KELOMPOK D
Francisco Nicholas Hoetomo 040001900050
Gabriella 040001900051
Gandes Azalia 040001900052
Gavin Benedict Iskandar 040001900053
Geneva Adelya Ariesta 040001900054
Gisela Ellenia Vanessa 040001900055
Gracia Masola Sulle 040001900056
Hanin Anisah Hafizh 040001900057
Hillary Aurenne Santoso 040001900058
Imanda Vyatri Dewi 040001900059
Indrianti Maheswari 040001900060
Ingrid Aurelia Genacia Cokro 040001900061
Intan Paramitha Kumaladevi 040001900062
Irene Tania Bijaya 040001900063
Irna Salsabila 040001900064
Isabella Audy Tania 040001900065
UNIVERSITAS TRISAKTI
2020
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah
seminar pertama di modul 2.1.1 perihal Sistem Organ dalam Tubuh. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas diskusi dan seminar kami pada
mata kuliah “Sistem Organ dalam Tubuh”. Di samping itu, makalah ini diharapkan
dapat menjadi sarana pembelajaran yang berguna untuk para pembaca.
Namun, kami sebagai penulis pun menyadari bahwasanya masih terdapat
banyak kekurangan yang ada pada penulisan makalah kami. Oleh sebab itu, kami
dengan senang hati menerima segala kritik dan saran yang akan diberikan demi
perbaikan makalah dikemudian hari. Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4
Skenario I
2.1.1. Masalah linda yang dapat disimpulkan dari cerita di atas ……………...4
2.1.2. Kemungkinan yang menjadi penyebabnya ............................................. 6
2.1.3. Penyebab Linda terasa perih dan mual dan getah pencernaan apa yang
berperan ................................................................................................... 10
2.1.4. Hormon yang berperan dalam keadaan stress ......................................... 13
Skenario II
2.2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi……………………………..…19
2.2.2. Otot-otot apa saja yang berperan dalam inspirasi, ekspirasi, inspirasi
paksa, dan ekspirasi paksa…………………………………….….....…24
2.2.3. Cara pengangkutan gas…………………………………………………29
2.2.4. Anatomi dan fungsi ginjal…………………………………….……...…33
2.2.5. Proses pembentukan urin……………………………………………….37
2.2.6. Apakah yang dimaksud dengan filtrasi………………………....………40
2.2.7. Transport maksimal dan batas ambang ginjal dan berapakah nilainya untuk
glukosa……………………………………………………………...…40
2.2.8. Regulasi cairan dan elektrolit di ginjal…………………………………41
2.2.9. Ekskresi protein dari ginjal……………………………………………..44
2.2.10. Zat-zat apa saja yang direabsorpsi oleh ginjal…………….……………44
2.2.11. Kelainan ginjal yang berhubungan dengan hipertensi………………….46
2.2.12. Goyangnya Gigi karena Demineralisasi Tulang………………………..49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51
ii
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Skenario II :
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah bisa didapat sebagai
berikut
Skenario I
Skenario II :
2
1.3 Tujuan
Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ada, tujuan dari penulisan ini
adalah sebagai berikut :
Skenario I
Skenario II
3
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario I
2.1.1 Jelaskan masalah linda yang dapat disimpulkan dari cerita di atas!
Sebelum ujian, Linda merasa panik dan nyeri pada lambungnya
merupakan efek dari hormon kortisol yang disekresi secara berlebihan. Hormon
kortisol juga sering disebut sebagai "hormon stress”. Penyebab yang mungkin
terjadi adalah karena linda merasa cemas, panik, atau stres sehingga tubuh akan
mengartikannya sebagai sebuah suatu ancaman. Sebagai reaksi, tubuh
melakukan beberapa mekanisme sebagai respon stress yang disebabkan oleh
stressor. Salah satunya ialah kelenjar keringat akan memicu produksi keringat
meskipun suhu tubuh atau udara sekitar tidak meningkat. Keringat yang muncul
saat stres akan diproduksi oleh kelenjar keringat apokrin yang berbeda dengan
kelenjar ekrin yang bertugas untuk memproduksi keringat untuk mengatur suhu
tubuh. Begitupun untuk gejala mual dan sakit perut linda. Saraf sensorik akan
bereaksi dengan menyesuaikan produksi asam lambung.
Saat Linda merasa gugup, tubuh juga akan memproduksi hormon
katekolamin dan adrenalin dalam darah. Hormon ini berfungsi untuk
menyiapkan tubuh agar bisa bekerja lebih keras untuk menghadapi ancaman.
Akibatnya, beberapa fungsi tubuh yang dianggap kurang berperan dalam
melindungi diri akan diistirahatkan, salah satunya adalah sistem pencernaan.
Hormon yang diproduksi saat gugup akan melepas simpanan lemak dan glukosa
secara tiba-tiba sehingga kadar asam dan enzim dalam perut menjadi kacau.
Inilah yang menyebabkan Linda merasa mual.
Saat menghadapi suatu ancaman, beberapa otot akan berkontraksi dan
tubuh jadi menegang dan bersiap-siap untuk menghadapi ancaman tersebut. Otot
perut akan turut berkontraksi dan mengencang. Hal ini berisiko menekan perut
sehingga muncul rasa mual seperti ingin memuntahkan sesuatu. Berbagai reaksi
fisik ini bersifat spontan dan kita tidak bisa mengendalikan atau menghentikan
4
proses bertahan tubuh dari ancaman, meskipun ancaman yang dihadapi bersifat
psikologis dan bukan fisik.
Berdasarkan sumber dari Harvard Health Publishing, saat tubuh
mengalami stres, gugup atau panik, proses pencernaan akan melambat atau
berhenti. Sehingga seluruh energi internal tubuh difokuskan untuk menghadapi
ancaman atau gangguan psikologis tersebut. Identifikasi penyebab sakit perut ini
dikenal dengan nama nervous stomach yang bisa disebabkan oleh stres atau
gugup. Hal inilah yang mempengaruhi adanya gangguan pada perut seperti sakit
perut, perut kembung, bersendawa, perut terasa perih, tiba-tiba merasa ingin
buang air besar atau kecil, mual, dan mulas. Nervous stomach tidak bisa
dikategorikan sebagai penyakit tertentu. Pada seseorang yang sedang merasa
tertekan baik oleh stres, panik, atau gugup, otak akan menstimulasi keluarnya
asam lebih banyak ke dalam perut.
