Anda di halaman 1dari 5

NAMA:ST.

FATIMA AZAHRA

KELAS:MANAJEMEN C

NIM:90200119088

RESUME:

“Penjajahan bangsa barat atas dunia Islam Dan perjuangan kemerdekaan negara-negara
Islam”

A.Latar belakangdan motif penjajahan

Umat Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa tiga kerajaan Besar berkuasa,
yakni kerajaan Turki Usmani, Safawi dan Mughal (India).Namun, seperti pada masa
kekuasaan Islam terdahulu, lambat laun kekuatan Islam menurun. Bersamaan dengan
kemunduran tiga kerajaan tersebut, bangsa Barat mulai menunjukkan usaha kebangkitannya.

Kebangkitan bangsa Barat bermuara pada khazanah ilmu pengetahuan dan metode berpikir
yang dikembangkan umat Islam yakni rasional. Di antara jalur masuknya ilmu pengetahuan
Islam ke Eropa yang terpenting adalah Spanyol. Ketika Spanyol Islam mengalami kejayaan,
banyak orang-orang Eropa yang datang untuk belajar ke sana, kemudian menerjemahkan
karya-karya ilmiah umat Islam. Hal ini dimulai sejak abad ke-12.

Gerakan renaisans bangsa Eropa melahirkan perubahan-perubahan besar. Abad ke-16 dan ke-
17 merupakan abad yang paling penting bagi kebangkitan Eropa, sementara pada akhir abad
ke-17 itu pula, dunia Islam mulai mengalami kemunduran. Banyak penemuan-penemuan
dalam segala lapangan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang diperoleh orang-orang Eropa.
Perkembangan itu semakin cepat setelah ditemukan mesin uap, yang kemudian melahirkan
revolusi industri di Eropa. Teknologi perkapalan dan militer berkembang dengan pesat.
Sehingga, dengan kekuatan baru yang mereka miliki, Eropa menjadi penguasa lautan dan
bebas melakukan kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan ke seluruh dunia, tanpa
mendapat hambatan berarti dari lawan-lawan mereka yang masih menggunakan persenjataan
sederhana dan tradisional.

Dalam pada itu, kemorosotan dunia Islam tidak terbatas pada bidang ilmu pengetahuan dan
kebudayaan saja, melainkan mereka juga ketinggalan dari Eropa dalam industri perang,
padahal keunggulan Turki Usmani di bidang ini pada masa-masa sebelumnya telah diakui
oleh seluruh dunia.

B. Penjajahan barat terhadap dunia Islam di anak benua India dan Asia Tenggara

Invasi Eropa terhadap dunia Islam tidak pernah sama, tetapi selalu secara menyeluruh dan
efektif. Penetrasi Barat terhadap dunia Islam di Timur Tengah pertama-tama dilakukan oleh
dua bangsa Eropa terkemuka, Inggris dan Perancis. Inggris terlebih dahulu mencoba
menguasai kerajaan Mughal India. Selama pertengahan terakhir abad ke-18, para pedagang
Inggris telah memantapkan diri di Benggali. Rentang waktu antara 1798 – 1818, dengan
perjanjian atau aksi militer, pemerintahan kolonial Inggris tersebar ke seluruh India, kecuali
lembah Indus, yang baru menyerah pada tahun 1843 – 1849.

Sementara itu Perancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi antara Inggris di
barat dan India di timur. Oleh karena itu, pintu gerbang ke India, yakni Mesir berhasil
ditaklukkan dan dikuasai oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M. Alasan lain Perancis
menaklukkan Mesir adalah untuk memasarkan hasil-hasil industrinya. Mesir, di samping
mudah dicapai dari Perancis juga dapat menjadi sentral aktivitas untuk mendistribusikan
barang-barang ke Turki, Syiria hingga ke timur jauh.

Pada tahun 1799 M., Napoleon Bonaparte meninggalkan Mesir karena situasi politik yang
terjadi di negara tersebut. Ia kemudian menunjuk jenderal Kleber menggantikan kedudukan
Napoleon di Mesir. Dalam suatu pertempuran laut antara Inggris dan Perancis, jenderal
Kleber kalah dan meninggalkan Mesir pada tahun 1801 M., dan di Mesir terjadi kekosongan
kekuasaan.

Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali dengan
didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih kekuasaan dan mendirikan dinasti. Pada masa
itu Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembeharuan, namun
pada tahun 1882 M. dapat ditaklukkan kembali oleh Inggris.

Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke negara-negara muslim


adalah ekonomi dan politik. kemajuan Eropa dalam bidang industri menyebabkannya
membutuhkan bahan-bahan baku, di samping rempah-rempah. Mereka juga membutuhkan
negeri-negeri tempat memasarkan hasil industri mereka. Untuk menunjang perekonomian
tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali. Akan tetapi persoalan agama seringkali terlibat
dalam proses politik penjajahan barat atas negeri-negeri muslim. Trauma Perang Salib masih
membekas pada sebagian orang barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena kedua negara
ini dalam jangka waktu lama, berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.

Kongsi dagang Inggris, British East India Company (BEIC), mulai berusaha menguasai
wilayah India bagian timur, ketika merasa cukup kuat. Penguasa setempat mencoba
mempertahankan kekuasaan dan berperang melawan Inggris. Namun, mereka tidak berhasil
mengalahkan kekuatan Inggris. Pada tahun 1803 M, Delhi, ibukota kerajaan Mughal jatuh ke
tangan Inggris dan berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Inggris.

