Anda di halaman 1dari 35

REFRESHING

PENATALAKSANAAN ANESTESI PERIOPERATIF

Pembimbing:
Dr. M. F. Susanti Handayani, Sp. An

Disusun Oleh :
Adeta Yuniza Mulia
2015730002

KEPANITERAAN KLINIK

STASE ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan


aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai
tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan
pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan
intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri
menahun.
Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif
psikologis, dan bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat
diberikan sebelum dimulainya operasi. Obat-obatan yang menyebabkan anastesia
bekerja dengan menghalangi (blok) sinyal- sinyal yang lewat di sepanjang serabut
saraf hingga ke otak.

Trias anestesi:
1. Hipnotik

2. Analgesik

3. Relaksasi
STADIUM ANESTESI

a. Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti
pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini

b. Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran


dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur.

c. Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai


pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:

1. Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi


gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai
menurun).

2. Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,


frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks
laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.
3. Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai
paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan
peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot
semakin menurun).

4. Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat
menurun).

d. Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya


pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah
tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian.
Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan
pernapasan buatan.
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

PERSIAPAN ALAT-ALAT & OBAT-OBATAN ANESTESI

Alat Anestesi Umum yang perlu disiapkan :


- Masker (sesuaikan dengan ukuran wajah pasien)
- Laringoskop (terdiri atas holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk
pasien dewasa dengan ukuran sedang bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk
anak gunakan ukuran nomor 2. Jangan lupa untuk memeriksa lampunya
apakah nyalanya cukup terang)
- Endotracheal 3 ukuran (biasanya kita menyiapkan nomor 6, 6.5, 7)
Untuk anak dengan BB di bawah 20 kg, ukuran ET digunakan rumus
sebagai berikut: (umur +2) / 2. misal hasilnya adalah 5  maka siapkan
ukuran 4.5, 5, dan 5.5 Jangan lupa mencek ET dengan memompanya
- Cuff (gunanya untuk memompa ET agar posisinya terfiksir)
- Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4 =kuning, 5=merah)
- Hoarness dan Ring Hoarness (untuk memfiksir masker di wajah)
- Stilet (kawat guide saluran nafas)
- Jackson Rees (system pemompaan digunakan untuk pasien anak-anak)
- Jelly
- Precordial
- Kapas alkohol
- Plester
- Xilocain pump
- Naso (buat di hidung. Tidak selalu digunakan.. hanya pada keadaan tertentu
Sedangkan untuk Anestesi Spinal siapkan tambahan:
- Spinocain (ada 3 ukuran. Siapkan nomor 25, 27, 29)
- Spray alcohol
- Betadin
- Kassa steril
- Bantal
- Spuit 5 cc

Obat-Obatan Anestesi Umum:


1. Sulfas Atropin
2. Pethidin
3. Propofol/ Recofol
4. Succinil Cholin
5. Tramus
6. Sulfas Atropin
7. Efedrin

Obat untuk Anestesi Spinal:


1. Buvanest atau Bunascan
2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek
buvanest)

Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:


1. Atropin
2. Efedrin
3. Ranitidin
4. Ketorolac
5. Metoklorpamid
6. Aminofilin
7. Asam Traneksamat
8. Adrenalin
9. Kalmethason
10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
11. lidocain
12. gentamicyn salep mata
13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
15. Adrenalin

Administrasi
1. Laporan Anestesi
2. BAKHP

Kelengkapan Kamar Operasi


A. Mesin Anestesi
- cek apakah halotan/isofluran dalam keadaan terisi penuh  bila tidak,
lakukan pengisian
- pasang kabel mesin dan nyalakan
- pasang pipa oksigen dan N2O
- cek pompa oksigen, apakah dapat terpompa
- cek apakah pipa pembuangan gas sudah terpasang dan terbuang di
tempat yang tepat hal-hal yang penting diketahui:
- aliran oksigen ada dua jalur, jangan sampai salah memilih jalurnya.
Ada jalur untuk masker dan ada jalur untuk nasal
- pembuangan udara akan melalui sodalime (batu-batu) yang berfungsi
mengikat CO2. laporkan bila sodalime sudah berubah warna sangat
tua)
- monitor mesin penting untuk mengetahui keadaan nafas pasien kita. Minta
ajarkan penata bagaimana membacanya.
- Alat pengatur respirasi dari spontan ke control
PERSIAPAN PRE ANESTESI

