaitu beer
E. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Perkembangan Kepribadian
a. Masa prenatal dan perinatal
Pasien lahir di Jakarta, 24 Oktober 1979. Pasien lahir dengan
persalinan normal. Keadaan pasien dan ibu pasien baik.
b. Riwayat masa kanak awal (0-3 tahun)
Pasien diasuh oleh orang tuanya. Selama masa ini, pasien tumbuh
dan berkembang sesuai anak sebayanya.
c. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien tinggal bersama orang tuanya tetapi pasien diasuh oleh
pembantu rumah tangga karena orang tua pasien bekerja. Pasien tumbuh
dengan baik dan lebih gemuk dari anak pada usia ini. Pada umur ini pasien
mengatakan mulai sering dipukul oleh adiknya. Tetapi adik pasien sering
dimarahi oleh ibu pasien.

d. Masa kanak akhir dan remaja (12-18 tahun)

4
Pasien tumbuh dalam lingkungan yang sederhana. Pasien sering
bermain dengan teman-teman sebayanya, pasien berteman dengan laki-laki
dan perempuan. Pada saat SMP pasien pernah berpindah sekolah ke
sekolah yang lebih dekat dengan rumah.
e. Masa dewasa (>18 tahun)
Pada tahun 2006 ibu pasien meninggal dan pada tahun 2010 ayah
pasien meninggal dunia. Pasien pada umur 32 tahun pada tahun 2011
menikah dengan laki – laki pilihannya sendiri. Dengan pasangannya
pasien tidak memiliki anak. 3 bulan berselang setelah pernikahan pasien
bercerai karena merasa tidak cocok dengan suaminya itu. Pasien pernah
tinggal di Bandung pada tahun 2012 karena bekerja di Bidokkes Jawa
Barat.
2. Riwayat Pendidikan
a. SD : Pasien menyelesaikan pendidikan SD sampai tuntas
b. SMP : Pasien menyelesaikan pendidikan SMP sampai tuntas
c. SMA : Pasien menyelesaikan pendidikan SMA sampai tuntas
d. S1 : Pasien lulus S1 Hukum di Univ. Nasional Jakarta
e. S2 : Pasien lulus S2 Hukum pidana di Univ. Borobudur Jakarta
f. S3 : Pasien tidak tuntas S3 di Univ. Borobudur
3. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja selama 7 bulan di MM Juice. Setelah bekerja di
sana, pasien mengikuti ujian PNS dan menjadi CPNS Mabes POLRI di bidang
Hukum selama 1 tahun. Lalu pasien diangkat menjadi PNS di Mabes POLRI.
Dan pasien bekerja di Pusdokkes Polri.
4. Kehidupan Beragama
Pasien percaya dengan adanya Tuhan, pasien meyakini agama Islam,
pasien mengerti tentang ajaran agamanya. Pasien mengaku tidak terlalu peduli
terhadap agamanya dan tidak taat dalam beribadah.
5. Kehidupan Sosial dan Perkawinan

5
Pasien menikah tahun 2011 tetapi setelah berjalan selama 3 bulan
pasien dan suaminya ercerai karena merasa tidak ada kecocokan diantara
mereka berdua.
6. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah terlibat dalam peradilan yang menyangkut hukum
dan tidak pernah melanggar serta berurusan dengan aparat hukum.
F. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ibu pasien meninggal
pada tahun 2006 dan ayah pasien meninggal pada tahun 2010. Pasien memiliki
seorang adik laki – laki. Adik pasien ini sudah menikah pada tahun 2010 dan
sudah memiliki 3 anak. Pada masa kanak – kanak pasien sering dipukul oleh adik
nya. Pasien mengatakan bahwa hal ini sudah dilakukan dari sewaktu adik nya
masih balita. Ibu pasien sering memarahi adiknya tersebut, tetapi tetap melakukan
hal tersebut hingga pasien dewasa. Pasien sebelumnya tinggal bersama adiknya di
rumah peninggalan orang tua mereka. Disana pasien mengatakan pernah
dimasukkan ke dalam kamar yang ada trails besi, dan pasien merasa dikurung di
dalam sel.
Pasien pernah menikah pada tahun 2011, tetapi hanya bertahan selama 3
bulan karena ketidak cocokan dengan pasangannya.
Genogram keluarga pasien

