Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah kejadian buang


air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi tiga kali
atau lebih dalam periode 24 jam. Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan
yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit,
protozoa, dan penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua
kelompok umur baik balita, anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai
golongan sosial. Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
kalangan anak-anak kurang dari 5 tahun. Secara global terjadi peningkatan
kejadian diare dan kematian akibat diare pada balita dari tahun 2015-2017. Pada
tahun 2015, diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan 499.000 kematian
di seluruh dunia tejadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Data WHO 2017
menyatakan, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi pada anak dengan angka
kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya. Di Indonesia
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, kasus diare dari tahun ketahun
meningkat. Pada tahun 2013 kasus diare 4,5% menjadi 6,8% pada tahun 2018.1,3,12
Mengingat tingginya angka kesakitan dan kematian disebabkan diare,
World Health Association (WHO) mengeluarkan pedoman tatalaksana diare.
Penggunaan cairan rehidrasi oral (CRO) sebagai terapi dan pencegahan dehidrasi,
serta suplementasi zinc diharapkan dapat mengurangi angka kematian akibat
diare1. Kementerian KesehatanRepublik Indonesia telah mengeluarkan pedoman
yang mencakup aspek yang lebih luas, dikenal dengan LINTAS DIARE (Lima
Langkah Tuntaskan Diare). Lima langkah untuk menuntaskan diare yaitu
rehidrasi, suplementasi zinc, dukungan nutrisi, pemberian antibiotik selektif, dan
edukasi. Akan tetapi menurut data WHO, hanya sekitar 39% anak dengan diare di
negara berkembang yang mendapat pengobatan sesuai rekomendasi WHO. Di
Indonesia, data tatalaksana diare sesuairekomendasi WHO sangat terbatas1,3.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diare
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian
buang air besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi
3 kali atau lebih selama 1 hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada
konsistensi tinja daripada frekuensinya. Jika frekuensi BAB meningkat namun
konsistensi tinja padat, maka tidak disebut sebagai diare.1,2
Bayi yang menerima ASI eksklusif sering mempunyai tinja yang agak
cair, atau seperti pasta; hal ini juga tidak disebut diare. Ibu biasanya
mengetahui kapan anak mereka terkena diare dan dapat menjadi sumber
diagnosis kerja yang penting. Diare menyerang anak pada tahun-tahun
pertama kehidupannya. Insidensi diare tertinggi pada anak di bawah umur 2
tahun, dan akan menurun seiring bertambahnya usia1,2

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari2,4,10 :
1. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.2,3
2. Diare persisten
Episode diare yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya
sebagai diare akut teteapi berakhir lebih dari 14 hari, kondisi ini
menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi menyebabkan kematian.2,3
3. Diare kronik
Diare kronis sebagai suatu episode diare yang berlangsung lebih dari 14
hari dengan etiologi non-infeksi.2,3

2
2.3 Epidemiologi
Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di kalangan
anak-anak kurang dari 5 tahun. Secara global terjadi peningkatan kejadian
diare dan kematian akibat diare pada balita dari tahun 2015-2017. Pada tahun
2015, diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan 499.000 kematian di
seluruh dunia tejadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Data WHO 2017
menyatakan, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi pada anak dengan angka
kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya. Di Indonesia
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, kasus diare dari tahun ketahun
meningkat. Pada tahun 2013 kasus diare 4,5% menjadi 6,8% pada tahun 2018.
1,3,12

2.4 Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu1,2,4-10:
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
1) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
Diare cair pada anak sebagian besar disebabkan oleh infeksi
rotavirus, V. cholera dan E.coli dan diare cair akut pada anak di
bawah lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi
rotavirus.2,3
2) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. Bakteri-
bakteri ini merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang
menyebabkan epidemi diare pada anak. Diare berdarah paling
sering disebabkan oleh Shigela. Kolera merupakan salah satu
contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan dengan
penyebabkan kematian utama pada anak. Namun sebagian besar

3
kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada dewasa
dan anak dengan usia yang lebih besar.
3) Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).2,3
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.2,3
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

2.5 Cara penularan


Cara penularan diare umumnya melalui fekal-oral dengan mekanisme
berikut2:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi
bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-
rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah
terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.2,3
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh

4
binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakan.2,3
3. Kontak langsung tangan dengan penderita.

