OLEH KELOMPOK 1
i
KATA PENGHANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini. Penulisan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai kompetensi
Keperawatan Gadar Kritis di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Palembang. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Laporan Kasus ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan saran dari teman-teman jika terdapat kesalahan dalam
penulisan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Tanpa
bantuan teman-teman laporan ini tidak dapat terselesaikan dengan tepat waktu,
oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih atas bantuannya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Cover.............................................................................................................i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan ............2
1. Tujuan Umum 2
2. Tujuan Khusus 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi.................... 4
B. Etiologi 4
C. Patofisiologi 7
D. Pathway 8
E. Manifestasi klinis 9
F. Pemeriksaan penujang 9
G. Penatalaksanaan 10
H. Asuhan keperawatan 11
I. Diagnosa keperawatan 15
J. Intervensi keperawatan 16
BAB III KASUS
A. Pengkajian keperawatan 20
B. Analisa data 29
C. Prioritas masalah 31
D. Diangnosa keperawatan 31
E. Rencana tindakan keperawatan 32
F. Implementasi dan evaluasi keperawatan 40
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian 48
B. Diagnosa keperawatan 49
iii
C. Intervensi keperawatan 50
D. Implementasi Keperawatan 52
E. Evaluasi keperawatan 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 54
B. Saran 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
membutuhkan terapi danpenatalaksanaan yang intensif mulai dari tindakan
premedikasi, pembedahansampai perawatan pasca operasi (Ignatavikus, 2002).
Menurut Mendelow (2008), Pembedahan untuk mengalirkan
ventrikel dapatdigunakan untuk mengobati hidrosefalus tetapi kortikosteroid tidak
boleh digunakan. Operasi untuk mengangkat darah bermanfaat dalam kasus-
kasus tertentu.. Pendarahan otak mempengaruhi sekitar 2,5 per 10.000 orang
setiap tahun. Ini lebih sering terjadi pada pria dan orang tua. Sekitar 44% dari
mereka yang terkena dampak meninggal dalam sebulan. Hasil yang baik terjadi
pada sekitar 20% dari mereka yang terkena dampak. Perdarahan intraserebral
pertama kali dibedakan dari stroke karena aliran darah yang tidak mencukupi,
yang disebut "kebocoran dan sumbat" kurang dari 0-5% dari semua pasien
dengancedera kepala membutuhkan kraniotomi untuk hematoma intracranial serta
diperlukan penanganan yang serius didalam memberikan asuhan keperawatanpada
klien cedera kepala, dalam hal ini perawat memegang peranan pentingterutama
dalam hal pencegahan komplikasi yang mungkin terjadi pada kasuscedera kepala.
Berdasarkan kasus yang didapat pada stase keperawatan
kegawatdaruratan pada tahun 2020 dengan asuhan keperawatan pada klien
pasien post craniotomy evacuation a.i ICH
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien post craniotomy evacuation
a.i ICH di Ruang ICU Rumah Sakit X tahun 2020 ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan kegawatdaruratan
dengan klien post craniotomy evacuation a.i ICH Rumah Sakit X tahun
2020.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengumpulkan data subjektif Pada Tn”S” dengan post
craniotomy evacuation a.i ICH
2
b. Mampu mengumpulkan data objektif Pada Tn”S” dengan post
craniotomy evacuation a.i ICH
c. Mampu menganalisis dan menegakkan diagnosa Pada Tn”S” dengan
post craniotomy evacuation a.i ICH
d. Mampu melakukan perencanaan dan penatalaksanaan asuhan
keperawatan Tn”S” dengan post craniotomy evacuation a.i ICH
e. Mampu melakukan pendokumentasian Pada Tn”S” dengan post
craniotomy evacuation a.i ICH
D. Manfaat
a. Bagi STIKes Muhammadiyah Palembang
Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan pengetahuan peserta didik.
b. Bagi Mahasiswa
Sebagai salah satu persyaratan untuk mengumpulkan tugas selama dinas
darling (online) serta menambah pengetahuan mengenai Asuhan
Keperawatan Kegawatdaruratan dengan klien post craniotomy evacuation
a.i ICH
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Perdarahan intracerebral atau intracranial hematom (ICH) adalah
perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh
darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya
penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi
dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009). Perdarahan intraserebral adalah
perdarahan yang terjadi secara langsung pada bagian atau substansi otak
(Caplan,2009)
B. Etiologi
1. Usia
Usia merupakan faktor risiko terbanyak daripada perdarahan intraserebral.
