Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan secara
bertahap yang dimulai bayi, masa kanak-kanak, remaja, lanjut usia serta
individu juga mengalami perubahan baik secara anatomi, fisiologis, dan
biokimia mulai dari sel, sampai sistem organ sehingga mempengaruhi
keadaan fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan (Fatimah,2010).
Pada tahun 2004-2015 usia harapan hidup di Indonesia meningkat dari
68,6 tahun menjadi 70,8 tahun. Sebaran jumlah lansia di Indonesia terbanyak
berada di provinsi DIY sebanyak 13,4% sedangkan yang terendah berada di
provisi Papua sebanyak 2,8%. Data yang didapat dari Profil Kesehatan Kota
Surakarta pada tahun 2014 tentang jumlah penduduk lansia di Surakarta
sebanyak 50.246 jiwa yang terdiri dari 23.866 lansia laki-laki dan 29.380
lansia perempuan (Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI,2016).
Peningkatan jumlah lansia juga bisa mempengaruhi aspek kehidupan
mereka, seperti perubahan psikologis, fisik, biologis, sosial, dan mulai timbul
penyakit degeneratif karena proses penuaan tersebut. Penyakit yang banyak
duderita oleh lansia di Indonesia menurut Department of Health Houshold
Survey on Health yang dikutip dalam Azizah (2011), yaitu hipertensi dengan
presentase sebesar 15,7% diurutan paling atas dan penyakit muskuloskeletal
dengan persentase sebesar 14,5% diurutan setelahnya.
Dengan bertambahnya usia harapan hidup, maka berdampak terhadap
penyakit degeneratif seperti hipertensi. Hal ini bisa dilihat dari perubahan
yang terjadi pada lansia, seperti contoh terjadi perubahan kardiovaskular,
akibat perubahan kardiovaskular ini mengakibatkan tekanan darah meningkat
atau hipertensi pada lansia (Maryam, 2008:55).

1
Banyak masyarakat berasumsi bahwa ada keluhan dan tanda-tanda yang
menunjukkan seseorang terkena hipertensi, padahal tidak demikian.
Hipertensi tidak menunjukkan keluhan dan tanda yang khusus, karena itulah
hipertesi biasanya disebut sebagai silent killer. Bahkan beberapa fakta
membuktikan bahwa satu dari empat penderita hipertensi tidak menyadari
bahwa mereka menderita hipertensi (Dewi & Familia,2010:31).
Hipertensi sudah membunuh 9,4 juta warga dunia setiap tahun. WHO
memperkirakan, seiring dengan jumlah penduduk yang membesar jumlah
penderita hipertensi juga akan terus meningkat. Pada 2025 mendatang,
diperkirakan kurang lebih 29 persen warga dunia menderita hipertensi. Saat
ini persentase penderita hipertensi didominasi oleh negara berkembang. Data
Global Status Report on Noncommunicable Disease 2010 dari WHO
menyebutkan, negara ekonomi berkembang 40 persen nya penderita
hipertensi, sedangkan ekonomi maju hanya 35 persen. Negara Afrika
memegang posisi tertinggi hipertensi yaitu 46 persen. Sementara negara
Amerika menempati posisi buncit sebanyak 35 persen. Di kawasan Asia
Tenggara, 36 persen orang dewasa menderita hipertensi. Di Indonesia,
kejadian hipertensi diperkirakan 6-15 %, ada banyak penderita yangbelum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya di daerah pedesaan. Oleh
karena peningkatan angka hipertensi yang tinggi, tindakan penanggulangan
hipertensi telah banyak dilakukan dan tersedia banyak obat untuk mengatasi
hipertensi tetapi tata laksana hipertensi masih jauh dari berhasil. Data
NHANES 2005-2008 di Amerika Serikat menunjukkan dari semua penderita
hipertensi, hanya 76,9% yang menderita hipertensi, namun hanya 47,8% yang
berusaha mencari terapi. Sebanyak 70,9% pasien menjalani terapi, 52,2%
mencapai kontrol tekanan darah target (Tedjasukmana, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Surakarta (2015), hipertensi
masuk dalam 10 besar penyakit di Puskesmas. Apabila dilihat berdasarkan
penyakit tidak menular maka hipertensi berada di urutan pertama. Kasus yang

