Anda di halaman 1dari 90

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn K DENGAN GANGGUAN SISTEM

ENDOKRIN: ULKUS DIABETIKUM DI RUANG LAVENDER


DI RSUD Dr R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :
Faiq Rachmadi
17.040

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn K DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN: ULKUS DIABETIKUM DI RUANG LAVENDER
DI RSUD Dr R GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat menyeselesaikan


Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Serulingmas
Cilacap

Oleh :
Faiq Rachmadi
17.040

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SERULINGMAS CILACAP
2020
PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah: Laporan Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Tn K
Dengan Gangguan Sistem Endokrin :Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender
RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga telah disetujui untuk diajukan
ke Uji Sidang tanggal.

Pembimbing I

Puji Suwariyah, Ns., M.Kep.


NIK. 26970674

Pembimbing II

Iva Puspaneli S, Ns., M.Kep.


NIK. 69110987
PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah: dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Tn K Dengan


Gangguan Sistem Endokrin :Ulkus Diabetikum di Ruang Lavender RSUD Dr R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga telah diujikan dan disetujui oleh Dewan
Penguji.

Diujikan tanggal :

Penguji,

1. Sakiyan, Ns., M.Kep. ...........................................


NIK. 51000175

2. Puji Suwariyah, Ns., M.Kep. ............................................


NIK. 26970674

3. Iva Puspaneli S, Ns., M.Kep ............................................


NIK. 69110987

Cilacap, 2020
Ketua
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Serulingmas
Cilacap

Dr. Endang Kartini Ariati M., MS., Apt.


NIK. 83121049
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :


Nama : Faiq Rachmadi
NIM : 17.040
Jenis : KTI

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn K Dengan Gangguan


Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Teratai
RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk :

1. Memberikan hak bebas royalti kepada Perpustakaan STIKES Serulingmas


Cilacap atas karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Memberikan hak penyimpanan, mengalih mediakan/mengalih formatkan,
mengelola dalam bentuk soft copy untuk kepentingan akademisi kepada
Perpustakaan STIKES Serulingmas Cilacap, tanpa perlu meminta ijin dari saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.
3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan
pihak Perpustakaan STIKES Serulingmas Cilacap dari semua bentuk tuntutan
hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
digunakan sebagaimana mana mestinya.

Cilacap,

Faiq Rachmadi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faiq Rachmadi


Tempat Tanggal Lahir : Cilacap, 23 September 1998
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ciporos RT 01/03 Desa Ciporos Kecamatan
Karangpucung, Cilacap
Agama : Islam
No. Handphone :
Email : rachmadifaiq@gmail.com
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 03 Ciporos lulus tahun
2. SMP Negeri 2 Karangpucung lulus tahun
3. SMK Farmasi Majenang Jurusan Kimia Analisis
lulus tahun
4. Mahasiswa Keperawatan Serulingmas Cilacap
Angkatan ke-
ABSTRAK

Nama : Faiq Rachmadi


NIM : 17.040
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn K Dengan Gangguan
Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender
RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Jumlah Halaman :
Asuhan keperawatan pada Tn K dengan Ulkus Diabetikum, mengambil
latar belakang bahwa pasien dengan ulkus diabetikum merupakan penyebab
terbesar perawatan di rumah sakit yakni sebanyak 80%.
Tujuan dari studi kasus adalah mendapatkan pengalaman nyata dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus diabetikum dengan
menggunakan pendekatan dan evaluasi keperawatan serta pendokumentasiannya.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis memperoleh data dengan
mengguanakan metode pemeriksaan fisik, wawancara, observasi dan studi
dokumentasi. Pada kasus ini penulis menemukan 4 diagnosa keperawatan yaitu 4
diagnosa sesuai teori . Dari keempat diagnosa keperawatan tujuan tercapai semua
dalam melakukan asuhan keperawatan tersebut semalin mengacu pada teori juga
disesuaikan dengan kondisi pasien.
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan asuhan keperawatan ini. Penulis
menyarankan kepada pihak bangsal, diaharapkan perawat ruangan dapat
mempertahankan dan memaksimalkan dalam memberikan asuhan keperawatan
secara profesional dan komprehensif khususnya dalam mengatasi masalah ulkus
diabetikum dan mengajarkan cara perawatan luka pada keluarga serta bagi penulis
dapat dijadikan sebagai acuan dan penambah wawasan untuk melakukan dalam
asuhan keperawatan pada pasien dengan ulkus diabetikum.

Kata Kunci : ulkus diabetikum, diabetes melitus, nyeri akut.


ABTRACK

Name : Faiq Rachmadi

NIM : 17.040

Title : Nursing care for Tn K With Disruption Of The Endocrine


System Of Diabetic Ulcer In Lavender Room Of Dr R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga Hospital
Number of Page :

Nursing care for Mr K with Diabetic Ulcer, takes the background that
patients with diabetic ulcers are the biggest cause of hospital care as much as
80%.
The purpose of the case study is to get real experience in doing nursing care
for patients with diabetic ulcers using nursing approaches and evaluations and
documenting them.
The preparation of this scientific paper the authors obtain data by using
physical examination methods, interviews, observation and documentation
studies. In this case the authors found 4 nursing diagnoses namely 4 diagnoses
according to the theory. of the four nursing diagnoses the goals of four are
achieved and in doing the nursing care all refer to the theory is also adjusted to the
patient's condition.
Based on the experience of implementing this nursing care. The author
suggests to the ward, it is expected that room nurses can maintain and maximize
in providing nursing care professionally and comprehensively, especially in
dealing with diabetic ulcer problems and teach ways to care for families and for
writers to be used as a reference and insight enhancer for nursing care in patients
with diabetic ulcers.

Keywords: diabetic ulcer, diabetes mellitus, acute pain.


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah: Laporan Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn
K dengan Gangguan Sistem Endokrin :Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender
RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga”
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan di STIKes Serulingmas
Cilacap.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-
dalamnya kepada :
1. Dr. Endang Kartini Ariati M., M.S., Apt selaku Ketua STIKes Serulingmas
Cilacap.
2. Arif Hendra Kusuma, Ns., M.Kep. selaku Ka Prodi DIII Keperawatan STIKes
Serulingmas Cilacap.
3. Sakiyan, Ns., M.Kep, selaku penguji 1 penulisan Karya Tulis Ilmiah
4. Puji Suwariyah, Ns.,M.Kep, selaku pembimbing 1 penulisan Karya Tulis
Ilmiah.
5. Iva Puspaneli S., Ns. M.Kep, selaku pembimbing 2 penulisan Karya Tulis
Ilmiah
6. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
ini.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah Beliau berikan.
Besar harapan penulis, mudah-mudahan Karya Tulis Ilmiah bermanfaat bagi
pembaca. Kritik dan saran untuk lebih sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini sangat
penulis nantikan.
Cilacap, ................. 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii

KATA PENGANTAR.....................................................................................iv

DAFTAR ISI ...............................................................................................v

DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR......................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................viii

DAFTAR SINGKATAN................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B.Rumusan Masalah.........................................................................4
C.Tujuan Penulisan...........................................................................4
D.Manfaat Penulisan .......................................................................5
E.Sistematikan Penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah...................6
BAB II KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum
1. Definisi Ulkus Diabetikum.......................................................7
2. Etiologi Ulkus Diabetikum.......................................................7
3. Klasifikasi Ulkus Diabetikum...................................................8
4. Patofisiologi .............................................................................9
5. Pathway ....................................................................................12
6. Manifestasi................................................................................13
7. Pemeriksaan Penunjang............................................................13
8. Komplikasi .............................................................................14
9. Penatalaksanaan .......................................................................14
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian ................................................................................17
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.........................22
3. Intervensi ................................................................................23
C. Konsep Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Penelitian
1. Definisi Penerapan Intervensi ..................................................34
2. Tujuan Penerapan Intervensi ...................................................34
3. Manfaat Penerapan Intervensi..................................................35
4. Isi Penerapan Intervensi............................................................35
5. Hasil Penelitian Penerapan Intervensi......................................35
BAB III METODOLOGI PENULISAN
A. Rancangan Karya Tulis Ilmiah ...................................................37
B..Subyek Studi Kasus ......................................................................38
C..Metode Pengumpulan Data ......................................................39
D. Instrumen Studi Kasus ...............................................................40
E..Proses Studi
1. Identifikasi Kasus......................................................................41
2. Pemilihan Kasus........................................................................42
3. Kerja Lapangan / Pengelolaan Kasus........................................43
4. Pengolahan data........................................................................44
5. Interpretasi data.........................................................................45
F. Tempat dan Waktu Studi Kasus.....................................................46
G. Etika Studi Kasus...........................................................................47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 klasifikasi ulkus Texas .................................................................... 8

Tabel 2.2 pengkajian luka Betes – Jensen .......................................................21

Tabel 2.3 indikator ketidakseimbangan nutrisi ................................................ 23

Tabel 2.4 indikator ketidakstabilan kadar glukosa darah................................. 24

Tabel 2.5 indikator defisiensi pengetahuan ....................................................26

Tabel 2.6 indikator resiko infeksi.....................................................................27

Tabel 2.7 indikator nyeri akut : kontrol nyeri...................................................29

Tabel 2.8 indikator nyeri akut : tingkat nyeri................................................... 29

Tabel 2.9 indikator kerusakan integritas kulit.................................................. 30

Tabel 2.10 indikator hambatan mobilitas fisik : ambulasi................................ 32

Tabel 2.11 indikator hambatan mobilitas fisik : kemampuan berpindah.......... 32

Tabel 2.12 indikator ketidakefektifan perfusi jaringan perifer......................... 33


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Berita Acara Perbaikan Ujian Proposal Karya Tulis Ilmiah

Lampiran 2 Format Pengkajian Pasien Ulkus Diabetikum

Lampiran 3 Lembar Konsultasi

Lampiran 4 Leaflet

Lampiran 5 Pedoman Wawancara

Lampiran 6 Surat Pelimpahan Wewenang

Lampiran 7 Surat Persetujuan Responden

Lampiran 8 Pedoman Observasi

Lampiran 9 SAP Perawatan Luka

Lampiran 10 SOP Penkes Diabetes Self Management Education

Lampiran 11 Lembar Kuisioner Penerapan Prosedur Diabetes Self-Management


Education

Lampiran 12 Lembar Monitoring Penerapan Prosedur Diabetes Self-Management


Education

Lampiran 13 Tabulasi Penerapan Prosedur Diabetes Self-Management Education


DAFTAR SINGKATAN

BB : Berat Badan
DM : Diabetes Melitus
DO : Data Obyektif
DS : Data Subyektif
EKG : Elektrokardiogram
Dinkes : Dinas Kesehatan
EKG : Elektrokardiogram
GDS : Gula Darah Sewaktu
KTI : Karya Tulis Ilmiah
N : Nadi
NIC : Nursing Interventions Classification
NOC : Nursing Outcomes Classification
NANDA : North American Nursing Diagnosis Association
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronis
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RR : Respirasi
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
TB : Tinggi Badan
TD : Tekanan Darah
TTV : Tanda-tanda Vital
TTV : Tanda-tanda Vital
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia saat ini sedang berada pada masa transisi epidemiologi
seperti yang dialami negara berkembang lainnya. Transisi epidemologi itu
sendiri merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya perubahan yang
sebelumnya penyakit infeksi atau penyakit menular sekarang lebih sering
menjadi penyakit-penyakit yang sifatnya kronis atau tidak menular ataupun
bisa disebabkan karena penyakit degeneratif. Beberapa jenis penyakit yang
masuk dalam kelompok penyakit degeneratif diantaranya adalah Diabetes
Mellitus (DM), jantung koroner, kardiovaskuler, dan displidemia atau kelainan
kolesterol (Afriant, 2015).
Penyebaran penyakit degeneratif juga dapat menyebar pada semua orang
dengan tingkat sosial ekonomi rendah maupun tinggi, pada setiap ras, golongan
etnis dan daerah geografis. Pada saat ini masyarakat tidak memperhatikan
makanan yg dikonsumsi. Banyak sekali masyarakat yang memakan makanan-
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, sehingga banyak penyakit
yang terjadi pada tubuh. Makanan yang sering dimakan oleh masyarakat
sekitar sekarang ini banyak mengandung gula yang berlebih dan biasanya
masyarakat yang mengkonsumsi terlalu banyak gula akan mengalami penyakit
Diabetes Mellitus (Murwani, 2009).
Peningkatan jumlah penderita DM di negara berkembang lebih besar dari
pada di negara maju seperti di Indonesia. Hasil Riskesdas pada tahun 2016
terhadap penyakit tidak menular yaitu : Asma, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronis), Kanker, DM, Hipertiroid, Hipertensi, Jantung Koroner, Gagal
Jantung, Stroke, Gagal Ginjal Kronis dan Batu Ginjal. Data tersebut
menyatakan bahwa penyakit Diabetes Melitus berada di peringkat 4 di
Indonesia sedangkan survei menurut WHO (World Health Organization)
menyatakan bahwa penderita diabetes melitus di Indonesia menempati urutan
ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan
Amerika Serikat (17,7 juta) (Purwanti & Maghfirah, 2016).
Prevalensi diabetes mellitus menurut data WHO di seluruh dunia, pada
orang dewasa di dunia yang berumur 20-79 tahun 2014 sebanyak 6,4%,
meningkat menjadi 7,7% pada tahun 2017. Diantara tahun 2014 dan 2017.
Jumlah penderita diabetes melitus akan meningkat sebesar 69% di negara
berkembang dan 20% di negara maju (Fitria, 2017).
Prevalensi diabetes mellitus di dunia sudah meningkat dua kali lipat dari
tahun ke tahun. Hal ini mencerminkan peningkatan faktor resiko terkait seperti
kelebihan berat badan atau obesitas. DM menyebabkan 1,5 juta kematian pada
tahun 2012. Gula darah yang tinggi dari batas maksimum mengakibatkan
tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular dan lainnya. 43% dari 3,7 juta kematian ini terjadi sebelum usia
70 tahun lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah
daripada di negara-negara berpenghasilan tinggi (WHO Global Report, 2016).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) dalam
darah akibat kekurangan insulin baik berupa absolut maupun relatif (Arjatmo,
2010). Diabetes melitus selain penderitanya yang semakin meningkat, diabetes
melitus juga mempunyai beberapa komplikasi. Komplikasi tersebut dibagi
menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan kronis. Salah satu dari komplikasi akut
pada diabetes mellitus adalah ketoasidosis diabetik dan komplikasi kronis
diabetes melitus adalah ulkus diabetikum (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi diabetes melitus yang
disebabkan karena adanya neuropati dan gangguan vaskular di daerah kaki.
Angka kejadian ulkus di Indonesia masih sangat tinggi, tidak hanya dinegara
maju tetapi juga dinegara berkembang. Prevalensi penderita ulkus diabetik di
Indonesia sekitar 15% dengan risiko amputasi sebesar 30%, angka mortalitas
32% dan ulkus diabetik merupakan penyebab terbesar perawatan di rumah
sakit yakni sebanyak 80%. Penderita ulkus diabetik di Indonesia kurang
lebih memerlukan biaya perawatan sebesar 1,3 juta sampai 1,6 juta rupiah
setiap bulannya dan sekitar Rp 43,5 juta per tahun ( Sulistyowati, 2015).
Evaluasi dini dan penanganan luka untuk penderita ulkus diabetikum yang
kurang optimal memungkinkan menjadi penyebab masih tingginya angka
kejadian ulkus diabetikum yang ada di Indonesia. Kurangnya pengelolaan
ulkus diabetikum, sifat penyakit yang kronik, jumlah penderita yang
semakin meningkat, lamanya perawatan luka diabetik masih menjadi masalah
di Indonesia. Dari segi lamanya perawatan luka ulkus diabetikum bahwa waktu
yang dibutuhkan selama perawatan dalam penyembuhan ulkus diabetikum
adalah 2-3 minggu untuk stadium I, 3 minggu sampai 2 bulan untuk stadium
II, ≥2 bulan untuk stadium III, kemudian 3-7 bulan untuk stadium IV.
Meskipun ada taksiran waktu dalam proses penyembuhan luka hal
tersebut masih bersifat relatif dikarenakan masih ada hal lain yang
mempengaruhi, seperti keadaan hygiene luka, terdapat infeksi luka atau
tidak terdapat luka, penggantian balutan, serta teraturnya pasien dalam
melakukan perawatan luka ulkus diabetikum. Sedangkan dari segi kualitas
hidup penderita ulkus diabetik mengalami perubahan kualitas hidup, dari segi
kesehatan fisik dalam kategori kurang dan sari segi kehidupan lingkunganpun
masuk kategori kurang (Irma, 2013).
Jumlah penderita diabetes di Jawa Tengah juga mengalami peningkatan.
Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah tahun 2016
menunjukkan bahwa ulkus diabetikum diabetes menduduki peringkat kedua
penyakit tidak menular setelah hipertensi, dan mengalami peningkatan dari
15,77% di tahun 2017. Tahun 2018 mengalami peningkatakan kembali menjadi
22,1%. Peningkatan tersebut dikarenakan pola kehidupan sehari-hari dari
masyarakat cenderung tidak dapat dikatakan pola yang sehat (Dinkes, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian tindakan yang dapat diberikan pada penderita
ulkus diabetikum dapat berupa senam diabetes untuk penurunan kadar gula
darah, pemberian edukasi manajemen diri terhadap manajemen perawatan diri
penderita ulkus diabetik, dan terapi insulin. Dari hasil-hasil penelitian tersebut
pemberian edukasi manajemen diri merupakan hal yang dinilai efektif untuk
diberikan pada penderita ulkus diabetikum.
Berdasarkan penelitian Rahmawati, Tahlil, dan Syahrul tahun 2016
didapatkan hasil bahwa penelitian tentang pemberian edukasi manajemen diri
sangat efektif diberikan kepada penderita ulkus diabetikum, untuk
meningkatkan pengetahuan pola hidup sehat pada penderita ulkus diabetik saat
dirumah.
Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk memberikan asuhan
keperawatan dan laporan kasus dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada Tn
K Dengan Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender
Di RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah karya
tulis ilmiah adalah, “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn K Dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD
Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn K Dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD
Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari dalam penyusunan karya tulis ini yaitu mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn K Dengan Gangguan
Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD Dr R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
b. Merumuskan Diagnosa keperawatan pada pasien Tn K Dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di
RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada pasien Tn K Dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di
RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
d. Melaksanakan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
Diagnosa keperawatan pada Tn K Dengan Gangguan Sistem Endokrin :
Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD Dr R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga.
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada Tn K Dengan Gangguan Sistem
Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD Dr R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn K Dengan Gangguan
Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD Dr R
Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Sebagai tambahan pengetahuan, media informasi tentang bagaimana
melakukan asuhan keperawatan pada Tn K Dengan Gangguan Sistem
Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender Di RSUD Dr R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga dan juga dapat menerapkan berbagai teknik
penatalaksanaan perawatan luka pada penderita ulkus diabetikum.
2. Bagi Rumah Sakit
Karya Tulis Ilmiah ini bisa menjadi bahan informasi dan membantu
meningkatkan mutu pelayanan di Rumah Sakit dengan memberikan
informasi tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn K Dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum dan juga karya tulis ilmiah
ini dapat menjadi referensi untuk dapat meningkatkan kebijakana rumah
sakit pada perawatan luka ulkus diabetikum.
3. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini bisa menjadi media informasi pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Tn K dengan gangguan sistem endokrin : ulkus
diabetikum dan meningkatkan kualitas mahasiswa yang akan praktek
sehingga lulusan yang dihasilkan oleh institusi pendidikan dapat
memberikan informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
Tn K dengan gangguan sitem endokrin : ulkus diabetikum. Mahasiswa juga
dapat menerapkan penatalaksanaan teknik perawatan luka pada penderita
luka ulkus diabetikum.