Insidensinya meningkat secara dramatis pada penderita usia lebih
daripada 60 tahun (Carhuapoma, 2010).
2. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling penting dan merupakan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada perdarahan intraserebral.
Penderita hipertensi yang tidak mendapatkan terapi lebih berat
dibandingkan penderita hipertensi yang mendapatkan terapi. Diantara
faktor risiko perdarahan intraserebral, hipertensi diperkirakan sebagai
faktor risiko perdarahan pada daerah deep hemisfer dan brainstem
(Carhuapoma, 2010).
4
3. Cerebral Amyloid Angiopati (CAA)
Cerebral Amyloid Angiopati merupakan faktor risiko yang jarang terjadi
dari perdarahan intraserebral, akan tetapi sekarang menjadi pertimbangan
faktor risiko dari perdarahan intraserebral khususnya perdarahan lobar
pada penderita usia lanjut. Gambaran patologi yang utama adalah deposit
protein amiloid pada media dan adventitia dari arteri leptomeningeal,
arteriol, kapiler dan paling sedikit pada vena. vaskular yang normal
melalui deposisi amiloid pada media dan adventitia dan rangkaian formasi
aneurisma. Pembuluh darah yang rapuh dan Patogenesis CAA pada
perdarahan intraserebral adalah destruksi pada struktur mikroaneurisma
menjadi pemicu rupturnya pembuluh darah (Carhuapoma, 2010)
4. Aneurisma dan Malformasi Vaskular
Meskipun rupture aneurisma Berry menjadi penyebab perdarahan
subarakhnoid, akan tetapi perdarahan secara langsung pada parenkim otak
tanpa ekspansi ke subarakhnoid dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral. Malformasi vaskular yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral termasuk arterivenousmalformation (AVM), malformasi
kavernosus, dural arteriovenous fistula, malformasi vena dan capillary
telengiactesis (Carhuapoma,2010).
5. Antikoagulan dan Antitrombolitik berhubungan dengan Perdarahan
Intraserebral Pada beberapa percobaan, warfarin sebagai terapi atrial
fibrillasi dan infark miokard merupakan penyebab terbanyak
anticoagulant associated intracerebral hemorrhage (AAICH)
(Carhuapoma,2010).
6. Antiplatelet
Obat antiplatelet kemungkinan dapat meningkatkan risiko perdarahan
intraserebral. Risiko absolute perdarahan intrakranial pada penderita usia
lanjut yang mengkonsumsi aspirin diperkirakan sebanyak 0.2 – 0.3% per
tahunnya (Carhuapoma, 2010).
7. Cerebral Microbleeds Dengan menggunakan MRI Gradient Echo untuk
mendeteksi lesi yang kecil, perdarahan asimptomatik pada parenkim otak
(microbleeds).Microbleeds berhubungan dengan stroke iskemik
5
(khususnya lakunar) dan perdarahan.Microbleeds sering dijumpai pada
perdarahan intraserebral, hal ini terjadi pada 54 – 71% penderita
perdarahan intraserebral (Carhuapoma, 2010).
8. Prior Cerebral Infarction Kejadian stroke iskemik sebelumnya
berhubungan dengan peningkatan risiko perdarahan intraserebral
sebanyak 5 – 22 kali lipat. Hubungan yang kuat antara stroke iskemik dan
perdarahan intraserebral adalah keduanya memiliki faktor risiko yang
sama yaitu hipertensi (Carhuapoma, 2010).
9. Hipokolesterolemia
Beberapa penjelasan mengenai hubungan kolesterol rendah dengan
perdarahan intraserebral adalah pengurangan agregasi platelet,
peningkatan fragilitas dan vaskularisasi serebral. Sehingga dari hasil
penemuan ini, muncul teori yang berkembang luas bahwa penggunan
obat penurun kolesterol dapat meningkatkan risiko perdarahan
intraserebral (Carhuapoma, 2010).
10. Peminum Alkohol Berat
Peminum alkohol yang berat memiliki implikasi terhadap ekspansi
perdarahan, dimana dihubungkan dengan efek samping dari platelet dan
fungsi hati (Carhuapoma,2010).
11. Pengguna Tembakau
Beberapa studi menyatakan penderita yang baru memulai merokok
memiliki risiko peningkatan kejadian perdarahan intraserebral
dibandingkan perokok lama dan tidak pernah merokok dihubungan
dengan dosis merokok (Carhuapoma, 2010).
12. Diabetes
Hubungan diabetes dengan perdarahan intraserebral bervariasi
berdasarkan usia dan lokasi perdarahan (Carhuapoma,2010)
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2. Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4. Cedera penetrasi peluru
6
5. Jatuh
6. Kecelakaan kendaraan bermotor
7. Hipertensi
8. Malformasi Arteri Venosa
9. Aneurisma
10. Distrasia darah
11. Obat
12. Merokok
C. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah
dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan
tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,
sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme
ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin
besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan
fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit
per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit
per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada
neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel.
Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari
darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak
sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2
terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8
menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian
kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan
menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat
berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
7
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009).
D. Pathway
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok
Resiko infeksi
Peningkatan Tekanan
Intracranial Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Nyeri Akut
8
E. Manifestasi Klinis
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar
setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama
aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan
atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi
memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati
rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan
bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009)
manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo
(2006) adalah sebagai berikut :
1. Angiografi
2. Ct scanning
3. Lumbal pungsi
4. MRI
5. Thorax photo
9
6. Laboratorium
7. EKG
G. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan
stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,
khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.
Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal
dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar
dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan
obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat
pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan
mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan
pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
2. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah
dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
3. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup,
jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga,
pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut
kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi
ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada
cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
10
2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
6. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
11
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan
(splinting) atau flail chest dan tiap pernapasan yang dilakukan
dengan susah (labored breathing) sebaiknya harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus
segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk
menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau
hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-
hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita,
tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi
untuk mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum
menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan
lagi, maka timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan
dengan balut tekan pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan
sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas
atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir keluar,
12
karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi
Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk
menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama
jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang
menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera
terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung
harus dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari
terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak,
kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada
bayi). Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan,
jaringan parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar
tiroid, trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama
sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan.
Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit
pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan
ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
13
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang
berbicara) Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang
terdapat pada rongga pleura. Auskultasi. Berguna untuk mengkaji
aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk mengetahui
adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk
mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti
struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik Perkusi. Dilakukan
untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan
adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto
torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas
bersangkutan, antara lain :
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
14
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala
sedapat mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang
tertunda dapat meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur
tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan
insidensi ARDS.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
c. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d. Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
e. Hambatan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi
15
3. RENCANA KEPERAWATAN
no Diagnosa keperawatan Rencana keperawatan
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam Manajemen jalan nafas
nafas b.d penumpukan sekret diharapkan jalans nafas membaik dengan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Kriteria hasil A T ventilasi
Frekuensi pernafasan 3 5
2. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana
Irama pernafasan 3 5
Kedalaman inspirasi 3 5 mestinya
Kemampuan untuk 3 5 3. Buang sekret dengan memoivasi pasien
mengelurkan sekret untuk melakukan batuk atau menyedot
Suara nafas tamabahan 3 5
lendir
4. Motivasi pasien untuk nafas pelan,
dalam berputar dan batuk
5. Intruksikan bagaimana agar bisa
melakukan batuk efektif
6. Monitor status pernafasan dan ksigenasi
sebagai mana mestinya
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor tanda-tanda vital
b.d Tahanan pembuluh darah 1X24 jam diharapkan perfusijaringan 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
;infark perifer membaik dengan : status pernafasan dengan tepat
16
Kriteria hasil A T 2. Monitor keberadaan dan kualitas nadi
Suhu kuit ujung kasi dan tangan 3 5 3. Monitor irama dan tekanan jantung
Nilai rata-rata tekanan darah 3 5
Edema perifer 3 5 4. Monitor nada jantung
Mati rasa 3 5 5. Monitor suara paru-paru
Muka pucat 3 5
Kelemahan otot 3 5 6. Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembapan
3 Nyeri kepala akut b.d peningkatan Setelah dilkukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
2X24 jam diharapkan nyeri dapat 1. Lakukan pengkajian nyerikomprehensif
tekanan intracranial (TIK)
berkurang dengan kriteria hasil : yang meliputi lokasi karakteristik durasi
Kriteria hasil F T frekuensi kualitasatauberat nyeri dan
Mengenalikapan nyeri 3 5 faktor pencetus
terjadi 2. Berikan informasi mengenai
Menggambarkan faktor 3 5 nyerisepertipenyebab berapa lama nyeri
penyebab akan dirasakan dan antisipasi dari
Mengunakan tidakan 3 5 ketidak nyamanan prosedur
pencegahan 3. Ajarkan teknik relaksasi dan nafas
Mengunakan tidakan 3 5 dalam
pencegahan nyeri tanpa
analgetik
Mengunakan analgetik 3 5
yang direkomendasikan
4 Ketidakseimbangan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan 2X24 jam Manajemen nutrisi
diharapkan nutrisi seimbang dan ade kuat 1. Identifikasiadanya alergi atau
nutrisi kurang dari kebutuhan
dengan: intoleransi makanan yang
tubuh b.d anoreksia dimilikioleh pasien
17
Kriteria Hasil A T 2. Ciptakan lingkungan yang optimal
Asupan gizi 3 5 pada saat mengkonsumsi makan
Asupan makanan 3 5 misal, bersih, berventilasi, santai dan
Asupan cairan 3 5 bebas dari bau yang menyengat
Energi 3 5 3. Lakukan atau bantu pasien terkait
Hidrasi 3 5 dengan perawatan mulutsebelum
makan
4. Monitor kalori dan asupan makanan
5. Anjurkan pasien untuk duduk pada
posisi tegak dikursi jika
memungkinkan
5 Hambatan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan 1X24 jam Terapi latihan : mobilitas sendi
Kelemahan neutronsmiter diharapakan mobilitas fisik membaik 1. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik
dengan: dealam mengembangkan dan
Kriteria hasil A T menerapkan sebuah program latihan
Keseimbangan 3 5
2. Tentukan level motivasi pasien untuk
Cara berjalan 3 5
Gerakan otot 3 5 meningkatkan atau memelihara
Gerakan sendi 3 5 pergerakan sendi
Berlari 3 5
Melompat 3 5 3. Monitor lokasi dan kecenderungan
Merangkak 3 5 adanya nyeri dan ketidaknyamanan
Berjalan 3 5
Bergerak dengan mudah 3 5 selama pergerakan/aktivitas
4. Inisiasi pengukuran kontrol nyeri seelum
memulai laihan sendi
18
5. Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh
yang optimal untuk pergerakan sendi
aktif atau pasif
6. Bantu untuk melakukan pergerakan
sendi yang ritmis dan teratur sesuai
kadar nyeri yang bisa ditoleransi,
ketahanan dan pergerakan sendi
6 Resiko tinggi terhadap infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi
1x24 jam diharapkantingkat infesik
berhubungan dengan invasi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
menurun dengan
Karakteristik A T dan sistemik
Kebersihan tangan 3 5
2. Berikan perawatan luka pada area edema
Kebersihan badan 3 5
Demam 3 5 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kemerahan 3 5 4. Ajarkan cuci tangan dengan benar
Bengkak 3 5
Cairan berbau busuk 3 5 5. Kolaborasi pemberian imunisasi jika
perlu
19
BAB III
KASUS
I. IDENTITAS / BIODATA
Nama : Tn.S Jenis Kelamin :laki-laki
Umur : 47 Tahun Status Perkawinan :menikah
Agama : islam Penanggung Jawab Biaya :Anak
Pendidikan : smp
Pekerjaan : tidak bekerja
Suku / Bangsa: jawa/indonesia
Alamat : Kavling SelangBojong RT. 06/RW. 01 Kel. Wanasari Kec. Cibitung Kab.
Bekasi.
II. ANAMNESIS
3. GCS : E2 M 5 V5
4. Tanda Vital : TD : 131/91 mmHg, HR : 92 x/mnt, RR : 17
x/mnt, suhu 36,5 C, SpO2 : 99%.
5 Kepala
Simetri
s Asimetris Perdarahan
6 Mata
Isoko
Respon pupil: r Anisokor
RC Midriasis Miosis
Lain-lain : …………………………………..
Teling
7 a
- Lecet/kemerahan/laserasi
- Lain-lain : …………………………………..
Hidun
8 g
9 Leher
10 Dada/Paru
BJ BJ Murm
Suara Jtg : I √ II √ ur Gallop
Skala nyeri: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
11 Abdomen
Dinding abd: Simetris Tidak simetris
- Perdarahan/bengkak Laserasi/jejas/lecet
-
- Distensi abdomen Teraba keras & tegang
12 Genetalia
Simetri
- s Asimetris
Lain-lain :
……………………
13 Ekstremitas
- - Bengka - Edem
- Kelainan bentuk Perdarahan k a
Keterbatasan
- Jari-jari hilang gerak
- Nyeri, Skala: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
1 1
14 Kulit
- Ptech Sianosi
- Echymosis ie - Pucat - s
Keri
Lembab ng
Turgor
cepat Turgor lambat
kembali kembali
Luka
- bakar
- Gatal-gatal/pruritus
- Nyeri, Skala: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10
Lain-lain :
- ……………………
Masalah Keperawatan:
Risiko Infeksi
Lain-lainnya..................................................................................
Dibutuhkan penerjemah : Ya Tidak
Sebutkan.............................................................................................
Kebutuhan edukasi (pilih topik edukasi pada kotak yang tersedia)
Diagnosa dan manajemen penyakit Obat-obatan/ terapi Diet dan nutrisi
Tindakan Keperawatan.................................Rehabilitasi Manajemen nyeri
Lain-lain, sebutkan
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawtan
c. Therapi :
SpO2: 99%.
Hipoksia serebral
Penurunan kesadaran
Peningkatan produksi
sekret
Peningkatan Tekanan
Intracranial
Perfusi jaringan
cerebral tidak efektif
Do:
Penurunan kekuatan otot
1. Pasien tampak lemah
2. Pasien mengalami
kelemahan otot Fisik lemah
X. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Perfusi jaringan cerebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 1. Monitor AGD, ukuran 1. Mengetahui sejauh mana
tidak efektif berhubungan jam ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral pupil, ketajaman, ketidakefektifan perfusi
dengan hemoragi cerebral teratasi dengan kriteria hasil: kesimetrisan dan reaksi jaringan
No Indikator Awal Tujuan 2. Monitor adanya diplopia, 2. Mengetahui
1. Tekanan systole dan 3 5 pandangan kabur ketidakadekuatan fungsi
diastole dalam 3. Catat perubahan pasien dari cerebral
rentang yang
diharapkan dalam merespon stimulus 3. Untuk mengetahui tingkat
2. Tidak ada ortostatik 4 5 4. Monitor status cairan kepekaan pasien terhadap
hipertensi 5. Kolaborasi dalam stimulus hasil dari setelah
Bersihan jalan napas tidak 03 Juni 2020 1. Pemantauan pernapasan pasien dan S: -
efektif b.d obstruksi jalan cek tanda-tanda vital
08:00 WIB
napas
Ds: - 2. Berikan oksigen (O2)
O:
3. Manajemen jalan nafas
- Pada pasien sesak yang diberikan O2 dengan
4. Pengaturan posisi semi fowler untuk
Do: rata-rata SpO2 90% menjadi 98-100% dan
memaksimalkan ventilasi
rata-rata respirasi 28-30 x/menit menjadi 20
1. Suara nafas gurgling 5. Pengisapan jalan nafas (suction)
2. Banyak sekret di saluran x/menit (Bachtiar, 2015).
pernapasannya. - Posisi semi fowler dapat membuang sekresi
3. Terpasang T-Piece bronkial dan memperbaiki ventilasi serta
4. TTV:
meningkatkan otot pernapasan (Safitri dan
TD:131/91mmHg
HR:92x/mnt Andriyani, 2011).
RR:17x/mnt - Dengan dilakukannya suction dapat
Suhu: 36,5oC Menurunkan sesak nafas dari 37 responden
SpO2:99%.
menjadi 21 responden yang masih sesak
nafas (Lukluk, 2014).
A: Masalah teratasi sebagian
No Indikator Awal Tujuan
1. Tidak ditemukan 3 4
lagi suara nafas
tambahan
2. Tidak terdapat 3 4
P:
- Berikan O2 dengan nasal kanul 3 liter x/mnit
- Lakukan Suction
- Atur posisi semi fowler
Perfusi jaringan cerebral tidak 03 Juni 2020 1. Monitor AGD, ukuran pupil, S: -
efektif berhubungan dengan ketajaman, kesimetrisan dan reaksi O:
hemoragi cerebral 2. Monitor tekanan intrakranial dan respon - Pada pasien post craniotomy perlunya
neurologis intervensi dalam memonitor pasien dengan
3. Monitor adanya diplopia, pandangan memantau perubahan yang terjadi pasien
kabur seperti respon neurologis gan tekanan
4. Catat perubahan pasien dalam merespon intrakranial untuk bisa melanjutkan intervensi
stimulus
selanjutnya (Nurkhalis, 2018).
P:
- Berikan obat Citicoline 500mg dan NaCL
0,9% 60 cc/jam
- Cek darah rutin
Nama : Tn.S
No.RM :150xxxxx
Total Skor 28
Berdasarkan hasil pengkajian maka Tn.S .untuk resiko jatuh tergolong dalam
resikotimggi karena dari skor yang didapatkan .
Palembang, 05-06-2020
Yang Melakukan
Pengkajian,
(perawat)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama atau langkah awal dari suatu proses
keperawatan yang terdiri dari tiga tahap yaitu pengumpulan data,
pengelompokkan serta kemampuan menganalisa dan merumuskan diagnosa.
Pengkajian yang penulis lakukan dalam asuhan keperawatan pada Tn. S
dengan Post craniotomi Evacuastion ICH Di ruang ICU Rumah Sakit X.
Pada saat melakukan pengkajian penulis menggunakan instrumen pengkajian
sesuai format pengkajian yang sudah di tentukan dari pihak pendidikan.
Selama pasien dirawat dirumah sakit dilakukan pengkajian yang
meliputi bio, psiko, sosio dan spiritual. Selain itu juga didukung oleh
data yang ada dalam catatan keperawatan / studi dokumentasi yang
mendukung pengkajian penulis.
Data pengkajian studi kasus yang penulis lakukan pada klien Tn. S dengan
Post craniotomi Evacuastion ICH Di ruang ICU RumahSakit X di ruangan
ICU pada tanggal 2 Mei 2020 pukul 21.55 WIB. Ditemukan data subjektif
dan data objektif. Data subjektif meliputi: Pasien mengatakan baru pertama
kali sakit seperti ini, sebelumnya hanya batuk pilek biasa, tidak ada
riwayat trauma. Sedangkan data objektif yang didapatkan dari pengkajian
yaitu: Suara nafas gurgling, Banyak sekret di saluran pernapasannya,
Terpasang T-Piece, TTV: TD:131/91mmHg, HR:92x/mnt, RR:17x/mnt, Suhu
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian pada Tn. S. dengan Post craniotomi Evacuastion
ICH Di ruang ICU RumahSakit X. Pada tanggal 02 Mei 2020. Kemudian data
tersebut dikelompokkan dan dianalisis sehingga didapatkan masalah
keperawatan. Setelah ditemukan masalah keperawatan, kemudian penulis
memprioritaskan masalah keperawatan, sehingga diagnosa keperawatan dapat
ditegakkan. Adapun diagnosa keperawatan yang didapatkan ada 4 yaitu:
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah semua rencana keperawatan untuk
membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status yang diuraikan
dalam hasil yang diharapkan (Potter, 2010).
E. Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Bagi Penulis
2. Bagi Perawat
Suharyanto, Toto , Abdul Madjid. 2009. Asuhan Keperwatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Sudoyo A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI; 2006