Masalah lain dapat berupa Irritable bowel syndrome (IBS). IBS adalah
gangguan jangka panjang pada sistem pencernaan yang umum terjadi. Penyakit
ini menyerang usus besar untuk jangka waktu yang lama, dengan gejala yang
kambuh dari waktu ke waktu.
IBS lebih sering dialami oleh wanita dewasa muda yang berusia kurang
dari 50 tahun. Saat kambuh, IBS bisa terjadi selama beberapa hari atau bisa juga
beberapa bulan, dan keadaan ini dapat dipicu oleh stres, makanan tertentu, atau
perubahan hormon.
5
2.1.2 Jelaskan kemungkinan apa saja yang menjadi penyebabnya!
A. Gastritis
6
B. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)
i) Gastritis
Gejala :
7
3. Feses berwarna gelap
4. Anemia
6. Susah tidur
ii) GERD :
Gejala :
C. Gangguan Psikosomatik
8
Orang yang mengalami psikosomatis mungkin akan sulit
membedakan apakah penyakit yang diderita itu psikosomatis atau
disebabkan oleh gangguan biasa, apalagi jika masalah emosi atau pikiran
penyebab sakit itu tidak disadari, namun gejalanya terus berlangsung.
Hormon epinefrin
9
Hormon kortisol
2.1.3 Apa yang menyebabkan Linda terasa perih dan mual, getah pencernaan
apa yang berperan di sini?
Yang menyebabkan Linda terasa perih dan mual karena zat yang
menginhibisi seksresi asam pada lambung Linda. Kerja berat, pikiran tegang,
tidak tenang dan bahkan kurang tidur dapat menyebabkan kadar asam lambung
yang tinggi. Linda juga mengalami stress yang dapat merangsang sinyal-sinyal
sehingga asam lambung yang meningkat itu menyebabkan maag.
Maag adalah salah satu penyakit karena lambung kita kelebihan zat asam
lambung, sehingga mengakibatkan iritasi pada selaput lendir di dalam lambung.
Zat asam lambung memang diperlukan oleh tubuh manusia untuk membantu
pencernaan makanan yang masuk ke dalam lambung.
Akan tetapi, zat asam lambung tersebut dapat mengalami kelebihan, jika
beberapa faktor, terutama faktor pola makan kita. Apabila pola makan kita tidak
teratur dan makanan yang kita makan tidak sehat, itu dapat meningkatkan zat
asam pada lambung, yang berakibat pada timbulnya iritasi tersebut atau sakit
maag. Pada dasarnya, serangan maag terjadi karena adanya asam lambung (HCl)
berlebih yang naik ke bagian esophagus, yaitu saluran yang menghubungkan
kerongkongan dengan lambung.
10
Maag dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pola makan yang tidak
teratur, yaitu waktu makan terlalu cepat atau waktu makan telat. Hal tersebut
menjadi salah satu penyebab terjadinya sakit maag. Selain itu, dari makanan juga
dapat menimbulkan sakit maag. Misalnya, memakan makanan yang tidak sehat,
makanan pedas dan berminyak, mengonsumsi alkohol dan alhohol, dan lain
sebagainya. Stres juga dapat mengakibatkan terjadinya sakit maag. Selain zat
asam lambung, penyakit maag juga dapat disebabkan oleh bakteri Helicobacter
pylori, yaitu organisme renik. Ketika zat asam lambung tinggi, bakteri lain akan
mati, tapi bakteri Helicobacter pylori tidak mati, bahkan bertahan hidup dan
berkembang biak. Bakteri Helicobacter pylori adalah bakteri yang tahan asam
yang dapat hidup di pH 2 sampai 4. Jadi, bakteri ini tidak akan mati, ketika zat
asam lambung tinggi. Bakteri ini dapat membuat dinding lambung iritasi,
sehingga mengakibatkan lambung mengalami peradangan dan luka. Jadi, akan
terasa perih di bagian ulu hati bagi orang yang mengalaminya.
11
Keadaan naiknya asam lambung kembali ke esophagus yang di antaranya
dipicu oleh beberapa faktor di atas dapat menimbulkan rasa tidak nyaman di
lambung yang diikuti dengan gejala-gejala, seperti yang telah diuraikan di atas.
Pada keadaan yang kronis, maag lambung dapat menimbulkan rasa perih yang
luar biasa. Oleh karena itu, kita perlu mencegah terjadinya gangguan maag
lambung ini lebih dini.
Getah pencernaan yang berperan pada kasus ini adalah getah lambung.
Getah lambung terdiri dari sebagian besar air, garam organik, mukus, HCl,
pepsinogen.
1. Sekresi Lambung
Selain sel-sel yang menyekresi mukosa yang mengelilingi seluruh
permukaan lambung, mukosa lambung, mukosa lambung mempunyai
2 tipe kelenjar yang penting
- Kelenjar Oksintik (gastrik) yang menyekresi asam
hidroklorida, pepsinogen, faktor intrinsik dan mukus.
12
- Kelenjar pilorik, menyekresi hormon gastrin, pepsinogen dan
mukus.
2. Fase Sekresi Lambung
- Fase Sefalik, timbul sebelum makanan masuk ke lambung.
Timbul dari melihat, membaui, membayangkan atau
mengecap makanan.
- Fase Gastrik, begitu makanan masuk, akan merangsang
refleks vasovagal -> sekresi getah lambung
- Fase intestinal, karena keberadaan makanan di atas usus halus.
Konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
Konsumsi ibuprofen, diclofenac, atau meloxicam secara berlebihan
dapat menyebabkan iritasi atau peradangan pada jaringan lambung hingga
menimbulkan luka.
Tubuh bereaksi terhadap stres dengan mengeluarkan dua jenis zat kimia
pembawa pesan, yakni hormon dalam darah dan neurotransmitter di sistem saraf.
Stres dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana tuntutan yang harus dipenuhi
melebihi kemampuan yang ada pada objek (Cance et al. 1994). Stres dapat juga
diartikan sebagai suatu kondisi yang menunjukkan perubahan sebagai akibat
merespon suatu stresor. Stress bersifat konstan dan terus menerus mempengaruhi
kerja kelenjar adrenal dan tiroid dalam memproduksi hormon.