2
ditemukan pada tahun 2014 dari laporan Puskesmas se-Surakarta sebanyak
65.252 kasus (hipertensi essensial). Angka tersebut sama dengan jumlah kasus
tahun 2013 sebanyak 65.252 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa pada
penyakit degeneratif penting dan harus mendapat perhatian yang serius dari
hampir semua pihak, khususnya hipertensi yang dapat menyebabkan
komplikasi apabila tidak ditangani dengantepat.
Oleh karena itu berbagai upaya dari segala pihak telah banyak
dilakukan dalam mengatasi permasalahan hipertensi. Mulai dari pengobatan
farmakologis maupun non-farmakologis. Telah banyak penderita yang
melakukan terapi farmakologis, namun hal tersebut tidak baik bagi penderita
khususnya lansia apabila mengonsumsi obat-obatan dalam jangka panjang,
oleh karena itu saat ini ada banyak terapi non-farmakologis yang
dikembangkan untuk mengatasi masalah hipertensi pada lansia. Dalam
penelitian ini akan membahas pengobatan hipertensi non-farmakologis dengan
cara memberi terapi aktivitas fisik senam lansia dan slow deep breathing.
Latihan yang baik bagi lansia adalah dengan beraktivitas dan berolahraga.
Jenis olahraga yang dapat dipilih lansia sebagai aktivitas fisik adalah senam.
Melakukan olahraga secara teratur dapat memperlambat atau mencegah
hilangnya fungsi organ. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa senam pada
lansia bisa mengurangi berbagai macam resiko hipertensi. Penurunan tersebut
menstimulasi kerja saraf perifer khususnya saraf parasimpatis yang bisa
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan darah
sistol dan diastol (Moniaga,2013).
Salah satu senam yang dapat dilakukan pada lansia hipertensi adalah
senam lansia. Latihan ini dilakukan 3 sampai 5 kali dalam seminggu selama
20-30 menit, dengan periode pemanasan dan pendinginan. Senam lansia
merupakan olahraga yang ringan dan mudah dilakukan, memiliki gerakan
yang dinamis, memberikan perasaan senang dan semangat serta beban yang
sedikit. Aktifitas ini membantu tubuh menjaga kebugaran dan tetap segar

3
karena mampu melatih tulang menjadi kuat, mendorong kerja jantung agar
optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas di dalam tubuh. Aktifitas
ini dapat membentuk dan membenarkan sikap dan gerak serta memperlambat
proses degenerasi karena proses penuaan, juga mempermudah dalam
penyesuaian kesehatan jasmani khususnya kesehatan kardiovaskuler dalam
adaptasi kehidupan lansia (Nugroho,2008).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan Asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi
diharapkan masalah-masalah yang muncul dapat teratasi dan tidak terjadi
lagi masalah yang sama pada lansia dengan hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian lansia
b. Mengetahui batasan lansia
c. Mengetahui tugas perkembangan lansia
d. Mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada lansia
e. Mengetahui faktor – faktor yang mempengarauhi proses lansia

4
BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Lansia
1. Pengertian
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.
13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk,
2008).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres
lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres
fisiologis. Kegagalan ini  berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Penetapan usia 65 tahun ke atas sebagai awal masa lanjut usia (lansia)
dimulai pada abad ke-19 di negara Jerman. Usia 65 tahun merupakan
batas minimal untuk kategori lansia.  Namun, banyak lansia yang masih
menganggap dirinya berada pada masa usia pertengahan. Usia kronologis
biasanya tidak memiliki banyak keterkaitan dengan kenyataan penuaan
lansia. Setiap orang menua dengan cara yang berbeda-beda, berdasarkan
waktu dan riwayat hidupnya. Setiap lansia adalah unik, oleh karena itu
perawat harus memberikan pendekatan yang berbeda antara satu lansia
dengan lansia lainnya (Potter & Perry, 2009).

5
2. Batasan Lansia
Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium 3) Kelompok usia
lanjut (65 th >) sebagai senium
Menurut organisasi kesehatan Dunia lanjut usia
dikelompokkan menjadi:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun.
b. Lanjut usia (elderly) : antara 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) : antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun.

