Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan remaja merupakan fenomena internasional yang belum terselesaikan hingga


sekarang. Pada tahun 2013, Wolrd Health Organization (WHO) menetapkan tema untuk Hari
Kependudukan Dunia yaitu “Kehamilan Remaja”. Hal ini menandakan kasus tersebut perlu
diperhatikan oleh seluruh warga dunia. Secara global, diperkirakan bahwa 16 juta anak
perempuan berusia 15-19 tahun melahuirkan setiap tahun (WHO, 2012). Kejadian kehamilan
remaja banyak terjadi di negara dengan penghasilan rendah dan menengah, termasuk
Indonesia (BPS, 2013).

Kejadian kehamilan remaja dipengaruhi oleh adanya hubungan seksual pra nikah yang
dilakukan pada masa subur. Seks pra nikah di kalangan remaja dipengaruhi oleh lemahnya
nilai-nilai moral pada remaja dan masyarakat akibat arus globalisasi yang semakin pesat dan
mudahnya mengakses informasi yang berbau pornografi melalui media massa. Selain itu
keluarga merupakan faktor penting yang mempengaruhi kejadian kehamilan remaja.
Keluarga merupakan lingkungan utama yang membentuk perkembangan remaja. Kontrol dari
keluarga sangat penting untuk mengetahui seberapa jauh pergaulan remaja. Remaja yang
mengalami kehamilan pra nikah mempunyai tingkat kebersamaan yang rendah di dalam
keluarga. Komunikasi yang kurang terbuka mengenai kesehatan reproduksi serta pola asuh
keluarga yang sangat otoriter juga berpengaruh terhadap kejadian kehamilan pra nikah remaja
.Lingkungan keluarga merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
kesehatan. Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja menyebabkan konflik di dalam
keluarga, orang tua menganggap kehamilan merupakan penyimpangan dari norma yang
dianut sejak dini. Konflik berdampak pada kurangnya pemberian dukungan, dimana
dukungan merupakan aspek penting untuk perkembangan remaja dan janinnya (Azinar,
2013).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang kelamilan dengan resiko tinggi.
1.2.2 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang kehamilan yang tidak diinginkan
pada remaja
1.2.3 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang angka kematian ibu dan angka
kematian bayi.
1.2.4 Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang cara melakukan audit maternal
perinatal.

1.3 Manfaat
Mahasiswa/Mahasiswi dapat memahami tentang risiko kehamilan usia muda diluar nikah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DATA TUTORIAL


Hari / tanggal sesi 1 : Senin, 30 April 2018
Hari / tanggal sesi 2 : Jumat, 4 Mei 2018
Tutor : dr. HJ. Ummu Hanifah, M.Kes.
Ketua : Tri Cahaya Putra
Sekretaris : Kurniawan Hidayat

2.2. SKENARIO LBM


“Kesehatan Ibu, Anak, dan Remaja”

Seorang siswi SMA diantar temannya ke puskesmas dikarenakan mengalami perdarahan


hebat di jalan lahir. Siswi tersebut telah melakukan berbagai cara untuk menggugurkan
kandungannya, ia pergi ke dukun beranak untuk menggugurkan kandungannya, dia mendapat
informasi dukun beranak dari keluarganya, yang juga pernah menggugurkan kandungan
karena anaknya yang banyak dan masih kecil-kecil. Siswi tersebut juga mencoba minum obat
penggugur kandungan. Saat tiba di Puskesmas, keadaan siswi tersebut sudah tidak dapat
ditolong. Puskesmas melakukan pencatatan untuk audit kematian maternal perinatal. Dokter
puskesmas mengatakan bahwa pasien memiliki resiko tinggi kehamilan dan terlambat dibawa
ke puskesmas. Dengan kejadian seperti ini, memberikan kontribusi terhadap tingginya angka
kematian ibu akibat kehamilan dan persalinan di Indonnesia.

2.3 PEMBAHASAN LBM

2.3.1 Klarifikasi Istilah


2.3.1.1 Audit maternal perinatal : merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab
kesakitan dan kematian ibu & perinatal dengan tujuan untuk pencegahan kematian
dimasa mendatang.

3
2.3.1.2 Kehamilan resiko tinggi : Kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin yang dikandungnya selama
kehamilan, persalinan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan
dan nifas normal.
2.3.1.3 Angka kematian ibu : jumlah kematian ibu akibat dari proses kehamilan, persalinan
dan pasca persalinan per 10.000 kelahiran hidup pada masa tertentu.
2.3.2 Identifikasi Masalah
2.3.2.1 Apakah yang dimaksud dengan kehamilan yang tidak diinginkan?
2.3.2.2 Apakah yang dimaksud dengan perilaku beresiko pada masa remaja?
2.3.2.3 Apakah yang dimaksud dengan kehamilan resiko tinggi ?
2.3.2.4 Apakah yang dimaksud dengan audit maternal perinatal ?
2.3.3 Brain Storming
2.3.3.1 Apakah yang dimaksud dengan kehamilan pada remaja dan kehamilan yang tidak
diinginkan ?
A. Kehamilan pada Remaja (Azinar, 2013)
Kehamilan di usia muda yaitu remaja yang sudah menikah atau belum menikah
kemudian hamil dalam usia relatif muda dibawah umur 20 tahun.
1. Sebab terjadinya kehamilan pada remaja antara lain :
a. Faktor Agama dan Iman
Kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat
remaja dengan gampang melakukan hubungan suami isteri di luar nikah sehingga terjadi
kehamilan, pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab.
b. Faktor Lingkungan
 Orang Tua
Kurangnya perhatian khususnya dari orang tua remaja untuk dapat memberikan
pendidikan seks yang baik dan benar. Dimana dalam hal ini orang tua bersikap tidak terbuka
terhadap anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.
 Teman, Tetangga dan Media

4
Pergaulan yang salah serta penyampaian dan penyalahgunaan dari media elektronik yang
salah. Dapat membuat para remaja berpikiran bahwa seks bukanlah hal yang tabu lagi tapi
merupakan sesuatu yang lazim
c. Pengetahuan yang minim
Pengetahuan remaja yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan. Pengetahuan
seksual yang setengah-setengah mendorong gairah seksual sehingga tidak bisa dikendalikan.
Hal ini akan meningkatkan resiko dampak negatif seksual. Dalam keadaan orang tua yang
tidak terbuka mengenai masalah seksual, remaja akan mencari informasi tersebut dari sumber
yang lain, teman-teman sebaya, buku, majalah, internet, video atau blue film. Mereka sendiri
belum dapat memilih mana yang baik dan perlu dilihat atau mana yang harus dihindari.
d. Perubahan zaman
Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem
nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem yang lain yang bertentangan
dengan nilai moral dan agama, seperti fashion dan film yang begitu intensif sehingga remaja
dihadapkan ke dalam gaya pergaulan hidup bebas, termasuk masalah hubungan seks di luar
nikah.
e. Semakin cepatnya usia pubertas
Semakin cepatnya usia pubertas (berkaitan dengan tumbuh kembang remaja), sedangkan
pernikahan semakin tertunda akibat tuntutan kehidupan saat ini menyebabkan “masa-masa
tunda hubungan seksual” menjadi semakin panjang. Jika tidak diberikan pengarahan yang
tepat maka penyaluran seksual yang dipilih beresiko tinggi.
f. Adanya Trend baru dalam berpacaran di kalangan remaja
Dimana kalau dulu melakukan hubungan seksual diluar nikah meskipun dengan rela
sendiri sudah dianggap bebas. Namun sekarang sudah pula bergeser nilainya, yang dianggap
seks bebas adalah jika melakukan hubungan seksual dengan banyak orang.
2. Dampak kehamilan pada usia muda
Penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat
antara umur 20-30 tahun. Keadan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk
hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu, perkembangan dan pertumbuhan janin.