E. Sistematika Penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah


Dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah ini penulis menyusun
sistematika penulisan sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Bab I pendahuluan berisi tentang : Latar belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Studi Kasus, Manfaat Studi Kasus, Sistematika Penulisan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Bab II tinjauan pustaka berisi tentang : Konsep Dasar (Definisi,
Etiologi, Tanda Gejala atau Manifestasi Klinik, Patofisiologi, Pathway,
Pemeriksaan Penunjang, Komplikasi, Penatalaksanaan Medis), Konsep
Asuhan Keperawatan (Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi
Keperawatan), Konsep Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Penelitian
(Definisi, Tujuan, Manfaat, Isi Penerapan, dan Hasil Penelitian).
3. Bab III Metodologi Penulisan Karya Tulis Ilmiah
Bab III metodologi penulisan berisi tentang : Rancangan KTI, Subyek
Studi Kasus, Metode Pengumpulan Data, Instrumen Studi Kasus, Proses
Studi ( Identifikasi Kasus, Pemilihan Kasus, Kerja Lapangan, Pengolahan
Data, Interpretasi Data, Tempat dan Waktu Studi Kasus, Etika Studi Kasus).
4. Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV hasil dan pembahasan berisi tentang : hasil (resume
keperawatan) dan pembahasan.
5. Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab V kesimpulan dan saran berisi tentang : kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum


1. Definisi Ulkus Diabetikum
Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit dan
kematian jaringan yang luas yang disertai invasif kuman saprofit yang
menyebabkan ulkus berbau, yang merupakan salah satu gejala klinik dengan
perjalann diabetes melitus dengan neuropati perifer (Wijaya & Putri, 2013).
Ulkus diabetikum merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada
penderita diabetes mellitus yang ditandai dengan kerusakan saraf dan
gangguan sirkulasi (Fitria, 2017).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, luka, dan atau
destruksi ke jaringan kulit yang paling dalam pada kaki pasien penderita
diabetes mellitus yang diakibatkan abnormalitas saraf dan gangguan
pembuluh darah arteri perifer (Rizky, 2015).
Berdasarakan pengertian ulkus diabetikum diatas maka ulkus
diabetikum adalah adanya luka terbuka dan jaringan yang mati disertai
masuknya kuman saprofit yang menyebabkan ulkus berbau, adanya emboli
pembuluh darah besar arteri yang menghambat suplai darah, yang
merupakan salah satu gejala klinik diabetes melitus dengan gangguan
pembuluh darah arteri perifer.
2. Etiologi Ulkus Diabetikum
Etiologi terjadinya ulkus diabetikum menurut Wijaya & Putri (2013)
adalah :
a. Faktor endogen
1) Angiopati diabetik: penyakit pembuluh darah yang disebabkan oleh
kadar gula darah tinggi dan merupakan komplikasi dari penyakit
diabetes yang paling umum terjadi.
2) Neuropati diabetik: gangguan saraf akibat penyakit diabetes, yang
ditandai dengan kesemutan, nyeri, dan atau mati rasa.
b. Faktor eksogen
1) Neuropati sensori perifer: gangguan yang terjadi akibat kerusakan
pada sistem saraf perifer atau sistem saraf tepi.
2) Deformitas: perubahan bentuk tubuh sebagian atau umum yang
tadinya bentuknya normal kemudian menjadi abnormal.
3) Iskemia: kekurangan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh karena
permasalahan pada pembuluh darah.
4) Infeksi: masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme seperti
virus, bakteri, jamur dan parasit.
5) Edema: pembengkakan pada anggota tubuh yang terjadi dikarenakan
penimbunan cairan di dalam jaringan.
3. Klasifikasi Ulkus Diabetikum
Klasifikasi pada penderita ulkus diabetikum menurut Wagner dalam
buku Wijaya & Putri (2013) adalah :
a. Grade 0 : Tidak ada lesi, kemungkinan deformitas kaki atau
Selulitis
b. Grade 1 : Ulserasi superfisial
c. Grade 2 : Ulserasi dalam meliputi persendian, tendon atau
tulang
d. Grade 3 : Ulserasi dalam dengan pembentukan abses,
osteomyelitis, infeksi pada persendian
e. Grade 4 : Nekrotik terbatas pada kaki depan atau tumit
f. Grade 5 : Nekrotik pada seluruh bagian kaki

Klasifikasi ulkus diabetikum University of Texas at San Antonio


menurut James (2010) adalah :

Tabel 2.1 klasifikasi ulkus


Derajat
Stadium
0 1 2 3
Lesi dengan Ulkus superficial, Ulkus Ulkus
epitalisasi tidak mencapai penetrasi ke penetrasi ke
A komplit tendon, kapsul atau tendon atau tulang atau
tulang kapsul sendi
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemik Iskemik Iskemik Iskemik
Infeksi dan Infeksi dan iskemik Infeksi dan Infeksi dan
D
iskemik iskemik iskemik
Klasifikasi ulkus University of Texas at San Antonio merupakan
kemajuan dalam pengkajian kaki pada pasien penderita diabetes mellitus.
Sistem ini menggunakan empat nilai, yang masing-masing nilai tersebut
dimodifikasi oleh adanya infeksi (Stadium B), iskemia (Stadium C) atau
keduanya (Stadium D). Sistem ini sudah di validasi kebenarannya dan
digunakan pada umumnya untuk mengetahui tahapan luka dan
memprediksi hasil dari luka yang bisa cepat sembuh atau luka yang
berkembang kearah amputasi (James, 2010).

4. Patofisiologi Ulkus Diabetikum


Hiperglikemi adalah keadaan dimana kadar glukosa darah yang tinggi
dari rentang kadar puasa normal 126 mg / 100 ml darah. Hiperglikemi ini
biasanya di sebabkan oleh defisiensi insulin, seperti yang dijumpai oleh
pada diabetes melitus atau karena menurunnya responsivitas sel terhadap
insulin seperti yang dijumapi pada diabetes mellitus. Keadaan kelebihan
hormon seperti hormon tiroid, hormon prolaktin, dan hormon
pertumbuhan ini dapat menyebabkan peningkatan adanya glukosa darah
karena dapat menyebabkan diabetes melitus karena stimulasi pelepasan
insulin yang berlebihan oleh sel pankreas, sehingga terjadi penurunan
respon sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa darah dalam plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang
ginjal normal (160-180 mg/100ml) akan timbul glikosuria karena tubulus -
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali glukosa. Glikosuria ini
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuria disertai
kehilangan sodium, klorida, postasium, dan pospat. Adanya poliuria
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa keluar
bersama urin maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif
dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi (Corwin, 2009).
Glikosuria ini juga akan mengakibatkan diuresisosmotik yang
meningkatkan mengeluarkan kemih yang harus terstimulasi, akibatnya
pasien akan minum dalam jumlah banyak dikarena glukosa hilang bersama
urin maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan turun. Rasa lapar yang semakin besar timbul sebagai akibat
kehilangan kalori (Wijaya dan Putri, 2013).
Penderita diabetes melitus biasanya tidak terlepas dari adanya ulkus
diabetikum, yang di akibatkan oleh aktivitas yang simultan. Contohnya
ulkus di kaki diabetik itu sendiri adalah terjadinya neuropari perifer dan
iskemia dari penyakit vaskular perifer. Mekanisme neuropati yang dapat
dijelaskan adanya kejadian neuropati yang diakibatkan karena status
hiperglikemi yang memicu enzim aldolase reductasse dan sorbitol
dehydrogenase. Hal ini mengakibatkan terjadinya konversi glukosa
intraseluler menjadi sorbitol dan fruktose. Akumulasi kedua produk darah
tersebut menghasilkan penurunan pada sintesis sel saraf myoinositol.
Terjadinya peningkatan vasokontriksi menyebabkan iskemia, pada akhirnya
meningkatkan injuri sel daraf dan kematian (Tarwoto, 2012).
Neuropati dimanifestasikan pada komponen motorik autonomik dan
sensorik sel saraf. Kerusakan innervasi sistem saraf pada otot kaki
menyebabkan ketidakseimbanggan antara fleksi dan ektensi. Hal ini
mengakibatkan deformitas anatomi kaki dan menimbulkan penonjolan
tulang yang abnormal dan penekanan pada satu titik, yang akhirnya
menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan. Neuropati otonomik berdampak
pada kehilangan tonus simpatis vaskuler perifer yang mengakibatkan
terjadinya tekanan dan aliran arteri bagian distal (Tarwoto, 2012).
Peningkatan ini menimbulkan kerusakan dinding pembuluh darah dan
beresiko pembentukan plak. Kehilangan sensasi nyeri pada bagian perifer
memperberat perkembangan ulkus. Trauma yang terjadi pada bagian
tertentu pasien maka pasien tidak dapat mendeteksi kerusakan pada
ektremitas terutama ekstremitas bawah. Akibat adanya luka yang tidak
diketahui maka luka akan berkembang lebih parah dan akan terjadi pula
gesekan ulang – ulang dari proses ambulansi dan penekanan tubuh. Luka
yang timbul secara spontan maupun karena trauma dapat menyebabkan luka
terbuka yang mampu menghasilkan gas gangren berakibat terjadinya
osteomielitis. Gas gangren kaki merupakan penyebab utama dilakukan
amputasi kaki nontraumatik (Tarwoto, 2012).
Penyakit vaskuler yaitu penyakit pada pembuluh darah arteri juga ikut
berkontribusi pada perkembangan ulserasi kaki sampai 50 % kasus. Kondisi
ini mempengaruhi arteri tibialis dan peroneal pada otot betis. Disfungsi sel
endotelial dan abnormalitas sel otot polos berkembang pada pembuluh arteri
yang menyebabkan menurunnya kemampuan vasodilator endotelium yang
menyebabkan vasokontriksi pembuluh arteri. Selain itu terjadinya
penurunan fungsi matrik ektraseluler yang memicu stenosis lumen arteri.
Selain itu kondisi itu juga memicu terjadinya penyakit obstruktif arteri yang
mengakibatkan iskemia pada ekstremitas bawah. Penyakit pembuluh darah
perifer mengakibatkan penyembuhan luka yang buruk dan meningkatkan
resiko amputasi ( Tarwoto, 2012).
5. Pathway Ulkus Diabetikum
Obesitas & Kurang Berolahraga Reaksi Auto Imun Keturunan, Riwayat Hipertesni Usia