6
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien mengetahui bahwa dirinya didiagnosis skizofrenia tetapi pasien
tidak mengetahui penyebab sakitnya apa.
H. Impian, Fantasi, dan Cita-Cita Pasien
Pasien memiliki impian untuk menikah lagi dan ingin memperbaiki
kehidupan dirinya sendiri.

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien berusia 40 tahun sesuai dengan usianya. Pasien berukulit
kuning kecoklatan dengan rambut pendek. Pada saat wawancara pasien
merawat diri dengan baik.
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
a. Sebelum wawancara : Pasien sedang tidur
b. Selama wawancara : Pasien terlihat tenang saat menjawab
pertanyaan
c. Sesudah wawancara : Pasien mengobrol dengan pasien lainnya.
4. Sikap terhadap pemeriksa
Selama wawancara pasien menunjukkan sikap kooperatif dan tenang

5. Pembicaraan
7
Pasien dapat berbicara dan menjawab pertanyaan secara spontan,
lancar dan jelas.
B. Mood dan Afek
1. Mood : Hipotim (saat pemeriksaan)
2. Afek : Tumpul (saat pemeriksaan)
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi Auditorik dan Taktil, pasien mendengar
ada yang berbisik dan merasa ada yang menaruh golok di lehernya.
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
D. Pikiran
1. Arus pikir
a. Kontinuitas : tidak terganggu
b. Hendaya bahasa : Tidak ada
2. Isi pikir
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Miskin isi pikir : Tidak ada
c. Waham : waham kejar (keyakinan ada orang ingin
melukainya) dan waham rujukan (keyakinan tindakan orang lain akan
membahayakannya)
d. Obsesi : Tidak ada
e. Kompulsi : Tidak ada
f. Fobia : Tidak ada
E. Sensorium dan Kognitif (Fungsi Intelektual)
1. Taraf pendidikan : S2
2. Pengetahuan umum : Baik
3. Kecerdasan : Baik
4. Konsentrasi : Cukup baik
8
5. Orientasi
a. Waktu : Baik, pasien dapat menyebutkan waktu
pemeriksaan dan dapat menyebutkan sudah berapa lama ia dirawat
b. Tempat : Baik, pasien tahu bahwa saat ini pasien berada
dimana.
c. Orang : Baik, pasien mengenali orang-orang di sekitarnya
6. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik, pasien tahun kelahirannya dan tahun lahir
adiknya
b. Jangka pendek : Baik, pasien dapat menyebutkan kegiatan yang
dilakukan di pagi hari
c. Segera : Baik, pasien dapat menyebutkan kembali 3 benda
yang disebutkan oleh pemeriksa
7. Pikiran abstraktif : Baik, pasien dapat menyebutkan perbedaan jeruk
dengan apel
8. Visuospasial : Baik, pasien dapat menggambar bentuk yang
pemeriksa minta
9. Kemampuan menolong diri: Pasien tidak membutuhkan bantuan untuk
makan, mandi, dan berganti pakaian.
F. Pengendalian Impuls
Baik, selama wawancara pasien tampak tenang dan tidak gelisah.
G. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik, pasien dapat membedakan perbuatan baik
dan buruk
2. Uji daya nilai : Baik, pasien menjawab ketika diberikan simulasi
jika berada di ruangan yang terbakar apa yang
harus dilakukan.
3. RTA : Terganggu
H. Tilikan

9
Derajat 5 (pasien mengetahui bahwa dirinya sakit dan mengetahui factor yang
berhubungan dengan penyakitnya serta pasien ingin sembuh dari penyakitnya).
I. Reliabilitas (Tarif Dapat Dipercaya)
Pemeriksa mendapat kesan bahwa keseluruhan jawaban pasien dapat
dipercaya.