3. Tugas Perkembangan Lansia


a. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang
sangat penting dalam mendukung kesejahteraan lansia misalnya
Perpindahan tempat tinggal lansia.
b. Penyesuaian terhadap pendapatan menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, pendapatan menurun secara
tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus
meningkat, sementara tabungan/pendapatan berkurang.
c. Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi penting dalam mewujudkan kebahagiaan
keluarga.Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral
dan aktivitas yang berlangsung dari pasangan. Contoh: mitos tentang
aseksualitas.

6
d. Penyesuaian terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum:tugas yang pali
traumatis. Lansia menyadari bahwa kematian adalah bagian dari
kehidupan normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak ada. Hal ini
akan berdampak pada reorganisasi fungsi keluarga secara total.
e. Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi
Ada kecenderungan lansia untuk menjauhkan diri dari
hub.sosial, namun keluarga menjadi fokus interaksi lansia dan sumber
utama dukungan sosial.

4. Masalah Kesehatan Yang Terjadi Pada Lansia


Perubahan system tubuh lansia menurut Nugroho (2000) adalah:
a. Sel a
1. Pada lansia jumlah sel akan lebih sedikit dan ukuranya lebih besar.
2. Cairan tubuh dan cairan intraselular akan berkurang.
3. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati juga ikut berkurang.
4. Jumlah sel otak akan menurun.
5. Mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak menjadi atropi
b. System persyarafan
1. Rata- rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 detik.
2. Hubungan persyarafan cepat menurun.
3. Lambat dalam merespon, baik dari gerakan maupun jarak waktu,
khususnya stress.
4. Mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitive
terhadap sentuhan.
c. System pendengaran
1. Gangguan pada pendengaran ( presbiakusis).
2. Membrane timpani antropi.

7
3. Terjadi pengumpalan dan pengerasan serumen Karena peningkatan
keratin.
4. Pendengaran menurun pada usia lanjut yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
d. System penglihatan
1. Timbul sklerisis pada sfinter pupil dan hilangnya respon terhadap
sinar.
2. Kornea lebih berbentuk seperti bola ( sferis)
3. Lensa lebih suram ( keruh) dapat menyebabkan katarak.
4. Meningkatnya ambang.
5. Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi
lebih lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
6. Hilangnya daya akomodasi.
7. Menurunya lapang pandang dan menurunya daya untuk
membedakan antara warna biru dengan warna hijau pada skala
pemeriksaan.
e. System kardiovaskuler.
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap jantung
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini memyebabkan menurunya
kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural
hipotensi.
5. Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya
resistensi dari pembuluh darah perifer.

8
f. System pengaturan suhu tubuh
1. Suhu tubuh menurun ( hipotermia) secara fisiologis. Hal ini
diakibatkan oleh metabolisme yang menurun.
2. Keterbatasan reflek mengigil, dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas ototo. 7.
g. Sistem pernapasan
1. Otot - otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
2. Menurunya aktivitas dari silia.
3. Paru - paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu
meningkat.
4. Menarik napas lebih berat, kapasitas maksimum menurun, dan
kedalaman bernapas menurun.
5. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang,
oksigen pada arteri menurun menjadi 75mmhg. Kemampuan untuk
batuk berkurang dan penurunan kekuatan otot pernapasan.
h. System gastrointestinal
1. Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan.
2. Esophagus melebar.
3. Sensitivitas akan rasa lapar menurun.
4. Produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung
menurun.
5. Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6. Fungsi absorsi menurun.
7. Hati semakin mengecil dan menurunya tempat menyimpan.
8. Berkurangnya suplai aliran darah.
i. System genetalia
1. Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah keginjal
menurun hingga 50%, fungsi tubulus berkurang ( berakibat pada
penurunan kemmapuan ginjal untuk mengonsentrasi urine, berat