Defisiensi Insulin

Absorsbsi Ginjal Glikosuria


Resiko ketidakstabilan gula darah Hiperglikemia Menurun Glikosuria

Mikroangiopati Makroangiopati Ketidakseimbangan nutrisi


Diabetes Mellitus kurang dari kebutuhan tubuh

Ginjal Neuropati Jantung Otak Penyakit Vaskuler

Gagal ginjal Motorik Infark Stroke Disfungsi Endotel


Sensorik

Atropi otot Vasokontriksi


Sensasi pada kulit menurun

Deformitas Kaki Obstruksi arteri

Tekanan Berubah Iskemia Vaskuler

Ulkus Diabetikum Tidak tahu perawatan

Kerusakan integritas Injury Defisiensi Pengetahuan


kulit

Luka terbuka

Gas Gangren
Risiko Infeksi Distal tidak teraliri darah
Luka luas

Osteomielitis
Ketidakefektifan
Menghambat gerak
Resiko Nyeri akut perfusi jaringan
Amputasi perifer
6. Manifestasi Klinik Ulkus Diabetikum
Manifestasi klinik pada ulkus diabetikum menurut Wijaya dan Putri
(2013) adalah:
a. Tanda dan gejala apabila terjadi sumbatan akut :
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)
3) Paresthesia (kesemutan)
4) Pulselesness (denyut nadi hilang)
5) Paralysis (lumpuh)
b. Tanda gejala apabila terjadi sumbatan kronis:
1) Stadium I : Gejala tidak khas (kesemutan)
2) Stadium II : Klaudikasio intermiten adalah nyeri akibat
sirkulasi darah yang tidak lancar yang umumnya
menyerang tungkai, pinggul, bokong dan lengan.
3) Stadium III : Nyeri saat istirahat
4) Stadium IV : Kerusakan jaringan karena anoksia ulkus
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita ulkus diabetikum yang
diperlukan pada penderita ulkus diabetikum menurut Wijaya dan Putri
(2013) adalah :
a. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan : gas subkutan, benda asing,
osteomielitis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi ; GDS (Gula Darah Sewaktu) > 200 mg/
dl, gula darah puasa > 120 mg/ dl, GDS 2 jam post prandial >200 mg /
dl.
2) Urin
Pada pemeriksaan urin didapatkan adanya glukosa dalam urin,
pemeriksaan ini dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna urin : hijau (+), kuning 9++), merah
( +++), merah bata (++++).
3) Kultur pus
Kultur pus ini digunakan untuk mengetahui jenis kuman yang
terdapat pada luka sehingga dalam memberikan antibiotik sesuai
dengan jenis kuman.
8. Komplikasi
Komplikasi pada ulkus diabetikum menurut Fitria (2017) adalah :
a. Gas gangren
Gas gangren disebabkan oleh infeksi lokal dengan anaerobik, spora
pertanian, gram batang positif clostridium perfingen. itu terjadi pada
jaringan yang telah mengalami devitisasi dan hasil dari sirkulasi arteri
yang terganggu setelah trauma, operasi, fraktur atau laserasi.
b. Infeksi
Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang menyerang
jaringan
c. Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang yang dapat disebabkan oleh inokulasi
langsung oleh organisme penyebab.
d. Amputasi
Amputasi adalah tindakan membuang bagian tubuh , amputasi juga akan
mengubah gambaran tubuhn dan harga diri seseorang.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksaanaan pada pasien dengan ulkus diabetikum menurut Wijaya
dan Putri (2013) adalah :
a. Pengobatan
Pengobatan ulkus diabetikum ini tergantung dari luas dan dalam nya
luka, harus dilakukan pemeriksaan dengan seksama, untuk menentukan
besar kecilnya ulkus dilakukanlah debridement. Adapun tujuan dari
dilakukan nya perawatan luka diabetik adalah :
1) Menghilangkan faktor penyebab.
2) Mengoptimalkan kondisi luka dalam kondisi lembap.
3) Dukungan kondisi klien (nutrisi, kontrol diabetes melitus, kontrol
faktor penyerta).
4) Meningkatkan edukasi klien dan keluarga.
b. Keperawatan
Penatalaksanaan kerawatan pada pasien ulkus diabetikum menurut
Wijaya & Putri (2013) adalah :
1) Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta
menghindari kemungkinan terjadinya infeksi, tujuan dari mencuci
luka ini untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik pada
permukaan luka. Cairan yang digunakan untuk mencuci luka yang
aman yaitu non toksik pada penyembuhan luka (Nacl 0,9 %).
Penggunaan Hidrogenperoxida, hypoclorite solution hanya digunakan
pada jaringan nekrosis dan tidak digunakan pada jaringan terinfeksi,
dilakukan pembilasan dengan saline.
2) Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis pada luka, yang
dilakukan untuk menghindari infeksi atau selulitis. Pada saat luka
dalam keadaan lembap dengan sendirinya jaringan nekrosis akan
terbuang pada luka (peristiwa autolysis). Autolysisi adalah peristiwa
rusaknya jaringan nekrosis oleh leukosit dan enzim lyzomatik.
Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan acclusive
dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka
diabetik, untuk menghindari infeksi.
3) Terapi antibiotik
Antibiotik ini untuk menghambat kuman gram positif dan gram
negatif, apabila tidak ditemukan perbaikan pada luka maka terapi
antibiotik diberikan secara parenteral yang sesuai dengan kepekaan
kuman.
4) Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang
dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan
lembap, mempercepat proses penyembuhan luka hingga 50 %,
absorbsi eksudat/ cairan luka yang keluar berlebihan, membuang
jaringan nekrosis, kontrol terhadap infeksi dari kontaminasi, nyaman
digunakan dan menrunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan
menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan. Jenis balutan nya
antara lain: absorbent dressing, hydrocoactive gel, hydrocolol.
Pencegahan gangren diabetik ini diperlukan adanya kerjasama antara
dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi
dini dan terapi bisa dilakukan denga harapan biaya yang besar dan
morbiditas penderita bisa ditekan dengan serendah-rendahnya. Upaya
untuk mencegah dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimasing-
masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang.
5) Gunakan kaos kaki dan sepatu yang pas saat berjalan jangan telanjang
kaki jika berjalan.
a) Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta
memberikan perhatian khusus pada daerah sela – sela jari kaki
b) Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat ulkus, tonjolan kaki
atau jamur pada kuku kaki
c) Suhu air yang digunakan untuk mencuci kaki antara 29,5 - 30
derajat celcius dan diukur dengan termometer
d) Jangan menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
e) Langkah yang digunakan untuk meningkatkan sirkulasi pada
ekstremitas bawah antara lain : hindari kebiasaan merokok, hindari
bertumpang kaki duduk, lindungi kaki dari kedinginan, hindari
merendam kaki dari air dingin, gunakan kaos kaki atau stoking
yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu,
periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat ulkus, bulae
kemerahan atau tanda radang, sehinga segera dilakukan tindakan
awal dan jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau krem.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan, dalam
pengkajian meliputi kegiatan mengumpulkan data, memvalidasi data,
mengorganisasian data dan mencatat data yang telah diperoleh. Pengkajian
merupakan dasar yang digunakan untuk merumuskan Diagnosa
keperawatan untuk mengembangkan rencana agar tindakan yang dilakukan
sesuai dengan kebutuhan pasien (Dinarti, 2011).
Adapun dalam melakukan asuhan keperawatan pada ulkus diabetikum
tahap yang pertama yaitu tahap pengkajian menurut Wijaya dan Putri
(2013) adalah :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahan penderita,
mengidentifikasi, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status, perkawinan, suku bangsa, nomer registrasi, tanggal
masuk rumah sakit dan Diagnosa keperawatan medis.
2) Keluhan utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit Diabetes melitus atau penyakit-penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya
penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas
maupun arteosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat
maupun obat-obat yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga mederita Diabetes melitus atau penyakit
keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misalnya hipertensi, jantung
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
b. Pola Fungsional Kesehatan (Gordon)
Pengkajian pola fungsional kesehatan menurut Wijaya &Putri (2013)
adalah :
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : persepsi terhadap
penyakit, penggunaan (tembakau, alkohol), alergi (obat-obatan,
makanan, plester, dan lain-lain), reaksi alergi.
2) Pola nutrisi dan metabolisme (makanan/cairan) : anoreksia, mual
muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik, nafsu makan (normal, meningkat, menurun),
kesulitan menelan (disfagia), gigi (lengkap/tidak, gigi palsu), riwayat
masalah kulit/penyembuhan, jumlah minum setiap 24 jam dan
jenisnya, frekuensi makan, jenis makanan, pantangan atau alergi.
3) Pola eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria),
diare, frekuensi, waktu, warna, konsistensi.
4) Pola aktivitas : letih, lemah, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, adakah riwayat hipertensi, akut miokard infark,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstermitas, ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah,
penggunaan alat bantu, kekuatan otot, kemampuan beraktivitas,
keluhan saat beraktivitas.
5) Pola istirahat / tidur : abdomen tegang, nyeri (sedang/berat), batuk
dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak), kulit
kering, gatal, ulkus kulit, lama tidur, waktu, kebiasaan menjelang
tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini hari, mimpi buruk),
merasa segar / tidak setelah tidur.
6) Pola kognitif dan persepsi (neurosensori) : pusing, sakit kepala,
kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
7) Persepsi diri dan konsep diri : perasaan klien tentang masalah
kesehatan.
8) Pola peran hubungan : pekerjaan, sistem pendukung (pasangan,
tetangga, keluarga serumah, keluarga tinggal berjauhan), masalah
keluarga berkenaan dengan perawatan rumah sakit, kegiatan sosial.
9) Pola seksual dan reproduksi : pada wanita (tanggal menstruasi
terakhir, masalah menstruasi), pap smear terakhir, infeksi pada
vagina, penurunan keinginan berhubungan seksual, mencapai
organisme dalam waktu yang lebih lama,
10) Pola koping dan toleransi stres : integritas ego (stres, ansietas),
perhatian utama tentang perawatan di rumah sakit atau penyakit
(finansial, perawatan diri), kehilangan/perubahan besar di masa lalu,
hal yang dilakukan saat ada masalah (sumber koping), penggunaan
obat untuk menghilangkan stres, keadaan emosi dalam sehari-hari
(santai/tegang), dan lain-lain.
11) Keyakinan dan kepercayaan : agama, pengaruh agama dalam
kehidupannya.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Wijaya & Putri (2013) adalah :
a) Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara
bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
b) Kepala : kaji bentuk kepala, keadaan rambut pada Diabetes melitus
yang sudah menahun dan tak terawat secara baik, biasanya rambutnya
lebih tipis, rambut mudah rontok.
c) Mata : penglihatan kabur, diplopia, lensa mata keruh atau katarak,
kebutaan.
d) Mulut : lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah.
e) Telinga : telinga kadang-kadang berdenging, adanya gangguan
pendengaran.
f) Leher : adakah pembesaran pada leher.
g) Dada : paru-paru : sesak nafas, batuk sputum, nyeri dada. Pada
penderita Diabetes melitus mudah terjadi infeksi. Jantung : perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
hipertensi/hipotensi
h) Abdomen : terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
i) Kulit : turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban pada suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka.
j) Genetalia : poliuri, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
k) Ekstermitas : adanya gangren di ekstermitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada penderita ulkus diabetikum menurut
Wijaya & Putri (2013) adalah :
1) Pemeriksaan darah : Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl,
gula darah puasa > 120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl
2) Urine : Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urin,
pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++),
merah (+++), dan merah bata (++++)
3) Kultur pus : Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
e. Pengkajian Luka Betes – Jensen
Tabel 2.2 Pengkajian luka Betes - Jensen
TANGGAL
ITEM PENGKAJIAN
1. Ukuran luka 1= P X L < 4 cm
2= P X L 4 < 16cm
3= P X L 16 < 36cm
4= P X L 36 < 80cm
5= P X L > 80cm

2. Tipe jaringan 1 = Tidak ada


nekrosis 2 = Putih atau abu-abu jaringan
mati dan atau slough yang tidak
lengket (mudah dihilangkan)
3 = slough mudah dihilangkan
4 = Lengket, lembut dan ada
jaringan parut palsu berwarna
hitam (black eschar)
5 = lengket berbatas tegas,
keras dan ada black eschar
3. Jumlah 1= kering
eksudat EKSUDATE 2= moist
3= sedikit
4=sedang
5= banyak

4. Warna kulit 1= pink atau normal


sekitar luka 2= merah terang jika di tekan
3=putih atau pucat atau
hipopigmentasi
4=merah gelap / abu2
5=hitam atau hyperpigmentasi

5. Jaringan 1=no swelling atau edema


yang edema 2=non pitting edema kurang dari < 4
mm disekitar luka
3=non pitting edema > 4 mm
disekitar luka
4=pitting edema kurang dari < 4 mm
di sekitar luka
5=krepitasi atau pitting edema > 4
mm

Skor Total

Paraf dan Nama Perawat

Sumber : Wijaya & Putri (2013)

Gambar 2.2 Hasil interpretasi luka Betes-Jensen :

Wound
Wound Degeneration
Tissue Regeneration
Health

Sumber : Wijaya & Putri (2013)


Keterangan :
1) Tissue Health : diperoleh jika hasil pengkajian luka Bates-Jensen adalah 1
2) Wound Regeneratif : dinyatakan jika hasil pengkajian luka Bates-Jansen
adalah 13
3) Wound Degeneratif : dinyatakan jika hasil pengkajian luka Bates-Jansen
adalah lebih dari 13
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan didefinisikan sebagai penilaian klinis tentang
pengalaman/ respon individu, keluarga, kelompok, atau komunitas
tehadap masalah kesehatan/ proses kehidupan aktual atau potensial, dan
memberi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang dapat dipertanggungjawabkan (NANDA, 2018).
Diagnosa yang mungkin muncul pada penderita ulkus diabetikum
menurut Wijaya & Putri (2013) :
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
gangguan keseimbangan insulin, kurang asupan makanan.
b. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d hiperglikemia,
hipoglikemia
c. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi, kurang sumber
pengetahuan
d. Resiko infeksi b.d gangguan integritas kulit, kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan patogen, rosedure invasif,
malnutrisi.
e. Nyeri akut b.d agen cedera biologis, agen cedera fisik, agen cedera
kimia.
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes melitus,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit.
g. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan massa otot, nyeri,
kerusakan integritas tulang, gangguan sesnori perseptual
h. Kerusakan intergritas kulit
i. Inkontinensia Urin
j. Kekurangan Volume Cairan
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah suatu perawatan yang dilakukan
perawa berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk
meningkatkan outcome pasien atau klien (Nursing Interventions
Classification (NIC))
Intervensi keperawatan yang mungkin muncul menurut Wijaya &
Putri (2013) adalah:
a. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama … x


24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
a) NOC : Status Nutrisi
Tabel 2.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh
Indikator Awal Target

1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
2) Intervensi
a) NIC : Manajemen Gangguan Makan
(1) Monitor berat badan klien secara rutin
(2) Monitor tanda – tanda fisiologis (TTV, elektrolit)
(3) Monitor asupan makanan dan asupan cairan secara tepat
(4) Monitor perilaku klien yang berhubungan dengan pola makan,
penambahan dan kehilangan BB
(5) Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai
bersama ahli gizi
(6) Dorong klien untuk memonitor sendiri asupan makanan harian
dan meninbang BB secara tepat
(7) Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien dan
orang terdekat.
b. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah

1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam


diharapkan pasien dapat manajemen diabetes melitus sendiri dengan
kriteria hasil:
a) NOC : Kadar Glukosa Darah
Tabel 2.4 Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Indikator Awal Target
1. Glukosa darah
2. Hemoglobin glikosilat
3. Kelelahan
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan sedang dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2) Intervensi
a) NIC : Manajemen Hiperglikemi
(1) Memonitor kadar glukosa darah
(2) Pantau tanda – tanda dan gejala hiperglikemia : poliuria,
polidipsi, polifagia, lemah, kelesuan, malaise, mengaburkan
visual, atau sakit kepala
(3) Memantau elektrolit, dan tingkat betahydroxybutyrate
(4) Mengelola insulin seperti yang ditentukan
(5) Mendorong asupan cairan oral
(6) Konsultasikan dengan dokter jika tanda –gejala hiperglikemi
menetap atau memburuk
b) NIC : Manajemen Hipoglikemi
(1) Identifikasi pasien yang beresiko mengalami hipoglikemi
(2) Kenali tanda dan gejala hipoglikemi
(3) Monitor kadar glukosa darah sesuai dengan indikasi
(4) Monitor tanda gejala hipoglikemi
(5) Berikan glukosa secara intravena
(6) Instruksikan pasien dan orang terdekat mengenai tanda gejala
faktor risiko dan penanganan hipoglikemi
(7) Instruksikan pasien untuk mendapatkan identitas pasien DM
dan selalu membawanya
(8) Instruksikan pasien untuk selalu patuh terhadap diit terapi
insulinya dan melakukan olahraga
(9) Dorong pasien untuk selalu memonitor kadar glukosa sarahnya
(10) Dorong pasien untuk selalu berkonsultasi dengan tim perawatan
diabetes melitusnya mengenai terapi yang didapat
c. Defisiensi Pengetahuan
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
diharapkan masalah kurang pengetahuan pasien dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
a) NOC : Pengetahuan : Proses Penyakit
Tabel 2. 5 Defisiensi Pengetahuan
Indikator Awal Target
1. Karakter spesifik penyakit
2. Faktor risiko
3. Faktor penyebab
4. Tanda dan gejala penyakit
5. Sumber informasi penyakit yang
spesifik yang terpercaya
Keterangan :
1. Tidak ada pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat banyak
2) Intervensi
a) NIC : Pengajaran : Proses Penyakit
(1) Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses
penyakit yang spesifik
(2) Kenali pengetahuan pasien mengeanai kondisinya
(3) Jelaskan tanda gejala yang umum dari penyakit sesuai
kebutuhan
(4) Identifikasi kemungkinan penyebab
(5) Berikan informasi pada pasien sesuai penerapan
(6) Identifikasi perubahahan kondisi fisik pasien
(7) Beri informasi kepada keluarga mengenai perkembangan
pasien
(8) Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi dimasa mendatang
(9) Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin ada
(10) Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol gejala
(11) Edukasi pasien mengenai tanda dan gejala yang harus
dilaporkan kepada petugas kesehatan
b) NIC : Perawatan Kaki
(1) Gali pengetahuan dan ketrampilan pasien terkait perawatan
kaki
(2) Sediakan petunjuk perawatan kaki secara tertulis
(3) Tentukan kemampuan untuk melakukan perawatan kaki
(4) Rekomendasikan inspekasi kaki setiap hari ke semua
(5) Rekomendasikan untuk mencuci kaki setiap hari dengan
menggunakan air hangat dan sabun yang lembut
(6) Rekomendasikan untuk mengeringkan kaki setiap hari
dengan seksama detelah dicuci
(7) Peringatkan pasien terkait dengan hal yang mengakibatkan
cedera kaki
(8) Deskripsikan sepatu yang tepat
(9) Rekomendasikan panduan yang bisa diikuti ketika membeli
sepatu baru, mengenai ukuran dan mengepaskan kaki dengan
baik saat membeli
(10) Instruksikan untuk memeriksa bagian dalam sepatu setiap
hari terhadap benda asing, cuilan krikil
d. Resiko Infeksi
1) Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24
jam diharapkan masalah risiko infeksi tidak terjadi dengan
kriteria hasil:
a) NOC : Risiko Infeksi
Tabel 2. 6 indikator risiko infeksi
Indikator Awal Target
1. Kemerahan
2. Cairan (luka) yang berbau busuk
3. Demam
4. Nyeri
5. Peningkatan jumlah leukosit
Keterangan :
1 : Berat 4. Ringan
2 : Cukup berat 5. Tidak ada
3 : Sedang
2) Intervensi
a) NIC : Kontrol Infeksi
(1) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk
setiap pasien
(2) Ganti peralatan perawatan perpasien sesuai protokol institusi
(3) Batasi jumlah pengunjung
(4) Ajarkan cara cuci tangan bagi keluarga atau pengunjung
(5) Anjurkan pasien mengenai teknik mencuci tangan dengan
tepat
(6) Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan ruangan pasien
(7) Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan pasien
(8) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
(9) Jaga lingkungan aseptik yang optimal selama penusukan
disamping tempat tidur dari saluran penghubung
(10) Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
(11) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
(12) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
e. Nyeri Akut
1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama … x 24 jam
diharapkan nyeri akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a) NOC : Kontrol Nyeri
Tabel 2.7 indikator Nyeri Akut : Kontrol Nyeri
Indikator Awal Target