5
Keadaan tersebut akan semakin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologis,
sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya :
- Keguguran
Keguguran sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja
yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional yang
dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius.
- Persalinan prematur, BBLR, dan kelainan bawaan.
Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin
tingginya kelahiran prematur, BBLR, dan kelainan bawaan.
- Mudah terjadi infeksi
Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan
terjadinya infeksi saat hamil.
- Anemia
Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi dengan keluhan cepat
lelah, sering pusing, mata kunang-kunang, dan mual pada Hamil muda. Menurut WHO,
kejadian anemia hamil berkisar antara 20 % - 89 %. Dengan menetapkan Hb 11gr% sebagai
dasarnya: 9-10gr % anemia ringan,7-8gr % anemia sedang, < 7gr % anemia berat.
- Keracunan kehamilan ( Gestosis )
Keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan
terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia dan eklampsia.
- Kematian ibu yang tinggi
Remaja yang stress akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakukan
pengguguran kandungan sebagai tindakan yang paling rasional untuk menyelesaikan masalah
hamil remaja yang mempunyai keuntungan.
3. Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
 Risiko bagi ibunya :
a. Mengalami perdarahan.
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena otot rahim yang terlalu
lemah dalam proses involusi. selain itu juga disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah

6
yang tertinggal didalam rahim), kemudian proses pembekuan darah yang lambat dan juga
dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
b. Kemungkinan keguguran / abortus.
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi keguguran. hal ini disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah dan juga abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun
memakai alat.
c. Persalinan yang lama dan sulit.
Adalah persalinan yang disertai komplikasi ibu maupun janin.penyebab dari persalinan
lama sendiri dipengaruhi oleh kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his
dan mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.
d. Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan dan infeksi.
 Dari bayinya :
a. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.
Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259 hari). hal ini terjadi karena
pada saat pertumbuhan janin zat yang diperlukan berkurang.
b. Berat badan lahir rendah (BBLR).
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500 gram. kebanyakan hal
ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil, umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. Dapat
juga dipengaruhi penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
c. Cacat bawaan.
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat pertumbuhan.hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus
rubela serta faktor gizi dan kelainan hormon.
 Dampak kehamilan remaja
Menurut Bolton (1980) ada berbagai dampak yang dialami akibat kehamilan diantaranya
adalah :
1. Terhambatnya tugas perkembangan
Banyak tugas perkembangan yang tidak dapat diselesaikan oleh remaja akibat
kehamilan. Bahkan ada tugas-tugas yang akan dilewati begitu saja akibat tuntutan untuk

7
menjalankan peran barunya sebagai orang dewasa, padahal dalam perkembanganya yang
normal remaja harus menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu, bisa memasuki tahap
perkembangan selanjutnya.
2. Disfungsi keluarga
Sebagai anggota keluarga, remaja yang hamil seringkali dianggap sebagai pembawa
krisis atau permasalahan dalam keluarga. Permasalahan ini tidak bisa dielakan dan menuntut
adanya penyesuaian dari seluruh anggota keluarga, dan sangat potensial untuk menimbulkan
konflik dan stress.
3. Resiko kesehatan
Dalam menjalani masa kehamilan, remaja mempunyai beberapa tugas berkaitan dengan
perawatan dirinya. Hal ini seringkali melelahkan dan menjadi beban sehingga remaja tidak
mengindahkan beberapa hal yang penting berkaitan dengan perawatan kehamilanya. Hal ini
cukup beresiko bagi kelangsungan hidup remaja tersebut dan bayi dikandungnya.
4. Konflik emosional
Konflik yang dialami akan meningkatkan pada saat terjadinya interaksi antara tuntutan
dari lingkungan sosial remaja dengan kewajibanya untuk mengasuh anak. Sebagai remaja
kebutuhan bersosialisasi masih tinggi, karena itu pekerjaan merawat anak seringkali
dirasakan membebani dan mengganggu dunia remajanya.
5. Defisiensi dalam bidang pendidikan dan pekerjaan
Santrock (2003) menyatakan bahwa remaja yang kehamilan umumnya terhambat dalam
hal pendidikan. Walaupun mereka akhirnya meneruskan pendidikan tetapi mereka tetap tidak
bisa menyamai remaja pada umumnya.
B. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)
KTD atau kehamilan tidak diinginkan merupakan kehamilan saat dimana salah satu atau
kedua belah pihak dari pasangan tidak menginginkan terjadinya kehamilan sama sekali atau
kehamilan yang sebenarnya diinginkan tapi tidak pada saat itu. KTD sebenarnya dapat pula
terjadi pada pasangan yang telah menikah karena pasangan tersebut belum merencanakan
kehamilan. Namun, kasus KTD yang kini menjadi sorotan publik dan menjadi perhatian yaitu
kasus KTD yang terjadi pada remaja (Azinar, 2013).

8
Muzdalifah (2008) meyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan KTD antara lain
: kehamilan yang terjadi akibat perkosaan, kehamilan terjadi pada saat yang belum
diharapkan, bayi dalam kandungan ternyata menderita cacat majemuk yang berat, kehamilan
yang terjadi akibat hubungan seksual diluar nikah, anak sudah banyak, sosial ekonomi
rendah, umur tua, kegagalan alat kontrasepsi, suami tidak bersedia menerima kehamilan lagi,
jarak antara anak terlalu dekat, ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku
seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan, kondisi kesehatan ibu yang tidak mengizinkan
adanya kehamilan, alasan karir atau masih sekolah dan kehamilan karena incest.
Masa remaja merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Pola tingkah
laku remaja dipengaruhi oleh pertumbuhan sosial dan pola kehidupan masyarakat yang
nantinya menentukan kehidupan pribadi remaja. Beberapa karakteristik remaja yang
berpotensi menyebabkan terjadinya KTD. Masa remaja adalah masa terjadinya krisis
identitas atau pencarian identitas diri, sehingga pengaruh lingkungan yang tidak baik dan
kurangnya informasi yang benar menyebabkan permasalahan termasuk KTD (Azinar, 2013).
 Dampak KTD pada remaja (Utami, 2017)
a. Tekanan psikologis (sanksi sosial)
b. Putus sekolah
c. Keretanan terjadinya gangguan pada kesehatan organ reproduksi
d. Perasaan malu
e. Sensitif atau mudah marah
f. Peningkatan kasus aborsi

2.3.3.2 Apakah yang dimaksud dengan perilaku beresiko pada masa remaja/pubertas?
1. Definisi remaja
Secara etimologis, remaja atau dalam bahasa Inggris disebut adolescence berasal dari
bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan
menjadi dewasa. Secara terminologis, sulit untuk mendefinisikan remaja dalam istilah yang
tepat dikarenakan beberapa alasan. Pertama, setiap individu mengalami masa remaja yang

