Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“ Sejarah Pemikiran Dan Perkembangan Ekonomi Islam ”


Ekonomi Syariah

Disusun oleh :

Sri Wahyuningsi (90200119091)

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya kami
dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “ Sejarah Pemikiran Dan Perkembangan
Ekonomi Islam ” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurah kehadiran
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik moril
maupun materiil.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena tak ada gading yang tak retak.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR ISI

Halaman judul..............................................................................................i

Kata pengantar..........................................................................................ii
Daftar isi....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................2
C. Tujuan Penyusunan Makalah..........................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Masa Rasul SAW dan Khulafa’ ar-rasyidun
1. Abu Bakar Ash-shiddiq.......................................................................3
2. Umar Bin Khattab....................................................................4
3. Utsman Bin Affan.......................................................................5
4. Ali Bin Abi Thalib......................................................................6
B. Masa Dinasti
1. Dinasti Daulah Ummawiyah...................................................................8
2. Dinasti Daulah Abbasiyah.....................................9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................10
Daftar Pustaka...........................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkembangan ekonomi islam saat ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah
pemikiran muslim tentang ekonomi di masa lalu. Adalah suatu keniscayaan bila
pemikir muslim berupaya untuk membuat solusi atas segala persoalan hidup di
masanya dalam perspektif yang dimiliki.
Sejalan dengan ajaran Islam tentang pemberdayaan akal pikiran dengan tetap
berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadis nabi, konsep dan teori ekonomi dalam
Islam pada hakikatnya merupakan respon pada cendikiawan Muslim terhadap
berbagai tantangan ekonomi pada waktu tertentu. Ini juga berarti bahwa pemikiran
ekonomi Islam sesuai Islam itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemikiran ekonomi dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib?
2. Bagaimanakah sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa bani Umayyah dan
Abbasiyah?
3. Bagaimanakah praktek ekonomi pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pemikiran ekonomi dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab,
Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib
2. Untuk mengetahui sejarah pemikiran ekonomi islam pada masa bani Umayyah
dan Abbasiyah?
3. Untuk mengetahui praktek ekonomi pada masa bani Umayyah dan Abbasiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Rasul SAW dan Khulafa’ar-rasyidun


1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13H/632-634M)
Setelah Rasulullah SAW wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq terpilih sebagai khalifah
yang pertama. Nama lengkapnya adalah Abdullah Ibn Abu Quhafah al-Tamimi,
khalifah pertama dari Khulafa al-Rasyidin, sahabat terdekat Nabi Saw, dan salah
seoarang yang pertama masuk Islam -al-sabiqun al-awwalun-.[1]Abu Bakar
dilahirkan di Mekkah dua setengan tahun setelah tahun gajah.Ia merupakan
pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum muslimin. Pada masa
pemerintahannya yang hanya berlangsung dua tahun, Abu Bakar ash-Shiddiq banyak
menghadapi persoalan dalam negeriyang muncul setelah wafatnya nabi, persoalan
tersebutantara lain munculnya kelompok murtad, nabi palsu, dan pembangkang
zakat.Beberapa orang Arab yang lemah imannya justru menyatakan murtad, yaitu
keluar dari Islam. Mereka melepaskan kesetiaan dengan menolak memberikan baiat
kepada Khalifah yang baru dan bahkan menentang agama islam, karena mereka
menganggap bahwa perjanjian- perjanjian yang dibuat bersama Muhammad dengan
sendirinya batal disebabkan kematian Nabi. Berdasarkan hasil musyawarah dengan
para sahabat yang lain, ia memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut apa yang
disebut perang riddah.
Terpilihnya Abu Bakar telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat untuk
bersatu melanjutkan tugas mulia nabi. Ia menyadari bahwa kekuatan
kepemimpinannya bertumpu pada komunitas yang bersatu ini, yang pertama kali
menjadi perhatian khalifah adalah merealisasikan keinginan nabi yang hampir tidak
terlaksana, yaitu mengirimkan ekspedisi ke perbatasan Suriah di bawah pimpinan
Usamah. Hal tersebut dilakukan untuk membalas pembunuhan ayahnya Zaid, dan
kerugian yang diderita oleh umat islam dalam perang Mu’tah. Sebagian sahabat
menentang keras rencana ini, tetapi khalifah tidak peduli. Nyatanya ekspedisi itu
sukses dan membawa pengaruh positif bagi umat islam, khususnya di dalam
membangkitkan kepercayaan diri mereka yang hampir pudar. Dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan umat islam, Abu Bakar ash-Shiddiq melaksanakan
berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan Rasulullah Saw. Ia
sangat memperhatikan keakuratan penghitungan zakat sehingga tidak terjadi
kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Hasil pengumpulan zakat tersebut
dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung
didistribusikan seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa.
Seperti halnya Rasulullah Saw, Abu Bakar ash-Shiddiq juga melaksanakan kebijakan
pembagian tanah hasil taklukan, sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan
sebagian yang lain tetap menjadi tanggungan negara. Di samping itu, ia juga
mengambil alih tanah-tanah dari orang-orang yang murtad untuk kemudian
dimanfaatkan demi kepentingan umat islam secara keseluruhan. Dalam
mendistribusikan harta Baitul Mal tersebut, abu Bakar menerapkan prinsip
kesamarataan, memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah Saw
dan tidak membeda-bedakan antara sahabat yang terlebih dahulu memeluk Islam
dengan sahabat yang baru memeluk Islam, anatara hamba dengan orang merdeka, dan
antara pria dengan wanita. Menurutnya, dalam hal keutamaan beriman, Allah Swt
yang akan memberikan ganjarannya sedangkan dalam masalah kebutuhan hidup,
prinsip kesamaan lebih baik daripada prinsip keutamaan. Dengan demikian, selama
masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk
dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum
muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ahs-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham
dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama
dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin
mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand dan
aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional,
disamping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang
miskin. Setelah berhasil menyelesaikan urusan dalam negeri, Abu Bakar mulai
melakukan ekspansi ke wilayah utara untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia
yang selalu mengancam kedudukan umat islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum
usaha selesai dilakukan.Khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23
Agustus 624 M setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur, ia
berusia 63 tahun dan kekhalifahannya berlangsung 2 tahun 3 bulan 11 hari.