1. Mengenali kapan nyeri tejadi


2. Menggambarkan faktor penyebab
3. Menggunakan analgesi yang direkomndasikan
4. Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
professional kesehatan
5. Melaporkan nyeri yang terkontrol
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Secara konsisten menunjukan
b) NOC : Tingkat Nyeri
Tabel 2.8 Indikator Nyeri Akut : Tingkat Nyeri
Indikator Awal Target
1. Nyeri yang dilaporkan
2. Mengerang dan menangis
3. Ekpresi nyeri wajah
4. Tidak bisa beristirahat
5. Mengerinyit
6. Berkeringat berlebihan
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2) Intervensi
a) NIC : Manajemen Nyeri
(1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset, frekuensi, kualitas, intensitas, atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
(2) Observasi adanya petunjuk non verbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
(3) Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
(4) Gunakan strategi komunikasi teapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap
nyeri
(5) Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedure
(6) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(7) Ajarkan prinsip menejemen nyeri
(8) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
(9) Ajarkan metode farmakologi untuk menurunkan nyeri
(10) Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan tim kesehatan
lain untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun
nyeri nonfarmakologi sesuai kebutuhan
f. Kerusakan Intergritas Kulit
1) Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam
diharapkan masalah kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria
hasil :
a) NOC : Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa
Tabel 2.9 indikator kerusakan intergritas kulit
Indikator Awal Target

1. Suhu kulit
2. Elastisitas
3. Hidrasi
4. Tesktur
5. Perfusi jaringan
6. Integritas kulit

Keterangan :
1. Sangat terganggu 4. Sedikit Terganggu
2. Banyak terganggu 5. Tidak terganggu
3. Cukup terganggu

2) Intervensi
a) NIC : Perawatan Luka
(1) Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna ukuran,
dan bau
(2) Angkat balutan dan plester perekat
(3) Ukur luas luka yang sesuai
(4) Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat
(5) Berikan perawatan ulkus pada kulit
(6) Oleskan salep yang sesuai dengan kulit
(7) Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
(8) Ganti balutan sesuai dengan jumlah eksudat dan drainase
(9) Periksa luka setiap kali perubahan balutan
(10) Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda gejala
infeksi
b) NIC : Pengecekan Kulit
(1) Monitor warna dan suhu kulit
(2) Monitor kulit dan selaput lendir terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah
(3) Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
(4) Monitor kulit untuuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
kelembapan
(5) Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
(6) Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
ulserasi pada ekstremitas
(7) Ajarkan anggota keluarga mengenai tanda – tanda kerusakan
kulit
c) NIC : Perawatan Kaki
(1) Monitor kebersihan dan kondisi umum sepatu serta kaos kaki
pasien
(2) Monitor kulit untuk mengetahui adanya iritasi, retak, lesi
katimumul, kapalan, kecacatan, atau edema
(3) Berikan rendaman kaki, jika diperlukan
(4) Keringkan pada sela-sela jari dengan seksama
(5) Oleskan lotion
(6) Bersihkan kuku
(7) Diskusikan dengan pasien mengenai perawatan rutin kaki
(8) Anjurkan pasien/keluarga mengenai pentingnya perawatan kaki
g. Hambatan Mobilitas Fisik
1) Tujuan
a) NOC : Ambulasi
Tabel 2.10 indikator hambatan mobilitas fisik : Ambulasi
Indikator Awal Target
1. Berjalan dengan pelan
2. Berjalan dengan langkah yang efektif
3. Berjalan dalam jarak yang dekat
4. Berjalan dalam jarak yang sedang
5. Berjalan dalam jarak yang jauh
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
b) NOC : Kemampuan Berpindah
Tabel 2.11 hambatan mobilitas fisik : kemampuan berpindah
Indikator Awal Target
1. Berpindah dari satu permukaan ke
permukaan yang lain sambil berbaring
2. Berpindah dari tempat tidur ke kursi
3. Berpindah dari tempat kursi ke tempat tidur
4. Berpindah dari kursi ke kursi
5. Berpindah dari kursi roda ke kendaraan
6. Berpindah dari kendaraan ke kursi roda
7. Berpindah dari kursi roda ke toilet
8. Berpindah dari toliet ke kursi roda
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
2) Intervensi
a) NIC : Terapi Latihan : Ambulasi
(1) Monitor penggunaan kruk pasien atau alat berjalan lainnya
(2) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang menfasilitasi
pasien untuk berjalan dan mencegah cedera
(3) Sediakan tempat tidur berketinggian rendah
(4) Dorong klien untuk duduk di tempat tidur disamping tempat
tidur
(5) Bantu pasien untuk berpindah
(6) Bantu pasien dengan ambulasi awal
(7) Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi dengan jarak tertentu
dan dengan sejumlah staf tertentu
(8) Dorong pasien untuk bangkit sebanyak dan sesering mungkin
h. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
1) Tujuan
a) NOC : Perfusi Jaringan Perifer
Tabel 2.12 indikator ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Indikator Awal Target
1. Kekuatan denyut nadi karotis
2. Kekuatan denyut nadi brankialis
3. Tekanan darah sistolik
4. Tekanan darah diastolik
5. Nilai rata tekanana darah
Ketrangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi cukup berat dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
2) Intervensi
a) NIC : Perawatan Kaki
(1) Monitor kebersihan dan kondisi umum sepatu serta kaos kaki
pasien
(2) Monitor kulit untuk mengetahui adanya iritasi, retak, lesi
katimumul, kapalan, kecacatan, atau edema
(3) Berikan rendaman kaki, jika diperlukan
(4) Keringkan pada sela-sela jari dengan seksama
(5) Bersihkan kuku
(6) Diskusikan dengan pasien mengenai perawatan rutin kaki
(7) Anjurkan pasien atau keluarga mengenai pentingnya perawatan
kaki

C. Konsep Penerapan Intervensi Berdasarkan Hasil Penelitian


Penerapan intervensi yang akan dilakukan oleh penulis pada penderita Ulkus
Diabetikum adalah Diabetes Self-Management Education (Pemberian edukasi
manajemen diri)
1. Definisi
Diabetes Self-Management Education (Pemberian edukasi
manajemen diri). Salah satu metode pengelolaan ulkus diabetikum secara
berkelanjutan yang dapat dilakukan dengan memfasilitasi pengetahuan
tentang perawatan diri yang harus dilakukan pada dirinya sendiri
(Rahmawati,2016)
2. Tujuan
Diabetes Self-Management Education (pemberian edukasi
manajemen diri). Tujuan pemberian edukasi manajemen diri pada
penderita ulkus diabetikum untuk mengetahui pengaruh diabetes self-
management education atau pemberian edukasi manajemen diri
penderita ulkus dm untuk perawatan mandiri dirumah.
3. Manfaat Diabetes Self-Management Education (pemberian edukasi
manajemen diri)
Keberhasilan dari Diabetes Self-Management Education
(pemberian edukasi manajemen diri) ini untuk manajemen perawatan
diri dirumah sangat efektif karena pengetahuan perawatan diri sangat
diperlukan untuk penderita ulkus diabetikum agar terhindar dari infeksi
atau penyakit yang diderita semakin parah.
4. Isi penerapan intervensi Diabetes Self-Management Education
(pemberian edukasi manajemen diri)
Penerapan Diabetes Self-Management Education (pemberian
edukasi manajemen diri) yang akan dilakukan oleh penulis meliputi
edukasi perawatan luka, edukasi latihan jasmani dan edukasi
manajemen nutrisi. Edukasi perawatan luka dilakukan oleh penulis saat
klien berada di Rumah Sakit menggunakan leaflet, dan penulis
memberikan edukasi perawatan luka agar klien rutin melakukan
perawatan luka ke tenaga medis yang ada disekitar rumah klien.
Edukasi latihan jasmani yang dilakukan penulis meliputi penggunaan
alas kaki saat beraktivitas dan melakukan perawatan kaki. Dan edukasi
manajemen nutrisi yang dilakukan penulis meliputi pengelolaan diit
yang tepat
5. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian oleh Rahmawati, Tahlil dan Syahrul
dengan judul “ Pengaruh Program Diabetes Self-Management
Education Terhadap Manajemen Diri Pada Penderita Ulkus DM”
menjelaskan bahwa hasil penelitian menunjukan kebanyakan responden
juga mendapatkan terapi medis atau minum obat (66,7%), dan
mempunyai penyakit penyerta (57,6%) dengan tingkat pendidikan
responden kebanyakan rendah (63,6%).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh Diabetes Self-Management Education (pemberian edukasi
manajemen diri) berpengaruh terhadap manajemen diri pasien pada
penderita ulkus dm untuk melakukan perawatan di Rumah Sakit dan
saat klien sudah kembali kerumah.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN PROPOSAL KTI

A. Rancangan Proposal Karya Tulis Ilmiah


Rancangan studi kasus adalah suatu rencana, struktur dan strategi yang
dipilih oleh peneliti dalam upaya menjawab masalah studi kasus. Rancangan
yang digunakan oleh penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah yaitu dengan
rancangan studi kasus, studi kasus adalah rangkaian kegiatan ilmiah yang
dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan
aktivitas, baik pada perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk
memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut (Mudjia, 2017).
Penulis dalam menyusun karya tulis ilmiah ini menggunakan rancangan
studi kasus dengan tujuan agar penulis bisa mengetahui secara langsung
bagaimana asuhan keperawatan pada Tn K dengan gangguan sistem endokrin :
ulkus diabetikum di Ruang Lavender RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga. Dalam melakukan asuhan keperawatan penulis menggunakan teknik
pendekatan yaitu melalui pendekatan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi dan dokumentasi
keperawatan.
Tahap pertama penulis melakukan wawancara dengan klien, keluarga klien,
melakukan observasi, catatan keperawatan, dan pemeriksaan fisik. Penulis
melakukan wawancara untuk memperoleh data dan keluhan klien. Selain
melakukan wawancara pada klien, penulis juga akan melakukan wawancara pada
keluarga klien untuk melengkapi data. Setelah selesai melakukan wawancara,
penulis akan melakukan observasi dalam suatu tim dengan cara melakukan
pendelegasian kepada perawat atau teman yang sift dalam 24 jam. Hal ini
dimaksudkan agar penulis mengetahui perkembangan klien. Setelah di lakukan
pengkajian, selanjutnya penulis akan nmenentukan diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada klien. Diagnosa keperawatan member dasar pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil akhir sehingga perawat menjadi
akun tabel. Setelah penulis memilih intervensi yang tepat lalu penulis
melakukan implementasi dari intervensi yang dipilih dan melakukan evaluasi
kepada pasien setelah dilakukan implementasi.

B. Subyek Studi Kasus


Pada studi kasus ini yang dijadikan sebagai subyek adalah pasien dengan
Gangguan Sistem Endokrin : Ulkus Diabetikum Di Ruang Lavender RSUD Dr
R Goeteng Taroenadibarata Purbalingga. Melihat karakteristik pasien dalam
pengambilan kasus sesuai dengan rencana pada proposal KTI dimana kriteria
pasien yaitu:
1. Pasien yang menderita ulkus diabetikum.
2. Pasien dewasa
3. Pasien dan keluarga dengan lulusan pendidikan minimal SD
4. Pasien dan keluarga bersedia dikelola oleh penulis.
5. Pasien dilakukan asuhan keperawatan dengan waktu kelolaan selama 3
hari.

C. Metode Pengumpulan Data


Penulis melakukan metode pengambilan data dalam studi kasus ini sesuai
dengan rencana pada proposal KTI yaitu menggunakan pedoman:
1. Wawancara
Wawancara adalah suatu metode komunikasi yang direncanakan dan
meliputi tanya jawab antara perawat dengan klien yang berhubungan dengan
masalah kesehatan klien (Nursalam, 2013). Wawancara yang dimaksudkan
yaitu untuk mengetahui keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat
kesehatan dan 11 pola fungsional Gordon. Pedoman dibuat berdasarkan
format pengkajian keperawatan medikal bedah dan 11 pola fungsional
Gordon yang telah dikembangkan oleh penulis. Dalam tahap ini penulis
melakukan wawancara kepada pasien itu sendiri dan juga kepada keluarga
pasien yang mengetahui riwayat kesehatan pasien.
2. Observasi
Metode pengumpulan data yang selanjutnya menurut Nursalam (2013)
yaitu observasi. Observasi merupakan kegiatan mengamati perilaku dan
keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah klien. Observasi
yang digunakan oleh penulis dalam studi kasus ini yaitu dengan observasi
dari head to toe, sedangkan cara mendokumentasikannya dengan cara
dicatat berdasarkan apa yang penulis lihat mulai dari kepala hingga kaki
pasein.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dalam pengkajian digunakan untuk memperoleh
data objektif dari klien. Tujuan dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk
menentukan status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah kesehatan,
dan memperoleh data dasar guna menyusun rencana asuhan keperawatan.
Pemeriksaan fisik yang akan dilakukan oleh penulis ini menggunakan
pemeriksaan head to toe, dengan 4 metode yaitu inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi.
Inspeksi yang dilakukan oleh penulis untuk melihat ukuran tubuh,
warna kulit, bentuk tubuh, serta posisi dan kesimetrisan tubuh. Auskultasi
yang dilakukan oleh penulis untuk mendengarkan bunyi jantung, bunyi
paru, bunyi bising usus dan juga untuk memeriksa tekanan darah pasien.
Palpasi yang dilakukan penulis yaitu untuk mengetahui suhu, turgor kulit,
bentuk, kelembapan, vibrasi dan ukuran. Sedangkan perkusi untuk
mengetahui lokasi, ukuran, bentuk, dan konsistensi jaringan.
Alat yang penulis gunakan dalam pemeriksaan fisik pada pasien
dengan ulkus diabetikum antara lain : tensi untuk mengukur tekanan darah,
pengecek suhu, alat cek gula darah, dressing set untuk membersihkan luka
pasien, jam tangan untuk mengitung nadi dan pernafasan pasien, alat tulis
untuk mendokumentasikan hasil pemeriksaan fisik, dan juga pedoman
pemeriksaan fisik yang sudah penulis persiapkan yang dikembangkan dari
format asuhan keperawatan medikal bedah.