Hormon utama yang terlibat dalam respon terhadap stress adalah aktivasi
dari sistem CRH-ACTH-cortisol. Setiap jenis respon tubuh yang berupa stres,
baik stres fisik maupun stres psikis dapat meningkatkan sekresi ACTH yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kadar kortisol. Peningkatan sekresi kortisol ini
seringkali dapat mencapai sampai 20 kali. Peran kortisol dalam membantu badan
mengatasi stress, terkait dengan efek metabolik. Kortisol berperan dalam
membantu menjaga keseimbangan cairan dan tekanan darah sambil mengatur
kerja fungsi organ-organ yang terlibat dan tidak terlibat dalam respon terhadap
ancaman. Efek pengaturan ini bermaksud supaya tubuh lebih efektif dalam
distribusi energi, contoh sistem kekebalan dan pencernaan yang tidak
diutamakan.
13
Kelenjar Adrenal yang menyebabkan hipotalamus menghasilkan dan
melepaskan CRH kedalam sistem aliran darah portal hipotalamus-hipofisis, CRH
menyebabkan hipofisis anterior mengeluarkan ACTH. ACTH juga mempunyai
peran dalam penanganan stress. Peningkatan ACTH dalam stress psikososial
dapat membantu tubuh untuk lebih siap mengatasi stressor yang serupa di masa
mendatang.
Selain sistem CRH-ACTH-cortisol, beberapa sistem hormon lain
berperan dalam respon stress.
1. Epinefrin, norepinefrin dan glukagon meningkat saat stress, produksi
insulin ditekan, sehingga terjadi peningkatan kadar gula dalam darah. Jika
produksi insulin tidak ditekan, peningkatan gula darah akan sulit untuk
dipertahankan. Epinefrin diproduksi oleh kelenjar adrenal, juga berperan
dalam respon fight or flight dengan meningkatkan aliran darah ke otot,
output jantung, dan respon pelebaran pupil.
2. Perubahan volume dan tekanan darah dari peningkatan aktivitas renin-
angiotensin-aldosteron dan vasopressin. Hormon-hormon ini
meningkatkan volume plasma dengan peningkatan retensi air. Diduga,
volume plasma yang meningkat adalah pengukuran protektif untuk
mempertahankan tekanan darah, jika terjadi kehilangan cairan plasma
karena hemorrag atau keringat yang berlebihan saat kedatangan sesuatu
ancaman.
Mekanisme respon tubuh terhadap stress diawali dengan adanya
rangsangan yang akan diteruskan pada sistem limbik sebagai pusat pengatur
adaptasi. Salah satu dari sistem limbik tersebut adalah hipotalamus. Hipotalamus
lalu mengaktifkan sistem saraf simpatis, lalu sistem saraf simpatis akan memberi
sinyal ke medulla adrenal untuk melepas epinefrin dan norepinefrin ke aliran
darah. Hipotalamus juga akan melepas CRH (corticotrophin releasing hormone)
yang memacu kelenjar hipofisis anterior untuk memproduksi ACTH
(adrenocorticotrophic hormone). ACTH ini selanjutnya akan merangsang
korteks adrenal untuk melepas hormon glukokortikoid/kortisol.
14
Gambar 2.4.1 Sisem respon stress
15
Hormon lain yang berperan dalam stres adalah hormon kortisol. Sekresi
kortisol dilakukan oleh korteks adrenal dan diatur oleh sistem umpan-balik
negatif yang melibatkan hipotalamus (bagian otak) dan hipofisis anterior. ACTH
dari kotikrop hipofisis anterior, bekerja melalui jalur cAMP, lalu merangsang
korteks adrenal untuk mensekresi kortisol. Kortisol bersifat tropik bagi zona
fasikulata dan zona retikularis, ACTH merangsang pertumbuhan dan sekresi
kedua lapisan dalam korteks pada ketiadaan sejumlah ACTH yang adekuat,
lapisan ini mengerut dan sekresi kortisol menurun secara drastis. Kemudian yang
mempertahankan ukuran zona glomerulosa adalah angiotensin, bukan ACTH.
Kelenjar hipofisis anterior nantinya hanya mengeluarkan produknya atas perintah
corticotropin-releasing hormone (CRH) dari hipotalamus. CRH merangsang
kortikotrop melalui jalur cAMP. Lengkung kontrol untuk balik menjadi lengkap
oleh efek inhibisi kortisol pada sekresi CRH dan ACTH masing-masing oleh
hipotalamus dan hipofisis anterior. Sistem umpan-balik negatif untuk kortisol
mempertahankan kadar sekresi hormon ini relatif konstan di sekitar titik patokan.
Pada kontrol umpan-balik negatif dasar ini terdapat dua faktor tambahan yang
mempengaruhi konsentrasi kortisol plasma dengan mengubah titik patokan:
irama diurnal dan stres, keduanya bekerja pada hipotalamus untuk mengubah
tingkat sekresi CRH.
16
mengganti simpanan glikogen hati dan karenanya mempertahankan
kadar glukosa darah tetap normal di antara waktu makan.
Hal ini esensial karena otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan
bakar metabolik, tetapi jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan
glikogen. Karena itu, konsentrasi harus dipertahankan pada tingkat yang sesuai
agar otak yang bergantung pada glukosa mendapat nutrien yang memadai.
Kortisol menghambat penyerapan dan pemakaian glukosa oleh banyak jaringan,
kecuali otak, sehingga glukosa tersedia bagi otak.
Gambar 2.4.2 Skema peran hormon Kortisol
17
darah. Asam-asam amino yang dimobilisasi ini tersedia untuk
glukoneogenesis atau perbaikan jaringan yang rusak.
● Kortisol mempermudah lipolisis, penguraian simpanan lemak (lipid)
pada jaringan adiposa sehingga asam-asam lemak dibebaskan ke
dalam darah. Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini tersedia sebagai
bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat
menggunakan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa.
18
Skenario II
Anatomi
Sistem respirasi secara garis besar terdiri dari bagian konduksi yang terdiri dari:
1. Cavum nasi
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, permukaan luarnya dilapisi
kulit dengan kelenjar sebasea dan kelenjar sudorifera.