9
berbeda-beda tergantung pada maturasi fisik, emosional, dan kognitif. Faktor kedua yaitu
luasnya variasi hukum nasional yang mengatur batas usia minimum untuk partisipasi secara
legal dalam aktivitas orang dewasa seperti pemilihan umum, pernikahan, wajib militer,
kepemilikan properti, dan konsumsi alkohol. Selain itu, terdapat banyak remaja di berbagai
belahan dunia yang terlibat dalam aktivitas orang dewasa, misalnya perburuhan, pernikahan,
pengasuhan primer, dan konflik. Meskipun demikian, Persatuan Bangsa-bangsa (PBB)
mendefinisikan remaja sebagai individu berusia 10-19 tahun, pada dasarnya yaitu individu
yang berada pada dekade kedua kehidupannya (Sarwono, 2013).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan masa remaja sebagai masa
pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa kanak- kanak dan
sebelum masa dewasa, dari usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja merupakan transisi
penting dalam rentang kehidupan manusia. Masa ini merupakan masa terjadinya
perubahan fisik, mental, dan sosial-ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan dan
perubahan yang tercepat setelah masa bayi. Determinan biologis pada masa remaja bersifat
cukup universal, namun durasi dan karakteristik-karakteristik lain seperti waktu, budaya, dan
situasi sosial-ekonomi dapat bervariasi. Selama abad terakhir ini, terjadi banyak perubahan
pola pada masa remaja meliputi onset pubertas yang lebih awal, usia menikah yang lebih tua,
urbanisasi, komunikasi global, dan perubahan sikap dan perilaku seksual (WHO, 2014).
Dalam pembahasan mengenai remaja seringkali digunakan istilah pubertas dan
adolesen. Istilah pubertas menyatakan perubahan biologis dalam aspek anatomi dan
fisiologi, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin. Masa pubertas disebut
sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Sedangkan adolesen
lebih ditekankan pada perubahan psikososial yang menyertai pubertas (Sarwono, 2013).
2. Pertumbuhan dan perkembangan remaja (Sarwono, 2013).
Berdasarkan maturasi pikososial dan seksual, terdapat tiga tahapan perkembangan remaja
yaitu sebagai berikut:
 Masa remaja awal (11-13 tahun)
 Masa remaja pertengahan (14-16 tahun)
 Masa remaja lanjut (17-20 tahun)

10
3. Perubahan perilaku remaja (Santrock, 2003)
Perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional remaja memperantarai proses
eksplorasi dalam rangka penyesuaian dirinya dengan transisi perilaku yang terjadi.
Pengambilan risiko pada masa remaja bersifat alamiah dan sebenarnya justru berperan
penting dalam membentuk identitas diri, mencoba mengambil keputusan, dan menilai diri
sendiri secara realistik. Akan tetapi, terkadang remaja berlaku melebihi kapasitasnya
sehingga perilaku tersebut menjadi terlalu berisiko dan dapat mengakibatkan ancaman
terhadap kesehatan maupun aspek lain.
4. Perilaku seksual remaja (Azinar, 2013)
a. Definisi
Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas organisme yang bersangkutan
yang merupakan hasil interaksi bersama antara faktor internal dan eksternal, baik yang dapat
diamati maupun tidak dapat diamati. Skinner mendefinisikan perilaku sebagai respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus, sedangkan Lewin menambahkan bahwa perilaku adalah
hasil dari interaksi antara berbagai gaya psikologis yang meliputi faktor personal dan faktor
lingkungan. Menurut Notoatmodjo, faktor perilaku terdiri dari faktor ekologis, desain dan
arsitektur, faktor temporal, suasana (setting) perilaku, teknologi, dan faktor sosial.
Seks (jenis kelamin) merujuk pada karakteristik biologis yang mendefinisikan manusia
sebagai perempuan dan laki-laki. Seksual adalah stimulus atau dorongan yang timbul
berhubungan dengan seks. Seksualitas dapat didefinisikan sebagai tata kehidupan dari
manusia yang mengalami perkembangan sejak dari masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa
serta dimanifestasikan dalam bentuk perilaku seksual yang terkandung dalam fungsi
seksual. Seksualitas meliputi jenis kelamin, identitas dan peran gender, orientasi seksual,
erotisisme, kesenangan (pleasure), keintiman, dan reproduksi. Seksualitas dialami dan
diekspresikan melalui pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, praktik,
peran, dan hubungan. Seksualitas dipengaruhi oleh interaksi dari faktor- faktor biologis,
psikologis, sosial, ekonomi, politik, kultur, etika, legal, sejarah, agama, dan spiritual.
Perilaku seksual pranikah diartikan sebagai tingkah laku yang berhubungan dengan
dorongan seksual dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum

11
adanya tali perkawinan yang sah baik secara hukum maupun agama. Perilaku seksual remaja
adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang
timbul, baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Perilaku seksual terdiri dari gaya hidup
seksual (orientasi seksual, pengalaman seksual, jumlah pasangan), peristiwa-peristiwa
kesehatan (PMS, kehamilan, aborsi), dan penggunaan kondom serta alat kontrasepsi.
b. Tahapan perilaku seksual remaja
Menurut Sarwono, perilaku seksual remaja dalam proses berpacaran dapat dilakukan
dalam beberapa tahapan antara lain berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium
bibir, dipegang atau memegang payudara, memegang alat kelamin, dan melakukan senggama
atau hubungan seksual dengan pasangan.
Sedangkan Duvall dan Miller menjelaskan bahwa perilaku seksual mengikuti
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Bersentuhan (touching)
Perilaku dari sentuhan yang umum dilakukan adalah berpegangan tangan atau
berpelukan. Sentuhan dapat dilakukan di daerah genital atau daerah lainnya. Bagi sebagian
orang yang sudah terangsang, berpegangan tangan atau usapan di wajah dapat merangsang
secara seksual layaknya sentuhan pada daerah genital.
2) Berciuman (kissing)
Ciuman tidak terbatas pada bibir atau mulut saja, namun juga meliputi bagian tubuh yang
lain seperti wajah, leher, tangan, kaki, dan daerah genital. Berciuman dapat dilakukan dengan
dengan kondisi mulut tertutup atau terbuka.
3) Bercumbu (petting)
Bercumbu meliputi aktivitas seperti menyentuh atau merangsang daerah sensitif dari
tubuh pasangan, yang berkisar dari cumbuan ringan hingga cumbuan berat di daerah genital.
Perilaku seks oral untuk merangsang alat kelamin pasangan dengan tangan atau dengan
mulut, baik berupa fellatio (perangsangan penis oleh perempuan dengan mulut) maupun
cunnilingus (perangsangan klitoris atau vulva oleh laki-laki), termasuk dalam tahapan ini.
4) Hubungan seksual (sexual intercourse/coitus)