9
jenis urine menurun, protein urine menurun, BUN meningkat, nilai
ambang ginjalterhadap glukosa meningkat.
2. Otot- otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya
menurun hingga hingga 200ml dan menyebabkan frekuansi BAK
meningkat, kandung kemih dikosongkan sehingga meningkatkan
retensi urine.
3. Pria dengan usia 65thkeatas sebagian besar mengalami pembesaran
prostat hingga 75% dari besar normalnya.
j. System endokrin.
Menurunya produksi ACTH,TSH,FSH,dan LH, aktivitas tiroid,
basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas, produksi
aldosterone, serta sekresi hormone kelamin seperti progesterone,
estrogen dan tetstoteron.
k. Sitem integument.
1. Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Permukaan kulit kasar dan bersisik.
3. Menurunya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit
menurun.
4. Kulit kepala dan rambut menipis serta berwarna kelabu.
5. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
6. Berkurangnya elastisitas akibat menurunya cairan dan
vaskularisasi.
7. Pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku jari menjadi mengeras dan
rapuh, kuku jari tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
8. Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
9. Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
l. System musculoskeletal
1. Tulang kehilangan kepadatan ( density) dan semkain rapuh.
2. Kifosis.

10
3. Persendian membesar dan menjadi kaku.
4. Tendon mengkerut dan mengalami sclerosis.
5. Atropi serabut otot sehingga gerak seseorang menjadi lambat, otot-
otot kram dan mejadi tremor
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Menua
a. Hereditas atau ketuaan genetic
b. Nutrisi atau makanan
c. Status kesehatan
d. Pengalaman hidup
e. Lingkungan
f. Stres

B. Konsep Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan
sistolik yang intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial
150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun
memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring
bertambahnya usia (Stockslager , 2008).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO
(World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia
dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg.Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

11
2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas:
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit
lain
Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S)

Tekanan sistolik Tekanan diastolik


Tigkat Jadwal kontrol
(mmHg) (mmHg)
Tingkat I 140-159 90-99
Tingkat II 160-179 100-109 1 bulan sekali
1 minggu
Tingkat III 180-209 110-119
sekali
Tingkat IV 210 satau lebih 120 atau lebih
Dirawat RS

3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku

12
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah:
1) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
2) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
3) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
4) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin)

13
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-
penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular
akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis,
Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM,
Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu
dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral
Kortikosteroid.

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien
yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing
Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis,
Kesadaran menurun.

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari
pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah

14
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada

15
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya
“hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak
dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

16
6. Pathway

17
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume
cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
c. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
d. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk /
adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
e. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
f. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
g. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
h. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
i. Steroid urin
Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
j. Foto thorax

18
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran
jantung
k. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.

8. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Penurunan berat badan
d) Penurunan asupan etanol
e) Menghentikan merokok
2) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis
dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-
lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas

19
aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan
paling baik 5 x perminggu.
3) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi :
1) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan
tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain,
juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
2) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan,
dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
3) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Nama Pengkaji : Amelia, Fitrianingsih, nova, faiq
Tanggal Pengkajian : Senin, 14 Oktober 2019
Tempat Pengkajian : Panti Pelayanan Sosial Dewanata Cilacap

1. IndentitasKlien
Nama : Tn. S
Alamat : Kebumen
Telepon :-
Tempat tgl lahir : Kebumen, 13 Februari 1957
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Duda
Pendidikan : SD
Orang yg bertanggung jawab :
Alamat / telepon :

2. Status Kesehatan Saat ini


Pasien mengatakan pusing saat beraktifitas berat. Pasien mempunyai riwayat
hipertensi sejak umur 40 tahun.

3. Riwayat Kesehatan dahulu

21
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit dengan sakit hipertensi.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi atau
daah tinggi yaitu almarhum ibunya.

5. Riwayat Pekerjaan
Pasien mengatakan pernah bekerja sebagai pedagang.

6. Riwayat Lingkungan Hidup


Pasien mengatakan nyaman dengan kondisi lingkungan di panti, lingkungan di
panti cukup bersih.