2.6 Faktor risiko


Diare dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain umur, gizi, sosial
ekonomi, lingkungan, dan perilaku2,3,4
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pola ini menggambarkan
kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif
bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi dan kontak
langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak.2,3
2. Faktor gizi
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan
peningkatan kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan
penurunan berat badan, dan berlanjut ke gagal tumbuh.Gangguan gizi
tersebut dapat menyebabkan diare menjadi lebih parah, lebih lama dan
lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian diare pada anak yang
tidak menderita gangguan gizi. Episode diare yang dialami anak juga
makin banyak pada anak dengan gizi buruk.2,3
3. Faktor sosial ekonomi
Kebanyakan anak yang mudah menderita berasal dari keluarga besar
dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai pe-nyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan,
pendidikan orang-tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak
menguntungkan.2,3

4. Faktor lingkungan

5
Kesehatan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah
utama dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Besarnya
masalah kesehatan lingkungan hidup berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit infeksi, termasuk diare. Masalah kesehatan lingkungan hidup ini
meliputi: kurangnya penyediaan air minum yang bersih dan memenuhi
persyaratan kesehatan, kurangnya pembuangan kotoran yang sehat,
keadaan rumah yang tidak sehat, usaha higiene dan sanitasi makanan yang
belum menyeluruh, banyaknya faktor penyakit, belum ditanganinya
higiene dan sanitasi industri secara intensif, kurangnya usaha pengawasan
dan pencegahan terhadap pencemaran ling-kungan, pembuangan limbah di
daerah pemukiman yang kurang baik.2,3
5. Perilaku
Faktor perilaku dapat mempengaruhi penyebaran kuman enterik serta
meningkatkan atau mengurangi risiko terjadinya diare, perilaku yang
dimaksud adalah sebagai berikut:Pemberian ASI eksklusif
Bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif 6 bulan pertama kehidupan
bayi akan lebih berisiko mengalami kesakitan dan kematian akibat diare
karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi.2,3
a. Penggunaan botol susu\
Pemakaian botol susu yang tidak bersih akan meningkatkan risiko
pencemaran kuman dan susu akan terkontaminasi oleh kuman dari botol.
Kuman akan cepat berkembang bila susu tidak segera diminum.2,3
b. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan
yang penting dalam penularan diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyuapi anak, dan sesudah makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare.2,3

c. Kebiasaan membuang tinja

6
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara
bersih dan benar. Tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya.2,3
d. Penggunaan air minum
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat
penyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air
pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.2,3
e. Menggunakan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penularan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
mempunyai jamban, sebaiknya membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban. Bila tidak mampu untuk mempunyai jamban,
sebaiknya jangan membiarkan anak-anak untuk pergi ke tempat buang
air besar, hendaknya tempat untuk buang air besar jauh dari rumah, jalan
setapak, tempat bermain anak-anak, dan harus berjarak kurang lebih 10
meter dari sumber air.2,3
f. Pemberian imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Diare sering terjadi dan
berakibat berat pada anak-anak yang menderita campak, hal ini sebagai
akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.2,3

2.7 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh dua hal yaitu gangguan pada proses
absorbsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau
beberapa mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut mekanismenya,
dikenal diare akibat gangguan absorbsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Diare ini dapat terjadi akibat
kelainan di usus halus, mengakibatkan absorbsi menurun atau sekresi yang
bertambah, namun jika fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat

7
absorbsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga
dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi2,3,4
1. Gangguan absorpsi
Adanya bahan yang tidak diserap menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan
banyak terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar
dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi
kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh sebab ada
bahan yang tidak dapat diserap di segmen ileum dan melebihi kemampuan
absorpsi kolon, sehingga terjadi diare.2,3
2. Gangguan sekresi
Akibat adanya rangsangan yang menstimulasi sekresi lumen, misalnya
toksin bakteri, maka akan terjadi peningkatan air ke rongga usus sehingga
usus menjadi penuh dan terjadi diare. Toksin penyebab diare terutama
bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau
Ca++ yang selanjutnya mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein
kinase akan menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion yang menyebabkan Cl- di kripta
keluar, selain itu terjadi peningkatan pompa natrium sehingga natrium
masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.2,3
3. Gangguan motilitas
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya apabila
peristaltik menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan yang
kemudian menyebabkan diare.2,3