12
Hubungan seksual didefinisikan sebagai hubungan yang melibatkan penetrasi
penis ke dalam vagina. Hubungan seksual yang dibenarkan menurut etika, moral, dan agama
yaitu jika dilakukan melalui sebuah ikatan pernikahan antara seorang laki-laki dan
perempuan yang dilandasi oleh rasa cinta. Dengan bersetubuh, dua orang akan menjadi satu
secara fisik dan emosional. Hal inilah yang disebut pemenuhan dorongan seksual dalam arti
yang sebenarnya. Aktivitas seksual seperti ini tidak menimbulkan rasa ketakutan terhadap
penyakit menular, risiko kehamilan diluar nikah, ataupun berdosa.
c. Penyimpangan perilaku seksual
Berikut ini beberapa bentuk penyimpangan seksual yang dapat ditemukan dalam
masyarakat:
 Onani
 Homoseksual
 Pelacuran atau prostitusi
 Pornografi dan pornoaks
 Incest
 Transeksual
d. Dampak perilaku seksual remaja
Perilaku seksual berisiko pada remaja dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif
pada berbagai aspek kehidupan sebagai berikut:
1) Dampak fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual remaja ini meliputi kehamilan tidak diinginkan,
PMS terutama HIV/AIDS, dan kanker serviks.
Perilaku seksual remaja dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan. Sebanyak 52
dari 1000 remaja perempuan berusia 15 – 19 tahun di Indonesia pernah melahirkan hidup dan
sebesar 16 juta remaja melahirkan tiap tahunnya. Kehamilan secara faktual cenderung lebih
dihadapkan pada risiko kesehatan dan lebih rentan terhadap kasus putus sekolah.
Konsekuensi dari kehamilan dini meliputi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak berkaitan
dengan rendahnya keterjangkauan pelayanan antenatal, natal, dan postnatal yang terampil
serta aborsi yang tidak aman. Tingginya angka kematian ibu dikarenakan tubuh remaja belum

13
cukup matur untuk menghadapi kehamilan. Komplikasi berkaitan dengan kehamilan dan
kelahiran seperti anemia, preeclampsia atau eclampsia, abortus, partus prematurus,
perdarahan, dan tindakan operatif obstetrik merupakan beberapa penyebab utama
kematian ibu yang diperkirakan sebesar 500.000 per tahun. Risiko kematian berkaitan dengan
kehamilan dan kelahiran bayi pada perempuan usia 15-19 tahun meningkat 2 kali daripada
perempuan berusia 20 tahunan, sedangkan pada usia kurang dari 15 tahun bisa meningkat 5
kali lipat.
Kehamilan tidak diinginkan akibat perilaku seksual dapat melatarbelakangi dilakukannya
tindakan aborsi tidak aman yang berkaitan secara langsung dengan kematian dan cedera
banyak remaja perempuan. Diperkirakan terdapat 3 juta kasus aborsi tidak aman pada
remaja usia 15-19 tahun pada tahun 2008. Di antaranya, 14% kasus terjadi di negara-negara
berkembang dan melibatkan remaja berusia di bawah 20 tahun. Sebagian besar kasus
dilakukan oleh tenaga medis tidak terlatih dan seringkali di tempat yang berbahaya dengan
kondisi tidak higienis. Aborsi dapat mengakibatkan infeksi, perdarahan, syok, fistula genitalis
traumatis, bahkan kematian ibu dan/atau anak.
Risiko lebih lanjut berkaitan dengan perilaku seksual remaja yaitu PMS yang merupakan
salah satu penyakit utama di dunia yang berpengaruh besar terhadap konsekuensi kesehatan.
Penyakit ini memfasilitasi transmisi HIV dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
infertilitas, kanker serviks, penyakit inflamasi pelvis, gangguan pada janin, dan kehamilan di
luar kandungan (ectopic pregnancy). Di dunia, angka PMS tertinggi ditemukan pada
kelompok usia 15-20 tahun, yaitu mencapai hingga 60% dari kasus baru. Diketahui bahwa
separuh penduduk dengan HIV terdapat di kelompok usia ini.
Dampak serius lebih lanjut dari perilaku seksual remaja yaitu HIV/AIDS. Sekarang HIV
merupakan penyebab kematian remaja kedua di dunia. Terdapat banyak kasus baru HIV di
dunia melibatkan penduduk dalam kelompok usia 15-24 tahun. Di Indonesia, perkembangan
jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan secara
signifikan hingga 35% dibanding tahun 2012. Akan tetapi pada tahun 2013 terjadi penurunan
kasus baru AIDS menjadi sebesar 5.608 kasus. Secara kumulatif, kasus AIDS sampai dengan
tahun 2013 sebesar 52.348 kasus. Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) akibat

14
AIDS sejak 2004 cenderung menurun dan pada tahun 2013, CFR AIDS di Indonesia sebesar
1,67%.
Perilaku seksual remaja terutama aktivitas seksual pada usia muda dalam jangka panjang
berhubungan dengan kanker serviks yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus
(HPV), khusunya tipe 16, 18, 31, dan 45. Kanker serviks merupakan penyakit kanker pada
perempuan yang paling banyak menyebabkan kematian akibat penyakit kanker, terutama
di negara berkembang seperti Indonesia. Diperkirakan terdapat 500.000 kasus baru kanker
serviks di seluruh dunia.
2) Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual remaja di antaranya yaitu timbulnya
perasaan marah, takut, rendah diri, bersalah, dan berdosa serta berkaitan dengan
kecemasan atau depresi.
3) Dampak sosial
Dampak sosial dapat bervariasi dari dikucilkan atau dicemooh oleh masyarakat, putus
sekolah karena kehamilan, hingga perubahan peran ibu.
2.3.3.3 Apakah yang dimaksud dengan kehamilan resiko tinggi ?
Kehamilan risiko tinggi merupakan kehamilan dengan adanya kondisi yang dapat
menambah risiko terjadinya kelainan atau ancaman bahaya pada janin. Pada kehamilan risiko
tinggi terdapat tindakan khusus terhadap ibu dan janin. Kesehatan atau bahkan kehidupan ibu
dan janin menjadi terancam bahaya akibat adanya gangguan kehamilan (Lalage, 2013).
a. Kehamilan berisiko tinggi biasanya terjadi karena faktor 4 terlalu dan 3 terlambat
(Kemkes RI, 2016) :
 4 (empat) Terlalu yaitu:
1. Terlalu muda untuk hamil (kurang dari 20 tahun).
2. Terlalu tua untuk hamil (kurang dari 35 tahun).
3. Terlalu sering hamil (anak lebih dari 3).
4. Terlalu dekat atau rapat jarak kehamilannya (kurang dari 2 tahun).
 3 Terlambat yaitu:
1. Terlambat mengambil keputusan untuk mencari upaya medis kedaruratan.

15
2. Terlambat tiba di fasilitas kesehatan.
3. Terlambat mendapat pertolongan medis.
b. Tanda-Tanda Kehamilan Risiko Tinggi (Kemkes RI, 2016) :
1. Keguguran.
Keguguran dapat terjadi secara tidak disengaja. Misalnya : karena terkejut, cemas, stres.
Tetapi ada juga keguguran yang sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga
dapat menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan
infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.
2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan.
Prematuritas terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi terutama rahim yang
belum siap dalam suatu proses kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi
oleh kurangnya gizi saat hamil dan juga umur ibu yang belum 20 tahun. Cacat bawaan
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan akan asupan
gizi sangat rendah, pemeriksaan kehamilan (ANC) yang kurang, keadaan psikologi ibu
kurang stabil. Selain itu cacat bawaan juga disebabkan karena keturunan (genetik) proses
pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan (gynecosit sytotec) atau
dengan loncat-loncat dan memijat perutnya sendiri.
Pengetahuan ibu hamil akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan
berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin
tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan.
3. Mudah terjadi infeksi.
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress memudahkan terjadi
infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
4. Anemia kehamilan / kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil disebabkan kurang pengetahuan akan pentingnya gizi
pada saat hamil karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. Tambahan
zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel
darah merah janin dan plasenta. Lama kelamaan seorang yang kehilangan sel darah merah
akan menjadi anemis.