D. Instrumen Studi Kasus


Instrumen studi kasus menurut Dharma (2011) yaitu suatu alat yang
digunakan oleh peneliti untuk mengobservasi, mengukur, atau menilai suatu
fenomena. Berdasarkan jenisnya intrumen studi kasus dibagi menjadi 4 yaitu
instrumen fisiologis, pedoman observasi, pedoman wawancara dan kuesioner.
Penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini menggunakan instrumen :
1. Instrumen Fisiologis
Instrumen fisiologis adalah instrumen yang digunakan untuk
mengukur atribut fisik dengan suatu alat ukur terstandarisasi. Misalnya
timbangan untuk mengukur berat badan pasien dan spignomanometer atau
tensi meter menggunakan merk OneMed untuk mengukur tekanan darah.
Alat EKG untuk merekam jantung pasien, termometer untuk mengkur suhu
pasien, Handphone menggunakan merk Vivo Y17 untuk merekam saat
melakukan pengkajian, alat tulis atau bolpoint dan buku untuk menulis saat
pendokumentasian pengkajian, dan pemeriksaan fisik.
2. Pedoman Observasi
Pedoman observasi panduan berisi ceklist yang digunakan oleh
penulis untuk menilai secara langsung perilaku yang ditunjukan oleh
responden yang digunakan dan diisi oleh peneliti atau observer yang telah
dilatih. Instrumen yang digunakan menurut (Nursalam, 2013) ini sangat
tepat digunakan untuk mengukur indikator variabel berupa keterampilan
atau perilaku. Selain itu pedoman observasi ini juga digunakan sebagai
acuan dalam melakukan pemeriksaan fisik pasien, pedoman observasi
terlampir.
3. Pedoman Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang direncanakan
dan meliputi tanya jawab antara perawat dengan klien yang berhubungan
dengan masalah kesehatan klien (Nursalam, 2013). Wawancara yang
digunakan oleh penulis yaitu wawancara terstrukstur dengan pertanyaan
yang berurutan dan sudah dibuat terlebih dahulu. Wawancara yang
dimaksudkan yaitu untuk mengetahui keluhan utama, keluhan tambahan,
riwayat kesehatan dan 11 pola fungsional Gordon. Pedoman dibuat
berdasarkan format pengkajian keperawatan medikal bedah dan 11 pola
fungsional Gordon yang telah dikembangkan oleh penulis, pedoman
terlampir.
4. Pola Fungsional Gordon
Pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah pola fungsional
yang mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang
praktek yang beragam model, pola fungsional kesehatan terbentuk dari
hubungan antara klien dan lingkungan dan dapat digunakan perseorangan,
keluarga dan komunitas. Pedoman pola fungsional Gordon ini
dikembangkan oleh penulis dari format asuhan keperawatan medikal bedah,
pedoman terlampir.

E. Proses studi
1. Identifikasi Kasus
Proses identifikasi pasien yang dilakukan oleh penulis pada karya tulis
ilmiah ini yaitu dengan mencari fenomena yang ada melalui berbagai
sumber media seperti hasil studi kasus, jurnal, data dari World Health
Organization dan hasil RISKESDAS.
2. Pemilihan Kasus
Proses pemilihan kasus dalam karya tulis ilmiah ini penulis
melakukan praktek pengambilan kasus di RSUD Dr R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga, selanjutnya penulis ke diklat dengan membawa
surat pemberitahuan pengambilan kasus, setelah dibagi ruangan oleh diklat
penulis langsung menuju ruangan yang dibagi lalu berkoordinasi dengan
kepala ruang untuk pemilihan kasus ini. Penulis selanjutnya melakukan
proses pemilihan sesuai dengan kriteria subyek studi kasus yang sudah
ditentukan oleh penulis sendiri, jika pada hari itu belum menemukan pasien
maka penulis akan menunggu sampai hari ke -2.
3. Kerja Lapangan / Pengelolaan Kasus
Penulis mengelola kasus selama 3 hari, selama pelaksanaan asuhan
keperawatan langkah pertama yang akan penulis lakukan yaitu dengan
memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan dari penulis. Setelah itu
penulis meminta persetujuan kepada pasien dan keluarga untuk dijadikan
pasien kelolaan selama 3 hari berturut- turut dengan adanya bukti
penandatanganan surat persetujuan sebagai pasien kelolaan.
Setelah pasien dan keluarga setuju penulis akan langsung melakukan
pengkajian sesuai dengan format yang akan digunakan oleh penulis, setelah
melakukan pengkajian lalu penulis akan melakukan pemeriksaan fisik
secara Head To Toe pasien. Setelah data lengkap penulis langsung
merumuskan diagnosa dan menyusun intervensi, dan hari itu juga penulis
akan melaksanakan implementasi sesuai dengan intervensi yang telah
dirumuskan. Penulis juga akan membantu kebutuhan pasien yang memang
pasien dan keluarga tidak bisa melakukannya sendiri..
4. Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan oleh penulis dalam karya tulis ilmiah
ada 3 cara yaitu :
a. Reduksi data
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemisahan, penyederhanaan,
dan transformasi data yang muncul dari catatan lapangan (Sugiyono,
2013). Pada tahap ini penulis mengelompokan masalah pasien sesuai
dengan sistem / pola fungsional gordon dan memprioritaskan masalah
keperawatan berdasarkan kebutuhan Hierarki menurut Maslow.
b. Penyajian data
Pada tahap ini penulis menyajikan data yang telah didapatkan oleh
penulis dalam bentuk narasi, tabel, dan juga memunculkan pola/
pemeriksaan yang bermasalah.
c. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan
membandingkan indikator pada outcome awal dengan indikator pada saat
dilakukan evaluasi, apakah masalah keperawatan teratasi atau belum.

5. Interpretasi Data
Pada tahap ini penulis menganalisa data yang telah didapatkan lalu
penulis memasukan dalam tabel untuk menetapkan Diagnosa
keperawatanberdasarkan North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA), lalu penulis membandingkan Diagnosa keperawatanyang
muncul di kasus dengan Diagnosa keperawatanyang ada di teori, setelah itu
penulis menyusun tujuan berdasarkan Nursing Outcome Classification
(NOC) dan menyusun intervensi berdasarkan Nursing Intervention
Classification (NIC).
F. Tempat dan Waktu Studi Kasus
Tempat studi kasus yang dilakukan oleh penulis yaitu bertempat di
Ruang Lavender RSUD Dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Waktu
studi kasus yang dilaksanakan oleh penulis yaitu pada 31 Desember 2019
sampai 2 Januari 2020.

G. Etika Studi Kasus


Etika studi kasus yang dipakai penulis dalam studi kasus ini terdiri atas self
determination, anonymity dan confidentially, privacy dan dignity, justice atau
keadilan, beneficience atau bermanfaat, informed concent yang diuraikan
seperti berikut :
1. Self Determination
Self determination yaitu pasien yang menjadi bahan studi kasus diberi
hak untuk memutuskan agar menjadi bahan studi kasus atau tidak itu
tergantung kemauan pasien (Hidayat, 2009). Penulis memberikan hak
kepada keluarga dan pasien untuk memutuskan apakah bersedia tau tidak
menjadi pasien kelolaan penulis yaitu dengan memberikan lembar
persetujuan kepada pasien, jika bersedia maka pasien tanda tangan dilembar
persetujuan.
2. Anonymity dan Confidentially
Anonymity dan confidentiality yang dilakukan oleh penulis harus baik
dan kerahasiaan diberikan agar data pasien tidak tersebar luas dengan
menginisialkan pasien dan adanya anonimitas agar data yang diperoleh bisa
dirahasiakan (Hidayat, 2009). Pada studi kasus ini penulis tidak
mencantumkan nama secara lengkap cukup mencantumkan nama inisal saja.
Selain itu penulis juga meminta izin terkait dengan pengambilan foto luka
yang ada pada pasien, namun penulis menjelaskan pada pasien bahwa yang
difoto itu hanya luka nya saja bukan wajah.
3. Privacy dan Dignity
Manusia sebagai subjek dalam studi kasus mempunyai hak dan privasi
untuk mendapatkan kerahasiaan informasi. Sehingga peneliti perlu
merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi subjek yang
tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh
orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan meniadakan identitas seperti
nama dan alamat subjek kemudian diganti dengan kode tertentu, dengan
begitu informasi pasien tidak terekspos secara luas (Dharma, 2011). Pada
studi kasus ini penulis menjaga informasi dan identitas pasien, tidak
mempublikasikan privacy pasien kecuali atas izin pasien.
Studi kasus harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia. Subjek studi kasus memiliki hak asasi dan kebebasan
untuk menentukan pilihan, tidak boleh ada paksaan, dan mendapatkan
informasi terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan studi kasus meliputi
tujuan dan manfaat studi kasus, prosedur studi kasus, resiko studi kasus,
keuntungan kemungkinan didapat dan kerahasiaan informasi. Setelah
mendapat penjelasan yang lengkap dan mempertimbangkan, subjek
menentukan apakah akan ikut serta atau menolak sebagai subyek studi
kasus.
4. Justice atau Keadilan
Prinsip keterbukaan dalam studi kasus mengandung makna bahwa
studi kasus dilakukan dengan jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan
secara profesional. Prinsip keadilan mengandung makna bahwa studi kasus
memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan subjek (Dharma, 2011). Pada studi kasus ini penulis
memberikan hal yang sama kepada semua pasien selama berlangsungnya
proses studi sampai selesai tanpa adanya diskriminasi.
5. Beneficience atau Bermanfaat
Prinsip ini mengandung mana bahwa setiap studi kasus harus
mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek studi kasus
dan populasi dimana hasil studi kasus akan diterapkan. Prinsip ini harus
diperhatikan oleh peneliti ketika mengajukan usulan studi kasus untuk
mendapatkan persetujuan etik dari komite etik studi kasus. Peneliti harus
mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian (Dharma, 2011).
Pada studi kasus ini penulis melaksanakan tindakan keperawatan kepada
pasien sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan tidak
merugikan pasien.
6. Informed Consent atau Persetujuan
Merupakan cara persetujuan antara penulis dengan partisipan, dengan
memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent
tersebut diberikan sebelum studi kasus dilaksanakan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent
adalah agar partisipan mengerti maksud dan tujuan studi kasus, mengetahui
dampaknya, jika pasien bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan, serta bersedia untuk direkam dan jika pasien tidak
bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien (Swarjana, 2012).
Pada studi kasus ini penulis memberikan lembar persetujuan antara penulis
dan pasien dan memberikan informasi yang terkait dengan studi kasus yang
dilakukan kepada pasien.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Studi Kasus (Resume Asuhan Keperawatan)


1. Pengkajian
Pasien bernama Tn K berusia 51 tahun seorang Petani, beragama
islam, bersuku jawa, alamat Brecek 04/01, masuk ke rumah sakit pada
tanggal 31 Desember 2020, dikaji oleh penulis pada tanggal 31 Desember
2020 dengan Diagnosa keperawatan medis Ulkus Diabetikum, pasien
ditunggui oleh anak pasien yang bernama Tn. D berusia 23 tahun yang
bekerja sebagai buruh pabrik yang beralamatkan di Brecek 04/01. Saat
dikaji pasien mengatakan nyeri di luka, p : nyeri bertambah jika ditekan, q:
seperti ditusuk-tusuk, r : di bagian telapak kaki kanan, s : skala 5, t : nyeri
yang dirasakan hilang timbul.
Pasien datang kerumah sakit melalui IGD RSUD dr R Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga pada hari Selasa pukul 12:00 WIB, dengan
keluhan merasakan nyeri pada luka ditelapak kaki sebelah kanan. Luka pada
telapak kaki kanan pasien terjadi karena pasien menginjak lantai yang panas
didepan rumah. Pasien mengatakan pernah di opname dirumah sakit dengan
keluhan lainnya dan baru kali ini pasien di opname di rumah sakit dengan
keluhan seperti sekarang. Pada riwayat penyakit keluarga pasien
mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai sakit seperti
pasien, tidak ada penyakit keturunan, penyakit jantung dan penyakit
menular lainnya.
Pasien dan keluarga mengatakan kesehatan itu penting dan jika sakit
pasien biasanya selalu berobat ke puskesmas atau klinik disekitar rumah
pasien. Pasien dan keluarga mengatakan tidak tahu pasien itu sakit apa,
pasien juga tidak tahu tanda gejala, komplikasi dan perawatan sakitnya.
Pasien mengatakan sebelum dan selama sakit selalu makan dengan
porsi yang cukup dan selalu minum air putih satu sampai delapan gelas
dalam sehari.
Pada pola eliminasi pasien mengatakan sebelum dirumah sakit pasien
BAK kurang lebih lima sampai enam kali dalam sehari dengan warna jernih,
tidak ada nyeri saat BAK, dan pasien biasa BAB satu kali dalam sehari
dengan konsistensi padat, bau khas. Saat di rumah sakit pasien mengatakan
sudah BAK lima kali, dan terakhir BAB terakhir tadi pagi sebelum pasien
dibawa ke rumah sakit.
Sebelum sakit pasien tidur malam 8 jam dan tidur siang 1 jam, pasien
merasa puas dengan tidurnya, pasien tidur malam nya nyenyak. Selama
sakit pasien tidur malam 7 jam dan tidur siang 2 jam, pasien mengatakan
tidurnya nyenyak.
Pada pengkajian pola kognitif dan persepsi sebelum sakit dan selama
pasien di rumah sakit pasien mengatakan tidak mengalami gangguan atau
tidak mengalami penurunan pada panca indra.
Pada pengkajian luka Bates – Jensen pada tanggal 31 Desember
diperoleh skor 14, tanggal 1 Januari skor 14, tanggal 2 Januari skor 13
semuanya berada dalam tahap wound regeneration. Pemeriksaan fisik pasien
diperoleh data, keadaan umum sedang dengan kesadaran Composmetis
dengan nilai GCS E4M6V5, dengan tekanan darah 114 / 80 mmHg, suhu
36,50 celcius, nadi 90 kali / menit, RR 20 x/menit dengan BB : 57 Kg dan
Tb : 163 cm. Kepala pasien berbentuk mesosephal, warna rambut hitam,
rambut bersih, tidak ada benjolan, tidak mengalami kerontokan dan tidak
ada luka. Mata simetris, konjungtiva ananaemis, sklera anikterik, pupil an-
isokor, ukuran pupil sama besar kurang lebih kanan 3 mm kiri 3 mm, reflek
pupil terhadap cahaya ada yaitu pupil akan mengicil jika terkena cahaya.
Pada wajah tidak ada jejas, jika nyeri muncul pasien mengerinyitkan dahi.
Hidung simetris, tidak terpasang nasal kanul, hidung tampak bersih dan
tidak ada polip.
Pada pemeriksaan mulut dan gigi didapatkan hasil mukosa bibir
lembab, tidak ada karies pada gigi, dan pasien tidak menggunakan gigi palsu
lidah bersih, mulut tidak bau, tidak ada stomatitis. Telinga simetris, tidak
ada serumen, dan pasien tidak menggunakan alat bantu dengar. Pada leher
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada jejas atau luka dan tidak ada
peningkatan vena jugularis, tidak ada nyeri telan.
Pada pemeriksaan fisik paru-paru didapatkan hasil inspeksi: simetris,
bersih, tidak ada lesi, tidak ada retraksi dinding dada, palpasi: vocal fremitus
dada kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan, perkusi: sonor, auskultasi:
vesikuler. Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan hasil inspeksi: ictus
cordis terlihat, perkusi: terkompensasi, auskultasi: S1, S2, tidak ada bunyi
tambahan. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil bentuk
simetris, bersih, warna kulit merata, tidak ada lesi, bising usus aktif, bunyi
timpani, tidak ada pembesaran hepar.
Pada bagian genetalia tidak ada gangguan reproduksi, urin kuning
kecoklatan, tidak terpasang kateter, berjenis kelamin laki-laki, tidak ada
hemoroid. Pada ektremitas, pasien terpasang Infus Nacl 20 tpm di tangan
kanan, ada ulkus di telapak kaki kanan. Luka nyeri jika ditekan muncul
kadang – kadang atau hilang timbul dengan skala 5 seperti tertusuk-tusuk.
Pasien mendapat program terapi infus Nacl 20 tpm, injeksi ketorolak
2x30mg, injeksi ranitidine 2x25mg, injeksi ceftriaxone 1gr per 12 jam, infus
metronidazole 3x500mg, Infus paracetamol 500mg (bila suhu pasien > 380
C), Insulin Novorapid 3x1, Insulin Lavemir 1x1.
Pemeriksaan laboratorium pasien pada tanggal 31 Desember 2019
didapatkan hasil: Hemoglobin 12,9 g/dL (N: 13.2-17.3), Leukosit 10.000/ul
(N:3.800-10.600), Hematokrit 42% (N:40-52), Eritrosit 4.4 juta/ul (N:4.4-
5.9), Eosinofil 0 % (N: 1-3), Limfosit 26 % (N: 26-40), Netrofil Segmen
66% (N:50-70), Gula Darah Sewaktu 706,7 mg/dL (N: 100-150),
Trigliserida 164,4 mg/dL (N:70-140).
Pada pemeriksaan EKG tanggal 31 Desember 2019, didapatkan hasil:
sinus rhythm Normal ECG.