10
IV. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Internus
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Respiration Rate : 20x/menit
c. Heart Rate : 80x/menit
d. Suhu : 36 ˚C
4. Sistem Kardiovaskular: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
5. Sistem Respiratorius : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
6. Sistem Gastrointestinal: Bising usus (+) normal
7. Ekstermitas : Edema (-). Sianosis (-), akral hangat
8. Sistem Urogenital : Tidak diperiksa
B. Status Neurologik
Tidak dilakukan pemeriksaan neurologis
C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakuan pemeriksaan penunjang

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


1. Pasien Ny. A berusia 40 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan takut
seperti ada yang inginmelakukan hal berbahaya kepadanya dan pasien
sering dipukuli oleh adiknya ketika berada dirumah.
2. Pasien pernah datang beberapa kali ke rumah sakit karena mengalami
keluhan yang serupa dalam beberapa tahun terakhir. Keluhan pertama
timbul pada tahun 2011, perjalanan penyakit pasien sudah 8 tahun
lamanya.

11
3. Pasien pernah mengkonsumsi rokok hingga sebelum masuk RS Polri dan
alkohol, tetapi tidak mengkonsumsi zat psikoaktif. Namun, tidak
menimbulkan masalah yang berarti pada gangguan mental pasien.
4. Pada temuan status mental adanya gangguan persepsi berupa halusinasi
auditorik dan taktil , pada isi pikir terdapat gangguan berupa waham
kejaran dan waham rujukan. Tilikan pasien derajat 6 (pasien udah
mengetahui sakit dan tau factor penyebabnya dan pasien ingin sembuh)
dan didapatkan sRTA terganggu.

VI. FORMULA DIAGNOSTIK


1. Setelah seluruh pemeriksaan, pada pasien ditemukan adanya sindroma
atau perilaku dan psikologi yang bermakna secara klinis dan
menimbulkan penderitaan (distress) dan ketidakmampuan/hendaya
(disability/ impairment) dalam fungsi serta aktivitasnya sehari-hari. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa
yang sesuai dengan definisi yang tercantum dalam PPDGJ III.
2. Pasien ini tidak termasuk gangguan mental organik karena pasien pada
saat diperiksa dalam keadaan sadar, tidak ada kelainan secara medis atau
fisik yang bermakna . (F0)
3. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan zat psikoaktif karena pada pasieniwi walaupun pernah
mengkonsumsi rokok dan alkohol tetapi tidak menimbulkan masalah
medis yang bermakna. (F1)
4. Pasien ini termasuk dalam gangguan skizofrenia karena terdapat
gangguan dalam penilaian realita yang menonjol dengan adanya
gangguan persepsi, yaitu halusinasi auditorik dan taktil serta terdapat
gangguan isi pikir, yaitu waham rujukan dan waham kejar. (F2)
5. Pada pasien ini tidak didapatkan gejala afektif yang menonjol (F3)
6. Pasien ini tidak termasuk dalam gangguan neurotik, gangguan
somatoform dan ganguan terkait stress. (F4)
12
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna
dengan urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut:
a. Aksis I : Gangguan Klinis dan Gangguan Lain yang Menjadi Fokus
Perhatian Klinis
Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien pernah memiliki riwayat
panas tinggi hingga tidak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit. Pasien
tidak pernah menggunakan zat psikoaktif sebelumnya sehingga gangguan
mental dan perilaku akibat gangguan mental organik dan penggunaan zat
psikoaktif dapat disingkirkan. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa
pasien mengalami gejala halusinasi dan waham yang memenuhi kriteria
umum diagnosis skizofrenia. Pada pasien didapatkan halusinasi auditorik
mendengar bisikan karena seseorang memberi peringatan adanya tanda
bahaya dan Halusinasi Taktil karena pasien merasakan ada golok di leher
pasien tetapi tidak ada yang melakukan hal tersebut. Pada pasien
didapatkan rasa cemas dan takut karena merasa ingin dipukuli oleh
adiknya dan merasa ada yang membawa golok untuk mengancam dirinya.
Dari hal-hal tersebut, kriteria diagnostik menurut PPDGJ III pada
ikhtisar penemuan bermakna pasien digolongkan dalam Skizofrenia
Paranoid (F20.0).
b. Aksis II : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Tidak ada diagnosis aksis II
c. Aksis III : Kondisi Medis Umum
Tidak ada diagnosis aksis III
d. Aksis IV : Problem Psikososial dan Lingkungan
Masalah keluarga, yaitu tidak memiliki dukungan yang baik untuk
memberinya motivasi kesembuhan karena orang tua pasien meninggal,
bercerai dengan suami, serta memiliki hubungan dengan adik yang kurang
baik.
e. Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global

