Anda di halaman 1dari 15

KONSEP STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah strategi belajar mengajar

Dosen Pengampu:
Dewi Nurmalasari, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 2 :

Chairunnisa (1709617077)

Faidah Fenny Permatasari (1709617055)

Uswatun Hasanah (1709617087)

Vanesha Priskilla (1709617034)

PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020

1
DAFTAR ISI

A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar...............................................................................1

B. Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar...............................................................................4

1. Konsep dasar strategi belajar mengajar.............................................................................4

2. Sasaran kegiatan belajar mengajar.....................................................................................4

3. Belajar mengajar sebagai suatu sistem...............................................................................5

4. Hakikat Proses Belajar Mengajar.......................................................................................7

5. Entering Behavior Siswa....................................................................................................8

6. Pola-Pola Belajar Siswa.....................................................................................................8

7. Memilih Sistem Belajar Mengajar...................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

2
A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Di dalam lingkungan belajar mengajar, seorang guru harus memiliki cara
untuk menyampaikan materi kepada siswa. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya, adalah misi pendidikan yang
menjadi tanggung jawab professional setiap guru. Guru tidak cukup hanya
menyampaikan materi pengetahuan kepada siswa di kelas tetapi dituntut untuk
meningkatkan kemampuan guna mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai
dengan kebutuhan profesinya.
Mengajar bukan lagi usaha untuk menyampaikan ilmu pengetahuan,
melainkan juga usaha menciptakan sistem lingkungan yang membelajarkan subjek
didik agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal. Mengajar dalam
pemahaman ini memerlukan suatu strategi belajar mengajar yang sesuai. Mutu
pengajaran tergantung pada pemilihan strategi yang tepat dalam upaya
mengembangkan kreativitas dan sikap inovatif subjek didik. Untuk itu perlu dibina
dan dikembangkan kemampuan professional guru untuk mengelola program
pengajaran dengan strategi belajar yang kaya dengan variasi.
Secara bahasa strategi dapat diartikan sebagai siasat, kiat, trik, atau cara.
Sedangkan secara umum strategi adalah suatu garis besar haluan dalam bertindak
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun strategi belajar mengajar dapat
diartikan sebagai pola umum kegiatan guru-murid dalam perwujudan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Atau dengan kata lain, strategi
belajar mengajar merupakan sejumlah langkah yang direkayasa sedemikian rupa
untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu.
Menurut (Gerlach dan ely) diambil dari www.duniaedukasi.net/2010/04
Strategi belajar-mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan
urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Kemudian
Menurut J.R. David dalam Teaching Strategies for College Class Room (1976) ialah
aplan, method, or series of activities designe to achicves a particular educational
goal. Yaitu strategi belajar-mengajar meliputi rencana, metode dan teknik
pembelajaran serta perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan
pengajaran tertentu.

3
Menurut Mansyur (1991), batasan belajar mengajar yang bersifat umum
mempunyai empat dasar strategi, yaitu:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan
tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang
dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru
dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta
standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam
melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan
dijadikan umpan balik buat penyempumaan sistem instruksional yang
bersangkutan secara keseluruhan.

Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat
penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman buat pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar agar berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Pertama, spesifikasi dan
kualifikasi perubahan tingkah laku yang bagaimana diinginkan sebagai hasil belajar
mengajar yang dilakukan itu. Di sini terlihat apa yang dijadikan sebagai sasaran dari
kegiatan belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah.
Oleh karena itu, tujuan pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret,
sehingga mudah dipahami oleh anak didik. Bila tidak, maka kegiatan belajar mengajar
tidak punya arah dan tujuan yang pasti. Akibat selanjutnya perubahan yang
diharapkan terjadi pada anak didik pun sukar diketahui, karena
penyimpanganpenyimpangan dari kegiatan belajar mengajar. Karena itu, rumusan
tujuan yang operasional dalam belajar mengajar mutlak dilakukan oleh guru sebelum
melakukan tugasnya di sekolah.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat
dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara guru memandang suatu
persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang guru gunakan dalam memecahkan
suatu kasus, akan mempengaruhi hasilnya. Satu masalah yang dipelajari oleh dua
orang dengan pendekatan yang berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan
yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar, adil, dan sebagainya akan