2. Analisa Data
Tabel 4.1 analisa data

No Tanggal Data Etiologi Problem


1 31/12/19 Ds : pasien mengatakan nyeri Agen cedera Nyeri Akut
pada luka fisik
P : nyeri bertambah jika
ditekan
Q : seperti ditusuk – tusuk
R : di bagian telapak kaki
kanan
S : skala 5
T : hilang timbul
Do : tampak meringis jika
luka ditekan, pasien tampak
mengerinyitkan dahi jika
nyeri muncul
2 31/12/19 Ds : pasien mengatakan luka Gangguan Kerusakan
ditelapak kaki kanan karena sensasi (DM) Integritas Kulit
menginjak lantai yang panas
Do : luka tampak ditelapak
kaki kanan tidak sampai
jaringan, luka ada eksudatnya
sedikit, ada slough, tidak ada
jaringan nekrosis hitam
3 31/12/19 Ds : pasien mengatakan tidak Kurang Defisiensi
tahu tentang penyakitnya, Informasi Pengetahuan
cara perawatan dan
komplikasi yang mungkin
dari penyakitnya
Do : pasien tampak bingung
ketika ditanya tentang
penyakit, perawatan dan
komplikasi penyakitnya
4 31/12/19 Ds : Pasien mengatakan Pemantauan Risiko
sebelumnya belum tau jika Gula Darah Ketidakstabilan
mempunyai penyakit gula Tidak adekuat Kadar Glukosa
Do : GDS pagi 706,7 mg / dl, darah
TD : 114 / 71 mmHg,
3. Diagnosa keperawatan Prioritas
Diagnosa keperawatan Prioritas tanggal 31 Desember 2019 – 2 Januari 2020
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi (DM)
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
d. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
pemantauan glukosa darah tidak adekuat
4. Intervensi, Implementasi, Evaluasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri akut teratasi dengan kriteria hasil :
Tabel 4.2 indikator tingkat nyeri

Indikator Awal Target


Nyeri yang dilaporkan 4 2
Ekpresi nyeri wajah 4 2
Nyeri yang dilaporkan 4 2
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konstan menunjukkan
NIC : Manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
b. Ukur skala nyeri
c. Observasi petunjuk non verbal ketidaknyamanan
d. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis
e. Atur posisi pasien agar pasien merasa nyaman
f. Edukasi pada keluarga untuk memilih tindakan yang tepat untuk
menurunkan nyeri pada pasien
g. Kolaborasikan dengan dokter tentang pemberian anlgesik jika
diperlukan
Implementasi tanggal 31 Desember 2019 – 2 Januari 2020 :
Mengkaji nyeri secara komprehensif, mengukur skala nyeri,
mengobservasi respon non verbal ketidaknyamanan, mengajarkan teknik
non farmakologis yaitu tarik nafas dalam untuk mengurangi nyeri,
menginstruksikan pasien untuk tarik nafas dalam jika nyeri, mengatur
posisi pasien dengan posisi semifowler agar pasien merasa nyaman,
memberikan injeksi analgesik pada pasien sesuai yang dianjurkan dokter

Evaluasi
Tanggal 2 Juni 2018
S : pasien mengatakan nyeri di luka telapak kaki sebelah kanan sudah
berkurang, skala 3
O: tekanan darah 120 / 80 mmHg, suhu 36,9 0 celcius, nadi 90 kali /
menit, RR 21 x/menit
A : masalah nyeri akut teratasi
Tabel 4.3 tabel evaluasi indikator tingkat nyeri

Indikator Awal Target


Nyeri yang dilaporkan 4 2
Ekpresi nyeri wajah 4 2
Nyeri yang dilaporkan 4 2
P : delegasikan intervensi
1. Pertahankan posisi nyaman pada passien
2. Kaji nyeri secara komprehensif
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sensasi (DM)
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan integritas kulit membaik dengan kriteria hasil :
Tabel 4.4 indikator integritas jaringan : kulit dan membran mukosa

Indikator Awal Target


Elastisitas 2 4
Tekstur 2 4
Integritas kulit 3 5
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
NIC : perawatan luka
a. Angkat balutan dan plester perekat
b. Monitor luka, drainase warna, ukuran dan bau
c. Ukur luas luka
d. Bersihkan dengan normal saline
e. Berikan balutan yang sesuai
f. Perkuat balutan luka
g. Periksa luka setiap kali perubahan balutan
h. Ajarkan pasien dan keluarga pasien untuk mengeal tanda gejala
infeksi
i. Ajarkan pasien dan keluarga tentang perawatan luka
j. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam
Implementasi tanggal 31 Desember 2019 – 2 Januari 2020 :
Mengangkat balutan dan plester, mengukur luas luka dan warna,
membersihkan luka dengan Nacl 0.9%, menutup luka dengan kasa dan
memberi perekat, mengajarkan pasien dan keluarga tentang tanda gejala
infeksi, memonitor kulit pasien, mengamati kulit dan tekstur kulit pasien,
menginstruksikan pasien untuk reposisi 2 jam sekali. Mengangkat
balutan dan plester, mengukur luka, membersihkan luka dengan Nacl
0.9%, menutup luka dengan kasa dan memberi perekat, mengamati
warna, tekstur kulit pasien, memonitor kulit. Membuka balutan luka,
mengukur luka, warna dan bau, membersihkan luka dengan Nacl 0.9%,
menutup luka dengan kasa dan plester.
Evaluasi
Tanggal 2 Januari 2020
S : pasien mengatakan luka dirawat 1 kali dalam sehari, luka tidak
merembes
O : kulit kering, luka tertutup kasa, tidak rembes
A : masalah kerusakan integritas kulit belum teratasi
Tabel 4.5 tabel evaluasi indikator integritas jaringan : kulit dan membran
mukosa

Indikator Awal Target Akhir


Elastisitas 2 4 2
Tekstur 2 4 2
Integritas kulit 3 5 4
P : delegasikan intervensi
1. Rawat luka 1 x 1 hari
2. Monitor luka
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pengetahuan pasien meningkat dengn kriteria hasil :
Tabel 4.6 indikator pengetahuan : pengajaran penyakit

Indikator Awal Target


Mengetahui tanda dan gejala 1 4
Komplikasi 1 4
Proses perjalanan penyakit 1 4
Keterangan :
1. Tidak ada pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat banyak
NIC : pengajaran proses penyakit
a. Kaji tingkat pengetahuan terkait penyakit
b. Review pengbetahuan pasien mengenai kondisinya
c. Jelaskan tanda gejala penyakit
d. Identifikasi kemungkinan penyebab infeksi
e. Berikan informasi pada pasien mengenai kondisinya
f. Jelaskan komplikasi yang ada
g. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi yang mendatang
h. Peringatkan pasien terkait dengan hal yang mengakibatkan cedera
kaki
i. Jelaskan pentingnya menggunakan alas kaki
j. Ajarkan cara memotong kuku kaki yang baik
Implementasi tanggal 31 Desember 2019 – 2 Januari 2020 :
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit, memberi
informasi pada pasien mengenai kondisinya, merivew pengetahuan
pasien tentang kondisinya, menjelaskan tentang penyebab penyakit ulkus
DM, merivew pengetahuan pasien, menjelaskan tentang tanda gejala
penyakit ulkus DM, menjelaskan tentang penyebab ulkus DM.
Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang seperti memakai alas kaki,
menjelaskan tentang komplikasi ulkus dm, menjelaskan pentingnya
menggunakan alas kaki, menjelaskan tentang komplikasi jika kaki cidera,
mengajari pasien cara memotong kuku, merivew pengetahuan pasien
tentang ulkus DM, menjelaskan tentang penyebab, komplikasi ulkus DM.
Merivew tentang cara memotong kuku, merivew pegetahuan tentang
pentingnya penggunaan alas kaki, merivew tentang penyebab tanda
gejala dan komplikasi.
Evaluasi
Tanggal 2 Januari 2020
S : pasien mengatakan ingat tentang penyebab, tanda gejala, komplikasi
dan perawatan pada ulkus dm
O : pasien tampak sudah mulai memahami tentang sakit yang dideritanya
A : masalah defisiensi pengetahuan teratasi
Tabel 4.7 tabel evaluasi indikator pengetahuan : pengajaran penyakit

Indikator Awal Target Akhir


Mengetahui tanda dan gejala 1 4 4
Komplikasi 1 4 4
Proses perjalanan penyakit 1 4 4
P : delegasikan intervensi
1. Review pengetahuan pasien
2. Beri penjelasan yang diperlukan
d. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
pemantauan glukosa darah tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan kadar glukosa stabil dengan kriteria hasil :
Tabel 4.8 indikator keparahan hiperglikemi

Indikator Awal Target


Kelelahan 3 5
Sakit kepala 3 5
Perubahan gula darah 2 4
Keterangan :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : menejemen hiperglikemi
a. Pantau kadar glukosa darah
b. Pantau tanda gejala hiperglikemi (kelelahan, sakit kepala, pengaburan
visual)
c. Pantau tekanan darah dan denyut jantung
d. Kelola insulin seperti yang ditentukan
e. Jaga akses IV
f. Pantau keton urin
g. Konsultasikan dengan dokter jika hiperglikemi memburuk
NIC : menejemen hipoglikemi
a. Monitor tanda gejala hipoglikemi
b. Instruksikan pasien untuk selalu patuh terhadap diit terapi insulin
Implementasi tanggal 31 Desember 2019 – 2 Januari 2020 :
Menanyakan gula darah pagi hari, memberi obat, mengukur TD
dan N, mengganti sprei tempat tidur, mengecek gula darah pasien,
memantau tanda hiperglikemi, mengkur TD dan N, memberi perekat
pada infus pasien,. Mengukur TD dan N, memantau adanya tanda
hiperglikemi, mengecek gula darah, memonitor adanya tanda
hiperglikemi, mengecek gula darah, memberi insulin Novorapid 3x24ui,
memberi obat, mengecek gula darah pagi. Mengukur TD dan N, memberi
obat, mengecek gula darah sore, mengukur tekanan darah dan nadi,
mengecek gula darah malam, mengecek gula adarah pagi, memberi inslin
novorapid 10iu, memberi obat.
Evaluasi
Tanggal 2 Januari 2020
S : pasien mengatakan gula darah pagi 109 mg/dl, pasien tidak pusing,
tidak lemas, tidak kelelahan
O : TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/ menit, GDs malam 110 mg/dl, Gds
pagi 109mg/dl
A : masalah risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah belum teratasi
Tabel 4.9 evaluasi indikator keperahan hiperglikemi