13
Penilaian kemampuan penyesuaian menggunakan skala Global Assement
of Functioning (GAF) menurut PPDGJ III didapatkan GAF 70-61,
beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.

Evaluasi multiaksials
Aksis I : F20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II
Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV : Masalah ekonomi dan masalah keluarga
Aksis V : GAF 70-61 (beberapa gejala ringan & menetap)

VII. DIAGNOSIS
a. Diagnosis : F20.0 Skizofrenia Paranoid
b. Diagnosis Banding : F20.5 Skizofrenia Residual

VIII. PROGNOSIS
 Ad Vitam: Dubia ad bonam. Pengaruh penyakit terhadap
kehidupan pasien tidak sampai pada tahap mengancam nyawa
pasien.
 Ad Sanationam: Dubia ad malam. Kemungkinan untuk
kekambuhan gangguan pada pasien ini cukup buruk. Jika dilihat
dari awal perjalanan penyakit sudah dimulai dari tahun 2011 dan
sering terjadi kekambuhan dari awal gangguan sampai sekarang.
Dukungan keluarga yang kurang dari adik pasien juga
mempengaruhi kekambuhan dari gangguan pada pasien.
 Ad Functionam: Dubia ad bonam. Untuk melakukan fungsi dan
peran sosial dan perawatan diri sendiri dari pasien ini sudah
membaik selama perawatan di rumah sakit ditambah dengan
kepatuhan meminum obat yang rutin dan teratur.
RENCANA TERAPI
14
1. Psikofarmaka
a. Quetiapin XR 1 x 400 mg
2. Psikoterapi
a. Psikoedukasi
a) Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami
pasien.
b) Mengingatkan pasien perlu minum obat sesuai aturan
c) Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa dukungan keluarga
akan membantu keadaan pasien.
b. Psikoterapi
a) Ventilasi: Pasien diberikan kesempatan untuk menceritakan
masalahnya.
b) Sugesti: Menanamkan kepada pasien bahwa gejala-gejala
gangguannya akan hilang atau dapat dikendalikan.
c) Reassurance: Memberitahukan kepada pasien bahwa minum obat
sangat penting untuk menghilangkan gejala.
d)

15
TINJAUAN PUSTAKA
SKIZOFRENIA
I. DEFINISI
Menurut Rusdi (2013) skizofrenia adalah suatu dekripsi sindrom dengan
variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak bersifat
kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetic, fisik, dan sosial budaya. Skizofrenia pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran persepsi serta afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya
tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat dapat berkembang
kemudian.
Menurut Buku ajar psikiatri (2018) Klasifikasi Simtom dibagi dalam
empat ranah utama yaitu:
1. Simtom positif yaitu sangat berlebihannya fungsi normal, misalnya
halusinasi, waham, pembicaraan dan prilaku disorganisasi.
2. Simtom negatif yaitu berkurangnya ekspresi emosi dan fungsi mental,
misalnya afek tumpul, avolisi, alogia, anhedonia, dan defisit interaksi
sosial.
3. Simtom afektif, misalnya mood depresi dan ansietas,
4. Simtom Kognitif, nisalnya defisit memori kerja, episodic, atensi,
verbalisasi, dan fungsi eksekutif. Defisit memori kerja berhubungan
kuat dengan fungsi pekerjaan.
II. ETIOLOGI
A. Faktor Genetik
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara signifikan,
kom- pleks dan poligen. Sesuai dengan pnelitian hubungan darah (konsanguinitas)
skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga (misalnya; terdapat dalam
keluarga). Semakin dekat hubungan kekerabatan makin tinggi risiko. Pada
penelitian anak kembar, kembar monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih
16
sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penelitian
adopsi, anak yang mempunya orang tua skizofrenia diadopsi, waktu lahir, oleh
keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak
tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia.