2. Umar Bin Khattab (13-23H/634-644M)


a) Pembentukan Baitul Mal.
Latar belakang dibentuknya Baitul Mal adalah meningkatnya pendapatan negara
dari Kharaj yang diakibatkan perluasan wilayah Islam. Kala itu Umar didatangi
Gubernur Bahrain, Abu Hurairah, dengan membawa pajak kharaj sebesar 500.000
dirham. Karena bingung mau dibagaimanakanharta kharaj sebanyak itu, Umar pun
bermusyawarah dengan para sahabat. Lalu, Umar memutuskan untuk membentuk
Baitul Mal dan harta atau pendapatan negara disimpan di dalamnya. Umar
memutuskan bahwa harta tersebut tidak didistribusikan seluruhnya, tetapi disimpan
sebagai cadangan untuk pembiayaan umat muslim dan sebagai jaga-jaga untuk
keadaan darurat. Baitul Mal sebagai lembaga keuangan masyarakat dimana harta di
dalamnya adalah milik masyarakat sehingga segala kebijakan yang diambil haruslah
untuk kepentingan masyarakat. Pejabat-pejabat Baitul Mal dan negara sebagai
pemegang amanah dan dilarang untuk menggunakan harta Baitul mal untuk
kepentingannya sendiri. Harta di Baitul Mal digunakan untuk menolong kaum miskin,
fakir, membayar utang-utang kaum yang bangkrut, para janda dan anak terlantar,
pembiayaan diyat, dan penguburan kaum miskin. Harta Baitul Mal juga dijadikan
sebagai dana pinjaman tanpa bunga kepada masyarakat. Selain itu, Umar juga
membuat sistem diwan, yaitu mendata seluruh masyarakat Muslim yang masih ada
hubungannya dengan pejuang-pejuang Islam dan memberikannya dana penghargaan
setiap tahunnya sebagai jaminan sosial dan penghargaan atas jasa-jasa dalam
memperjuangkan Islam. Dana tersebut juga dibagikan kepada masyarakat sekitar
setiap periode tertentu secara cuma-cuma sesuai dengan pembagian jumlah tertentu
sebagai bentuk perhatian negara terhadap kesulitan-kesulitan masyarakatnya. Namun
kebijakan Umar tersebut ditentang oleh salah satu sahabat, Hakim bin Hizam. Ia
berpendapat bahwa kebijakan Umar tersebut akan memicu sikap malas karena
adanya tunjangan gratis dan ditakutkan masyarakat tidak bisa seproduktif dulu dan
itu akan membahayakan kelangsungan hidup masyarakat sendiri apabila suatu saat
nanti kebijakan itu dihentikan. Dan hal itu pun terjadi. Umar mulai menyadari dan
menyesali kebijakannya tersebut dan bertekad untuk mengganti kebijakannya itu.
b) Kepemilikan Tanah
Hal ini menjadi pusat perhatian saat masyarakat muslim telah menaklukkan banyak
wilayah, apakah tanah taklukkan tersebut menjadi milik masyarakat muslim ataukah
tetap menjadi milik masyarakat awalnya. Masyarakat muslim yang ikut perang dan
para sahabat mengusulkan bahwa tanah tersebut dibagikan kepada kaum muslim
yang terlibat dalam perang, tetapi sebagian muslim lain menolak usul tersebut karena
mereka berpikir bahwa tanah yang dibagikan kepada kaum yang ikut perang akan
menjadi milik perseorangan dan apabila mereka sudah meninggal tidak akan ada
tanah sisa untuk generasi berikutnya. Akhirnya, Umar memutuskan memperlakukan
tanah tersebut sebagai fai. Tanah tersebut menjadi hak pemilik awal dengan syarat
mereka harus membayar kharaj dan jizyah.
c) Zakat
Kebijakan zakat yang digunakan Umar sebagian berbeda dari penetapan Rasulullah
dulu. Hal ini terjadi karena munculnya masalah-masalah baru yang pada masa
Rasulullah belum ada. Diantaranya:
Pada masa nabi, kuda sebagai kendaraan kala itu tidak dikenai beban zakat. Namun
saat masa Umar, perdagangan kuda semakin marak dan Umar mengenakan zakat
terhadap kuda atas permintaan dan desakan dari Gubernur Syria, Abu Ubaidah kala
itu. Beban zakatnya sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem.
Umar mengenakan khumz zakat atas karet yang ditemukan di semenanjung Yaman
dan hasil laut karena barang-barang tersebut dianggap sebagai hadiah dari Allah
SWT.Umar mengenakan ushr atas madu hasil peternakan lebah di Thaif. Hal ini telah
dilakukan sejak masa Rasulullah.
d) Ushr
Pada masa Rasulullah, penarikan ushr ini dihapuskan untuk mendorong perdagangan
di Arab. Pada masa Umar diberlakukan ushr sebesar sepuluh persen dari nilai
barang. Ushr dibebankan kepada suatu barang sekali dalam setahun walaupun barang
tersebut diperbarui