Indikator Awal Target Akhir


Kelelahan 3 5 5
Sakit kepala 3 5 5
Perubahan gula darah 2 4 3
P : delegasikan intervensi
1. Cek gula darah pagi dan sore
2. Cek TD dan N pagi sore malam
3. Kelola insulin
B. Pembahasan
Penulis dalam sub bab ini akan membandingkan antara temuan kasus dan
teori yang ada, kemudian penulis juga akan membahas kesenjangan antara
kasus dan teori. Setelah itu mengubungkan dengan teori yang ada melalui
pendekatan proses keperawatan pada kasus asuhan keperawatan pada Tn K
dengan gangguan sistem endokrin : ulkus diabetikum di ruang Lavender RSUD
dr R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Adapun lingkup dari pembahasan
dalam bab ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan, dalam
pengkajian meliputi kegiatan mengumpulkan data, memvalidasi data,
mengorganisasian data dan mencatat data yang telah diperoleh. Pengkajian
merupakan dasar yang digunakan untuk merumuskan diagnosa keperawatan
untuk mengembangkan rencana agar tindakan yang dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pasien (Dinarti, 2009).
a. Hasil pengkajian yang di temukan pada Tn. K diperoleh data untuk
menegakan diagnosa keperawatan nyeri akut adalah pasien mengeluh
nyeri di luka yang terdapat pada telapak kaki kanan, nyeri bertambah jika
ditekan, seperti ditusuk-tusuk, di bagian telapak kaki kanan, dengan skala
5, waktu muncul kadang – kadang, pasien tampak meringis jika luka
sedang ditekan.
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai
isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan seperti peradangan,
infeksi jasad renik atau kejang otot (Tjay dan Rahardja, 2010).
Nyeri bisa terjadi karena adanya rangsangan nyeri yang diterima
oleh reseptor berjalan melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan
kemudian berakhir di korteks somatosensorik primer. Nyeri tekan yang
terjadi pada pasien termasuk dalam klasifikasi nyeri dalam / profunda.
Nyeri tersebut berasal dari reseptor sendi tendon, fasia dan organ dalam
visera. Nyeri ini bersifat tumpul, misalnya dirangsang dengan tekanan,
kerusakan jaringan dan stimulasi kimiawi (Satyanegara, 2014).
Pada kasus ditemukan pasien nyeri dengan skala 5 padahal pada
pasien ulkus diabetikum karena neuropati terdapat luka dalam tidak
nyeri, berhubungan dengan selulitis, ada abses jaringan dalam. Pasien
bisa merasakan nyeri dengan skala 5 karen pasien mengalami neuropati
jenis symmetric polyneuropathy, bentuk ini paling banyak dijumpai.
Pada awal nya biasanya terjadi gangguan serabut halus ditemukan gejala
sensibilitas, dapat berupa parestesia, rasa tebal dan rasa nyeri (Grace dan
Borley, 2010).
Data pendukung dari Heardman (2015) data yang diperlukan untuk
menegakan Diagnosa keperawatan nyeri akut adalah diaforesis, ekpresi
wajah nyeri (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis), fokus pada diri sendiri,
keluhan tentang intensitas nyeri menggunakan standar skala nyeri ,
keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
(misal pemberi asuhan, anggota keluarga), mengekspresikan perilaku
(misal gelisah, merengek, menangis, waspada), perilaku distraksi,
perubahan posisi untuk menghindari nyeri, perubahan selera makan,
sehingga data yang tidak ditemukan dikasus adalah :
1) Fokus pada diri sendiri, data tersebut tidak ditemukan dikasus karena
nyeri yang dirasakan pasien tidak termasuk nyeri sedang atau hebat,
sehingga pasien masih bisa mengalihkan dan mengontrol nyerinya
sendiri. Fokus menurut Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah
pusat atau dalam pengertian lain unsur yang menonjolkan suatu
bagian kalimat sehingga perhatian tertarik pada bagian itu.
2) Perilaku distraksi, data tersebut tidak ditemukan di kasus karena
kekurangan penulis dalam mendokumenntasikan data tersebut.
Distraksi menurut Asmadi (2011) adalah sebuah pengalihan perhatian
klien terhadap nyeri.
3) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri, data ini tidak ditemukan
dikasus karena kekurangan penulsi dalam mendokumentasikan respon
klien saat nyeri dirasakan.
4) Perubahan selera makan, data tersebut tidak ditemukan karena nyeri
yang dirasakan pasien tidak sampai menimbulkan dampak sampai
perubahan selera makan pasien. Anoreksia atau hilangnya selera
makan ini bisa disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuh dan
biasanya akan hilang seiring berjalannya waktu (Anggarani, 2013).
5) Diaforesis, data tersebut tidak ditemukanan dikasus karena nyeri yang
dirasakan oleh pasien hanya skala ringan yaitu dengan skor 3,
menurut Asmadi (2011) diaforesis adalah pembuangan zat
metabolisme melalui keringat Data berikut ini mendukung Diagnosa
keperawatannyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Hasil pengkajian yang ditemukan pada Tn K diperoleh data untuk
menegakan Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit adalah
pasien mengatakan luka ditelapak kaki kanan karena menginjak lantai
panas, luka tampak ditelapak kaki kanan tidak sampai merusak
jaringan, luka ada eksudatnya sedikit, ada slough, tidak ada jaringan
nekrosis hitam.
Slough adalah luka dengan warna dasar kuning atau kuning
kehijauan yang merupakan jaringan nekrosis (Arisanti, 2013). Slough
ini terbentuk karena nanah beku pada permukaan kulit, jaringan ini
juga mengalami kegagalan vaskulerisasi dalam tubuh dan memilki
eksudat yang banyak. Slough ini terjadi juga bisa karena balutan yang
kurang lembap (Puspita, 2013). Nekrosis adalah destruksi sel rusak
yang disertai dengan proses inflamasi, misalnya pada gangren,
biasanya berwana hitam.
Data pendukung dari Heardman (2015) data yang
diperlukan untuk menegakan diagosa keperawatan kerusakan
integritas kulit adalah benda asing menusuk permukaan kulit,
kerusakan integritas kulit, sehingga data yang tidak ditemukan dikasus
adalah :
1) Benda asing menusuk permukaan kulit, data ini tidak ditemukan
dalam kasus karena luka yang dialami oleh pasien bukan luka
tusukan melainkan karena luka tertekan benda tumpul akibat
terpeleset. Luka adalah perubahan kontinuitas jaringan selular dan
anatomi yang dapat terjadi pada kulit ataupun mukosa dan
berespons pada proses penyembuhan luka (Sugiaman, 2011).
c. Hasil pengkajian yang ditemukan pada Tn K diperoleh data untuk
menegakan Diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan adalah
pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, cara perawatan
dan komplikasi yang mungkin dari penyakitnya, pasien tampak
bingung ketika ditanya tentang penyakitnya, perawatan dan
komplikasi penyakitnya. Data pendukung dari Heardman (2015) data
yang diperlukan untuk menegakan diagnosa keperawatan defisiensi
pengetahuan adalah ketidakakuratan melakukan tes, ketidakakuratan
melakukan perintah, kurang pengetahuan, perilaku tidak tepat(misal
histeria, bermusuhan, agitasi, apatis), sehingga data yang tidak
ditemukan di kasus adalah :
1) Ketidakakuratan melakukan tes, data tersebut tidak ditemukan
dikasus karena pada dasarnya hal tersebut tidak dilakukan oleh
penulis, penulis hanya menggali pengetahuan pasien mengenai
pengetahuan. Tes menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
pengujian tingkat kecerdasan seseorang, terlepas dari
pendidikannya.
2) Ketidakakuratan melakukan perintah, data tersebut tidak ditemukan
di kasus karena kekurangan penulis dalam pengkajian, penulis
tidak memerintahkan pasien terkait dengan pengetahuan penyakit
pasien. akurata menurut KBBI adalah teliti, seksama, cermat, tepat
benar.
3) Perilaku tidak tepat, data tersebut tidak ditemukan dalam kasus
karena kekurangan penulis dalam mendokumentasikan pengkajian,
sebenarnya perilaku tidak tepat ini di lakukan oleh pasien yaitu
dengan tidak bisa menjawab pertanyaan dari penulis terkait dengan
penyakitnya. Perilaku menurut KBBI adalah tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan atau lingkungan.
d. Hasil pengkajian yang ditemukan pada Tn K diperoleh data untuk
menegakan Diagnosa keperawatan risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah adalah GDS pagi 706,7 mg/dl, Td : 114/71 mmHg.
Gula darah pasien mencapai 706,7 mg/ dl pagi hari berarti gula
darah pasien termasuk hiperglikemi. Hiperglikemi menurut Susianto
(2011) adalah komdisi dimana tubuh cenderung membuang seumlah
besar glukosa di dalam darah dengan cara mengalirkan air keluar dari
sel tubuh menuju akiran darah. Proses ini bertujuan melarutkan gula
dalam darah dan membuangnya lewat saluran urin.
Data dukungan Heardman (2015) untuk menegakan Diagnosa
keperawatan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah asupan
diit tidak adekuat, kehamilan, kurang kepatuhan pada rencana
menejemen diabetes, kurang pengetahuan tentang menejemen
penyakit, menejemen diabetes tidak tepat, menejemen medikasi tidak
efektif, pemantauan glukosa darah tidak adekuat, penurunan berat
badan berlebih, stres berlebih, tidak menerima diagnosis. Data yang
tidak ditemukan dikasus adalah :
1) Asupan diit tidak adekuat, data tersebut tidak ada adalam kasus
karena diit yang ada dirumah sakit sudah cukup adekuat untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.diit pada pasien dengan
diabetes melitus ini bertujuan untuk merasa nyaman, mencegah
komplikasi yang lebih berat, serta memperbaiki kebiasaan makan
untuk mendapatkan kontrol metabolisme yang lebih baik (kariadi,
2009).
2) Menejemen diabetes tidak tepat, data tersebut tidak ditemukan
dalam kasus karena menejemen yang sudah ada menurut penulis
sudah cukup tepat untuk menangani masalah pasien.
3) Menejemen medikasi tidak efektif, data tersbut tidak ada dalam
kasus karena medikasi atau terapi yang ada sudah cukup efektif
untuk menangani diabetes pasien. Medikasi adalah cara utama
terapi yang diprogramkan oleh dokter untuk mengatasi masalah
kesehatan klien (Nurachman dan Sudarsono, 2011).
4) Penurunan berat badan berlebih, data tersebut tidak ada dikasus
karena dalam 6 bulan terakhir pasien tidak mengalami penurunan
berat badan yang berlebih.
5) Stres berlebih, data tersbut tidaka da dikasus karena pada kenyataan
nya pasien tidak mengalami stre yang berlebihan. Stres adalah
kondisi ketegangan dalam diri yang disebabkan oleh interaksi
antara individu dengan lingkungan yang bersumber pada sistem
biologis, psikologis dan sosial dari seseorang (Sarafino dan Smith,
2011).
6) Tidak menerima diagnosis, data tersebut tidak ada dalam kasus
pasien menerima diagnosis yang ada, pasien berserah diri dengan
apa yang sudah menjadi kenyataan yang ada. Diagnosis menurut
KBBI adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti gejala
– gejalanya, pemeriksaan terhadap suatu hal.

2. Diagnosa keperawatan, Intervensi, Implementasi, Evaluasi.


Diagnosa keperawatan merupakan kesimpulan dari masalah pasien
yang telah mengalami perubahan bio-psiko-sosial-spiritual, diagnosa
keperawatan sendiri bisa berupa aktual maupun potensial yang mengancam
nyawa pasien (Dinarti, 2009). Diagnosa keperawatan pada terori ada 10
yang muncul pada kasus Tn K yaitu 4 diagnosa, Diagnosa keperawatan
yang tidak muncul yaitu : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh, resiko infeksi, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, hambatan
mobilitas fisik, inkontinensia urin, kekurangan volume cairan. Sedangkan
diagnosa keperawatan yang muncul yaitu nyeri akut, kurang pengetahuan
kerusakan integritas kulit, dan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.
a. Diagnosa keperawatan yang ada di teori dan ada di kasus
1) Nyeri Akut
a) Diagnosa keperawatan nyeri akut
Nyeri akut didefinisikan pengalaman sensori dan emosional
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual
atau potensial yang digambarkan sebagai kerusakan ; awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
Dengan batasan karakteristik sebagai berikut : bukti nyeri
dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya, diaforesis, dilatasi pupil,
ekpresi wajah nyeri (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau,
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis),
fokus menyempit (misal persepsi waktu, proses berfikir, interaksi
dengan orang lain dan lingkungan), fokus pada diri sendiri,
keluhan tentang intensitas nyeri menggunakan standar skala nyeri ,
keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri, laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
(misal pemberi asuhan, anggota keluarga), mengekspresikan
perilaku (misal gelisah, merengek, menangis, waspada), perilaku
distraksi, perubahan pada parameter fisiologis, perubahan posisi
untuk menghindari nyeri, perubahan selera makan, putus asa, sikap
melindungi area nyeri, sikap tubuh melindungi.
Dengan faktor yang berhubungan antara lain : agen cedera
fisik (misal abses,amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedure bedah, trauma, olahraga berlebihan), agen cedera
biologis (misal infeksi, iskemia, neoplasma), agen cedera kimiawi
(misal luka bakar, kapsaisin) (Herdman, 2015).
Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini karena pada
saat dikaji keluhan utama pasien yaitu nyeri di bagian luka
ditelapak kaki kanan pasien. Sesuai dengan teori Wijaya dan Putri
(2013), pada pasien ulkus dm biasanya akan ditemukan nyeri pada
luka. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini sebagai
diagnosa keperawatan utama karena sesuai teori Hierarki Maslow,
nyeri termasuk dalam rasa aman- nyaman, dan jika nyeri ini tidak
teratasi dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas lain,
menurunkan nafsu makan, mengganggu pola tidur dan pasien akan
takut bergerak di tempat tidur maupun untuk mobilisasi yang lain
(Sjamsuhidayat, 2012).
b) Intervensi
Tujuan tindakan dari diagnosa keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan agen injuri fisik adalah selama dilakukan
asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri akut
teratasi dengan kriteria hasil nyeri yang dilaporkan, ekspresi wajah
saat nyeri, menggosok area yang terkena dampak.
Intervensi yang terdapat dalam teori ada 10, namun penulis
hanya menyusun 7 , yang tidak dijadikan dalam intervensi yaitu :
(1)Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat prosedure
(2) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan
(3) Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat
Intervensi yang digunakan oleh penulis yaitu :
(1)Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif , penulis
menggunakan intervensi ini karena, dengan mengkaji nyeri
secara keseluruhan maka penulis akan memperoleh data
subyektif dan obyektif dari nyeri pasien. pengkajian yang
digunakan oelh epnulis yaitu menggunakan pengkajian nyeri
PQRST. P = paliatif atau penyebab nyeri, Q = quality / kualitas
nyeri, R = regio/ daerah nyeri, S = skala nyeri, T= time/ waktu
munculnya nyeri. Penilaian skala nyeri itu ada beberapa macam
yaitu : visual analog scale, verbal rating scale, numeric rating
scale, wong baker pain rating scale. Penulis menggunakan
numeric rating scale, karena dianggap menggunakan metode ini
mudah dimengerti dan sederhana. Lebih baik dari VAS terutama
untuk menilai nyeri akut. Dalam merode ini skala digambarkan
dengan angka 0-10 (Yulianti, 2015).
(2) Ukur skala nyeri yang dirasakan oleh pasien
(3)Observasi petunjuk non verbal, intervensi ini digunakan oleh
penulis untuk mengetahui data obyektif dari pasien.
(4)Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis, penulis
menggunakan intervensi ini untuk mengurangi tingkat nyeri
pasien. Menejemen nyeri keperawatan independen terdiri dari :
pengaturan posisi, istirahat, atur posisi fisiologis, teknik
relaksasi, kompres hangat dan es, menejemen sentuhan,
distraksi, menejemen lingkungan, dukungan perilaku, imajinasi
terbimbing (Muttaqin, 2009).
Teknik yang digunakan oleh penulis yaitu relaksasi nafas
dalam, relaksasi adalah sebuah keadaan dimana sesorang
terbebas dari tekanan dan kecemasan atau kembalinya
keseimbangan setelah terjadinya gangguan. Tujuan dari
relaksasi nafas dalam ini untuk mencapai keadaan relaksasi
secara menyeluruh . teknik ini akan lebih efektif bila
dikombinasikan dengan beberapa teknik lainnya seperti Guided
Imagery (Patasik, 2013)
(5) Atur posisi pasien semifowler agar pasien merasakan nyaman
(6) Edukasi keluarga pasien untuk memilih tindakan yang tepat
untuk dilakukan pada pasien dengan tujuan menurunkan nyeri
(7)Kolaborasikan dengan doktek tentang pemberian analgesik jika
diperlukan, intervensi ini dipilih oleh penulis dengan alasan jika
nyeri yang dirasakan oleh pasien terus bertambah bisa
dikolaborasikan dengan dokter terkait pemberian analgesik.
Analgesik merupakan istilah kimia untuk zat yang dapat
menurunkan rasa sakit seperti heroin, opium, codein. Efek
penghilang rasa sakit dimunculkan dengan mereduksi kepekaan
fisik dan emosional individu, serta memberikan penggunaanya
rasa hangat dan nyaman (Amriel, 2007).
c) Implementasi
Penulis melakukan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesik dikarenakan nyeri yang dialami oleh pasien
yaitu skala nyeri sedang, dan pada hari ke 3 nyeri sudah teratasi.
Analgesik merupakan istilah kimia untuk zat yang dapat
menurunkan rasa sakit seperti heroin, opium, codein (Amriel,
2013).