4. Diare inflamasi

8
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfe
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah
serta sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
diare sekretorik.2,3
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektroit, dan mengaktifkan
kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan
mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi. Pengaruh tersebut
menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti natrium dan air.2,3
5. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
tipe I, III dan IV dimana terjadi pelepasan mediator pada ketiga reaksi
hipersensitivitas tersebut. Mediator yang dilepaskan akan menyebabkan
luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang
sekresi klorida diikuti oleh natirum dan air.2,3

2.8 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. 2,3,4
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung
sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit
ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada
panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan
hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena
dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma

9
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi,
dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat. 2,3,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. 2,3
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan
darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa,
berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan
dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit
lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan
yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata :
cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah.2,3
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.2,3

10
Gambar. 2.1. Cara menilai turgor kulit

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain
selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.2,3
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare
akut :
a. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
b. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
c. Tinja : Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah
atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada

11
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.3
d. Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi
sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon.
Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya
kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti
Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.
Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN,
kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita
kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan
E. histolytica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam
jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk
mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian
kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare
lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.3,4

2.9 Tata Laksana


1. Prinsip Tatalaksana Diare
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di
rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit. Lima pilar tersebut sering
disingkat dengan LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare).

12
Gambar. 2.2. Lima langkah tuntaskan diare

a. Rehidrasi.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium
klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta
glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan
elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Karena oralit formula
lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga ibu enggan
memberikan kepada anaknya sekarang sudah ada oralit formula baru,
sehingga sekarang rehidrasi dilakukan dengan menggunakan oralit
baru.Perbedaan kedua oralit ini terdapat pada tingkat osmolaritas.
Osmolaritas oralit baru lebih rendah yaitu 245 mmol/l dibanding total
osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l.5,6

Oralit lama Oralit formula baru


No.
(WHO/UNICEF 1978) (WHO/UNICEF 2004)
1. NaCl : 3.5 g NaCl : 2.6 g
2. NaHCO3: 2.5 g Na Citrate: 2.9 g
3. KCl : 1.5 g KCl : 1.5 g
4. Glucose : 20 g Glucose : 13.5 g
Osmolar. 331 mmol/l Osmolar. 245 mmol/l

No. Oralit lama Oralit formula baru


(WHO/UNICEF 1978) (WHO/UNICEF 2004)
Dengan Osmolaritas

13
1. Na+ : 90 mEq/l Na+ : 75 mEq/l
2. K+ : 20 mEq/l K+ : 20 mEq/l
3. HCO3 : 30 mEq/l Citrate : 10 mmol/l
4. Cl- : 80 mEq/l Cl- : 65 mEq/l
5. Glucose : 111 mmol/l Glucose : 75 mmol/l
Osmolar. 331 mmol/l Osmolar. 245 mmol/l

Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air


minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung
dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
Pemberian oralit harus segera bila anak diare, sampai diare berhenti.5
Ada beberapa keunggulan oralit formula baru. Penelitan
menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu:
1) Mengurangi volume tinja hingga 25%
2) Mengurangi mual-muntah hingga 30%
3) Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena.
Ketentuan pembuatan larutan oralit adalah sebagai berikut:
1) Melarutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200cc air matang,
2) Memberikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar
dengan ketentuan untuk anak berumur kurang dari 2 tahun
diberikan 50-100 ml setiap kali buang air besar, sedangkan untuk
anak 2 tahun atau lebih diberikan 100-200 ml tiap kali buang air
besar.
3) Bila dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
sisa larutan harus dibuang.