B. Faktor Kehamilan

Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranana penting dalam


terjadinya kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke
rumah sering kambuh pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien
yang ditempatkan di residensial. Pasien yang beresiko adalah pasien yang tinggal
Bersama keluarga yang holistilitas tinggi, memperlihatkan kecemasan berlebihan,
sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik, (keluarga
dengan Ekspresi Emosi tinggi). Pasien skizofrenia sering tidak dibesarkan oleh
keluarganya.

C. Gangguan Morfologi Fungsi Otak

Tidak ada gangguan fungsional dan struktur otak yang patognomonik pada
penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organic dapat
terlihat. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel 3 dan
lateral, yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit dan atropi
bilateral lobus temporal medial serta lebih spesifik yaitu gangguan girus para
hipokampus dan amigdala dan disorienttasi spasial sel piramida hipokampus.

D. Gangguan Neurotransmiter
A. Hipotesa dopamine
Adanya peningkatan aktivitas dopamine sentral. Hipotesis ini didasarkan
berbagai penemuan utama yaitu:
1. Efek obat obat neuroleptic semisal fenotiazine pada skizofrenia.
Fenotiazine bekerja memblok reseptor dopamine pasca sinaps (D2)
2. Terjadinya psikosi akibat penggunaan amfetamin. Amfetamine
melepaskan dopamin sentral.
17
3. Peningkatan jumlah reseptor D2 di nucleus kaudatus, nucleus
akumben, dan putamen pada skizofrenia. Dopamin terlibat dalam
mengontrol pergerakan, kognisi, afek, dan neuroendokrin.
B. Hipotesa serotonin dan norepinefrin
Peningkatan serotonin di SSP dan kelebihan norepinefrin di forebrain
limbik terjadi pada beberapa penderita skizofrenia.
E. KLASIFIKASI
Menurut PPDGJ-III dan DSM-5, Skizofrenia (F20-) dibedakan menjadi
beberapa bagian sebagai berikut:

F20 Skizofrenia

F20.0 Skizofrenia paranoid


F20.1 Skizofrenia hebefrenik
F20.2 Skizofrenia katatonik
F20.3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
F20.4 Depresi pasca-skizofrenia
F20.5 Skizofrenia residual
F20.6 Skizofrenia simpleks
F20.8 Skizofrenia lainnya
F20.9 Skizofrenia YTT
Menurut PPDGJ-III dan DSM-5, karakter skizofrenia kelima
diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya:
.x0 Berkelanjutan
.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
.x2 Episodik kemunduran progresif
.x3 Episodik berulang
.x4 Episodik berulang remisi tak sempurna
.x5 Remisi sempurna
.x8 Lainnya
18
.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
F. DIAGNOSIS
Menurut PPDGJ-III dan DSM-V, Panduan diagnosa seseorang dengan
skizofrenia (F20-) dapat dilakukan dengan melihat gejala – gejala sebagai berikut:

1. Harus ada setidaknya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila bila gejala-gejala ini kurang tajam atau kurang
jelas)
(a) - “thought echo” = isi pikiran dirirnya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
- “thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari dirinya (withdrawal); dan
- “thought broadcasting” = is pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya;
(b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
sesuatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh


sesuatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan


pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;

(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan


tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus);

- “delusion of perception” = pengalaman indra yang tak wajar yang


bermakna secara khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik:
19
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
prilaku pasien, atau
- mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara) atau
- jenis suara halusinasi lain dari salah satu bagian tubuh
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain).
2. Atau paling sedikit 2 gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca-indra apa saja, apabila disertai
baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme.
(g) Prilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibiltas cerea, negativism, mutisme,
dan stupor:
(h) gejala-gejala “negative”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

20
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak belaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal)
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek prilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorded
attitude), dan penarikan diri secara social.