16
5. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin
meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk pre-eklampsia atau eklampsia. Pre-
eklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.
6. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena perdarahan dan infeksi .
c. Penanganan / Penatalaksanaan Kehamilan Berisiko tinggi (Rochjati, P., 2011).
1. Lebih banyak mengunjungi dokter dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
risiko tinggi. Tekanan darah anda akan diperiksa secara teratur, dan urin anda akan dites
untuk melihat kandungan protein dalam urin (tanda preeclampsia) dan infeksi pada
saluran kencing.
2. Tes genetik mungkin dilakukan bila anda berusia diatas 35 tahun atau pernah memiliki
masalah genetik pada kehamilan sebelumnya. Dokter akan meresepkan obat-obatan
yang mungkin anda butuhkan, seperti obat diabetes, asma, atau tekanan darah tinggi.
3. Kunjungi dokter secara rutin
4. Makan makanan sehat yang mengandung protein, susu dan produk olahannya, buah-
buahan, dan sayur-sayuran.
5. Minum obat-obatan, zat besi, atau vitamin yang diresepkan dokter. Jangan minum obat-
obatan yang dijual bebas tanpa resep dokter.
6. Minum asam folat setiap hari. Minum asam folat sebelum dan selama masa awal
kehamilan mengurangi kemungkinan anda melahirkan bayi dengan gangguang saraf/otak
maupun cacat bawaan lainnya.
7. Ikuti instruksi dokter anda dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
8. Berhenti merokok dan jauhkan diri dari asap rokok
9. Berhenti minum alkohol
10. Menjaga jarak dari orang-orang yang sedang terkena flu atau infeksi lainnya.
d. Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi
Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah bila gejalanya

17
ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan menurut Kemkes
RI, 2016 antara lain:
1. Sering memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur, minimal 4x kunjungan
selama masa kehamilan yaitu:
Satu kali kunjungan pada triwulan pertama (tiga bulan pertama).
Satu kali kunjungan pada triwulan kedua (antara bulan keempat sampai bulan
keenam).
Dua kali kunjungan pada triwulan ketiga (bulan ketujuh sampai bulan kesembilan).
2. Imunisasi TT yaitu imunisasi anti tetanus 2 (dua) kali selama kehamilan dengan jarak
satu bulan, untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir.
3. Bila ditemukan risiko tinggi, pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan intensif
4. Makan makanan yang bergizi. Asupan gizi seimbang pada ibu hamil dapat meningkatkan
kesehatan ibu dan menghindarinya dari penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
kekurangan zat gizi.
5. Menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil:
Berdekatan dengan penderita penyakit menular.
Asap rokok dan jangan merokok.
Makanan dan minuman beralkohol.
Pekerjaan berat.
Penggunaan obat-obatan tanpa petunjuk dokter/bidan.
Pemijatan/urut perut selama hamil.
Berpantang makanan yang dibutuhkan pada ibu hamil.
6. Mengenal tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi dan mewaspadai penyakit apa saja
pada ibu hamil.
7. Segera periksa bila ditemukan tanda -tanda kehamilan dengan risiko tinggi.
Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes/bidan desa, Puskesmas/Puskesmas
pembantu, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah atau swasta.
Cara mencegah kehamilan risiko tinggi yaitu tidak melahirkan pada umur kurang dari 20
tahun / lebih dari 35 tahun, hindari jarak kelahiran terlalu dekat / kurang dari 2 tahun,

18
rencanakan jumlah anak 2 orang saja, memeriksa kehamilan secara teratur pada tenaga
kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, memakan makanan yang bergizi
(Kemkes, 2016).
2.3.3.4 Apakah yang dimaksud dengan audit maternal perinatal?

A. Definisi
Audit merupakan suatu penilaian yang berkesinambungan meliputi pengamatan dan
evaluasi dari suatu situasi. Suatu audit informasi haruslah dikumpulkan secara sistematis dan
kemudian dipresentasikan secara utuh agar dapat dimengerti. Audit medik dapat membantu
kita untuk menemukan masalah dan kemudian membuat rencana untuk menemukan solusinya
(Depkes, 2010).
Secara umum, pengertian audit medik seperti yang diinformasikan oleh The British
Government adalah analisis yang sistematis dan kritis tentang kualitas pelayanan medik,
termasuk di dalamnya (Depkes, 2010) :
 Kualitas hidup dan luaran (outcome) untuk pasien
 Prosedur yang dipakai untuk mendiagnosis dan mengobati
 Penggunaan sumber-sumber; dengan tujuan pelayanan yang diberikan kepada pasien
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa audit maternal perinatal adalah
kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal dan neonatal guna
mencegah kesakitan dan atau kematian serupa di masa yang akan datang.
Menurut Kementerian Kesehatan RI Audit Maternal Perinatal (AMP) adalah proses
penelaahan bersama kasus kesakitan dan kematian ibu dan perinatal serta
penatalaksanaannya, dengan menggunakan berbagai informasi dan pengalaman dari
kelompok terkait, untuk mendapatkan masukan mengenai intervensi yang paling tepat
dilakukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan KIA di suatu RS atau wilayah. AMP
merupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan kematian ibu dan perinatal
dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang akan datang. Penelusuran ini
memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara faktor penyebab yang dapat
dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Kegiatan ini membantu tenaga kesehatan untuk

19
menentukan pengaruh keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian (Kemkes,
2016).
Istilah audit mungkin merupakan kata yang kurang menguntungkan dalam konteks AMP;
karena audit disini tidak seperti audit akuntansi, dimana pihak luar ikut serta. Kata audit
membuat para klinisi, yang sudah sibuk dengan kegiatan sehari-hari menjadi curiga.
Beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota telah menggantikan kata ini dengan terminology
lain, misalnya Assessment (Kemkes, 2016).
B. Tujuan Audit Maternal Perinatal
a. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan KIA di seluruh wilayah kabupaten dalam rangka
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan perinatal.
b. Tujuan Khusus
1. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur
dan berkesinambungan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota, Rumah Sakit
Kabupaten dan Puskesmas
2. Menentukan intervensi untuk masing-masing pihak yang diperlukan untuk mengatasi
masalah-masalah yang ditemukan dalam mengatasi pembahasan kasus.
3. Mengembangkan mekanisme koordinasi antara DKK, Rumah Sakit Kabupaten/Daerah
dan Puskesmas dalam perencanaan, pelaksanaan, pematauan dan evaluasi terhadap
intervensi yang disepakati.
C. Proses Audit Maternal Perinatal
Proses audit merupakan fenomena yang berdaur (cyclic). Sebetulnya perkataan
siklus/daur disini kurang tepat karena seolah-olah tidak akan terjadi kemajuan. Oleh karena
itu, kata spiral lebih tepat dipakai karena menunjukkan kemajuan. Jadi, selain sirkuler juga
maju sesuai dengan penyempurnaan pelayanan kesehatan.