3. Utsman Bin affan


Pada masa enam tahun pertama masa pemerintahanya, Khalifah Utsman bin Affan
melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab. Dalam
rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air,
pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen
untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Utsman bin Affan juga membentuk
armada laut kaum Muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga berhasil
membangun supremasi kelautannya di wilayah Mediterania. Namun demikian,
pemerintahaan khalifah utsman bin Affan harus menanggung beban anggaran yang
tidak sedikit untuk memelihara angkatan laut tersebut. Utsman tidak mengambil upah
dari kantornya tetapi sebaliknya, beliau meringankan beban pemerintah dalam hal-hal
yang sangat serius, bahkan beliau juga menyimpan uangnya di bendahara negara.
Sehingga hal itu menimbulkan kesalahapahaman dengan bendahara Baitul Mal yakno
Abdullah ibn Irqam. Usman juga mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang
dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Ini dilakukan agar zakat aman dari
gangguan dan masalah dalam pemerikasaan kekayaan yang tidak jelas oleh oknum
pengumpul zakat. Usman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan pada harta milik
seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan.Beliau juga
mengurangi zakat dari pensiun dan menambahkan santunan dengan pakaian.
Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn ‘Affan, tidak terdapat
perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah
Ustman ibn ‘Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan
benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum muslimin. Akibatnya,
pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang
berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah. Khalifah Utsman bin Affan dikepung
oleh pemberontak selama 40 hari di mulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijjah.
Beliau diberi dua ultimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu
mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk
menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah
umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijjah 35 H ketika
para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang
membaca Al-Quran. Utsman wafat pada hari jumat 18 Dzulhijjah 35 H dan
dimakamkan di pemakaman Baqi di Madinah.