7. Riwayat Rekreasi
Pasien mengatakan sebulan sekali panti wredha melaksanakan kegiatan rekreasi.

8. Sumber/ Sistem Pendukung Yang Digunakan

9. Keadaan Umum :
a. Tingkat Kesadaran : Composmentis
1) GCS : Eye 4, Verbal 5, Motorik 6.
2) TTV : TD: 180/100 mmHg, N: 92x/menit
3) BB & TB : BB (62kg), TB (170cm)
4) Indeks Masa Tubuh :
BMI : BB 62 (kg) : TB 1,70 (m)2 = 62/2,89= 21
Normal : 18,5 – 24,9
Klasifikasi Nilai :
Kurang : < 18,5; Normal : 18,5 -24,9; Overweight : 25-29,9; Obesitas :
>30

22
5) Postur tulang belakang : Tegap

10. Tinjauan Fisik dan Sistem


A. Kebutuhan Umum:
B. Head to toe :
1. Kepala: Bentuk kepala bulat, distribusi merata, warna rambut hitam
keputihan, tidak ada benjolan, rambut pasien tidak rontok dan rambut
bersih.
2. Mata: Bentuk mata pasien simetris, sclera berwarna putih, konjungtiva
ananemis, mata sedikit sayu dan pasien tidak memakai kacamata.
3. Hidung sinus: Bentuk hidung pasien simetris, pasien tidak mengalami
peradangan, indra penciuman pasien tidak mengalami gangguan, tidak ada
nyeri dan tidak ada riwayat alergi di daerah hidung pasien.
4. Telinga: Bentuk telinga pasien simetris, telinga tampak bersih,
pendengaran pasien baik, tidak ada benjolan, tidak ada serumen yang
keluar.
5. Mulut: Kondisi mulut pasien bersih, gigi bersih, mukosa biir pasien lembab
dan tidak ada gigi berlubang.
6. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
7. Dada: Bentuk dada simestris, tidak ada pembengkakan.
8. Abdomen: Bentuk simetris, tidak ada luka dan bekas jahitan, tidak ada
nyeri tekan dan bising usus normal.
9. Genetalia: Pasien mengatakan di area genetalia bersih.
10. Ekstrimitas: Tidak ada edema, tidak ada gangguan gerak pada ekstermitas
atas dan bawah.
11. Kulit: Kulit pasien terlihat keriput, kering, bersisik, dan warna kulit sawo
matang.
C. Pengkajian Sistem

23
1. Pernafasan: Pasien mengatakan tidak merasakan sesak nafas, RR pasien
20x/ment.
2. GI: Pasien mengatakan tidak mengalami nyeri saat berkemih dan tidak
mempunyai riwayat batu ginjal.
3. Reproduksi Pria: Pasien mengatakan tidak ada luka, tidak ada benjolan dan
tidak ada nyeri saat berkemih.
4. Hemopoetik: Pasien mengatakan tidak mengalami pendarahan, tidak
mengalami pembengkakan kelenjar limfe.
5. Kardiovaskular: Pasien mengatakan tidak mengalami nyeri dada dan tidak
mengalami sesak nafas.
6. Muskuloskeletal: Pasien mengatakan tidak ada nyeri pada area persendian,
tidak ada kekakuan dan tidak ada pembengkakan sendi.
D. Pengkajian Psikososial
Pasien mengatakan cemas saat ditanya mengenai bagaimana dalam
menghadapi kematian yang akan datang, pasien tidak mengalami depresi,
pasien mengatakan tidurnya terganggu tidur malam hanya 5 jam dan sering
terbangun.

11. Riwayat Psikososial Sosial Budaya Spiritual


Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan teman satu
kamarnya dan penghuni wisma lainya, pasien beragama islam dan melakukan
sholat 5 waktu dalam sehari di panti. Pasien mengikuti kegiatan keagamaan yan
dilkukan di panti.

12. Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien


a Aktivitas dan Latihan: Pasien mengatakan dalam melakukan aktivitas sehari
– hari masih seperti biasa, saat beraktivitas tidak menggunakan alat bantu.
b Tidur dan Istirahat: Pasien mengatakan tidurnya hanya 5 jam dimalam hari,
tidurnya sering terbangun karena nyeri yang di rasakan.