Persetujuan untuk Audit


Rekomendasi
dilaksanakan

Tentukan standar
20 Audit
ulang
Rekomendasi
yang disetujui
Disiminasi
standar
AUDIT
Gambar 1. Proses Audit
D. Langkah-langkah dan Kegiatan AMP
a. Persiapan
1. Pembentukan tim AMP
Susunan disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Secara umum susunan tim
yang disarankan :
Pelindung : Bupati/Walikota
Ketua : Kepala Dinas Kesehatan
Wakil Ketua : Direktur Rumah Sakit Dati II
Sekretaris : Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit, Dokter
Spesialis Anak Rumah Sakit
2. Penyebarluasan informasi dan petunjuk teknis pelaksanaan AMP. Menyampaikan
informasi dan menyamakan persepsi dengan pihak terkait mengenai pengertian dan
pelaksanaan AMP
3. Menyusun rencana kegiatan AMP
4. Orientasi pengelola program KIA dalam pelaksanaan AMP
b. Pelaksanaan AMP
1. Persiapan pelaksanaan
Menentukan :
 Kasus yang menarik
 Lokasi dilakukan AMP
 Format pencatatan dan pelaporan
2. Pelaksanaan Kegiatan AMP

21
Secara berkala dilakukan pelaksanaan AMP dengan melibatkan Kepala Puskesmas dan
pelaksana pelayananan KIA di puskesmas. Dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis
anak Rumah Sakit Kabupaten/Kota dan staf pengelola yang terkait, kepala dinas kesehatan
dan staf pengelola yang terkait, pihak lain yang terkait, misalnya bidan praktik swasta,
petugas rekam medic Rumah Sakit Kabupaten.
3. Penyusunan rencana tindak lanjut terhadap temuan dari kegiatan AMP. Melaksanakan
kegiatan tindak lanjut yang telah disepakati dalam pertemuan AMP.
c. Pencatatan dan Pelaporan
1. Pencatatan
a) Puskesmas
 Rekam medis yang ada
 Formulir R (rujukan maternal dan perinatal)
 Formulir OM dan OP (otopsi maternal dan perinatal)
b) RSUD Kabupaten
 Formulir MP : semua ibu bersalin dan BBL masuk rumah sakit, pengisian dilakukan oleh
bidan atau perawat
 Formulir MA : hasil kesimpulan dari AM/AP. Yang mengisi adalah dokter yang bertugas
di bagian kebidanan dan penyakit kandungan (untuk kasus ibu) dan bagian anak (untuk
kasus perinatal)
2. Pelaporan
RSUD Kabupaten
- Laporan jumlah persalinan normal dan patologis, rujukan dan kematian. Laporan
triwulan berisi informasi mengenai kasus ibu dan perinatal yang ditangani RSUD
Kabupaten
- Pada tahap awal dilakukan pelaporan komplikasi yang paling sering terjadi pada ibu dan
bayi baru lahir.
 Dinas Kesehatan Kabupaten
Pelaporan pelayanan kesehatan maternal dan perinatal
d. Pemantauan dan Evaluasi

22
1. Pemantauan
 Pemantauan melalui laporan masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan AMP
 Pemantauan kegiatan tindak lanjut kegiatan AMP
2. Supervisi
Bila terdapat keterbatasan tenaga, dana dan sarana, supervise dilakukan secara acak,
disesuaikan dengan masalah.
3. Evaluasi
Dilakukan dengan menggunakan indicator :
a) Kecenderungan case facility rate (CFR) dari setiap jenis komplikasi/gangguan ibu dan
perinatal yang diperlukan
b) Proporsi tiap jenis kesakitan ibu/perinatal yang dipantau
c) Cakupan pelayanan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
d) Frekuensi pertemuan audit di Kabupaten dalam satu tahun
e) Frekuensi pertemuan tim AMP di Kabupaten dalam satu tahun
E. Mekanisme Kerja Audit Maternal Perinatal (AMP) (Depkes, 2010)
Kasus kematian/kesakitan maternal dan perinatal/neonatal dilaporkan oleh
pasien/masyarakat, petugas pemberi pelayanan, dan institusi pemberi layanan ke Puskesmas
setempat. Untuk kematian yang terjadi di masyarakat, Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas
yang ditunjuk akan melakukan otopsi verbal dengan menggunakan formulir yang tersedia.
Untuk kematian yang terjadi di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya (RB, BPS, Bidan
di desa), Bidan Koordinator/Bidan Puskesmas yang ditunjuk akan melengkapi formulir
kematian di fasilitas dan otopsi verbalnya.
Kasus kematian di RS baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas Kesehatan
setempat dalam waktu 3 hari. Formulir yang sudah dilengkapi dikirimkan ke Sekretariat
AMP Kabupaten/Kota setempat. Sekretariat mendata, meneliti kelengkapan data, dan
melaporkannya ke Koordinator. Data yang belum lengkap harus dikembalikan ke Puskesmas
pengirim untuk dilengkapi. Data yang terkumpul dan sudah lengkap dibuat anonim.
Sekretariat kemudian berkoordinasi dengan Koordinator untuk mengagendakan pertemuan
pengkaji dan menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertemuan tersebut.

23
Gambar 2. Alur Mekanisme Kerja Audit Maternal Perinatal (AMP)

F. Kekurangan Audit Maternal Perinatal


Audit maternal perinatal dapat berjalan dengan baik jika hal-hal berikut dapat
dilaksanakan :
a. Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
b. Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal,
yaitu wawancara kepada keluatga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau
gejala serta tindakan yang diperoleh  sebelum penderita meninggal sehingga dapat
diketahui perkiraan sebab kematian.
Namun, dalam pelaksanaannya Audit Maternal Perinatal masih memiliki beberapa

24
kekurangan yang menyebabkan tidak berjalannya AMP dengan baik. Pada suatu penelitian
khusus disebutkan bahwa bahkan pada negara-negara yang mempunyai sistem registrasi yang
baik pun sekitar 50% kematian maternal tidak dilaporkan karena tidak terklasifikasikan.
Sistem registrasi tergantung pada identifikasi yang tepat dari penyebab kematian maternal
yang terjadi pada fasilitas kesehatan, hal tersebut diidentifikasi dengan pemeriksaan patologi
post-mortem dan dilaporkan dalam otopsi verbal. Otopsi verbal adalah informasi tentang
sebab kematian, digunakan untuk menentukan prioritas kesehatan masyarakat, pola penyakit,
tren penyakit, dan untuk evaluasi dampak upaya preventif ataupun promotif. Seringkali
ditemukan kematian di masyarakat dan dilaporkan sesudah terjadinya kematian.
2.3.4 Rangkuman Permasalahan

Kehamilan remaja pranikah

Dampak : abortus, kehamilan resiko tinggi

Meningkatnya angka kematian ibu  Kehamilan tidak


dan perinatal
2.3.5 Learning Issues diinginkan
2.3.5.1 Apa yang dimaksud dengan angka kematian ibu dan angka
 kematian bayi ?resiko
Kehamilan
2.3.5.2 Bagaimana cara penanganan dan pecegahan kehamilan resikotinggi
tinggi ?
2.3.6 Referensi
2.3.6.1 BPS., BKKBN., KEMENKES dan ICF International. 2013. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2012, Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : BPS.
2.3.6.2 Azinar, M. 2013. Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Terhadap Kehamilan Tidak
Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 8. No.2. Januari 2013.
2.3.6.3 Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
2.3.6.4 Santrock, J.W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.