d) Evaluasi
Evaluasi yang dicapai oleh penulis dalam melakukan
tindakan keperawatan pada tanggal 2 Januari 2020 dengan hasil
masalah nyeri akut teratasi karena didapat pada pengkajian hari ke
– 3 pasien mengatakan nyeri dengan skala 3, yang pada awal
pengkajian skala nyerinya 5 dan pasien sudah memenuhi indikator,
pasien melaporkan bahwa nyerinya skala 3, ekpresi wajah tampak
bersemangat, nyeri yang dilaporkan pasien sudah jarang
menunjukkan. Sehingga perawat mempertahankan intervensi
mengkaji nyeri secara komprehensif, agar ketika nyeri datang lagi
perawat dapat mengingatkan agar menggunakan tarik nafas dalam.
2) Diagnosa keperawatan defisiensi pengetahuan
a) Defisiensi Pengetahuan
Didefinisikan sebagai keadaaan atau defisiensi informasi
kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Dengan batasan
karakteristik sebagai berikut: ketidakakuratan melakukan tes,
ketidakakuratan melakukan perintah, kurang pengetahuan, perilaku
tidak tepat(misal histeria, bermusuhan, agitasi, apatis). Dengan
faktor yang berhubungan gangguan fungsi kognitif, gangguan
memori, kurang informasi, kurang minat untuk belajar, salah
pengertian terhadap orang lain (Herdman, 2015).
Pada kasus ditemukan bahwa pasien tidak tahu apa itu
penyakit ulkus diabetikum, penyebab, tanda gejala dan komplikasi
yang bisa disebabkan maka penulis mengangkat diagnosa
keperawatan ini. Penulis mengangkat diagnosa keperawatan ini
sebagai diagnosa keperawatan ke 3 karena berdasarkan teori
Maslow pengetahuan masuk kedalam kebutuhan harga diri, jadi
diharapkan ketika diagnosa keperawatan ini teratasi, pasien dapat
mencegah komplikasi lebih lanjut, dikhawatirkan ketika diagnosa
keperawatan ini tidak teratasi akan muncul komplikasi yang lebih
buruk lagi
b) Intervensi
Intervensi yang disusun oleh penulis yaitu 10 dari 10 intervensi
proses pengajaran penyakit,
Intervensi yang diguanakn oleh penulis adalah :
(1)Kaji tingkat pengetahuan terkait penyakit, intervensi nini
digunakan oleh penulis untuk mengetahui seberapa banyak
pengetahuan pasien mengenai sakit yang diderita. Tingkat
pengetahuan seseorang bisa dilihat dari tingkat pendidikan
seseorang karena pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam amupun
diluar sekolah dan sifatnya seumur hidup. Pendidikan semakin
tinggi cenderung akan mudah mendapatkan informasi mengenai
apasaja yang harus diperhatikan untuk menjadikan penyakit
yang diderita tidak semaki parah (Notoatmodjo, 2010).
Penelitian menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat
pengetahuan sesorang maka semakin tinggi pula perilaku
sesorang untuk mencegah terjadinya luka kaki diabetik yang
lebih parah (Wulandari, 2016).
(2)Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya, intervensi ini
digunakan untuk mengulang ingatan pasien tentang apa yang
telas disampaikan nantinya oleh penulis.
(3)Jelaskan tanda gejala penyakit, intervensi ini dipilih oleh
penulis untuk menambah pengatahuan pasien mengenai tanda
gejala ulkus diabetikum. Tanda gejala ulkus diabetikum menurut
Wijaya dan Putri (2013) adalah : stadium I : gejala tidak khas
(kesemutan), stadium II : klaudikasio intermiten, stadium III :
nyeri saat istirahat, stadium IV : kerusakan jaringan karena
anoksia ulkus.
(4)Identifikasi kemungkinan penyebab, itervensi ini digunakan
untuk mengetahui kemungkinan penyebab pasien mengalami
ulkus diabetikum.
(5)Berikan informasi pada pasien mengenai kondisinya.
(6)Jelaskan komplikasi kronik yang ada, intervensi ini digunakan
oleh penulis untuk memberikan pengtahuan pada pasien
mengani komplikasi ulkus diabetikum. Komplikasi ulkus
diabetikum menurut Fitria (2017) : Gas gangren, osteomielitis,
amputasi, infeksi .
(7)Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan
untuk mencegah komplikasi mendatang.
(8)Peringatkan pasien terkait hal yang mengakibatkan cedera kaki,
intervensi ini dipilih karena menurut penulis hal ini bisa
digunakan untuk mencegah komplikasi luka yang lebih parah
atau mencegah munculnya luka baru.
(9)Jelaskan pentingnya menggunakan alas kaki, intervensi ini
digunakan untuk mencegah terjatuhnya pasien akibat tidak
menggunakan alas kaki.
(10) Ajarkan cara memotong kuku yang baik dan benar,
intervensi ini dipilih oleh penulis untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang personal hygiene yang tida
meninbulkan cidera atau luka.
c) Implementasi
Penulis melakukan semua intervensi yang telah disusun oleh
penulis sendiri. Kekuatan pengelolaan dalan diagnosa keperawatan
ini yaitu : pasien kooperatif ketika dilakukan penyuluhan
kesehatan, penulis juga tampak antusias untuk mengetahui tentang
penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh penulis. Tidak ada
kelemahan pengelolaan dalam diagnosa keperawatan ini. Pasien
dan keluarga sangat antusias mendengarkan setiap penyuluhan
yang dilakukan penulis. Pasien dan keluarga kooperatif saat penulis
memberikan penyuluhan. Penulis tidak mendokumentasikan
penyuluhan cara perawatan luka dirumah.
Penulis pada diagnosa ini melakukan penyuluhan kesehatan
tentang pengertian ulkus dm, komplikasi dari ulkus dm, penyebab
terjadinya infeksi, tanda dan gejala dari ulkus dm, dan cara
melakukan perawatan luka pada pasien. Pada kenyataannya,
penulis memberikan pengetahuan pada pasien dan keluarga pasien
sesuai dengan apa yang terlampir pada leaflet yang dibuat oleh
penulis. Penulis mengajarkan penyuluhan kesehatan ini karena
menurut penulis pengetahuan mengenai ulkus dm pada pasien
dengan ulkus diabetikum ini sangat penting untuk mencegah
infeksi dan komplikasi lebih lanjut lagi.
d) Evaluasi
Penulis merencanakan diagnosa keperawatan ini dapat
teratasi dalam waktu 3 x 24 jam, dan pada kenyataan nya target ini
dapat teratasi dalam waktu 3 x 24 jam. Hal tersebut dikarenakan
pasien mengatakan ingat tentang pengertian, penyebab infeksi,
komplikasi, dan tanda gejala pada ulkus dm, pasien saat ditanya
tentang penyuluhan kesehatan yang diberikan oleh penulis pasien
dan keluarga dapat menjawab dengan tepat sesuai dengan yang
diajarkan oleh penulis.
Defisiensi pengetahuan sudah teratasi karena pasien
mengingat penyuluhan kesehatan yang telah diberikan oleh penulis,
selain itu dari pihak keluarga juga ada anak yang merawat Tn K
sehingga dalam penyuluhan kesehatan melibatkan Tn. K dan
penanggung jawab pasien yaitu anak kandung pasien yaitu Tn D.
Berhubungan dengan sudah teratasinya diagnosa keperawatan
defisiensi pengetahuan maka, penulis mendelegasikan intervensi
kepada perawat ruangan yang ada yaitu : review pengetahuan
pasien, berikan penjelasan yang diperlukan.

3) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah


a) Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
Didefinisikan sebagai kerentanan terhadap variasi kadar
glukosa / gula darah dari rentang normal, yang dapat mengganggu
kesehatan. Dengan faktor risiko sebagai berikut : asupan diit tidak
adekuat, gangguan status kesetahan fisik, gangguan status mental,
kehamilan, keterlambatan perkembangan kognitif, kurang
kepatuhan pada rencana menejemen diabetes melitus, kurang
pengetahuan tentang menejemen penyakit, menejemen diabetes
melitus tidak tepat, menejemen medikasi tidak efektif, pemantauan
glukosa darah tidak adekuat, penambahan berat badan berlebih,
penurunan berat badan berlebih, rata –rata aktivitas harian kurang
dari yang dianjurkan menurut jenis kelamin dan usia, stres berlebih,
tidak menerima diagnosis (Heardman, 2015).
Pada kasus ditemukan kadar glukosa darah pasien naik turun,
pasien kadang merasa lelah dan sakit kepala, sehingga penulis
mengangkat diagnosa keperawatan ini. Penulis mengangkat
diagnosa keperawatan ini sebagai diagnosa keperawatan ke 4
karena diagnosa keperawatan ini masuk kedalam diagnosa
keperawatan potensial, dikhawatirkan ketika diagnosa keperawatan
ini tidak teratasi akan muncul komplikasi yang lebih lanjut lagi dan
terjadi ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah.
b) Intervensi
Intervensi yang disusun oleh penulis yaitu ada 10 intervensi dari 10
intervensi menejemen hiperglikemi, Intervensi yang dipilih penulis
adalah :
1) Pantau kadar glukosa darah, intervensi ini bertujuan untuk
mengetahui kadar glukosa darah pasien.
2) Pantau tekanan darah dan denyut nadi, untuk mengathui tekanan
darah dan nadi pasien.
3) Pantau tanda gejala hiperglikemi, agar pasien tetap dalam
keadaan yang observasi oleh penulis.
4) Kelola pemberian insulin seperti yang ditentukan, intervensi ini
digunakan sebagai upaya untuk mengontrol kadar glukosa darah
agar tetap stabil
5) Jaga akses IV, intervensi ini digunakan agar pemberian cairan
pada pasien tetap terjaga.
6) Pantau keton urin, digunakan untuk mengetahui keparahan
hiperglikemi pada tahap yang lebih lanjut
7) Konsultasikan pada dokter jika hiperglikemi memburuk,
diharapkan dari intervensi ini pasien nantinya akan diberikan
terapi insulin untuk menstabilkan akadar glukosa darah.
8) Monitor tanda gejala hipohlikemi, intervensi ini dipilih oleh
penulis untuk mencegah adanya hipoglikemi yang tidak
terdeteksi pada pasien
9) Instruksikan pasien untuk selal patuh terhadap diit terapi insulin,
intervensi ini digunakan oleh penulis agar kadar glukos adarah
tetap dalam keadaan yang stabil.
c) Implementasi
Semua intervensi yang telah direncanakan dilakukan semua
oleh penulis. Kekuatan pengelolaan dalam diagnosa keperawatan
ini yaitu : pasien kooperatif ketika sedang dilakukkan tindakan
keperawatan. Kelemahan pengelolaan dalam diagnosa keperawatan
ini yaitu : kurangnya perhatian keluarga (anak pasien) dalam
melakukan perawatan kepada pasien, penulis tidak
mendokumentasikan tentang penyulughan kesehatan tentang diit
pasien dm dan tidak membuat leaflet tentang diit pasien dm.
Penulis pada diagnosa ini mengajarkan tentang diit pada
orang dm, namun penulis tidak mendokumentasikan dan tidak
membuat leaflet tentang diit pada orang dm. Penulis tidak membuat
leaflet karena pada dasarnya pasien sudah taat dengan diit yang
dianjurkan.
d) Evaluasi
Penulis merencanakan diagnosa keperawatan ini dapat
teratasi selama 3 x 24 jam, dan sampai hari ke-3 sudah teratasi. Hal
tersebut dikarenakan gula darah pagi 109 mg/dl, gula darah malam
110 mg/dl, pasien juga tidak merasa pusing, tidak lemas, dan tidak
kelelahan. Tetapi menurut penulis itu masih butuh perawatan yang
lebih lanjut sehingga, penulis mendelegasikan intervensi kepada
perawat ruangan yaitu : cek gula darah pagi dan sore, cek TD dan
N pagi sore malam, kelola insulin.
b. Diagnosa keperawatan yang ada di teori tidak ada di kasus
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
didefinisikan sebagai asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik.
Dengan batasan karakteristik seperti berat badan 20% atau lebih
di bawah rentang berat badan ideal, bising usus hiperaktif, cepet
kenyang setelah makan, diare, gangguan sensasi rasa, kahilangan
rambut berlebihan, kelemahan otot pengunyah, kelemahan otot
menelan, kerapuhan kapiler, kesalahan informasi, kesalahan persepsi,
ketidakmampuan memakan makanan, kram abdomen, kurang
informasi, kurang minat pada makan, membran mukosa pucat, nyeri
abdomen, penurunan berat badan dengan asupaan makanan adekuat,
sariawan rongga mulut, tonus otot menurun.
Sedangkan faktor yang berhubungan antara lain faktor biologis,
faktor ekonomi, ketidakmampuan makan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien, kurang asupan
makanan (Herdman, 2015).
Penulis tidak mengangkat Diagnosa keperawatanini karena pada
kasus tidak ditemukan penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir,
bising usus normal, tidak diare, pasien masih mampu mengunyah
makanan, pasien juga mau makan makanan yang ada di rumah sakit,
sehingga data yang ada tidak menunjang untuk mengangkat diagnosa
keperawatan ini.
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Didefinisikan sebagai penurunan sirkulasi darah ke perifer yang
dapat mengganggu kesehatan. Dengan batasan karaterisktik sebagai
berikut : bruit femoral, edema, indek ankle – brankial < 0,90,
kelambatan penyembuhan luka perifer, klaudikasi intermitten, nyeri
ektremitas, parestesia, pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh
dalam uji berjalan 6 menit, pemendekan jarak total yang ditempuh
dalam uji berjalan 6 menit, penurunan nadi perifer, perubahan fungsi
motorik, perubahan karakteristik kulit, perubahan tekanan darah
diektremitas, tidak ada nadi perifer, waktu pengisian kapiler > 3 detik,
warna kulit pucat saat elevasi, Warna tidak kembali ke tungkai 1
menit setelah tungkai diturunkan.
Faktor yang berhubungan dengan diabetes melitus, gaya hidup
kurang gerak, hipertensi, kurang pengetahuan tentang faktor pemberat,
kurang pengetahuan tentang proses penyakit, merokok (Herdman,
2015).
Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan ini karena pada
kasus, pasien masih ada nadi perifer, waktu pengisian kapiler < 3
detik, warna kulit tidak pucat. Sehingga data yang ada menurut
penulis tidak mendukung untuk mendirikan diagnosa keperawatan ini
3) Risiko infeksi
Didefinisikan sebagai rentan mengalami invasi dan multiplikasi
organisme patogenik yang dapat menganggu kesehatan. Dengan faktor
resiko sebagai berikut : kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan patogen, malnutrisi, obesitas, penyakit kronis, prosedur
invasif, gangguan integritas kulit, gangguan peristaltik, merokok,
pecah ketuban dini, pecah ketuban lambat, penurunan kerja siliaris,
perubahan PH sekresi, statis cairan tubuh, imunosupresi, leukopenia,
penurunan hemoglobin, supresi respon inflamasi, vaksinasi tidak
adekuat, terpajan pada wabah (Herdman, 2015).
Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan ini karen pada
kasus leukosit pasien dalam rentang normal, hemoglobin pasien
menurun tapi masih dalam batas wajar, pasien tidak habis menjalani
prosedure invasif, sehingga data tersebut kurang mendukung untuk
mendirikan diagnosa keperawatan ini.
4) Hambatan mobilitas fisik
Didefinisikan sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu
atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah, dengan batasan
karakteristik sebagai berikut : dispnea setelah aktivitas, gangguan
sikap berjalan, gangguan lambat, gangguan spastik, gerakan tidak
terkoordinasi, instabililitas postur, kesulitan membolak balik posisi,
keterbatasan rentang gerak, ketidaknyamanan, melakukan aktivitas
lain sebagai pengganti pergerakan, penurunan kemampuan melakukan
keterampilan motorik halus, penurunan kemampuan melakukan
keterampilan motorik kasar, penurunan waktu reaksi, tremor akibat
bergerak.
Dengan faktor yang berhubungan sebagai berikut : agen
farmaseutikal, ansietas, depresi, disuse, fisik tidak bugar, gangguan
fungsi kognitif, gangguan metabolisme, gangguan muskuloskeletal,
gangguan neuromuskular, gngguan sensoriperseptual, gaya hidup
kurang gerak, indeks massa tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia,
intoleran aktivitas, kaku sendi, keengganan memulai pergerakan,
kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat, kerusakan integritas
struktur tulang, keterlambatan perkembangan, kontraktur, kurang
dukungan lingkungan, kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas
fisik, malnutrisi, nyeri, penurunan kekuatan otot, penurunan kendali
otot, penurunan ketahanan otot, penurunan massa otot, program
pembatasan gerak (Herdman, 2015).
Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan ini dikarenakan
pasien masih bisa bergerak di tempat tidur, masih bisa berjalan ke
kamar mandi, tidak tremor saat bergerak, tidak sesak nafas setelah
aktivitas, sehingga data yang ada tidak bisa dijadikan landasan untuk
mengakat diagnosa keperawatan ini.
5) Inkontinensia Urin
Didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang tidak dapat
mengontrol buang air kecil, dengan batasan karakteristik sebagai
berikut : berkemih sebelum mencapai toilet, sensasi ingin berkemih,
waktu untuk mencapai toilet memanjang setelah ada sensasi dorongan,
ketidakmampuan memulai berkemih secara volunter,
ketidakmampuan menahan berkemih secara volunter, pengosongan
tidak tuntas pada lesi di atas pusat, pola berkemih yang dapat
diprediksi, sensasi dorongan berkemih tanpa hambatan volunter
kontraksi dinding kandung kemih, sensasi kandung kemih penuh,
tidak ada sensasi berkemih.
Dengan faktor yang berhubungan sebagai berikut : gangguan
sensasi motorik, infeksi saluran kemih, obstruksi anatomik, penyebab
multipel, perubahan lingkungan, gangguan fungsi kognisi, gangguan
psikologis, kelemahan struktur panggul, keterbatasan neuromuskular,
impaksi fekal, obstruksi ureter, prolaps pelvik berat, kerusakan
jaringan, gangguan neurologis diatas lokasi pusat mikturisi saktral,
asupan alkohol, asupan kafein (Herdman, 2015)
Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan ini karena
pasien tidak mengalami gangguan dalam berkemih.
6) Kekurangan Volume Cairan
Didefinisikan penurunan cairan intravaskular, interstisial dan
atau intraselular, ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja
tanpa perubahan kadar natrium, dengan batasan karakteristik sebagai
berikut : haus, kelemahan, kulit kering, membran mukosa lembab,
peningkatan frekuensi nadi, peningkatan hematokrit, peningkatan
konsentrasi urine, peningkatan suhu tubuh, penurunan berat badan
tiba-tiba, penurunan pengeluaran urine, penurunan pengisian vena,
penurunan tekanan darah, penurunan tekanan nadi, penurunan turgor
kulit, penurunan turgor lidah, penurunan volume nadi, penurunan
status mental.
Dengan faktor yang berhubungan sebagai berikut : kegagalan
mekanisme regulasi, kehilangan cairan aktif (Herdman, 2015)
Penulis tidak mengangkat diagnosa keperawatan karena pasien
tidak mengalami penurunan berat badan, hematokrit pada pasien
dalam angka normal yaitu Hematokrit 42% (N:40-52), mukosa bibir
pasien lembab, turgor kulit pasien lembab, tanda vital pada pasien
tidak mengalami penurunan atau dalam batas normal.

Anda mungkin juga menyukai