24
c Kenyamanan dan Nyeri: Pasien mengatakan nyeri kepala
d Nutrisi: Pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan porsi habis.
e Cairan,elekrolit dan asam basa: Pasien menatakan sehari minum kurang lebih
5 – 6 kali dalam sehari.
f Oksigenasi: Pasien mengatakan tidak mengalami sesak nafas.
g Eliminasi: Pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan frekuensi fases padat
dan pasien BAK lancer 4x sehari warna urin kuning jernih, tidak ada nyeri
saat kencing.
h Persepsisensori: Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan pada 4 panca
indera.

13. Pengkajian Status Fungsional/ Intelektual, Kognitif, Afektif dan Psikologis


a. Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
Interpretasi indeks barthel Tn. S dengan skor 100 termasuk normal.
b.  Pengkajian Nutrisi Mini Nutritional Asessment (MNA)
Interpretasi MNA Tn. S, hasil skor 12. Status gizi Tn. S masih normal.
c. Pengkajian Psikososial, Spiritual, dan emosional
Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan teman
satu kamarnya dan penghuni wisma lainya, pasien beragama islam dan
melakukan sholat 5 waktu dalam sehari di panti. Pasien mengikuti kegiatan
keagamaan yan dilkukan di panti.
d. Pengkajian Fungsional Klien (KATZ Indeks)
Klien mengatakan segala aktifitas masih bisa di kerjakan sendiri, seperti
makan, BAB/BAK, menggunakan pakaian, pergi ke toilet, mandi, mencuci
dan berpindah.
e. Pengkajian Status Mental Gerontik
1) Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan
MMSE (Mini Mental Status Exam): tidak terkaji

25
2) Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan Short Portable
mental Status Questioner (SPMSQ): tidak terkaji
3) Pengkajian Depresi Lansia (The Geriatric Depresion Scale (Yesavage
& brink, 1983 ): pasien tidak mengalami depresi, dengan skor YA 9.
4) Inventaris Depresi Beck untuk mengetahui tingkat depresi lansia
dari Beck dan Deck (1972): tidak terkaji
5) Pengkajian Keseimbangan untuk Klien Lansia: tidak kerkaji
14. Pemeriksaan Diagnostik: tidak terkaji
15. DAFTAR PENGOBATAN SEKARANG (diresepkan): tidak terkaji

A. Analisa Data
No Analisa data Etiologi Problem
1 DS: pasien mengatakan Perubahan Penurunan curah
pusing, dan mempunyai tekanan darah jantung
riwayat hipertensi
Do : tekanan darah klien
meningkat
2 Ds : keluarga klien Agen cidera Nyeri akut
mengatakan klien merasa sakit biologis
kepala yang sangat hebat
Do : kilen tamapak meringis
menahan sakit kepala yang
dirasakan TD :
ADL : klien sakit terhambat
3 Ds : klien mengatakan klien Factor Gangguan pola
tidak tidur semalam dan lingkungan fisik tidur
merasakan sakit kepalanya.

26
Diagnosa keperawatan.
1. Nyeri b/d agen cidera biologis
2. Penurunan curah jantung b.d perubahan tekanan darah, ditandai dengan
karena punya riwayat hipertensi dengan tekanan darah 175/100 mmHg.
3. Gangguan pola tidur b.d factor lingkungan fisik

B. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Intervensi
O
1 Nyeri akut b.d agen cidera 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif

biologis 2. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap


kualitas hidup pasien
Setelah dilakukan tindakan
3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
keperawatan selama 2 x
mengetahui pengalaman nyeri
pertemuan diharapkan tingkat
4. Berikan informasi mengenai nyeri
nyeri pasien tidak ada, dengan
5. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
kriteria hasil: 6. Ajarkan teknik non farmakologi
NOC: tingkat nyeri 7. Kolaborasi pemberian analgesik
Indikator Ir Er
Nyeri 3
yang
dilaporkan
Panjang 3
episode
nyeri
Tidak bisa 2
beristirahat
Ket:
1: berat
2: cukup berat
3: sedang
4: ringan
5: tidak ada
2 Penurunan curah jantung b.d 1. Monitor tanda-tanda vital
perubahan tekanan darah 2. Monitor TD sebelum dan setelah aktivitas