25
2.3.6.5 Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. 2010.
Pedoman Audit Material Perinatal (AMP). Jakarta: Kementerian Kesehatan.
2.3.6.6 Kementerian Kesehatan RI. 2016. Memelihara Kesehatan Kehamilan. Available at
http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/pdf. Diakses tanggal 4 Mei 2018.

26
2.3.7 Pembahasan Learning Issues
2.3.7.1 Apa yang dimaksud dengan angka kematian ibu dan angka kematian bayi ?
1. Angka Kematian Bayi
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara
garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen
(Kemenkes, 2014).
Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah
kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan
oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
konsepsi atau didapat selama kehamilan (Kemenkes, 2014)..
Kematian bayi eksogen atau kematian post neonatal, adalah kematian bayi yang terjadi
setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor
yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka Kematian Bayi menggambarkan
keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka
Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian neo-natal dan
kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang
berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian
neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil,
misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus (Kemenkes, 2014)..
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu
tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu (WHO, 2012).

Catatan : K = Konstanta (1000)

2. Angka Kematian IBU (AKI)

27
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun
waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat
persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya,
tetapi bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll (who, 2012).
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau
selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan,
yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab
lain, per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2013).
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per
100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum.
Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran (BPS,
2013).

Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan
karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di
daerah tertentu.Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun
tertentu, di daerah tertentu.Konstanta =100.000 bayi lahir hidup (WHO, 2012).

AKI sulit dihitung, karena untuk menghitung AKI dibutuhkan sampel yang besar,
mengingat kejadian kematian ibu adalah kasus yang jarang. Oleh karena itu kita umumnya
dignakan AKI yang telah tersedia untuk keperluan pengembangan perencanaan program
(WHO, 2012).

Kematian maternal lebih banyak terjadi pada ibu dengan karakteristik : rendanya tingkat
pendidikan (di bawah SMP), rendahnya kemampuan membiayai pelayanan persalinan,

28
terlambat memeriksakan kehamilannya, serta melakukan persalinan di rumah. Keadaan ini
menyebabkan kondisi sbb (WHO, 2012) :

1. Terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan untuk mencari pertolongan
segera.
2. Terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberi pertolongan
persalinan.
3. Terlambat memperoleh pertolongan yang memadai di fasilitas pelayanan kesehatan.

Penyebab Kematian Maternal (Pratiwi, 2014) :


1. Penyebab langsung
Penyebab langsung kematian ibu pada umumnya terjadi saat persalinan dan 90%
disebabkan komplikasi. Menurut SKRT 2001 penyebab langsung kematian ibu adalah :
perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (11%), abortus
(5%), trauma obstetrik (5%), emboli obstetrik (5%), partus lama/macet (5%) serta lainnya
(11%).
2. Penyebab tidak langsung
Penyebab tidak langsung kematian maternal adalah rendahnya status gizi dan status
kesehatan serta adanya faktor risiko kehamilan pada ibu. Menurut SKRT 2001 penyebab
tidak langsung kematian maternal adalah : kurang energi kronis (34%), anemia gizi besi
(40%). SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa 22,4% ibu masih dalam keadaan "4 terlalu"
yaitu kehamilan terlalu muda dengan usia < 18 tahun (4.1%), kehamilan terlalu tua dengan
usia > 34 tahun (3.8%), persalinan terlalu sering dengan interval waktu < 2 tahun (5.2%) dan
kehamilan terlalu banyak dengan paritas > 3 (9.3%).
3. Audit Maternal Perinatal (AMP)
Audit maternal perinatal adalah suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian maternal perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian di masa yang
akan datang. Kegiatan ini memungkinkan tenaga kesehatan dapat menentukan hubungan
antara faktor penyebab dengan kejadian kesakitan dan kematian maternal perinatal, sehingga
dapat menetapkan langkah-langkah intervensi (Prawirohardjo, 2010).

29
Audit maternal perinatal nerupakan suatu kegiatan untuk menelusuri sebab kesakitan dan
kematian ibu dan perinatal dengan maksud mencegah kesakitan dan kematian dimasa yang
akan datang. Penelusuran ini memungkinkan tenaga kesehatan menentukan hubungan antara
faktor penyebab yang dapat dicegah dan kesakitan/kematian yang terjadi. Dengan kata lain,
istilah audit maternal perinatal merupakan kegiatan death and case follow up (Prawirohardjo,
2010).
Audit maternal perinatal akan membantu tenaga kesehatan untuk menentukan pengaruh
keadaan dan kejadian yang mendahului kesakitan/kematian. Dari kegiatan ini dapat
ditentukan (Prawirohardjo, 2010) :
1. Sebab dan faktor-faktor terkaitan dalam kesakitan/kematian ibu dan perinatal
2. Dimana dan  mengapa berbagai sistem program gagal dalam mencegah kematian
3. Jenis intervensi dan pembinaan yang diperlukan
Audit maternal perinatal juga dapat berfungsi sebagai alat pemantauan dan sistem
rujukan.
Agar fungsi ini berjalan dengan baik, maka dibutuhkan :
 Pengisian rekam medis yang lengkap dengan benar di semua tingkat pelayanan
kesehatan
 Pelacakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan puskesmas dengan cara otopsi verbal,
yaitu wawancara kepada keluarga atau orang lain yang mengetahui riwayat penyakit atau
gejala serta tindakan yang diperoleh  sebelum penderita meninggal sehingga dapat
diketahui perkiraan sebab kematian.
Tujuan umum audit maternal perinatal adalah meningkatkan mutu pelayanan KIA di
seluruh wilayah kabupaten/kota dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian ibu
dan perinatal.
Tujuan khusus audit maternal adalah :
 Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur
dan berkesimnambungan, yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah
sakit pemerintah atau swasta dan puskesmas, rumah bersalin (RB), bidan praktek swasta
atau BPS di wilayah kabupaten/kota dan dilintas batas kabupaten/kota provinsi