Persiapan praanestesi meliputi:


1. Mengumpulkan data
2. Menentukan masalah yang ada pada pasien sesuai data
3. Mempersiapkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi
4. Melakukan persiapan untuk mencegah kemungkinan terburuk yang akan
terjadi
5. Menentukan status fisik pasien
6. Menentukan tindakan anestesi

Anamnesis
- Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.
- Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi,
kardiovaskuler, TB, asma)
- Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan,
kortikosteroid, antihipertensi secara teratur. Dua obat terakhir harus
diteruskan selama operasi dan anestesi, sedangkan obat yang lain
harus dimodifikasi.
- Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya
puasa sebelum operasi)
- Pengunaan gigi palsu pada pasien harus ditanyakan
- Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau
obat-obatan)
- Riwayat penyakit keluarga
Pemeriksaan Fisik
berpatokan pada B6:
1. Breath
Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan
tonsil. Apakah jalan nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi akan sulit?
Apakah pasien ompong atau menggunakan gigi palsu atau mempunyai
rahang yang kecil yang akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada
gangguan membuka mulut atau kekakuan leher? Apakah ada
pembengkakan abnormal pada leher yang mendorong saluran nafas
bagian atas?
Tentukan pula frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung,
abdominal atau torakal, apakah terdapat nafas dengan bantuan otot
pernapasan (retraksi kosta). Nilai pula keberadaan ronki, wheezing, dan
suara nafas tambahan (stridor).
2. Blood
Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer. Nilai syok
atau perdarahan. Lakukan pemeriksaan jantung
3. Brain
GCS. adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist. Tanda-tanda
TIK
4. Bladder
Produksi urin. pemeriksaan faal ginjal
5. Bowel
Pembesaran hepar. Bising usus dan peristaltik usus. cairan bebas dalam
perut atau massa abdominal?
6. Bone
Kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan tubuh. klainan
tulang belakang?
Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi

a. Pemeriksaan standar yaitu darah rutin (kadar hemoglobin, leukosit,


bleeding time, clothing time atau APTT & PPT)
b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa
c. Liver function test
d. Renal function test
e. Pemeriksaan foto toraks
f. Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam post
prandial, pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun
g. Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula kadar
albumin, globulin, elektrolit darah, CT scan, faal paru, dan faal
hemostasis.

Persiapan Penyulit yang Akan Terjadi

Penyakit Kardiovaskular
 Resiko serius: Terapi oksigen dan pemantauan EKG harus
diteruskan sampai pasca operasi.
 Zat anestesi membuat jantung sensitive terhadap kerja katekolamin
yang dilepaskan. Selanjutnya dapat terjadi kemunduran hemodinamik
dan dapat terjadi aritmia, takikardi ventricular sampai fibrilasi
ventricular.
 Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk.
Ambilan gas dan uap ihalasi terhalangi.

 Pada pasien hipertensi, terapi antihipertensi harus diteruskan


sepanjang operasi. Bahaya hipertensi balik dengan resiko gangguan
kardiovaskular setelah penghentian obat jauh lebih berat diandingkan
dengan resiko karena meneruskan terapi.
Penyakit Pernafasan
 Penyakit saluran nafas dan paru-paru mempengaruhi oksigenasi,
eliminasi karbondioksida, ambilan gas-gas inhalasi dan meningkatkan
insidens infeksi pascaoperasi.
 Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul
pada pasien asma atau pecandu nikotin.
 Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran
nafas atas karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan
respons imunologi yang terjadi karena anestesi umum dapat
meningkatkan resiko infeksi dada pascaoperasi

Diabetes Mellitus
hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah. Penderita
diabetes yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk pembedahan
elektif, kecuali jika kondisi bedah itu sendiri merupakan penyebab
ketidakstabilan tersebut.