G. TATALAKSANA
1. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan
atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan
psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan
pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita.

Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara


individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik
yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan,
empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau
penderitanya.
2. Farmakoterapi
Anti psikotik efektif untuk skizofrenia baik pada fase akut maupun
fase stabil. Obat ini dapat mengurangi resiko kekambuhan psikotik. Obat
antipsikosis tidak memiliki kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan
psikis dan fisik
Antipsikosis digunakan pada terapi psikosis akut maupun kronik,
termasuk diantaranya skizofrenia, gangguan skizoafektif, demensia dengan
gejala psikosis, psikosis akibat obat dan gangguan bipolar.
Ciri dari obat antipsikosis antara lain :
21
 Memiliki efek antipsikosis terhadap gejala positif (halusinasi, waham,
bicara kacau dan agitasi) dan selain itu juga dapat mengatasi gejala negatif
(apatis, miskin ide/motivasi (avoliation) dan miskin kata (alogia)), dan
gangguan kognitif.
 Batas keamanan obat antipsikosis besar, dosis besar tidak menyebabkan
keadaan koma dalam ataupun anestesia.
 Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau
ireversibel.

Menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi


Dopamine receptor Antagonis (DA) dan Serotonine Dopamine Antagonist
(SDA). Obat-obat DA juga sering disebut antipsikotik tipikal atau
antipsikotik generasi I (APG-I). Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal
atau APG-I mempunyai afinitas tinggi dalam menghambat reseptor dopamin
2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang
kuat. Sedangkan, obat-obat SDA disebut sebagai atipsikosis atipikal atau
antipsikotik generasi II (APG-II). Obat golongan atipikal umumnya
mempunyai afinitas yang lemah terhadap dopamin 2, selain itu juga memiliki
afinitas terhadap reseptor dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik
dan reseptor alfa adrenergik. Golongan antipsikosis atipikal diduga efektif
untuk gejala positif maupun gejala negatif pasien skizofrenia. Golongan
antipsikosis tipikal umumnya hanya berespon untuk gejala positif.
Obat APG-I berguna terutama untuk mengontrol gejala-gejala positif
sedangkan untuk gejala negatif hamper tidak bermanfaat. Obat APG-II
berguna untuk gejala positif dan negatif. Saat ini standar emas adalah APG-II.
Meskipun harganya lebih mahal tetapi manfaatnya sangat besar. Sebaiknya
dipilih SPG-II yam efektif dengan efek samping yang lebih ringan
Tabel 1. Penggolongan Obat Antipsikotik
Golongan Jenis Nama Obat Dosis
APG-I Phenotiazine Chlorpromazine 200-800

22
mg/hari
12-24
Perphenazine
mg/hari
10-15
Trifluoperazine
mg/hari
10-15
Fluphenazine
mg/hari
5-15
Butyrophenone Haloperidol
mg/hari
Diphenylbutylpiperidine Pimozide 2-4 mg/hari
300-600
Benzamide Sulpiride
mg/hari
300-450
Clozapine
mg/hari
10-20
Dibenzodiazepin Olanzapine
APG-II mg/hari
300-800
Quetiapine
mg/hari
Risperidone 2-8 mg/hari
Benzisoxazole 10-30
Aripiprazole
mg/hari
3. Terapi kejang listrik
dapat juga bermanfaat untuk mengontrol dengan cepat beberapa psikosis akut.
Beberapa pasien skizofrenia yang tidak berespons dengan obat-obatan dapat
membaik dengan TKL

H. PROGNOSIS
Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronik. Pasien secara
berangsur- angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak mampu berfungsi
setelah bertahun- tahun. Pasien dapat mempunyai waham dengan taraf ringan dan
halusinasi yang tidak begitu jelas (samar-samar). Sebagian gejala akut dan gejala
yang lebih dramatik hilang dengan berjalannya waktu, tetapi pasien membutuhkan
perlindungan atau menghabiskan waktunya bertahun-tahun di dalam rumah sakit

23
Skizofrenia tipe paranoid (dan beberapa katatonik) mempunyai prognosis baik.
Prognosis menjadi lebih buruk bila pasien menyalahgunakan zat atau hidup dalam
keluarga yang tak harmonis.