14
Gambar. 2.3. Cara pembuatan larutan oralit.
b. Zinc
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan
menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk
menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc
yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak
tetap sehat.5,6
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan
bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc
selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan pada penelitian selama 20 tahun
(1980-2003) yang menunjukkan bahwa pengobatan diare dengan
pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan terbukti menurunkan
angka kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%.5,6
Pada saat diare, anak akan kehilangan zincdalam tubuhnya.
Pemberian Zinc mampumenggantikan kandungan Zinc alami
tubuhyang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc
juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapatmencegah
risiko terulangnya diare selama 2-3bulan setelah anak sembuh dari
diare.Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18tahun, manfaat zinc
sebagai pengobatan diareadalah mengurangi :
1) Prevalensi diare sebesar34%;
2) Insidens pneumonia sebesar 26%;
3) Durasi diare akut sebesar 20%;
4) Durasi diarepersisten sebesar 24%;

15
5) Kegagalanterapi atau kematian akibat diare persistensebesar 42%.
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkaitdengan
kemampuannya meningkatkan sistemkekebalan tubuh. Zinc
merupakan mineralpenting bagi tubuh. Lebih 300 enzim dalamtubuh
yang bergantung pada zinc. Zinc jugadibutuhkan oleh berbagai organ
tubuh, sepertikulit dan mukosa saluran cerna. Semua yangberperan
dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan pada anak
yang sistimkekebalannya belum berkembang baik, dapatmeningkatkan
sistim kekebalan dan melindungianak dari penyakit infeksi. Itulah
sebabnyamengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuaidosis)
selama 10 hari berturut - turut berisiko lebih kecil untuk terkena
penyakit infeksi, diaredan pneumonia.6
Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hariberturut-turut.
Pemberian zinc harus tetapdilanjutkan meskipun diare sudah berhenti.
Halini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanantubuh terhadap
kemungkinan berulangnya diarepada 2 – 3 bulan ke depan. Obat Zinc
merupakan tablet dispersible yang larutdalam waktu sekitar 30
detik.Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengandosis sebagai
berikut:
1) Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari
2) Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari
Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baruberupa tablet
dispersible. Saat ini perusahaanfarmasi juga telah memproduksi dalam
bentuksirup dan serbuk dalam sachet. Zinc diberikan dengan cara
dilarutkan dalamsatu sendok air matang atau ASI. Untuk anakyang
lebih besar, zinc dapat dikunyah.Zinc aman dikonsumsi bersamaan
denganoralit. Zinc diberikan satu kali sehari sampaisemua tablet habis
(selama 10 hari) sedangkanoralit diberikan setiap kali anak buang air
besarsampai diare berhenti.6
Pemberian zinc selama 10 hari terbuktimembantu memperbaiki
mucosa usus yangrusak dan meningkatkan fungsi kekebalantubuh

16
secara keseluruhan.Efek samping zinc sangat jarang
dilaporkan.Kalaupun ada, biasanya hanya muntah. Namun,pemberian
zinc dalam dosis sebanyak 10-20mg sesuai usia seperti dosis yang
dianjurkanseharusnya tidak akan menyebabkan muntah.Zinc yang
dilarutkan dengan baik akanmenyamarkan rasa metalik dari zinc.6,7
c. ASI dan makanan tetap diteruskan.
Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian ASI
sebanyak dia mau. Karena ASI bukanlah penyebab diare dan ASI
justru dapat mencegah diare sehingga bayi dibawah 6 bulan sebaiknya
hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim
imunitas tubuh bayi. Jadi, jika anak mau lebih banyak dari biasanya itu
akan lebih baik. Biarkan dia minum sebanyak dan selama dia mau.7,8
Pemberiannya makanan disesuaikan dengan umur anak dan
dengan menu yang sama pada waktu anak sehat. Anak harus diberi
makan seperti biasadengan frekuensi lebih sering. Lakukan inisampai
dua minggu setelah anak berhentidiare. Jangan batasi makanan anak
jika ia maulebih banyak, karena lebih banyak makananakan membantu
mempercepat penyembuhan,pemulihan dan mencegah malnutrisi.8
Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun, anjurkan untuk
mulai mengurangi susu formuladan menggantinya dengan ASI. Untuk
anak yangberusia lebih dari 2 tahun, teruskan pemberiansusu formula.
Ingatkan ibu untuk memastikananaknya mendapat oralit dan air
matang.8

d. Antibiotik selektif.
Selain bahaya resistensi kuman, pemberianantibiotik yang tidak
tepat bisa membunuhflora normal yang justru dibutuhkan tubuh.
Antibiotik juga dapat memberikan efek negatif seperti memperburuk
diare (antibiotics induced diarrhea). Efeksamping dari penggunaan
antibiotik yang tidakrasional adalah timbulnya gangguan fungsiginjal,