4
melahirkan kesimpulan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan bila dalam
cara pendekatannya menggunakan berbagai disiplin ilmu.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian untuk
memotivikasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya
untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau metode supaya anak didik
terdorong dan mampu berpikir bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan
pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode mungkin hanya cocok
dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi dengan sasaran yang berbeda, guru
hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang sama.
Bila beberapa tujuan ingin diperoleh, maka guru dituntut untuk memiliki
kemampuan tentang penggunaan berbagai metode atau mengombinasikan beberapa
metode yang relevan. Cara penyajian yang satu mungkin lebih menekankan kepada
peranan anak didik, sementara teknik penyajian yang lain lebih terfokus kepada
peranan guru atau alat-alat pengajaran seperti buku, atau mesin komputer misalnya.
Ada pula metode yang lebih berhasil bila dipakai buat anak didik dalam jumlah yang
terbatas, atau cocok untuk mempelajari materi tertentu.
Keempat, menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru
mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai sejauh mana
keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui
keberhasilannya, setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar
mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi
dasar yang lain.
Apa yang harus dinilai, dan bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk
kemampuan yang harus dimiliki oleh guru. Seorang anak didik dapat dikategorikan
sebagai anak didik yang berhasil, bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi
kerajinannya mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil
ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olahraga, keterampilan, dan
sebagainya. Atau dapat pula dilihat dari gabungan berbagai aspek.

5
B. Klasifikasi Strategi Belajar Mengajar
Menurut Tabrani Rusyan dkk. dalam Mansyur menyatakan bahwa terdapat
berbagai masalah sehubungan dengan strategi belajar mengajar yang secara
keseluruhan diklasifikasikan seperti berikut:
1. Konsep dasar strategi belajar mengajar
Seperti telah diuraikan pada subpokok bahasan sebelumnya, konsep dasar strategi
belajar mengajar ini meliputi hal-hal:
a. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku, Dengan kata lain
apa yang harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut.
Sasaran ini harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingg mudah difahami
oleh peserta didik. Perubahan prilaku dan kepribadian yang bagaimana yang
kita inginkan terjadi setelah siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar
itu harus jelas, misalnya dari tidak bisa membaca berubah menjadi bisa
membaca. Suatu kegiatan belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas berarti
kegiatan tersebut dilakukan tanpa arah atau tujuan yang pasti, dapat
menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan tidak tercapainya
hasil yang diharapkan.

b. Menentukan pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar


mengajar, memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar, Bagaimana
cara kita memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang
kita gunakan dalam memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya.
c. Norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar, maksudnya
Metode atau teknik penyajian untuk memotifasi siswa agar mampu
menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah,
berbeda dengan cara atau supaya murid-murid terdorong dan mampu berfikir
bebas dan cukup keberanian untuk mengemukakan pendapatnya sendiri.

d. Menetapkan norma dan kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar,


sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk
menilai sampai sejauh manakeberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya

2. Sasaran kegiatan belajar mengajar

Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan itu
bertahap dan berjenjang mulai dari yang sangat operasional dan konkret yakni
tujuan Instruksional khusus dan tujuan Instruksional umum, tujuan kulikuler,

6
tujuan nasional, sampai kepada tujuan yang bersifat universal. Pada tingkat sasaran
atau tujuan yang universal, manusia yang diidamkan tersebut harus memiliki
kualifikasi: a. pengembangan bakat secara optimal
b. hubungan antarmanusia
c. efisiensi ekonomi
d. tanggung jawab selaku warga negara.
Pandangan hidup para guru maupun anak didik akan turut mewamai berkenaan
dengan gambaran karakteristik sasaran manusia idaman. Konsekuensinya akan
mempengaruhi kebijakan tentang perencanaan, pengorganisasian, serta penilaian
terhadap kegiatan belajar mengajar.
3. Belajar mengajar sebagai suatu sistem
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen yang terpadu
dan berproses untuk mencapai tujuan (Gordon, 1990 ; Puxty, 1990). Proses
belajarmengajar sebagai suatu sistem yang komponen-komponennya terdiri atas :
1) Siswa,
2) Guru,
3) Tujuan,
4) Materi,
5) Metode,
6) Sarana atau Alat,
7) Evaluasi,
8) Lingkungan.
Masing-masing komponen itu sebagai bagian yang berdiri sendiri-sendiri, namun
dalam berproses di kesatuan sistem mereka saling bergantung dan bersama-sama
untuk mencapai tujuan. Masing-masing komponen sistem proses belajar-mengajar
itu sedikit diulas seperti paparan berikut ini.
a. Siswa
Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai
komponen proses belajar-mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang
sebagai objek Pendidikan bergeser sebagai subjek Pendidikan. Sebagai subjek,
siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan Pendidikan. Tiada Pendidikan
tanpa anak didik. Untuk itu, siswa harus dipahami dan dilayani sesuai dengan
hakhak dan tanggungjawabnya sebagai siswa.