2. Nasofaring
Terdapat disebelah belakang rongga hidung yang terhubung dengan faring
melalui dua lubang yang disebut choanae. choanae bagian depan merupakan
saluran pernafasan ( nasofaring ) dan bagian belakang merupakan saluran
pencernaan ( orofaring )
3. Larynx
Terdapat tulang rawan yang kita kenal dengan epiglotis yang terletak diujung
bagian pangkal laring.
4. Trachea
Tenggorokan berupa pipa panjang kurang lebih 10 cm, dikelilingi oleh cincin
tulang rawan berbentuk U
5. Bronchus
bronchus merupakan percabangan dari trachea yang dapat dibedakan menjadi
:
A. Bronchus principalis
Untuk setiap paru paru, ada dua bronchus principalis yaitu bronchus
dexter dan bronchus sinister
B. Ramus bronchialis
Terbagi pada setiap lobus, pada lobus dexter ada 3 bronchi
lobaris dan pada lobus sinister ada 2 bronchi lobaris
C. Bronchus segmentorum
19
Untuk setiap segmentanya , pada pulmo dexter 10 Bps dan
pulmo sinister 8 Bps ( broncho-pulmonary)
6. Bronchiolus penghantar
7. Bronchiolus terminalis
8. Bronchiolus respiratorii
Terdapat duktus alveolar dan sacculi alveolares
Fisiologi
dengan perantara organ paru dan saluran napas bersama kardiovaskuler. Respirasi
dalam tubuh dibagi menjadi dua yaitu, respirasi internal atau seluler (proses
metabolisme intrasel dalam mitokondria yang menggunakan O dan menghasilkan
2
20
Sistem pernapasan ikut berperan dalam menjaga tubuh dalam keadaan
homeostatis yaitu dengan adanya pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara udara dan darah. Pernapasan atau ventilasi adalah proses pergerakan udara
masuk-keluar paru-paru secara berkala sehingga udara yang telah mengalami
pertukaran oksigen dan karbondioksida diganti dengan udara atmosfer segar oleh
darah kapiler paru-paru. Inspirasi merupakan proses aktif, sedangkan ekspirasi
adalah proses pasif.
21
B. Respirasi Eksternal
Respirasi eksternal merupakan seluruh rangkaian kejadian pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel
tubuh.Proses Respirasi eksternal dibagi menjadi empat tahap yaitu:
1. Ventilasi
Pertukaran udara antara udara luar dan udara dalam alveolus melalui
ruang rugi anatomik yaitu saluran napas mulai dari trakea sampai
bronkiolus terminalis. Laju dipengaruhi oleh penyesuaian kebutuhan
metabolisme tubuh untuk menyerap O2 dan menghasilkan CO2.
2. Difusi
3. Perfusi
22
paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya
sama dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas)
yaitu tekanan 0 cm H O2
23
Pengaturan aktivitas pernafasan
Baik peningkatan PCO atau konsentrasi H darah arteri maupun penurunan PO akan
2
+
2
2.2.2 Otot-otot yang Berperan dalam Inspirasi, Ekspirasi, Inspirasi Paksa, dan
Ekspirasi Paksa
Pada saat proses inspirasi (ketika udara masuk ke paru-paru), otot antar tulang
rusuk berkontraksi dan terangkat sehingga volume rongga dada bertambah besar
seperti yang terlihat pada gambar 2.2.1 A, sedangkan tekanan rongga dada menjadi
lebih kecil dari tekanan udara luar. Sehingga udara mengalir dari luar ke dalam paru-
paru (Pramitra, 2006). Sedangkan, pada saat proses ekspirasi (ketika udara keluar
24
dari paru-paru), otot antar tulang rusuk akan kembali ke posisi semula (relaksasi),
sehingga volume rongga dada akan mengecil sedangkan tekanannya membesar
seperti yang terlihat pada gambar 2.2.1 B.
Gambar 2.2.1 Aksi dari otot respirasi: (A) Inhalasi: diafragma berkontraksi,
otot interkostal eksternal menarik tulang rusuk ke atas, paru-paru
mengembang; (B) Ekshalasi: diafragma relaksasi, tulang rusuk turun ke
bawah dan otot interkostal eksternal relaksasi, paru-paru menyusut (Ganong,
2005)
Otot skelet selain berfungsi sebagai pembentuk dinding dada juga berfungsi
sebagai otot pernapasan. Menurut kegunaannya, otot-otot pernafasan dibedakan
menjadi otot untuk inspirasi, dimana otot inspirasi terbagi menjadi otot inspirasi
utama dan tambahan, serta otot untuk ekspirasi tambahan (Djojodibroto, 2009) :
1) Otot inspirasi utama (principal) yaitu:
a. Musculus intercostalis externus
b. Musculus intercartilaginus parasternal
c. Musculus diafragma.
2) Otot inspirasi tambahan (accessory respiratory muscle) sering juga disebut sebagai
otot bantu nafas terdiri dari:
25
a. Musculus sternocleidomastoideus yang berfungsi mengangkat sternum ke
superior
b. Musculus scalenus anterior
c. Musculus scalenus medius
d. Musculus scalenus posterior
e. m. serratus anterior berfungsi mengangkat sebagian besar costa
26
Gambar 2.2.2 otot pernafasan
Pernapasan Otot bantu napas adalah otot yang berkontraksi membantu
proses bernapas, terbagi menjadi otot bantu inspirasi dan otot bantu ekspirasi.
Otot bantu inspirasi meliputi otot bantu inspirasi ritmis dan otot bantu
inspirasi paksa (force inspiration). Otot bantu ekspirasi hakikatnya hanya
berkontraksi jika dibutuhkan saat ekspirasi paksa saja (force expiration). Otot
bantu inspirasi ritmis telah dibahas pada bagian sebelum ini (baca inspirasi vs
ekspirasi). Otot bantu inspirasi paksa berkontraksi atas stimulasi ventral
respiratory group (VRG) medulla oblongata. Stimulasi terjadi sebagai bentuk
respon terhadap 2 kondisi patologis utama, yaitu: hipercapnea dan hipoksia.