17
hati dan diare yang disebabkan olehantibiotik. Hal ini juga akan
mengeluarkan biayapengobatan yang seharusnya tidak diperlukan.8,9
e. Nasihat kepada orang tua
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara
pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera
membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:
1) Buang air besar cair lebih sering
2) Muntah berulang-ulang
3) Mengalami rasa haus yang nyata
4) Makan atau minum sedikit
5) Demam
6) Tinjanya berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari.
Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa
peningkatan motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan
kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak gerakan dan berbunyi.
Anti diare dapat menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang
seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Hal ini menyebabkan
bakteri tumbuh di dalam usus yang justru dapat memperburuk kondisi
pasien. Selain itu anti diare dapat menyebabkan komplikasi yang
disebut prolapsus pada usus (terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya
karena memerlukan tindakan operasi. Oleh karena itu anti diare
seharusnya tidak boleh diberikan.8,9
Probiotik adalah mikroorganisme hidup sebagai suplemen
makanan yang memberikan pengaruh pada pejamu dengan
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus. Strain yang
digunakan sebagai probiotik biasanya dipilih dari flora komersial.
Lactobacillus atau bifidobacterium adalah mikro organisme yang
paling banyak digunakan dan telah sejak lama digunakan sebagai
probiotik.8

18
Berdasarkan WHO, probiotik mungkinbermanfaat untuk AAD
(Antibiotic AssociatedDiarrhea), tetapi karena kurangnya buktiilmiah
dari studi yang dilakukan pada kelompok masyarakat, maka WHO
belummerekomendasikan probiotik sebagai bagiandari tatalaksana
pengobatan diare. Secarastatistik, probiotik memberikan efek
signifikanpada AAD sebanyak 0.48% (95% CI 0.35 -0.65), tetapi tidak
memberikan efek signifikanuntuk traveller’s diare yaitu 0.92 (95% CI
0.79 -1.06) dan juga tidak memberikan efek signifikanpada
community-based diarrhea. Harusdiperhitungkan juga biaya dalam
pemberianpengobatan tambahan probiotik.9,10,11
Probiotik memiliki banyak manfaat, meskipun belum
direkomendasikan; pemberian probiotik tidak mengurangi intensitas
diare, tetapi hanya akan mengurangi kejadian diare. Probiotik akan
meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik dalam lumen saluran cerna,
sehingga akan terjadi persaingan tempat reseptor permukaan usus,
produksi bahanbahan antibiotik, peningkatan pertahanan imun inang
(efek adjuvan, peningkatan produksi IgA polimerik, stimulasi sitokin)
dan kompetisi dengan patogen untuk nutrisi luminal.9,10

2. Prosedur Tatalaksana Diare


a. Penilaian klinis
C
PENILAIAN A B
BILA TERDAPAT 2 TANDA ATAU LEBIH
Lesu, lunglai
Baik, sadar atau tidak sadar
1.LIHAT: Gelisah, rewel
Normal Sangat cekung
Keadaan Umum Cekung
Minum dan kering
Mata Haus, ingin
biasa, tidak Malas
Rasa Haus minum banyak
haus minum/tidak
bisa minum
2.PERIKSA: Kembali Kembali lambat Kembali sangat

19
Turgor Kulit cepat lambat
Dehidrasi
3.DERAJAT Tanpa ringan/sedang
Dehidrasi berat
DEHIDRASI dehidrasi (dehidrasi tidak
berat)
4.RENCANA Rencana Rencana Rencana
PENGOBATAN Terapi A Terapi B Terapi C

Tabel. 2.1. Penilaian Derajat Dehidrasi (Buku Saku Lintas Diare, 2011)

b. Rencana terapi
Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan
derajat dehidrasi yang dialami oleh balita
1) Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
2) Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi
ringan/sedang
3) Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat

A
Diare tanpa dehidrasi
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Keadaan Umum baik, sadar
Mata tidak cekung
Minum biasa, tidak haus
Cubitan kulit perut/turgor kembali segera
RENCANA TERAPI A
UNTUK TERAPI DIARE TANPA DEHIDRASI
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
• Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
• Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri ORALIT atau air matang sebagai tambahan
• Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan
ORALIT atau cairan rumah tangga
sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
• Beri ORALIT sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan
sedikit demi sedikit

20
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak
• Anak harus diberi 6 bungkus ORALIT (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk
• Ajari ibu cara mencampur dan memberikan ORALIT
2. BERI OBAT ZINC
Beri ZINC 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan
dalam 1 sendok air matang atau ASI
• Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
• Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
• Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
• Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
• Beri makanan kaya Kalium seperti buah segar, pisang, air kelapa hijau.
• Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
• Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2
minggu
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI
MISAL: DISENTERI, KOLERA dll
5. NASIHATI IBU/PENGASUH
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
• Berak cair lebih sering
• Muntah berulang
• Sangat haus
• Makan dan minum sangat sedikit
• Timbul demam
• Berak berdarah
• Tidak membaik dalam 3 hari

B
Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit pertu/turgor kembali lambat
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA DI
SARANA KESEHATAN
ORALIT yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
• Bila BB tidak diketahui berikan ORALIT sesuai tabel di bawah ini:

Umur sampai < 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

21
• Bila anak menginginkan lebih banyak ORALIT, berikanlah
• Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
• Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan
ORALIT
• Beri obat ZINC selama 10 hari berturut-turut
AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN
ORALIT:
• Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
• Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
• Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
• Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian ORALIT dan berikan air
masak atau ASI
• Beri ORALIT sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang
SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN
PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI
A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI
• Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang,
anak biasanya kencing kemudian
mengantuk dan tidur
• Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B
• Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah
• Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
• Tunjukkan jumlah ORALIT yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah
• Berikan ORALIT 6 bungkus untuk persediaan di rumah
• Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

C
Diare dehidrasi berat
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Lesu, lunglai/tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 dtk
RENCANA TERAPI C
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI BERAT DI SARANA KESEHATAN
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban- dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila
Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita bisa minum,
TIDAK, berikan
teruskan
oralit,ke bawah.
sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100ml/kgBB cairan
Ringer Laktat (atau cairan normal salin, atau ringer asetat bila ringer
laktat tidak tersedia), sebagai berikut :
Apakah saudara
Tidak dapat Ya
Pemberian pertama Kemudian 70ml/kg
menggunakan cairan IV
Umur 30 ml/kg dalam dalam
secepatnya?
Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam

Anak 1-5 tahun 30 menit 2 ½ jam


- Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
- Nilai kembali penderita tiap 1-2jam. Bila rehidrasi belum tercapai,
percepat tetesan intravena 22
- Juga berikan oralit (5ml/KgBB/jam) bila penderita bisa minum,
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai lagi penderita
menggunakan tabel penilaian. Kemudian pilihlah rencana terapi
yangsesuai (A,B, atauC untuk melanjutkan terapi.
Ya - Kirim penderita untuk terapi intrevena.
Apakah ada terapi IV terdekat - Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan
(dalam 30 menit)? caramemberikannya selama perjalanan.

Tidak
- Mulairehidrasimulutdenganoralitmelaluipipanasogastrikatasmulut.
Ya Berikan 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
- Nilailahpenderitatiap 1-2jam :
 Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan-pelan
 Bila tehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita
untuk terapi intravena
- Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang
Apakahsaudaradapatmengguna sesuai
kanpipanasogastrikuntukrehidr
asi ?

Tidak Catatan :
oBilamungkin, amatipenderitasedikitnya 6 jam
setelahrehidrasiuntukmemastikanbahwaibudapatmenjagamengembalikanca
iran yang hilangdenganmemberioralit
Segerarujukanakuntukrehidrasi oBilaumuranakdiatas 2 yahndankolerabarusajaberjangkit di
melaluinasogastrikatauintraven daerahsaudara, pikirkankemungkinankoleradanberikanantibiotik yang
a tepatsecara oral setelahanaksadar.
2.10 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare dan memperbaiki daya
tahan tubuh pejamu2,4,8,10.
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-
oral sehingga pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu
difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang
terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
b. Penyiapan MP-ASI harus bersih dan penyimpanannya di tempat bersih
dan tertutup.