7
Siswa adalah individu yang unik. Mereka merupakan kesatuan psiko-fisis
yang secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola
sekolah, pegawai administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka dating
ke sekolah telah membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan
social. Masing-masing memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda.
Potensi dan kemampuan inilah yang harus dikembangkan oleh guru di
sekolah.
b. Guru
Guru adalah sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus
profesional. Walaupun seorang guru sebagai individu memiliki kebutuhan
pribadi dan memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru
mengemban tugas mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu,
guru harus menguasai seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru.
Oleh sebab itu, tidak semua orang bisa menjadi guru yang profesional.
Kompetensi guru itu mencakup menguasai siswa, menguasai tujuan,
menguasai metode pembelajaran, menguasai materi, menguasai cara
mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan menguasai lingkungan
belajar.
c. Tujuan
Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari
tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan
umum pembelajaran, sampai tujuan khusu pembelajaran. Proses
belajarmengajar tanpa tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu,
tujuan pendidikan secara keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan
disusun berdasarkan ciri karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.
d. Materi
Materi pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku
paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran.
Setiap aktivitas belajar-mengajar pasti harus ada materinya. Anak yang sedang
field-trip di kebun raya menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya.
Anak yang praktikum di laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua
materi pembelajaran harus diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami
oleh anak. Materi disusun berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa. e. Metode

8
Metode mengajar adalah cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran
yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan
tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik anak.

f. Sarana atau Alat


Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam
proses belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat
berupa benda yang sesungguhnya, imitasi atau tiruan, gambar, bagan, grafik,
tabulasi dan sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa
alat elektronik, alat cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau alat pembelajaran
harus disesuaikan dengan tujuan, anak, materi dan metode pembelajaran. g.
Evaluasi
Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik,
sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi
dilaksanakan secara komprehensif, objektif, kooperatif, dan efektif. Evaluasi
dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran.
h. Lingkungan
Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting
demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik,
lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu
PBM berlangsung.

4. Hakikat Proses Belajar Mengajar


Menurut M. Sobry Sutikno dalam bukunya Menuju Pendidikan Bermutu
(2004), mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut C.T. Morgan
dalam bukunya Introducing to Psychology (1962) merumuskan belajar sebagai
suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau
hasil dari pengalaman yang baru.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakikatnya adalah
“perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas
tertentu. Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang
diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang

9
lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar
itu dapat berhasil dengan baik.
Sedangkan mengajar merupakan suatu proses yang kompleks. Tidak hanya
sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa saja, melainkan banyak
kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan (Muhammad Ali, 1992). Bohar
Suharto (1997) mendefinisikan mengajar sebagai suatu aktivitas mengorganisasi
atau mengatur (mengelola) lingkungan sehingga tercipta suasana yang sebaik-
baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses
belajar yang menyenangkan.
Sementara Oemar Hamalik (1992) mendefinisikan mengajar sebagai proses
menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada siswa. Dalam pengertian yang
lain, juga dijelaskan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas profesional yang
memerlukan keterampilan tingkat tinggi dan menyangkut pengambilan keputusan
(Davies, 1991). Jadi dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan
mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok.
Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak
bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan
secara profesional. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman
belajar, mengolah kegiatan belajar mengajar, menilai proses, dan hasil belajar,
kesemuanya termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.
5. Entering Behavior Siswa
Hasil kegiatan belajar mengajar tercermin dalam perubahan perilaku, baik secara
material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior. Yang
dipersoalkan adalah kepastian bahwa tingkat prestasi yang dicapai siswa itu
apakah benar merupakan hasil kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan.
Untuk kepastiannya seharusnya kita mengetahui tentang karakteristik perilaku
peserta didik saat mereka mau masuk sekolah dan mulai dengan kegiatan belajar
mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku siswa telah
dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yang
dimaksudkan dengan Entering Behavior Siswa.
6. Pola-Pola Belajar Siswa
Robert M. Gagne membedakan pola-pola belajar siswa ke dalam delapan tipe, di
mana yang satu merupakan prasarat bagi lainnya yang lebih tinggi hierarkinya.
Tipe-tipe belajar tersebut adalah sebagai berikut:

10
a. Belajar Tipe 1: Signal Learning (Belajar Isyarat)
Belajar tipe ini merupakan tahap yang paling dasar. Sehingga tidak menuntut
persyaratan, namun merupakan hierarki yang harus dilalui untuk tipe belajar
yang paling tinggi. Signal Learning merupakan proses penguasaan pola-pola
dasar perilaku yang bersifat involuntary (tidak sengaja dan tidak disadari
tujuannya). Dalam tipe ini melibatkan aspek emosional di dalamnya, seperti
diberikannya stimulus (signal) tertentu sehingga peserta didik dapat merespons
signal tersebut. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe belajar ini
telah diberikannya secara serempak dan berulang kali.
b. Belajar Tipe 2: Stimulus Respons Learning (Belajar Stimulus Respons) Bila
tipe di atas dapat digolongkan dalam jenis classical condition, maka tipe
belajar 2 ini termasuk ke dalam instrumental condi-tioning (Kimble-1961) atau
belajar dengan trial and error. Menurut Gagne, proses belajar bahasa pada
anak-anak merupakan proses yang serupa dengan ini. Dalam tipe belajar ini
memerlukan kondisi inforcement. Waktu antara simulus pertama dan
berikutnya amat penting. Semakin singkat jarak S-R dengan S-R berikutnya,
semakin kuat reinforcementnya.
c. Belajar Tipe 3: Chaining (Rantai atau Rangkaian)
Chainning adalah belajar menhubungkan satuan ikatan S-R (StimulusRespons)
yang satu dengan yang lain. Kondisi yang diperlukan dalam berlangsungnya
tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus terkuasai
sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu prinsip
kesinambungan , pengulangan, dan reinforcement juga penting. Chainning
terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, sebab yang satu terjadi
segera setelah yang satu lagi. Contoh dalam bahasa kita sering menggunakan
rangkaian kata seperti selamat-tinggal, kampunghalaman, makan malam, dan
sebagainya.
d. Belajar Tipe 4: Verbal Assosiation (Asosiasi Verba)
Belajar tipe ini setaraf dengan belajar tipe chainning, yaitu sama-sama
menghubungkan satuan ikatan S-R yang satu dengan yang lain.
e. Belajar Tipe 5: Discrimination Learning (Belajar Diskriminasi)
Discrimination learning atau belajar mengadakan pembeda. Dalam tipe ini

11
anak didik mengadakan seleksi dan pengujian di antara dua perangsang atau
sejumlah stimulus yang diterimanya, kemudian memilih pola-pola respons
yang dianggap paling sesuai. Kondisi utama dalam berlangsungnya proses
belajar ini adalah siswa rnempunyai kemahiran melakukan chaining dan
association serta pengalaman (pola S-R).
f. Belajar Tipe 6: Concept Learning (Belajar Konsep)
Concept learning adalah belajar pengertian. Dengan berdasarkan kesamaan
ciriciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya, maka dapat membentuk
suatu pengertian atau konsep, kondisi utama yang diperlukan adalah
menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental
berikutnya. Proses ini memakan waktu dan berlangsung secara
berangsurangsur.
g. Belajar Tipe 7: Rule Learning (Belajar Aturan)
Pada tingkat ini, siswa belajar mengadakan kombinasi berbagai konsep dengan
rnengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis,
sintesis, asosiasi, diferensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga anak didik
dapat menemukan kesimpulan tertentu yang mungkin selanjutnya dapat
dipandang sebagai aturan: prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah dan
sebagainya. Misalnya benda yang dipanaskan memuai, angin berhembus dari
daerah maksimum ke daerah minimum, dan sebagainya. Kondisi yang
memungkinkan terjadinya proses belajar seperti ini, disarankan:
a. Kepada anak didik diberitahukan bentuk perbuatan yang diharapkan, kalau
yang bersangkutan telah menjalani proses belajar.
b. Kepada anak didik diberikan sejumlah pertanyaan yang
merangsang,mengingatkan (recall) konsep-konsep yang telah dipelajari
dan dimilikinya untuk mengungkapkan perbendaharaan pengetahuannya.
c. Kepada anak didik mereka diberikan beberapa kata kunci yang
menyarankan siswa ke arah pembentukan kaidah tertentu yang diharapkan.
d. Diberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengekspresikan dan
menyatakan kaidah tersebut dengan kata-katanya sendiri.
h. Belajar Tipe 8: Problem Solving (Pemecahan Masalah)
Problem solving adalah belajar memecahkan masalah. Pada tingkat ini peserta
didik merumuskan dan memecahkan masalah, memberikan respons terhadap
rangsangan yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik,