27
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor TD setelah minum obat
keperawatan selama 2 x pertemuan 4. Monitor TD saat pasien berbaring, duduk, dan
diharapkan tekanan darah dalam berdiri sebelum dan setelah perubahan posisi
kisaran normal, dengan kriteria hasil: 5. Identifikasi penyebab perubahan TTV

NOC: tanda-tanda vital 6. Periksa secara berkala TTV pada pasien

Indikator Ir Er
Tekanan 2
darah
sistolik
Tekanan 2
darah
diastolik
Ket:
1: deviasi berat
2: deviasi cukup besar
3: deviasi sedang
4: deviasi ringan
5: tidak ada deviasi
3 Gangguan pola tidur b.d faktor 1. Monitor atau catat pola tidur pasien dan jumlah
kenyamanan fisik jam tidur
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor pola tidur dan catat kondisi fisik
keperawatan selama 2 x pertemuan 3. Sesuaikan lingkungan (seperti cahaya,
diharapkan jumlah jam tidur pasien kebisisngan dan tempat tidur) untuk
dapat meningkat, dengan kriteria meningkatkan tidur
hasil: 4. Bantu untuk menghilangkan stress sebelum
NOC: status kenyamanan fisik tidur
indikato IR ER 5. Sesuaikna jadwal pemberian obat untuk
r mendukung tidur
Sakit 2
kepala
nyeri 3

Keterangan:
1: sangat terganggu
2: banyak terganggu
3: cukup terganggu
4: sedikit terganggu
5: tidak terganggu

28
29
C. Implementasi dan Evaluasi
No/Tgl Diagnosis Implementasi Evaluasi TTD
Keperawatan Perawat
Nyeri akut 1. melakukan pengkajian nyeri S: pasien mengatakan nyeri masih ada
b.d agen komprehensif P: sakit kepala
2. menentukan akibat dari pengalaman
cidera Q: terasa berat
nyeri terhadap kualitas hidup pasien
biologis R: kepala
3. mengajarkan teknik nafas dalam
S: skala 7 cukup berat
T: hilang timbul
O: pasien tampak kesakitan
A: masalah nyeri akut belum teratasi
Indika Ir Er
tor
Nyeri 3 4
yang
dilapo
rkan
Panja 3 4
ng
episod
e
nyeri
Tidak 2 4
bisa
beristir
ahat

P: lanjutkan intervensi
Penurunan 1. mengukur TD secara berkala S: pasien mengatakan TD masih tinggi
curah jantung O: pasien composmentis
dan sebelum serta setelah
b.d perubahan A: masalah belum teratasi
tekanan darah aktifitas
Indikator Ir Er
Tekanan 2 3
darah
sistolik
Tekanan 2 3
darah
diastolik

30
P: lanjutkan intervensi
Gangguan 1. memonitor pola tidur pasien S: pasien mengatakan masih sulit tidur
pola tidur b.d 2. mengajarkan teknik spiritual sebelum O: pasien tampak lesu
faktor tidur A: masalah pola tidur belum teratasi
kenyamanan
indikato IR ER
fisik
r
Sakit 2 3
kepala
nyeri 3 3

P: lanjutkan intervensi

BAB IV
PENUTUP

31
A. Kesimpulan
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
yang abnormal dengan diastol > 90 mmHg dan sistol > 140 mmHg yang
dipengaruhi oleh banyak faktor risiko.Hipertensi dibagi menjadi dua golongan
besar, yaitu hipertensi primer (essensial) dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer merupakan penyebab kematian terbesar dengan
presentase 90% dibandingkan dengan hipertensi sekunder dengan presentase 10%
karena penyebab dari langsung (etiologi) dari hipertensi primer tidak diketahui
dan penderita yang mengalami hipertensi primer tidak mengalami gejala
(asimtomatik). Terapi hipertensi dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu terapi
medis dan non-medis.Kontrol pada penderita hipertensi sangat diperlukan untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut.

B. Saran
Untuk menurunkan resiko hipertensi, pasien yang menderita hipertensi
hendaknya melakukan terapi medis maupun non-medis secara kontinyu,
melakukan pola gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, diet teratur sesuai
dengan kebutuhan dan lain-lain.

32

Anda mungkin juga menyukai