Hipercapnea adalah kondisi yang ditandai dengan peningkatan PCO2 darah
(PCO2 darah normal : 35-‐45 mmHg). Hipoksia adalah kondisi yang ditandai
dengan penurunan PO2 darah atau SaO2 jaringan (hipoksia bila PO2 < 60
mmHg dan SaO2 < 90%). Respon terhadap hypercapnia lebih cepat
dibandingkan
27
respon terhadap hipoksia. Otot bantu inspirasi paksa adalah m.
sternocleidomastoideus. Otot sternocleido mastoideus berinseri pada tulang dada
(sternum) dan tulang clavicula. Kedua tulang tersebut merupakan atap dari
rongga dada. Saat inspirasi terganggu, otot sternocleidomastoideus
berkontraksi mengangkat sternum dan clavicula ke atas untuk membantu
dinding dada terangkat. Kontraksi otot sternocleidomastoideus membantu
menciptakan tekanan negatif yang lebih besar di dalam paru dan memudahkan
aliran gas masuk. Kontraksi otot sternocleidomastoideus di kedua sisi (kanan
dan kiri) meninggalkan cekungan yang dalam pada area di antara dua clavicula
selama inspirasi berlangsung. Cekungan tersebut merupakan satu tanda retraksi
nafas (retraction mark). Otot bantu ekspirasi hakikatnya hanya berkontraksi
membantu ekspirasi paksa saja, karena selama ekspirasi ritmis aliran gas keluar
merupakan recoil 10 dari peristiwa inspirasi. Otot bantu ekspirasi berkontraksi
merespon stimulasi dari ventral respiratory group (VRG) medulla oblongata.
Kondisi hypercapnia merupakan stimulator yang kuat terhadap stimulasi otot
bantu ekspirasi. Obstruksi saluran nafas (terutama bagian bawah) menyebabkan
tertahannya gas keluar dari paru. Gas yang tertahan mengandung banyak CO2
sehingga PCO2 darah meningkat pada saat terjadi obstruksi. Salah satu contoh
obstruksi saluran napas yang menyebabkan hiperkapnia adalah asthma
bronchiale. Otot bantu ekspirasi antara lain : m. intercostalis interna dan m
rectus abdominis . Otot intercostalis interna berinsersi pada segmen costa yang
lebih superior (kebalikan otot intercostalis eksterna). Saat berkontraksi, otot
intercostalis interna menarik segmen costa yang lebih superior, menurunkan
dinding dada (yang semula terangkat saat inspirasi) dan menciptakan rongga
dada yang lebih sempit. Otot rectus abdominis saat berkontraksi mendorong
diafragma naik ke superior, menciptakan rongga dada yang lebih sempit dan
tekanan yang lebih besar. Otot rectus abdominis yang terlatih sangat membantu
aktivitas menyanyi, bersiul dan meniup. Kelumpuhan pada otot bantu napas
(baik inspirasi maupun ekspirasi) berpotensi menyebabkan kegagalan fungsi
respirasi. Penyakit yang menyerang saraf, seperti Guillain Barre Syndrome
(GBS) merupakan contoh penyakit infeksi virus yang menyebabkan kelumpuhan
28
pada otot bantu napas. Kerusakan pada medulla oblongata (terutama bagian
DRG) menyebabkan kelumpuhan total dari otot bantu napas sehingga berpotensi
menyebabkan kematian. Penekanan akibat massa (perdarahan atau tumor) pada
area medulla oblongata (terutama DRG) menyebabkan kegagalan fungsi regulasi
napas. Fungsi respirasi sangat ditunjang oleh fungsi ventilasi yang baik.
Ventilasi yang baik dapat tercipta berkat regulasi yang baik dari kontraksi otot
bantu napas, dinding dada, diafragma dan paru. Paru sebagai organ respirasi
utama hanya terdampak oleh kerja kontraksi.
Inspirasi (Penghirupan) Pada tahap tersebut terjadi akibat otot tulang rusuk
dan diafragma. Volume rongga dada dan paru-paru meningkat ketika diafragma
bergerak turun ke bawah dan sangkar tulang rusuk membesar. Kemudian tekanan
udara dalam paru-paru akan turun di bawah tekanan udara atmosfer dan udara akan
mengalir ke dalam paru-paru.
Ekspirasi (Pengembusan) Tahap pengembusan terjadi akibat otot tulang
rusuk dan diafragma berelaksasi. Volume rongga dada dan paru-paru mengecil ketika
diafragma bergerak naik dan sangkar tulang rusuk mengecil. Tekanan udara dalam
paru-paru akan naik melebihi tekanan udara atmosfer, dan udara akan mengalir
keluar dari paru-paru. Dilansir Encyclopaedia Britannica (2015), dalam mekanisme
pernapasan udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru sebagai respons terhadap
perbedaan tekanan. Ketika tekanan udara di dalam ruang tulang jatuh di bawah
tekanan atmosfer. Udara memasuki paru-paru (inspirasi), asalkan laring terbuka.
Ketika tekanan udara di dalam tulang melebihi tekanan atmosfer, udara yang
diembuskan dari paru-paru.
pertukaran gas antara udara luar dan kapiler darah disebut respirasi eksternal terjadi
di paru – paru. Selanjutnya, pertukaran gas dari aliran darah dengan sel – sel tubuh
yang disebut respirasi internal. Dibandingkan dengan udara yang dihirup atau yang
29
masuk ke paru – paru (udara atmosfer), udara alveoli memiliki lebih sedikit O dan
2
lebih banyak CO2. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, pertukaran gas di
alveoli meningkatkan konsentrasi CO dan menurunkan O udara alveoli. Kedua,
2 2
dikeluarkan dari paru – paru mengandung lebih banyak CO dan lebih sedikit O
2 2
Gambar 2.3.1
Keterangan gambar 2.3.1 : pertukaran gas terjadi antara sel tubuh dan darah
secara difusi. Oksigen digunakan sel dalam proses respirasi sel untuk membentuk
ATP.
30
A. Pengangkutan Oksigen
Reaksi tersebut bolak balik, arah ke kanan terjadi dalam paru – paru, sedangkan arah
ke kiri terjadi di dalam jaringan. Proses pengikatan dan pelepasan okisigen
dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O (P O ), perbedaan kadar O dalam
2 2 2
jaringan, dan kadar O di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri dan difusi CO
2 2
dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O dalam udara inspirasi. Tekanan seluruh udara
2
lingkungan sekitar 160 mmHg. Tekanan atmosfir di lingkungan lebih tinggi daripada
tekanan oksigen dalam alveolus paru – paru dan arteri yang hanya 104 mmHg. Oleh
karena itu, oksigen dapat masuk ke paru – paru secara difusi. Kemampuan
hemoglobin untuk mengkat oksigen adalah 7 cc per 100 mm darah.
3
31
beraktivitas. Hindari diri dari sumber karbon monoksída seperti asap rokok dan asap
buangan kendaraan yang dapat menghambat fungsi tubuh dan beberapa risiko
lainnya. Rawat dan jaga selalu kesehatan diri Anda sedini mungkin sebagai bentuk
rasa syukur terhadap Tuhan.
B. Pengangkutan CO2
sekitar 23% dari seluruh CO yang dibebaskan oleh sel-sel yang terikat dengan
2
CO + HbO2⇌ HbCO2 + O2
2
berantai yang bolak balik. Reaksi tersebut terjadi dalam eritrosit dan dibantu oleh
enzim karbonat anhidrase.
CO + H O ⇌ H CO3 ⇌ H + HCO
2 2 2
+
3
-
32
2.2.4 Anatomi dan Fungsi Ginjal
33
Gambar 2.4.2. Anatomi Ginjal
Seperti gambar 2.4.2. dapat dilihat bahwa secara anatomis ginjal terbagi
menjadi 3 bagian dari yang paling luar hingga yang paling dalam, yaitu korteks
ginjal, medula ginjal, dan pelvis ginjal (Junquiera dan Carneiro, 2007).
a. Korteks Ginjal
Korteks ginjal merupakan bagian ginjal paling luar. Tepi luar korteks ginjal
dikelilingi oleh kapsul ginjal dan jaringan lemak, untuk melindungi bagian
dalam ginjal. Di dalam korteks terdapat berjuta-juta nefron.
b. Medula Ginjal
Medula ginjal adalah jaringan ginjal yang halus dan dalam. Medula berisi
lengkung Henle serta piramida ginjal, yaitu struktur kecil yang terdapat
nefron dan tubulus. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang
terdiri atas tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, dan tubulus
koligentes (Purnomo, 2003)
c. Pelvis Ginjal
Pelvis ginjal adalah ruang berbentuk corong di bagian paling dalam dari
ginjal. Ini berfungsi sebagai jalur untuk cairan dalam perjalanan ke kandung
kemih.
34
Setiap ginjal memiliki sisi medial cekung, yaitu hilus tempat masuknya
syaraf, masuk dan keluarnya pembuluh darah dan pembuluh limfe, serta keluarnya
ureter dan memiliki permukaan lateral .yang cembung. Sistem pelvikalises ginjal
terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major, dan pielum/pelvis renalis
(Junquiera dan Carneiro, 2007).
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang
langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis
yang bermuara ke dalam vena kava inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries
yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabang–cabang dari arteri
lain, sehingga jika terdapat kerusakan salah satu cabang arteri ini, berakibat
timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya (Purnomo, 2003).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Bahwa di dalam medula terdapat
nefron dan tubulus yang mempunyai peranan penting dalam menyaring darah nefron
meluas melewati area korteks dan medula ginjal. Setiap ginjal memiliki sekitar satu
juta nefron, yang masing-masing memiliki struktur internal sendiri. Berikut adalah
bagian dari nefron
a. Badan Malphigi
Setelah darah masuk ke nefron, darah masuk ke badan malphigi
(korpus ginjal). Badan malphigi mengandung dua struktur tambahan
lainnya yaitu :
• Glomerulus, kelompok kapiler yang menyerap protein dari
darah melalui badan malphigi
• Kapsula bowman.
b. Tubulus Ginjal Tubulus ginjal adalah serangkaian tabung yang
dimulai setelah kapsula bowman dan berakhir di tubulus pengumpul
(collecting duct). Setiap tubulus memiliki beberapa bagian:
• Tubulus proksimal merupakan tubulus yang paling dekat
dengan glomerulus, bentuk tubulus ini berbelit-belit.
Berfungsi untuk menyerap air, natrium, dan glukosa kembali
ke dalam darah.
35
• Lengkungan Henle (loop of henle) merupakan bagian dari
tubulus ginjal yang membentuk lengkungan ke bawah, dan
berada di antara tubulus proksimal dan distal. Berfungsi
menyerap kalium, klorida, dan natrium ke dalam darah.
• Tubulus distal merupakan tubulus yang berada di akhir
rangkaian tubulus ginjal yang bentuknya berbelit-belit.
Berfungsi untuk menyerap lebih banyak natrium ke dalam
darah dan mengambil kalium serta asam.
36
2.2.5 Proses Pembentukan Urine
Urine adalah cairan sisa yang disekresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Proses pembentukan urine yang terjadi di
nefron pada ginjal terdiri dari 3 tahap, yaitu: filtrasi, reabsorpsi dan augmentasi.
a. Filtrasi ( Penyaringan)
Proses pertama dalam pembentukan urin adalah proses filtrasi yang
terjadi di glomerulus. Filtrasi merupakan proses perpindahan cairan dari
glomerulus menuju ke kapsula bowman dengan menembus membrane
filtrasi yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu : sel endotelium glomerulus,
membran basal, dan epitel kapsula bowman. Secara kolektif, lapisan-lapisan
ini berfungsi sebagai saringan halus molekular yang menahan sel darah dan
protein plasma tetapi membolehkan H20 dan zat terlarut dengan ukuran
molekul lebih kecil lewat. Protein plasma yang lebih besar tidak dapat
difiltrasi karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi pori ini masih dapat
melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Hasil penyaringan di
glomerulus akan menghasilkan urine primer yang mengandung elektrolit,
kristaloid, ion CL, ion HCO3, garam-garam, glukosa, natrium, kalium, dan
asam amino. Setelah urine primer terbentuk maka di dalam urine tersebut
tidak lagi mengandung sel-sel darah, plasma darah dan sebagian besar protein
karena sudah mengalami proses filtrasi di glomerulus.
b. Reabsorpsi ( Penyerapan kembali)
Reabsorpsi merupakan proses perpindahan cairan dari tubulus renalis
menuju ke pembuluh darah yang mengelilinginya yaitu kapiler peritubuler.
Sel-sel renalis secara selektif mereabsorpsi zat-zat yang terdapat pada urine
primer dimana terjadi reabsorbsi tergantung dengan kebutuhan. Zat-zat
makanan yang terdapat di urine primer akan direabsorpsi secara keseluruhan,
sedangkan reabsorpsi garam-garam anorganik direabsorpsi tergantung
jumlah garam-garam anorganik di dalam plasma darah. Proses reabsorpsi
akan terjadi penyaringan asam amino, glukosa, asam asetoasetat, vitamin,
garam-garam atau ion-ion anorganik dan air. Proses reabsorpsi terjadi di
bagian tubulus kontortus proksimal yang nantinya akan menghasilkan urine
37
sekunder. Setelah pembentukan urine sekunder maka pada urine sekunder
tidak mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh melainkan hanya zat-
zat yang tidak dibutuhkan tubuh manusia yaitu sisa limbah nitrogen, urea, dan
bahan esensial yang berlebihan seperti elektrolit. Urine sekunder masuk ke
lengkung henle. Pada tahap ini terjadi osmosis air di lengkung henle desenden
sehingga volume urine sekunder berkurang dan menjadi pekat. Ketika urine
sekunder mencapai lengkung henle asenden, garam Na+ dipompa keluar dari
tubulus, sehingga urine menjadi lebih pekat dan volume urine tetap.
c. Augmentasi / Sekresi ( Pengumpulan)
Proses augmentasi merupakan proses ketiga yang dilakukan oleh
ginjal dari lengkung henle asenden. Urine akan masuk ke tubulus distal untuk
masuk tahap augmentasi. Augmentasi adalah pemindahan selektif bahan-
bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan
rute kedua bagi masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah. Zat sisa
yang dikeluarkan oleh pembuluh kapiler adalah ion hidrogen (H+), ion kalium
(K+), NH3 dan kreatinin. Pengeluaran ion H+ ini membantu menjaga pH
yang tetap dalam darah. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan
tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urine. Ion hidrogen dapat disekresikan
oleh tubulus proksimal, distal, atau koligentes, dengan tingkat sekresi H+
bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh terlalu asam,
sekresi H+ meningkat. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+
di cairan tubuh terlalu rendah.
Pada sekresi ion kalium, Ion kalium secara selektif berpindah dalam
arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; ion ini secara aktif direabsorpsi
di tubulus proksimal dan secara aktif disekresikan oleh sel prinsipal di tubulus
distal dan koligentes. Selanjutnya, satu jenis sel interkalasi secara aktif
menyekresi kalium dan jenis yang lain mereabsorpsi kalium secara aktif pada
tubulus distal dan koligentes bersama dengan transpor hidrogen.
Di awal tubulus, ion kalium direabsorpsi secara konstan dan tidak
dikendalikan, sementara sekresi kalium di bagian distal tubulus oleh sel
principal bervariasi dan berada di bawah kontrol. Karena kalium yang
38
difiltrasi hampir seluruhnya direabsorpsi di tubulus proksimal, sebagian besar
kalium di urin berasal dari sekresi terkontrol kalium di bagian distal nefron
dan bukan dari
filtrasi.
39
yang menunjukkan bahwa kandung kemih sudah penuh. Kontraksi otot perut
dan otot-otot kandung kemih akan terjadi saat adanya sinyal penuh dalam
kandung kemih. Akibat kontraksi ini, urine dapat keluar dari tubuh melalui
uretra. Pengeluaran urine ini diatur oleh otot-otot sfingter.
2.2.7 Transport Maksimal dan Batas Ambang Ginjal dan Nilainya Untuk Glukosa
Transport maksimum adalah jumlah terbanyak dalam miligram permenit dari
kemampuan tubulus renalis dalam mentransfer sebuah substansi dari cairan tubulus
luminal ke cairan interstisial atau dari cairan interstisial ke cairan tubulus renalis,
yang jika melebuhi angka maksimum, akan dikeluarkan melalui urine. Transport
40
maksimum mengacu pada titik dimana peningkatan konsentrasi suatu zat tidak
menghasilkan peningkatan pergerakan suatu zat melintasi membran sel
Ambang batas ginjal adalah konsentrasi zat yang dilarutkan dalam darah di
mana ginjal mulai mengeluarkannya ke dalam urin . Ketika ambang ginjal suatu
zat terlampaui, reabsorpsi zat oleh tubulus berbelit-belit proksimal tidak lengkap;
akibatnya, sebagian zat tetap dalam urin. Ambang ginjal bervariasi berdasarkan
substansi - urea dengan potensi racun yang rendah, misalnya, dihilangkan pada
konsentrasi yang jauh lebih rendah daripada glukosa . Memang, alasan paling
umum untuk ambang batas glukosa glukosa yang pernah terlampaui adalah
diabetes , yang disebut glikosuria .
Ambang ginjal bervariasi berdasarkan spesies dan kondisi fisiologis; jadi
seekor hewan mungkin memiliki ambang batas ginjal yang berbeda saat
berhibernasi , ambang batas ginjal juga dapat diubah oleh banyak obat, dan dapat
berubah secara khas selama penyakit tertentu. Untuk glukosa batas ambangnya
adalah +- 375mg/menit pada orang dewasa
41
dapat mengatur jumlah produksi urin, banyaknya bahan-bahan yang harus diserap
kembali oleh tubuh, dan banyaknya bahan-bahan yang dikeluarkan. Untuk
melakukan regulasi ginjal juga dibutuhkan keseimbangan cairan dan elektrolit di
dalam ginjal.
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air( pelarut) dan zat tertentu
(zat terlarut).Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit
masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena ( I ) dan
di distribusi keseluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti
adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan
yang lainnya ; jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
42
Dalam semua larutan elektrolit, ada keseimbangan antara konsentrasi anion dan
kation.