C. Kemunduran kerajaan Usmani dan expansi barat ke Timur tengah

Kemajuan-kemajuan Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan
Usmani menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan tetapi nama besar Turki Usmani masih
membuat Eropa segan untuk menyerang atau menguasai wilayah-wilayah yang berada di
bawah kekuasaan kerajaan Islam. Namun kekalahan besar Turki Usmani dalam peperangan
di Wina pada tahun 1683 M, membuka mata Barat bahwa Turki Usmani telah benar-benar
mengalami kemunduran jauh sekali.

Sejak kekalahan dalam peperangan Wina itu, kerajaan Turki Usmani menyadari akan
kemundurannya dan kemajuan Barat. Usaha-usaha pembaharuan mulai dilaksanakan dengan
mengirim duta-duta ke negara Eropa, terutama Perancis, untuk mempelajari kemajuan
mereka dari dekat. Pada tahun 1720 M, Celebi Muhamad diutus ke Paris dan diinstruksikan
untuk mengunjungi pabrik-parbik, benteng-benteng pertahanan dan institusi-institusi lainnya.
Ia kemudian memberi laporan tentang kemajuan teknik, organisasi angkatan perang modern,
dan kemajuan lembaga-lembaga sosial lainnya. Laporan-laporan tersebut mendorong Sultan
Ahmad III (1703 – 1730 M) untuk memulai pembaharuan. Untuk tujuan itu, didatangkanlah
ahli-ahli militer Eropa, salah satunya adalah De Rochefort, Pada tahun 1717, ia datang ke
Istambul dalam rangka membentuk korps artileri dan melatih tentara Usmani dalam ilmu-
ilmu kemiliteran modern.

Usaha pembaruan yang dilakukan tidak terbatas pada bidang milliter. Dalam bidang-bidang
lain pembaharuan juga dilaksanakan, seperti pembukaan percetakan di Istanbul pada tahun
1737 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan. Demikian juga gerakan
penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki, sebagaimana telah dilakukan oleh
para penguasa Abbasiyah ketika menerjemahkan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.

Meskipun demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran
Turki Usmani, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab kegagalan
tersebut karena kelemahan raja-raja Turki Usmani karena wewenangnya sudah menurun. Di
samping itu, keuangan negara yang terus mengalami kebangkrutan, tidak mampu menunjang
usaha pembaharuan. Faktor terpenting yang menyebabkan kegagalan usaha pembaharuan
adalah karena ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke-17 M menguasai suasana
politik kerajaan Turki Usmani menolak pembaharuan.

Ketika perang dunia I meletus, Turki Usmani bergabung dengan Jerman yang kemudian
mengalami kekalahan. Akibat dari peristiwa itu kekuasaan kerajaan Turki semakin ambruk

Di pihak lain, satu demi satu daerah-daerah kekuasaan Turki Usmani di Asia dan Afrika
melepaskan diri dari Konstantinopel. Hal ini disebabkan timbulnya nasionalisme pada
bangsa-bangsa yang ada di bawah kekuasaan Turki

D. Bangkitnya Nasionalisme di dunia Islam

Sebagaimana telah disebutkan di atas, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa
telah menyadarkan umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa. Hal ini
dirasakan dan disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah yang pertama dan
utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa penguasa dan
pejuang-pejuang Turki untuk banya belajar dari Eropa.

Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya didorong oleh dua faktor,
yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang sebagai
penyebab kemunduran Islam, seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori oleh Muhammad
bin Abd al-Wahhab di Saudi Arabia, Syah Waliyullah di India dan gerakan Sanusiyah di
Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair. Kedua: Menimba
gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Hal ini tercermin dalam
pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa Turki dan Mesir ke negara-negara Eropa
untuk menimba ilmu pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya
Barat ke dalam bahasa mereka. Pelajar-pelajar India juga banyak yang menuntut ilmu ke
Inggris.

Gerakan pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang
tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul adalah
gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya didengungkan
oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiayah. Namun, gagasan ini baru disuarakan dengan
lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin al-Afghani. Al-Afghani-lah orang
pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu,
dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan
melakukan usaha-usaha untuk pertahanan. Umat Islam, menurutnya, harus meninggalkan
perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha
membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu, al-Afghani
dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.

Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk mengundang
al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat dari negeri-
negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi duri bagi
kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak di Istanbul. Setelah itu,
gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama
sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa
Kemal, tokoh yang justru mendukung nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara
kebangsaan.

Gagasan nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam melalui
persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat oleh banyaknya
pelajar Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang
didirikan di negeri mereka.

E. Kemerdekaan Negara-negara Islam dari Penjajahan Barat

Munculnya gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik


merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara
merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri dari
kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk kegiatan antara
lain:

• Gerakan politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.


• . Pendidikan dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut
dan mengisi kemerdekaan.

Negara berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan


kemerdekaannya adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945.

Tahun 1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada
tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun 1951 di
Afrika, tepatnya Lybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair tahun
1962. Semuanya membebaskan diri dari Prancis.

Demikianlah, satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan,
beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir, seperti negera
Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan, Turkmenia, Kirghistan,
Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992 dan Bosnia memerdekakan diri dari
Yugoslavia pada tahun 1992 (Yatim, 2003:187-189).

Anda mungkin juga menyukai