30
 Menentukan intervensi dan pembinaan untuk masing-masing pihak yang diperlukan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus
 Mengembangkan mekanisme koordinasi antara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah
sakit pemerintah/swasta, puskesmas, rumah sakit bersalin dan BPS dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap intervensi yang disepakati
2.3.7.2 Bagaimana cara penanganan dan pecegahan kehamilan resiko tinggi ?
 Penanganan / Penatalaksanaan Kehamilan Berisiko tinggi
a. Lebih banyak mengunjungi dokter dibandingkan denga n mereka yang tidak memiliki
risiko tinggi. Tekanan darah anda akan diperiksa secara teratur, dan urin anda akan dites
untuk melihat kandungan protein dalam urin (tanda preeclampsia) dan infeksi pada
saluran kencing.
b. Tes genetik mungkin dilakukan bila anda berusia diatas 35 tahun atau pernah memiliki
masalah genetik pada kehamilan sebelumnya. Dokter akan meresepkan obat-obatan
yang mungkin anda butuhkan, seperti obat diabetes, asma, atau tekanan darah tinggi.
c. Kunjungi dokter secara rutin
d. Makan makanan sehat yang mengandung protein, susu dan produk olahannya,
buah-buahan, dan sayur-sayuran.
e. Minum obat-obatan, zat besi, atau vitamin yang diresepkan dokter. Jangan minum
obat-obatan yang dijual bebas tanpa resep dokter.
f. Minum asam folat setiap hari. Minum asam folat sebelum dan selama masa awal
kehamilan mengurangi kemungkinan anda melahirkan bayi dengan gangguang saraf/otak
maupun cacat bawaan lainnya.
g. Ikuti instruksi dokter anda dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
h. Berhenti merokok dan jauhkan diri dari asap rokok
i. Berhenti minum alkohol
j. Menjaga jarak dari orang-orang yang sedang terkena flu atau infeksi lainnya
(Wulandari, 2011).
 Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi

31
Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah bila
gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan
menurut Kusmiyati (2011), antara lain:

1. Sering memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur, minimal 4x kunjungan


selama masa kehamilan yaitu:
a. Satu kali kunjungan pada triwulan pertama (tiga bulan pertama).
b. Satu kali kunjungan pada triwulan kedua (antara bulan keempat sampai bulan
keenam).
c. Dua kali kunjungan pada triwulan ketiga (bulan ketujuh sampai bulan kesembilan).
2. Imunisasi TT yaitu imunisasi anti tetanus 2 (dua) kali selama kehamilan dengan
jarak satu bulan, untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir.
3. Bila ditemukan risiko tinggi, pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan intensif
4. Makan makanan yang bergizi Asupan gizi seimbang pada ibu hamil dapat
meningkatkan kesehatan ibu dan menghindarinya dari penyakit- penyakit yang
berhubungan dengan kekurangan zat gizi.
5. Menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil:
a. Berdekatan dengan penderita penyakit menular.
b. Asap rokok dan jangan merokok.
c. Makanan dan minuman beralkohol.
d. Pekerjaan berat.
e. Penggunaan obat-obatan tanpa petunjuk dokter/bidan. f. Pemijatan/urut perut selama
hamil.
f. Berpantang makanan yang dibutuhkan pada ibu hamil.
6. Mengenal tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi dan mewaspadai penyakit apa saja
pada ibu hamil.
7. Segera periksa bila ditemukan tanda -tanda kehamilan dengan risiko tinggi.
Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes/bidan desa, Puskesmas/Puskesmas
pembantu, rumah bersalin, rumah sakit pemerintah atau swasta.

32
Cara mencegah kehamilan risiko tinggi yaitu tidak melahirkan pada umur kurang dari 20
tahun / lebih dari 35 tahun, Hindari jarak kelahiran terlalu dekat / kurang dari 2 tahun,
rencanakan jumlah anak 2 orang saja, memeriksa kehamilan secara teratur pada tenaga
kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, memakan makanan yang bergizi.

 Penatalaksanaan risiko kehamilan 3 terlambat 4 terlalu

Untuk mengatasi 3 terlambat tersebut, pemerintah mempunyai Program Utama MPS


yang responsif Gender, mencakup :

1. Pelayanan Antenatal
2. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil
3. Penanganan komplikasi kebidanan
4. Pelayanan Nifas dan Neonatal
5. Pelayanan Keluarga Berencana.

Adapun upaya menghindari kematian ibu adalah dengan komitmen yang tinggi untuk
dapat menghindari 4 terlalu, yakni (Rochjati, 2011) :

1. Terlalu Muda melahirkan. Menghindari hamil/melahirkan dibawah usia 20 tahun.

Cara menghindari :

 Tunda usia perkawinan


 Rencanakan jumlah anak yang diinginkan
 Tunda kehamilan pertama sampai usia ibu diatas 20 tahun
 Konsultasi/konseling pada petugas kesehatan
 Gunakan alat kontrasepsi (kondom, pil, IUD)
2. Terlalu Tua usia melahirkan. Menghindari hamil/melahirkan di atas usia 35 tahun.

Cara menghindari :

 Tidak hamil lagi


 Gunakan kontrasepsi

33
 Konsultasi/konseling pada tenaga kesehatan

Catatan : bagi pasangan yang belum mempunyai anak pada usia tersebut dianjurkan untuk
berkonsultasi ke dokter.

3. Terlalu Dekat jarak kelahiran.

Yang dimaksud terlalu dekat adalah jarak antara kehamilan satu dengan berikutnya
kurang dari 2 tahun (24 tahun). Jarak kehamilan yang optimal dianjurkan adalah 36 bulan.

Cara menghindari :

 Gunakan alat kontrasepsi (IUD, Impla, pil dan suntik)


 Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan, lanjutkan sampai 2 tahun dengan makanan
pendamping ASI (MPASI)
 Konsultasi pada petugas kesehatan
4. Terlalu Banyak melahirkan

Menghindari melahirkan lebih dari 3 anak.

Cara menghindari :

 Tidak hamil lagi


 Konsultasi/konseling pada petugas
 Gunakan kontrasespi

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian


terutama dikalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan,
munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali menghadapi resiko-resiko kesehatan
reproduksi. Kegiatan-kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan resiko terhadap
berbagai masalah kesehatan reproduksi. Resiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang saling berhubungan, misalnya tuntutan untuk menikah muda dan hubungan
seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, kurangnya perhatian terhadap kebersihan
organ reproduksi, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual, dan pengaruh media massa
maupun gaya hidup yang dapat menyebabkan angka kematian ibu (AKI) meningkat.

35
DAFTAR PUSTAKA

Azinar, M. 2013. Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Terhadap Kehamilan Tidak


Diinginkan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 8. No.2. Januari 2013.

BPS., BKKBN., KEMENKES dan ICF International. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2012, Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : BPS.

Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan. 2010. Pedoman Audit
Material Perinatal (AMP). Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Memelihara Kesehatan Kehamilan. Available at


http://www.depkes.go.id/development/site/depkes/pdf. Diakses tanggal 4 Mei 2018.
Lalage, Z. 2013. Menghadapi Kehamilan Beresiko Tinggi. Klaten : Abata Press.

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prindip Prinsip Dasar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Notoadmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka

Pratiwi DA. Angka Kematian Ibu di Indonesia masih jauh dari terget MDGs 2015.
KOMPASIANA, 2014.

Rochjati, Poedji. 2011. Screening Antenatal pada Ibu Hamil dan Pengenalan Faktor Resiko.
Surabaya : Airlangga University Press.

Santrock, J.W. 2003. Adolescence : Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga.

Sarwono, S.W. (2010). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta: Buku


Kedoktern EGC.

Utami, I., dan Ismarwati. 2017. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kehamilan
Yang Tidak Diinginkan Pada Remaja. Journal of Health Studies, Vol. 1 No. 2, : 168 –
17

World Health Organization (WHO). 2012. Angka Kematian Bayi. Amerika : WHO.

36

Anda mungkin juga menyukai