Penyakit Hati
Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya gagal hati.
Obat-obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa kerja yang
panjang karena metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit hati.
Anestesi pada pasien ikterus mempunyai dua resiko nyata. Pertama adalah
perdarahan akibat kekurangan protrombin. Resiko yang kedua adalah gagal
ginjal akibat bilirubin yang berakumulasi pada tubulus renalis

Persiapan Sebelum Pembedahan


Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa
pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop
ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan
NGT untuk dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara
intravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.
PREMEDIKASI

Tujuan
- Pasien tenang, rasa takutnya berkurang
- Mengurangi nyeri/sakit saat anestesi dan pembedahan
- Mengurangi dosis dan efek samping anestetika
- Menambah khasiat anestetika

Cara:
- Intramuskuler (1 jam sebelum anestesi dilakukan)
- Intravena (5-10 menit sebelum anestesi dilakukan, dosisnya 1/3 – 1/2
dari dosis intramuscular)
- Oral misalnya, malam hari sebelum anestesi dan operasi dilakukan,
pasien diberi obat penenang (diazepam) peroral terlebih dahulu,
terutama pasien dengan hipertensi.

1. Hilangkan kegelisahan
2. Ketenangan: sedative
3. Ananlgesi: narko analgetik
4. Amnesia: hiosin diazepam
5. Turunkan sekresi saluran nafas: atropine, hiosisn
6. Meningkatkan pH kurangi cairan lambung: antacid
7. Cegah reaksi alergi: anihistamin, kortikosteroid
8. Cegah refleks vagal: atropine
9. Mudahkan induksi: petidin, morfin
10. Kurangi kebutuhan dosis anestesi: narkotik hypnosis
11. Cegah mual muntah: droperidol, metoklorpamid
Penggolongan Obat-Obat Premedikasi

1. Golongan Narkotika
- Analgetika sangat kuat.
- Jenisnya : petidin dan morfin.
- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah,
Vasodilatasi pembuluh darah, hipotensi
- Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat
analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.
- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:
 Mengurangi kecemasan dan ketegangan

 Menekan TD dan nafas

 Merangsang otot polos


- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum
pembedahan
 Mengurangi kecemasan dan ketegangan

 Menekan TD dan nafas

 Merangsang otot polos

 Depresan SSP

 Pulih pasca bedah lebih lama

 Penyempitan bronkus

 Mual muntah (+)

2. Golongan Sedativa & Transquilizer


- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien
menjadi mengantuk.
- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam
dan DHBF (Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.
- Diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum
dianestesi, pasien tampak lebih gelisah
Barbiturat
- Menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum
operasi
- Depresan lemah nafas dan silkulasi
Diazepam
- Induksi, premedikasi, sedasi
- Menghilangkan halusinasi karena ketamin
- Mengendalikan kejang
- Menguntungkan untuk usia tua
- Jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia
- Premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg

3. Golongan Obat Pengering


- Bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di
mulut serta menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik
sehingga menurunkan risiko timbulnya refleks vagal.
- Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
- Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama
pada anak-anak sehingga terjadi febris dan dehidrasi
- Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek
hipersekresi, contoh: dietileter atau ketamin
OBAT-OBATAN ANESTESI

DOSIS OBAT-OBATAN

Obat Dalam Jumlah di pengenceran Dalam Dosis 1 cc


sediaan sediaan spuit (mg/kgBB) spuit =
Pethidin ampul 100mg/2cc 2cc + 10 cc 0,5-1 10 mg
aquadest 8cc
Fentanyl 0,05 mg/cc 0,05mg
Recofol ampul 200mg/ 10cc + 10 cc 2-2,5 10 mg
(Propofol) 20cc lidocain 1
ampul
Ketamin vial 100mg/cc 1cc + 10 cc 1-2 10 mg
aquadest 9cc
Succinilcholin vial 200mg/ Tanpa 5 cc 1-2 20 mg
10cc pengenceran
Atrakurium ampul 10mg/cc Tanpa 5 cc Intubasi: 0,5- 10 mg
Besilat pengenceran 0,6,
(Tramus/ relaksasi:
Tracrium) 0,08,
maintenance:
0,1-0,2
Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + 10 cc 0,2 5 mg
aquadest 9cc
Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25 mg
pengenceran
Ondansentron ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg 2 mg
HCl (Narfoz) pengenceran (dewasa)
5 mg (anak)
Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg
pengenceran
Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg
pengenceran
Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3
Neostigmin ampul 0,5mg/cc Tanpa Masukkan 2 0,5 mg
(prostigmin) pengenceran ampul
prostigmin +
1 ampul SA
Midazolam ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg
(Sedacum) pengenceran
Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg
pengenceran
Difenhidramin ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg
HCl pengenceran