Gambaran klinis yang dikaitkan dengan prognosis baik yaitu:

1. Awitan gejala-gejala psikotik aktif terjadi dengan secara mendadak


2. Awitan terjadi setelah umur 30 tahun, terutama pada perempuan
3. Fungsi pekerjaan dan sosial premorbid (sebelum sakit) baik.
4. Performa sebelumnya tetap merupakan prediktor terbaik untuk
meramalkan performa di masa datang
5. Kebingungan sangat jelas dan gambaran emosi menonjol, selama episode
akut (simptom positif).
6. Adanya suatu stresor yang mempresipitasi psikosis akut dan tidak ada
bukti gangguan susunan saraf pusat (SSP)
7. Tidak ada riwayat keluarga menderita skizofrenia.

Prognosis buruk dalam kesembuhan pasien umumnya terkait dengan riwayat


trauma perinatal, tidak ada remisi dalam waktu 3 tahun, sering timbul relaps.
Riwayat kekerasan, riwayat penyalahgunaan zat, dan tidak adanya dukungan
keluarga untuk kesembuhan pasien

24
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini menunjukkan pasien mengalami skizofrenia paranoid. Hal
ini dibuktikan dengan adanya gejala-gejala psikosis seperti rasa cemas, gelisah
dan bicara yang kacau dan terdapat halusinasi serta waham yang menonjol. Pada
pasien ini didapatkan halusinasi auditorik, halusinasi taktil, waham kejar dan
waham rujukan. Pasien mendengar bisikan untuk memperingati dirinya adanya
tanda bahaya, bagian tubuhnya seperti leher terdapat golok yang mengancam
dirinya, ada orang yang ingin membayakan dirinya, dan orang-orang selalu
mencari kesalahan-kesalahan yang dibuat olehnya. Keluhan pasien pertama kali
timbul pada tahun 2011. Gangguan afektif pada pasien ini kurang menonjol.
Pada pasien ini tidak dijumpai adanya gangguan fungsi intelektual pasien,
riwayat trauma, dan riwayat kejang sehingga pasien tidak memenuhi kriteria
diagnosis untuk gangguan mental organik. Pasien juga bukan pengguna zat
psikoaktif sehingga tidak bisa digolongkan dalam gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat psikoaktif.
Permasalahan yang diduga merupakan pencetus gejala-gejala psikosis ini
adalah masalah keluarga, yaitu tidak memiliki sistem pendukung yang baik untuk
memberinya motivasi kesembuhan karena orang tua pasien meninggal, bercerai
dengan suami, serta memiliki hubungan dengan adik yang kurang baik. Pasien
juga sering mengalami relaps. Dilihat dari pertimbangan tersebut, prognosis pada
pasien ini adalah kemungkinan buruk.
Penatalaksaanaan pada pasien ini dapat diberikan secara non-
farmakologis, yaitu berupa psikoterapi dan sosioterapi yang bertujuan untuk
mengurangi keluhan-keluhan pasien dan membangun sistem pendukung yang kuat
untuk menunjang perbaikan kondisi pasien. Tatalaksana secara farmakologis juga
dapat diberikan obat anti psikotik, seperti yang digunakan pada pasien ini adalah
Quetiapin yang memiliki efek samping minimal terhadap sindrom
ekstrapiramidal.

25
DAFTAR PUSTAKA

Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: IKJ FK Unika Atma Jaya.
Puri BK, dkk. 2013. Buku Ajar Psikiatri edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
BJ Sadock, VA Sadock. Kaplan & Sadock Buku Ajar Pskiatri klinis edisi 2.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai