Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam mempelajari hadits kita tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu yang berkenaan dengan
hadits saja, tetapi kita juga perlu mempelajari tokoh-tokoh yang telah berjasa besar dalam
memelihara dan menyebarluaskan hadits-hadits Nabi yang merupakan sumber ajaran Islam
setelah Al-Qur’an. Berkat jasa merekalah hadits-hadits Nabi saw sampai di tangan kita. Para
ulama hadits, adalah tokoh-tokoh agama yang menempati posisi khusus dalam umat ini.
Kedudukan mereka di mata umat begitu mulia dan agung, mengingat jasa dan peranan
mereka yang begitu besar dalam menjaga kemurnian syariat Islam.Inilah keistimewaan ulama
hadits dibandingkan ulama dari disiplin ilmu lainnya. Merekalah para pembawa panji sunnah
Nabi, yang merupakan sumber ilmu kedua setelah Alquran. Sunnah Rasulullah merupakan
muara yang padanya setiap cabang ilmu agama akan kembali. Tidak ada satu ulama pun dari
berbagai disiplin ilmu agama, yang tidak membutuhkan penjelasan mereka tentang sunnah
Rasulullah.
Dalam gambaran biografi tersebut secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar. Pertama, para sahabat yang mendapat predikat Al-Mukatsirun fi Al-
Riwayah,  yakni para tokoh atau ulama yang banyak meriwayatkan hadis.Para ahli hadis telah
mengurutkan kelompok ini mulai dari rawi yang paling banyak meriwayatkannya, yaitu
AbuHurairah (5.347 buah hadis), Abdullah ibn Umar (2.630 buah hadis), Anas ibn Malik
(2.286 buah hadis), Siti ‘Aisyah (2.210 buah hadis), Abdullah ibn Abbas (1.660 buah), Jabir
ibn Abdillah (1.540 buah) dan Abu sa’id Al-Khudri (1.170 buah).
Sementara kelompok kedua adalah kelompok para ulama hadist yang berhasil mentadwin
hadist, yaitu mengumpulkan, membukukan hadist. Mereka adalah Umar ibn Abd Al-Aziz,
Muhammad ibn Abu Bakr ibn Hazm,
Muhammad ibn Syihab Al-Zuhri, Al-Ramahurmuzi, Imam Al-Bukhari,Imam Muslim,
Imam Al-Nasa’i, Imam Abu Daud, Imam Al-Tirmidzi,dan Ibnu Majah.
BAB II
PEMBAHASAN
ILMU HADITS

A. BIOGRAFI PARA PERAWI HADIST


1.  BIOGRAFI IMAM BUKHORI ( 194 – 256 H = 810 – 872M )
a.   Nama Lengkap dan Tanggal Kelahiran Imam Bukhari
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits
sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits.
Hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan
julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits).
Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Al
Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Akan tetapi beliau lebih terkenal dengan
sebutan Imam Bukhari, karena beliau lahir di kota Bukhara, Uzbekistan, Asia
Tengah. Beliau lahir pada hari Jumat, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H (21
Juli 810 M). Kakeknya bernama Bardizbeh, keturunan Persi yang masih beragama
Zoroaster. Tapi orangtuanya, Mughoerah, telah memeluk Islam di bawah asuhan Al-
Yaman el-Ja’fiy.
b.   Karya-karya Imam Bukhari
Karyanya yang pertama berjudul Qudhaya as Shahabah wat
Tabi’ien (Peristiwa-peristiwa Hukum di zaman Sahabat dan Tabi’ien). Kitab ini
ditulisnya ketika masih berusia 18 tahun. Ketika menginjak usia 22 tahun, Imam
Bukhari menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama-sama dengan ibu dan
kakaknya yang bernama Ahmad. Di sanalah beliau menulis kitab “At-Tarikh”
(sejarah) yang terkenal itu. Beliau pernah berkata, “Saya menulis buku “At-Tarikh” di
atas makam Nabi Muhammad SAW di waktu malam bulan purnama”.
Karya Imam Bukhari lainnya antara lain adalah kitab Al-Jami’ ash Shahih, Al-Adab al
Mufrad, At Tharikh as Shaghir, At Tarikh Al Awsat, At Tarikh al Kabir, At Tafsir Al
Kabir, Al Musnad al Kabir, Kitab al ‘Ilal, Raf’ul Yadain fis Salah, Birrul Walidain, Kitab
Ad Du’afa, Asami As Sahabah dan Al Hibah. Diantara semua karyanya tersebut,
yang paling monumental adalah kitab Al-Jami’ as-Shahih yang lebih dikenal dengan
nama Shahih Bukhari. Karya Imam Al Bukhari yang lain yang terkenal adalah kitab
At-Tarikh yang berisi tentang hal-ihwal para sahabat dan tabi’in serta ucapan-
ucapan (pendapat-pendapat) mereka. Di bidang akhlak belau menyusun kitab Al
Adab Al Mufrad. Dan di bidang akidah beliau menyusun kitab Khalqu Af’aal Al Ibaad.
c.  Tanggal Wafat Imam Bukhari
Imam Al Bukhari wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau
mencapai usia 62 (enam puluh dua) tahun. Jenazah beliau dikuburkan di Khartank,
nama sebuah desa di Samarkand. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan rahmat-Nya
kepada Al Imam Al Bukhari.[2]
2.   BIOGRAFI IMAM MUSLIM  (206 – 261 H)
a.    Nama Lengkap dan Tanggal Kelahiran Imam Muslim
Penghimpun dan penyusun hadits terbaik kedua setelah Imam Bukhari
adalah Imam Muslim. Nama lengkap beliau ialah Imam Abdul Husain bin al-Hajjaj
bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Sahih
(terkenal dengan Sahih Muslim). Dia dilahirkan di Naisabur tahun 206 H.
Sebagaimana dikatakan oleh al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya "Ulama’ul
Amsar. Imam Muslim adalah penulis kitab syahih dan kitab ilmu hadits. Dia adalah
ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal sampai kini.
b.  Karya-karya Imam Muslim
Imam muslim mempunyai kitab hasil tulisannya yang jumlahnya cukup
banyak. Di antaranya adalah : Al-Jamius Syahih yang judul aslinya, Al-Musnad Al-
Shahih Al-Mukhtashar min Al-Sunan ibn Naql Al-‘Adl ‘an Al-‘Adli ‘an Rasul
Allah. Kitab shahih ini berisikan 7273 buah hadits, termasuk dengan yang terulang.
Kalau di kurangi dengan hadits-hadits yang terulang tinggal 4000 buah hadits, Al-
Musnadul Kabir Alar Rijal, Kitab al-Asma' wal Kuna, Kitab al-Ilal, Kitab al-Aqran,
Kitab Sualatihi Ahmad bin Hanbal, Kitab al-Intifa' bi Uhubis Siba', Kitab al-
Muhadramain, Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahidin, Kitab Auladus Sahabah,
Kitab Auhamul Muhadisin.
Kitabnya yang paling terkenal sampai kini ialah Al-Jamius Syahih atau Syahih
Muslim. Di antara kitab-kitab di atas yang paling agung dan sangat bermanfaat luas,
serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al Jami’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih
Muslim.
c.  Tanggal Wafat Imam Muslim
Setelah mengarungi kehidupan yang penuh berkah, Imam Muslim wafat pada
hari Ahad sore, dan di makamkan di kampung Nasr Abad daerah Naisabur pada hari
Senin, 25 Rajab 261 H dalam usia 55 tahun. Selama hidupnya, Imam Muslim telah
menulis beberapa kitab yang sangat bermanfaat. Semoga Allah Ta’ala mencurahkan
rahmat-Nya kepada Imam Muslim.[3]
3.  BIOGRAFI IMAM ABU DAWUD ( 202 H – 275 H = 817 M – 889 M )
a.   Nama Lengkap dan Tanggal Kelahirannya
Beliau bernama Imam Al Hafidz Al Faqih Sulaiman bin Imron bin Al Asy`ats
bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Imron -atau disebut dengan Amir- Al
Azdy As Sajistaany, dan dilahirkan pada tahun 202 H/817M di kota Sajistaan
(terletak antara Iran dengan Afganistan ), menurut kesepakatan referensi yang
memuat biografi beliau,demikian juga didasarkan keterangan murid beliau yang
bernama Abu Ubaid Al Ajury ketika beliau wafat,ketika berkata: aku telah mendengar
dari Abi Daud ,beliau berkata : Aku dilahirkan pada tahun 202 H / 817 M (Siyar
A`lam An Nubala` 13/204).
b.   Karya – Karya Abu Dawud
Diantara karyanya yang terbesar dan sangat berfaedah bagi para mujtahid
ialah kitab Sunan yang kemudian terkenal dengan nama Sunan Abu Dawud. Beliau
mengaku telah mendengar Hadits dari Rasulullah SAW. Sebanyak 500.000 buah.
Dari jumlah itu beliau seleksi dan ditulis dalam kitab Sunannya sebanyak 4.800
buah. Beliau berkata: “Saya tidak meletakkan sebuah Hadits yang telah disepakati
orang banyak untuk ditinggalkanya. Saya jelaskan dalam kitab tersebut nilainya
dengan shahih, semi shahih ( yusybihuhu ), mendekati shahih ( yuqarribuhu ), dan
jika dalam kitab saya tersebut terdapat hadits yang wahnun syadidun ( sangat lemah
) saya jelaskan. Adapun yang tidak kami beri penjelasan sedikitpun, maka hadits
tersebut bernilai shalih dan sebagian dari hadits yang shalih ini ada yang lebih
shahih dari yang lain.
Menurut pendapat Ibnu Hajar, bahwa istilah shalih Abu Dawud ini lebih umum
daripada jika dikatakan bisa dipakai hujjah dan bisa dipakai I’tibar.
Adapun kitab-kitab karangan Abu Dawud antara lain, yaitu: Kitab as-Sunan, Kitab al-
Marasil, Kitab al-Qadar, An-Nasikh Wal Mansukh, Fada rosquilul A’mal, Kitab az-
Zuhud, Dalailun Nubuwah, Ibtida’ul Wahyu, Ahbarul Khawarij. Di antara kitab tersebut,
yang paling populer adalah kitab as-Sunan, yang biasa dikenal dengan Sunan Abu Dawud.
C.  Tanggal Wafat Abu Dawud
Setelah hidup penuh dengan kegiatan ilmu, mengumpulkan dan
menyebarluaskan hadits, Abu Dawud wafat di Basrah, tempat tinggal atas
permintaan Amir sebagaimana yang telah diceritakan. la wafat tanggal 16 Syawal
275 H(20 Februari 889 M) dan disholatkan janazahnya oleh Abbas bin Abdul Wahid
Al Haasyimy. Imam Abu Dawud meninggalkan seorang putra bernama Abu Bakar
Abdullah bin Abu Dawud. Dia adalah seorang Imam hadits putra seorang imam
hadits pula. Dilahirkan tahun 230 H. dan wafat tahun 316 H Semoga Allah
senantiasa melimpahkan rahmat dan rida-Nya kepada-nya.

4.  BIOGRAFI IMAM AT TIRMIDZI ( 209 – 279 H = 822 - 892 M )


a.   Nama Lengkap dan Tanggal Kelahiran At Tirmidzi
Nama Imam al-Tirmidzi amat panjang, yakni Abu Isa Muhammad bin Isa bin
Saurah bin Musa bin al-Dhahhak al-Sulami al-Dharir al-Bughi al-Tirmidzi. Beliau
dilahirkan pada tahun 209 H di desa Tirmidz, sebuah kota kuno yang terletak di
pinggiran sungai Jihon (Amoderia), sebelah utara Iran.
b.                  Karya-karya At Tirmidzi
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah At Tirmidzi (lebih dikenal sebagai Imam
Turmudzi/ At Turmudzi/ At Tirmidzi) adalah seorang ahli hadits. Ia pernah belajar
hadits dari Imam Bukhari. Ia menyusun kitab Sunan At Turmudzi dan Al Ilal. Ia
mengatakan bahwa dia sudah pernah menunjukkan kitab Sunannya kepada ulama
ulama Hijaz, Irak dan Khurasan dan mereka semuanya setuju dengan isi kitab itu.
Karyanya yang mashyur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmizi). Ia juga tergolong
salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia
hadits terkenal. Imam Tirmizi juga banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya: Kitab Al-
Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi, Kitab Al-‘Ilal, Kitab At-
Tarikh, Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, Kitab Al-Asma’ wal-
Kuna.

c.   Tanggal Wafat At Tirmidzi


Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar
pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan,
dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti
inilah akhirnya at-Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13
Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun. Semoga Allah Ta’ala
mencurahkan rahmat-Nya kepada Al Imam At Tirmidzi.
5.  BIOGRAFI AN NASA’I ( 215 – 303 H )
a.   Nama Lengkap dan Tanggal Kelahiran An Nasa’i
Nama lengkap Imam al-Nasa’i adalah Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Ali bin Syuaib
bin Ali bin Sinan bin Bahr al-khurasani al-Qadi. Lahir di daerah Nasa’ pada tahun
215 H.
Ada juga sebagian ulama yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 214 H.
Beliau dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (al-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu
kelahiran seorang ahli hadis kaliber dunia. Beliau berhasil menyusun sebuah kitab
monumental dalam kajian hadis, yakni al-Mujtaba’ yang di kemudian hari kondang
dengan sebutan Sunan al-Nasa’i.
b.   Karya-karya An Nasa’i
Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadits dan ilmu hadits, para imam hadits
merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani.
Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadits kerap kali menghasilkan karya
tulis yang tak terhingga nilainya. Tidak ketinggalan pula Imam an-Nasa’i. Karangan-
karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah
antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk
perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan
al-Manasik.
Sekarang, karangan Imam an-Nasa’i paling monumental adalah Sunan an-Nasa’i.
Sebenarnya, bila ditelusuri secara seksama, terlihat bahwa penamaan karya
monumental beliau sehingga menjadi Sunan an-Nasa’i sebagaimana yang kita kenal
sekarang, melalui proses panjang, dari Sunan al-Kubra, Sunan al-Sughra, al-
Mujtaba, dan terakhir terkenal dengan sebutan Sunan an-Nasa’i. Menurut sebuah
keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-
Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi’i.
c.   Tanggal Wafat An Nasa’i      
Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan
tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-
Daruqutni mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan
Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari
Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.[6]
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut.
Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina.
Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan
Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal
pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Semoga jerih
payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadits
mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.

6.  IMAM AHMAD BIN HAMBAL

A.         Nasab dan Kelahirannya


Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad
bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin
Syaiban bin Dzuhl bin Tsa‘labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy. Nasab beliau bertemu dengan
nasab Nabi pada diri Nizar bin Ma‘d bin ‘Adnan. Yang berarti bertemu nasab pula dengan
nabi Ibrahim.
Ketika beliau masih dalam kandungan, orang tua beliau pindah dari kota Marwa,
tempat tinggal sang ayah, ke kota Baghdad. Di kota itu beliau dilahirkan, tepatnya pada bulan
Rabi‘ul Awwal -menurut pendapat yang paling masyhur- tahun 164 H.
Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru
berumur tiga tahun. Kakek beliau, Hanbal, berpindah ke wilayah Kharasan dan menjadi wali
kota Sarkhas pada masa pemeritahan Bani Umawiyyah, kemudian bergabung ke dalam
barisan pendukung Bani ‘Abbasiyah dan karenanya ikut merasakan penyiksaan dari Bani
Umawiyyah. Disebutkan bahwa dia dahulunya adalah seorang panglima.
B.     Masa Menuntut Ilmu
Imam Ahmad tumbuh dewasa sebagai seorang anak yatim. Ibunya, Shafiyyah binti
Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, berperan penuh dalam mendidik dan
membesarkan beliau. Untungnya, sang ayah meninggalkan untuk mereka dua buah rumah di
kota Baghdad. Yang sebuah mereka tempati sendiri, sedangkan yang sebuah lagi mereka
sewakan dengan harga yang sangat murah. Dalam hal ini, keadaan beliau sama dengan
keadaan syaikhnya, Imam Syafi‘i, yang yatim dan miskin, tetapi tetap mempunyai semangat
yang tinggi. Keduanya juga memiliki ibu yang mampu mengantar mereka kepada kemajuan
dan kemuliaan.
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu, kota
Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan manusia yang
berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta penuh dengan beragam jenis ilmu
pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan
sebagainya.
Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab
saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan. Beliau terus
menuntut ilmu dengan penuh azzam yang tinggi dan tidak mudah goyah. Sang ibu banyak
membimbing dan memberi beliau dorongan semangat. Tidak lupa dia mengingatkan beliau
agar tetap memperhatikan keadaan diri sendiri, terutama dalam masalah kesehatan. Tentang
hal itu beliau pernah bercerita, “Terkadang aku ingin segera pergi pagi-pagi sekali
mengambil (periwayatan) hadits, tetapi Ibu segera mengambil pakaianku dan berkata,
‘Bersabarlah dulu. Tunggu sampai adzan berkumandang atau setelah orang-orang selesai
shalat subuh.’”
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan mengambil hadits
dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang pertama yang darinya beliau
mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan Imam Abu Hanifah.
Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16 tahun.
Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits kota itu
hingga tahun 186. Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin
Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan oleh putra
beliau bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus ribu hadits lebih.
Pada tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu
ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang paling menonjol yang beliau temui dan
mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah
Imam Syafi‘i. Beliau banyak mengambil hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi‘i
sendiri amat memuliakan diri beliau dan terkadang menjadikan beliau rujukan dalam
mengenal keshahihan sebuah hadits. Ulama lain yang menjadi sumber beliau mengambil ilmu
adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin ‘Ulayyah, Waki‘ bin al-Jarrah, Yahya al-Qaththan,
Yazid bin Harun, dan lain-lain. Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam
Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak
sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan
Ismail bin ‘Ulayyah.”
Demikianlah, beliau amat menekuni pencatatan hadits, dan ketekunannya itu
menyibukkannya dari hal-hal lain sampai-sampai dalam hal berumah tangga. Beliau baru
menikah setelah berumur 40 tahun. Ada orang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu
Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi imam kaum muslimin.” Beliau
menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap
menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.” Dan memang senantiasa seperti itulah
keadaan beliau: menekuni hadits, memberi fatwa, dan kegiatan-kegiatan lain yang memberi
manfaat kepada kaum muslimin. Sementara itu, murid-murid beliau berkumpul di sekitarnya,
mengambil darinya (ilmu) hadits, fiqih, dan lainnya. Ada banyak ulama yang pernah
mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua putra beliau, Abdullah dan Shalih, Abu Zur
‘ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.
Beliau menyusun kitabnya yang terkenal, al-Musnad, dalam jangka waktu sekitar
enam puluh tahun dan itu sudah dimulainya sejak tahun tahun 180 saat pertama kali beliau
mencari hadits. Beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, tentang an-nasikh dan al-mansukh,
tentang tarikh, tentang yang muqaddam dan muakhkhar dalam Alquran, tentang jawaban-
jawaban dalam Alquran. Beliau juga menyusun kitab al-manasik ash-shagir dan al-kabir,
kitab az-Zuhud, kitab ar-radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-zindiqah(Bantahan kepada
Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, kitab al-Wara ‘ wa al-Iman,
kitab al-‘Ilal wa ar-Rijal, kitab al-Asyribah, satu juz tentang Ushul as-Sittah, Fadha’il
ash-Shahabah.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Dalam mempelajari hadits kita tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu yang berkenaan
dengan hadits saja, tetapi kita juga perlu mempelajari tokoh-tokoh yang telah berjasa besar
dalam memelihara dan menyebarluaskan hadits-hadits Nabi yang merupakan sumber ajaran
Islam setelah Al-Qur’an. Berkat jasa merekalah hadits-hadits Nabi saw sampai di tangan kita.
Para ulama hadits, adalah tokoh-tokoh agama yang menempati posisi khusus dalam umat ini.
Kedudukan mereka di mata umat begitu mulia dan agung, mengingat jasa dan peranan
mereka yang begitu besar dalam menjaga kemurnian syariat Islam.Inilah keistimewaan ulama
hadits dibandingkan ulama dari disiplin ilmu lainnya. Merekalah para pembawa panji sunnah
Nabi, yang merupakan sumber ilmu kedua setelah Alquran. Sunnah Rasulullah merupakan
muara yang padanya setiap cabang ilmu agama akan kembali. Tidak ada satu ulama pun dari
berbagai disiplin ilmu agama, yang tidak membutuhkan penjelasan mereka tentang sunnah
Rasulullah.

Dalam gambaran biografi tersebut secara garis besar dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar. Pertama, para sahabat yang mendapat predikat Al-Mukatsirun fi Al-
Riwayah,  yakni para tokoh atau ulama yang banyak meriwayatkan hadis.Para ahli hadis telah
mengurutkan kelompok ini mulai dari rawi yang paling banyak meriwayatkannya, yaitu
AbuHurairah (5.347 buah hadis), Abdullah ibn Umar (2.630 buah hadis), Anas ibn Malik
(2.286 buah hadis), Siti ‘Aisyah (2.210 buah hadis), Abdullah ibn Abbas (1.660 buah), Jabir
ibn Abdillah (1.540 buah) dan Abu sa’id Al-Khudri (1.170 buah).

Anda mungkin juga menyukai