Keterangan
A. Obat Induksi intravena
1. Ketamin/ketalar
- Efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tapi tidak utk
nyeri visceral
- Efek hipnotik kurang
- Efek relaksasi tidak ada
- tidak terkendali. Saat penderita mulai sadar dapat timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek
ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat.
(akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor).
Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine.
Baik untuk penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme
bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.
- Dosis berlebihan scr iv: depresi napas
- Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
- Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya
utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain
bekerja pd pusat retikular otak

Indikasi:
 Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal
pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk
melakukan intubasi kadang sukar.
 Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

 Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

 Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi


fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.
 Untuk tindakan operasi kecil.

 Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.

 Pasien asma

Kontra Indikasi
 Hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

 Riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

 Dekompensasi kordis
Harus hati-hati pada :
 Riwayat kelainan jiwa

 Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol (diprifan, rekofol)


- Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan
bahan pelarut yang terdiri dari minyak kedelai & postasida telur
yang dimurnikan.
- Kadang terasa nyeri pada penyuntikan dicampur lidokain 2%
+0,5cc dlm 10cc propolol jarang pada anak karena sakit &
iritasi pada saat pemberian
- Analgetik tadak kuat
- Dapat dipakai sebagai obat induksi & obat maintenance
- Obat setelah diberikan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh.
- Metabolisme diliver & metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal.
- Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi
& apnea sejenak
Efek Samping
 Bradikardi.

 Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.

 Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan

 Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan

 Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn


jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik.
3. Thiopental
- Ultra short acting barbiturat
- Dipakai sejak lama (1934)
- Tidak larut dalam air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental)
mudah larut dalam air

4. Pentotal
- Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1
gr(merah) & 5 gr. Dipakai dilarutkan dgn aquades
- Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
- Larutan tadak begitu stabil, hanya bisa disimpan 1-2 hr (dalam kulkas
lebih lama, efek menurun)
- Pemakaian dibuat larutan 2,5%-5%, tapi dipakai 2,5% untuk
menghindari overdosis, komplikasi > kecil, hitungan pemberian lebih
mudah
- Obat mengalir dalam aliran darah (aliran ke otak ↑)  efek
sedasi & hipnosis cepat terjadi, tapi sifat analgesik sangat kurang
- TIK ↓
- Mendepresi pusat pernapasan
- Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
- Tak berefek pada kontraksi uterus, dapat melewati barier plasenta
- Dapat melewati ASI
- Menyebabkan relaksasi otot ringan
- Reaksi anafilaktik syok
- Gula darah sedikit meningkat
- Metabolisme di hepar
- Cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
- Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi
 Syok berat

 Anemia berat

 Asma bronkhiale  menyebabkan konstriksi bronkus

 Obstruksi saluran napas atas

 Penyakit jantung & liver

 kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

B. Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan
- Tidak berwarna, mudah menguap
- Tidak mudah terbakar/meledak
- Berbau harum tetapi
mudah terurai cahaya
Efek:
- Tidak merangsang traktus respiratorius
- Depresi nafas stadium analgetik
- Menghambat salivasi
- Nadi cepat, ekskresi airmata
- Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
- Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
- Depresi otot jantung aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
- Depresi otot polos pembuluh darah vasodilatasi hipotensi
- Vasodilatasi pembuluh darah otak
- Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
- Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks
- Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-
mediated hepatitis)
- Menghambat kontraksi otot rahim
- Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
- Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan
 Cepat tidur

 Tidak merangsang saluran napas

 Salivasi tidak banyak

 Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale

 Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

 Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi
yang enak

Kerugian

 Overdosis

 Perlu obat tambahan selama anestesi

 Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

 Aritmia jantung

 Sifat analgetik ringan

 Cukup mahal

 Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan


2. Nitrogen Oksida (N2O)
- Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah
terbakar dan relatif tidak larut dalam darah.
Efek:
 Analgesik sangat kuat setara morfin

 Hipnotik sangat lemah

 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali

 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.


Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 Jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.
3. Eter
- Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat
merangsang
- Iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
- Margin safety sangat luas
- Murah
- Analgesi sangat kuat
- Sedatif dan relaksasi baik
- Memenuhi trias anestesi
- Teknik sederhana
4. Enfluran
- Isomer isofluran
- Tidak mudah terbakar, namun berbau.
- Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak
seperti kejang (pada EEG).
- Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan
dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran

- Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu
kamar
- Menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan
terhadap penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar
matahari.
- Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai
isofluran

6. Sevofluran
- Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga
banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan
orang dewasa.
- Tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

C. Obat Muscle Relaxant


- Bekerja pada otot bergaris terjadi kelumpuhan otot napas &
otot-otot mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis &
relaksasi otot-otot ekstremitas.
- Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata, ekstremitas, mandibular,
intercostalis, abdominal, diafragma.
- Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
- Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar
organ abdominal tidak keluar & terjadi relaksasi
- Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Depolarisasi Non Depolarisasi
Sediaan Suksinilkolin, dekametonium Tubokurarin/kurare, Atrakurium
Besilat, vekuronium, matokurin,
alkuronium, Pankuronium
(Pavulon), galamin, fasadinium,
rekuronium,
Indikasi tindakan relaksasi singkat tindakan relaksasi yg lama.
pemasangan pipa pada geriatri, kelainan jantung,
endotracheal/spasme laring hati, ginjal yang berat
Durasi 5-10 menit 30 menit – 1 jam
Fasikulasi + -
Obat antagonis - + (antikolinesterase, mis:
prostigmin)
lewat barier plasenta - (aman pada SC)
Efek muskarinik < + (bradikardi, hipersekresi,

cardiac arrest)
Hiperkalemi + -
Pelepasan histamin + Tubokurarin/kurare(+)
(hipotensi, Pankuronium (-)
hipersekresi asam
lambung, spasme
bronkhus)
Efek samping - Menurunnya atau
meningkatnya HR dan BP
- Myalgia post op
- Meningkat tekanan
intragaster, intraokuler dan
intrakranial
- Malignant hyperthermia
- Myoklonus
o Durasi:

- Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin


- Short (10-15 menit) : mivakurium
- Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
- Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
o Efek terhadap kardiovaskuler:

- Tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin


dan (penghambatan ganglion)
- Pankuronium : menaikkan tekanan darah
- Suksinilkolin : aritmia jantung

Obat Darurat

Nama Obat Indikasi Dosis


Efedrin TD menurun >20% dari TD 2 cc spuit
awal (biasanya bila TD sistol
<90 diberikan)
Sulfas atropine Bradikardi (<60) 2 cc spuit
Aminofilin bronkokonstriksi 5 mg/kgBB
Spuit  24mg/ml
Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB
Spuit  5 mg/cc
Adrenalin Cardiac arrest 0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)
Prakteknya  beri sampai aman
Succinil cholin Spasme laring 1 mg/kgBB (1cc spuit 
DAFTAR PUSTAKA

1. B. Thomas, Boulton dan E.Colin, Alih bahasa : dr. Jonatan Oswari,


Anestesiologi, Edisi 10,Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal :73
2. dr. Komang Ayu Kosalini Pratiwi, Premedikasi Sebelum
Pembedahan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, FK
Universitas Hasanuddin
3. M. Roesli Thaib, Monitoring Selama Anestesi, Anestesiologi, Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2004 H: 49-58.
4. Dr. M.T. Dardjat, Pengawasan atau Pemantauan (Monitoring),
Kumpula kuliah Anestesiologi, Ed Pertama,1986, Aksara medisina,
Salemba, Jakarta, Hal : 159-161.
5. Said A.Latief dkk, Monitoring Perianestesia, Petunjuk Praktis
Anestesiologi, Edisi Kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2002,
Hal : 90-95

6. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray


Postanesthesia Care, Clinical Anesthesiology, 4th Edition

7. Dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC, Standar Pemantauan Dasar Intra


Operatif, Ilmu Anestesia Dan Reanimasi, Edisi Pertama, 2010,
Indeks, Kembangan, Jakarta Barat, Hal : 133-136

Anda mungkin juga menyukai