23
c. Penggunaan air bersih untuk minum, mencuci peralatan makan dan
bahan makanan dan memasak
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
f. Membuang tinja bayi di jamban.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu.10,11
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat mengurangi risiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai anak berusia 2 tahun.Bayi yang
diberi ASI lebih terlindungi dariinfeksi, terutama diare, karena
banyaknyakomponen penting di dalam ASI. MenurutShams, dkk.
pemberian ASI akan menurunkaninsiden diare karena adanya
intestinal cellgrowth promoting factor, sehingga villi ususcepat
mengalami penyembuhan setelahrusak karena diare. Selain itu,
kolostrumkaya akan secretory IgA, laktooksidase, danjuga asam
neuraaminik yang mempunyaisifat antibakterial terhadap E. coli
danStaphylococcus. Adanya laktoferin dan lyzosimyang merupakan
komponen imunitassaluran cerna, serta faktor bifidus yang berfungsi
menjaga keasaman flora usus dan menghambat pertumbuhan bakteri
patogen juga sangat berpengaruh.
b. Imunisasi campak.
c. Imunisasi Rotavirus11,12.
Rotavirus adalah penyebab utama gastroenteritis pada anak-anak.
Virus ini bertahan di lingkungan beberapa hari sampai beberapa
minggu, sehingga dapat menyebabkan benda-benda yang berada di
lingkungan (fomite) sebagai sumber penularan. Kebersihan dan sanitasi
yang baik, termasuk ketersediaan pasokan air bersih, hanya
menimbulkan sedikit efek dalam upaya mencegah penularan rotavirus.
Karena itu, vaksinasi merupakan metode pencegahan yang paling

24
efektif dan sangat diperlukan untuk mengontrol transmisi dan
mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus ini.Tujuan pemberian
vaksin rotavirus adalahuntuk memberikan tingkat perlindungan
yangsama dengan perlindungan dari infeksi alami.Infeksi alamiah tidak
memberikan kekebalanseumur hidup terhadap infeksi rotavirus dan
penyakitnya ringan, tetapi mencegah timbulnya infeksi rotavirus yang
berat berikutnya.
Pertama kali WHO merekomendasikan imunisasi rotavirus secara
rutin pada April 2009. Di Indonesia, vaksin ini direkomendasikan oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2011. Berdasarkan
studi-studi yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa vaksinasi
rotavirus menunjukkan bahwa vaksin ini mencegah jumlah kematian
karena diare dalam jumlah yang signifikan di negara berkembang.
Vaksin rotavirus yang beredar adalah vaksin hidup yang mengandung
1 strain (monovalen) dan 5 strain (pentavalen). Waktu pemberiannya,
yaitu :
1) Vaksin monovalen diberikan secara oral (melalui mulut) 2 kali
dengan jarak waktu kurang lebih 8 minggu setiap pemberian. Dosis
pertama diberikan pada bayi usia 6-14 minggu dan dosis kedua
kurang lebih pada 24 minggu.
2) Vaksin pentavalen diberikan secara oral dan dilakukan dalam 3 kali.
Jarak pemberian antar dosis berkisar 1 bulan sejak pemberian
pertama. Dosis pertama diberikan pada usia 2 bulan, kedua usia 4
bulan, dan pemberian ketiga pada umur 6 bulan.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar


Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK
Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2015:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2017). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html.
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2014:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2014.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2016:44-53

26
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19 th edition.
United Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition/European Society for Paediatric Infectious
disease Evidenced Based Guidelines for Management of Acute
Gastroenteritis in Children in Europe. Journal of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2017.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2015.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on
the tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 10 Juli 2016].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten
11. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2015,50 (Supple III):III:54-1159
12. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas). Kementerian Kesehatan, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.2018.

27

Anda mungkin juga menyukai