12
dengan mempergunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya. Menurut
John Dewey belajar memecahkan masalah ini berlangsung sebagai berikut:
individu menyadari masalah bila dia dihadapkan pada situasi keraguan dan
kekaburan sehingga merasakan adanya kesulitan.
a. Merumuskan dan menegaskan masalah.
Individu melokalisasi letak sumber kesulitan tersebut untuk
memungkinkan mencari jalan pemecahannya. Ia menandai aspek mana
yang mungkin dipecahkan dengan menggunakan prinsip yang
diketahuinya sebagai pegangan.
b. Mencari fakta pendukung dan merumuskan hipotesis.
Individu menghimpun berbagai informasi yang relevan, termasuk
pengalaman orang lain dalam menghadapi pemecahan masalah yang
serupa. Kemudian mengindentifikasi berbagai alternatif (kemungkinan)
pemecahannya yang dapat dirumuskan sebagai jawaban sementara.
c. Mengevaluasi alternatif pemecahan yang dikembangkan.
Setiap alternatif pemecahan ditimbang dari segi untungruginya.
Selanjutnya, dilakukan pengambilan keputusan memilih alternatif yang
dipandang paling mungkin (feasible) dan menguntumgkan.
d. Mengadakan pengujian alternative pemecahan yang dipilih.
Dari hasil pelaksanaan itu, diperoleh informasi untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang telah dirumuskan.
7. Memilih Sistem Belajar Mengajar
Para ahli teori belajar telah mencoba mengembangkan berbagai cara pendekatan
atau sistem pengajaran atau proses belajar mengajar. a. Enquiry-Discovery
Learning,
Belajar mencari dan menemukan sendiri. Dalam sistem belajar mengajar ini
guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final, tetapi anak
didik diberi peluang untuk mencari dan menemukannya sendiri dengan
mempergunakan teknik pendekatan pemecahan masalah.
b. Expository approach
Dalam sistem ini guru menyajikan dalam bentuk yang telah dipersiapkan
secara rapi, sistematik, dan lengkap, sehingga anak didik tinggal menyimak
dan mencernanya saja secara tertib dan teratur.

13
c. Mastery learning
Dari hasil berbagai studi menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil siswa yang
mampu menguasai bahan 90%-100% dari penyajian guru. Sebagian besar
siswa bervariasi antara 50%-80%, malah sebagian lagi ada yang lebih kecil
lagi penguasaannya terhadap bahan yang disajikan guru. Adanya variasi
penguasaan bahan ini mencerminkan adanya variasi kemampuan para siswa.
d. Humanistic education
Dalam kenyataan tidak bisa disangkal bahwa kemampuan dasar kecerdasan
para siswa itu sangat bervariasi secara individual. Oleh karena itu muncul teori
belajar yang menitikberatkan upaya untuk membantu siswa agar sanggup
mencapai perwujudan dirinya atau self realization sesuai dengan kemampuan
dasar dan keunikan yang dimilikinya. Cara pendekatannya masih bersifat
enquiry-discovery based approaches.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://lightatthenight.blogspot.com/2015/02/konsep-strategi-belajar-mengajar.html (diakses
pada 7 Maret 2020 pukul 10:00 WIB).

https://newsatria156.wordpress.com/ (diakses pada 7 Maret 2020 pukul 10:30)

https://wawasanpengajaran.blogspot.com/2015/03/klasifikasi-strategi-belajar-mengajar.html
(diakses pada 7 Maret 2020 pukul 11:00)

https://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/8718-konsep-
dasarhttps://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/8718-konsep-dasar-strategi-belajar-
mengajar.htmlstrategibelajarhttps://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/8718-
konsep-dasarhttps://tulisanterkini.com/artikel/artikel-ilmiah/8718-konsep-dasar-strategi-
belajar-mengajar.htmlstrategibelajar-mengajar.htmlmengajar.html (diakses pada 7
Maret 2020 pukul 11:30)

15

Anda mungkin juga menyukai