Tubuh menggunakan elektrolit untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh.
sel-sel tubuh memilih elektrolit untuk ditempatkan diluar (terutama natrium dan
klorida) dan didalam sel (terutama kalium, magnesium, fosfat, dan sulfat). Bolekul
air, karena bersifat polar, menarik elektrolit. walaupun molekul air bermuatan nol,
sisi oksigennya sedikit bermuatan negatif, sedangkan hidrogennya sedikit
bermuatan positif. Oleh sebab itu, dalam suatu larutan elektrolit, baik ion positif
maupun ion negatif menarik molekul air disekitarnya.
Non-elektrolit : substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi
dalam larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-
elektrolit lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.
Perpindahan Cairan dan Elektrolit Tubuh
perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu
• Fase 1
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi
dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
• Fase 2
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
• Fase 3
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang
merupakan membran
semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam
cairan tubuh ikut berpindah.
Metode perpindahan dari cairan dan elektrolit tubuh dengan cara :
• Difusi
• Filtrasi
• Osmosi
43
2.2.9 Ekskresi Protein dari Ginjal
Pada umumnya orang sehat tidak mengekskresikan protein, melainkan
sebagai metabolit atau sisa metabolisme (metabolic waste product). Selain CO2
dan H2O sebagai hasil sisa metabolisme protein, terjadi pula berbagai ikatan
organik yang mengandung nitrogen seperti urea dan ikatan lain yang tidak
mengandung nitrogen.
Nitrogen yang dilepaskan pada proses deaminasi masuk kedalam siklus urea
dari KREBS-HEINSLET dan diekskresikan urea melalui ginjal di dalam air seni.
Nitrogen yang dilepaskan pada proses transminasi tidak dibuang keluar tubuh,
tetapi dipergunakan lagi dalam sintesa protein tubuh. Nitrogen juga ada yang ikut
terbuang di dalam tinja, karena terbuang di dalam cairan pencernaan atau di dalam
sel-sel epitel usus yang terlepas terbuang anus. Pada keadaan sakit ginjal, ada
protein yang terbuang di dalam air seni, yang disebut pro-teinuria.
a. Reabsorpsi glukosa
b. Reabsorpsi natrium
44
tubulus proksimal, 25% direabsorpsi di lengkung Henle, dan 8% di tubulus
distal dan tubulus pengumpul (Sherwood, 2006). Natrium yang direabsorpsi
sebagian ada yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan
penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air, dan urea (Corwin, 2009)
c. Reabsorpsi air
d. Reabsorpsi klorida
e. Reabsorpsi kalium
f. Reabsorpsi urea
45
Ginjal secara langsung mengatur kadar ion fosfat dan kalsium dalam
plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di
tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle pars
asendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh hormone paratiroid.
Ion fosfat yang difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus
kontortus proksimal kemudian sisanya akan diekskresikan ke dalam urin.
46
keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk dapat bekerja dengan
baik. Ginjal kehilangan kemampuan utamanya yaitu untuk dapat menyaring
darah. Peningkatan tekanan dan regangan yang kronik pada arteriol dan
glomeruli menyebakan sclerosis pada pembuluh darah glomeruli
(glomerulosklerosis). Penuruan jumlah nefron mengakibatkan naiknya tekanan
darah, peningkatan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) dan peningkatan keluaran
urin. Terjadi proses hipertrofi dan vasodilatasi nefron dan perubahan fungsional
yang menurunkan tahanan vaskular dan reabsorbsi tubulus di dalam nefron.
GGT dipengaruhi oleh tingginya tekanan darah dan lamanya penderita
menderita hipertensi. Kerusakan yang terjadi bersifat permanen dan tidak dapat
diperbaiki sehingga harus melalui proses pencucian darah atau transplantasi
ginjal. Berikut adalah kerangka pemikiran
hubungan hipertensi dan GGT :
47
Gambar 2.11.1 kelaninan ginjal yang berhubungan dengan hipertensi
48
ke dalam glomerulus, dimana arteri aferen mengalami konstriksi akibat
hipertensi.
reaktif terhadap ion hidrogen dengan PH kurang dari 5.5. Ion hidrogen akan
bereaksi dengan kelompok fosfat dalam lingkungan saliva dengan mekanisme
buffering. Reaksi buffering menghasilkan senyawa HPO4 yang kemudian
2-
Pada kasus ini, bapak yang berusia 50 tahun datang dengan diagnosis
diabetes melitus. Komplikasi diabetes melitus yang dialami salah satunya
adalah gigi goyang (periodontal disease). Periodontitis adalah radang pada
49
jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih,
diabetes melitus juga mengakibatkan peningkatan penebalan dinding
pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari
tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk
memerangi infeksi. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi
melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang.
50
DAFTAR PUSTAKA
Goodwin, R., Cowles, R., Galea, S., & Jacobi, F. (2013). Gastritis and mental
disorders. Journal Of Psychiatric Research, 47(1), 128-132. doi:
10.1016/j.jpsychires.2012.09.016
Fathonah.“Penyakit Psikosomatis”.
<http://demo.byantsoft.co.id/bbpk/wpcontent/uploads/2011/06/PenyakitPsikoso
matis.pdf> [diakses 16 Maret 2020]
Tussakinah, Widiya, Masrul Masrul, dan Ide Rahman Burhan. 2017. “Hubungan
Pola Makan dan Tingkat Stres terhadap Kekambuhan Gastritis di Wilayah Kerja
Kota Payakumbuh.” Vol 7, No. 2.
<http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/805/661> [diakses 16
Maret 2020].
“Getah Pencernaan“
https://slideplayer.info/slide/12194352/ [diakses 16 maret 2020]
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27475/Chapter%20II.pd?sequence=
3 [diakses 17 maret 2020]
51
Junqueira LC. Dan Carneiro J, 2007. Histologi Dasar. Edisi ke-10. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. 427.
Jurnal Sistem Respirasi oleh Gregory James Fernandez, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, 2018
LeMaster, Philip Matern, Katie Morrison-Graham, Devon Quick, Jon Runyeon. Chapter
22.3 The Process of Breathing. Pressbooks,com : Simple Book Production.
Moore KL, Agur AMR, 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta. Hipokrates.
Price SA. Dan Wilson LM, 2006. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC. Jakarta
52
1