4. Ali Bin Abi Thalib


Pengangkatan Ali bin Abi Thalib berlangsung sesaat setelah Utsman bin Affan wafat.
Ali bin Abi Thalib memiliki kepribadian yang berbeda dengan khalifah yang lain.
Kebenaran utamanya adalah kebenaran, pengetahuan dan keberanian. Kebenaran Ali
tercermin dari konsistensinya dalam menopang perjuangan Rasulullah Saw. Dan para
khalifah sebelumnya. Sedangkan, dari aspek pengetahuan, Ali bin Abi Thalib
termasuk sahabat yang cerdas bahkan Rasulullah Saw. Menyebutnya sebagai
“Gerbang Pengetahuan”. Demikian pula dengan fitur keberaniannya, Rasulullah Saw.
Menyebutnya sebagai “Singa Allah”. Pemikiran ekonomi khalifah Ali bin Abi Thalib
yang terbaik di ringkas dalam dokumen yang lengkap berupa instruksi kepada
gubernur yang baru diangkat di Mesir, Malik Al-Asytar. Pesan pertama yang
disampaikan khalifah adalah “mencarikan barang bagi rakyat dan membuat kota-kota
menjadi makmur”. Khalifah mengintrupsikan kepada gubernur agar betul-betul
memperhatikan pembangunan di sektor pertanian. Sektor ekonomi lainnya yang
mendapat perhatian khalifah adalah sektor perdagangan dan industri. Pada bagian
lain, Ali bin Abi Thalib memiliki pemikiran tentang kesejahtraan rakyat.
Kesejahtraan rakyat itu tergantung pada nilai moral, pembangunan ekonomi, dan
distribusi sumberdaya ekonomi. Dari uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa Ali
bin Abi Thalib telah menawarkan berbagai produk pemikiran terkait dengan masalah
ekonomi. Pemikiran yang utama adalah pemikiran tentang sektor-sektor ekonomi
yang muncul dalam masyarakat. Sektor ekonomi itu pada intinya dapat dipilih pada
dua bagian besar, yakni sektor produksi barang dan jasa. Ali bin Abi Thalib wafat
pada tahun 661 M. Kematian Ali bin Abi Thalib ini bukan saja mengakhiri masa
kepemimpinan khalifah yang keempat, tetapi juga akhir dari kepemimpinan Khulafa’
al-Rasyidin yang selanjutnya kepemimpinan umat islam berada di bawah kendali
dinasti, di mana kepemimpinan diwariskan secara turun-temurun dari satu generasi ke
generasi berikutnya.

B. Masa Dinasti Daulah Umawiyah dan Abbasiyah


1. Dinasti Daulah Umawiyah ( 41-132H/661-750M )
Bani Umayyah (bahasa Arab: ‫أمية نب و‬,Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau
Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur
Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya
(beribukota di Damaskus) ; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol sebagai
Kekhalifahan Kordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-
Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu
Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I. Masa ke-Khilafahan Bani
Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang
Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan
kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan
kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai
sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamaldan
penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi'ah. dan terakhir terbunuhnya Ali bin
Abi Thalib.
Pemikiran khalifah-khalifah di bidang ekonomi pada masa Bani Umayyah
a. Khalifah Muawiyah ibn Abi Sofyan
Pada masa pemerintahannya, beliau mendirikan dinas pos berserta dengan
berbagai fasilitasnya, menertibkan angakatan perang, mencetak uang, dan
menegmbangkan jabatan Adi ( hakim ) sebagai jabatan profesional. Selain itu,
beliau juga menerapkan kebijakan pemberian gaji tetap kepada para tentara,
pembentukan tentara profesional, serta pengembangan birokrasi seperti fungsi
pengumpulan pajak dan administrasi.
b. Khalifah Abdul Malik ibn Marwan
Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan unag dalam
masyarakat islam muncul di masa pemerintahan beliau. Abd al-Malik mengubah
bizantinum dan persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk
itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan arab serta
tetap mencantumkan kalimat ‘’bismillahirrahmanirrahim pada tahun 74 H ( 659
M). Pembuatan mata uang pada masa itu didasarkan pemikiran bahwa mata uang
selain memiliki nilai ekonomi juga sebagai pernyataan kedaulatan Dinasti Islam.
Disamping itu, mata uang juga berfungsi sebagai sarana pengumuman keabsahan
pemerintahan pada waktu itu yang namanya terpatri pada mata uang tersebut.
Khalifah Abdul Malik bin Marwan pun memerintahkan Arabisasi maat uang
sebagian dari politik arabisasi aparatur negara pada masa pemerintahannya. Mata
uang yang dibuat di dunia islam waktu itu disebut sikkah . menurut Ibn Khaldun
kosa kata sikkah selain dikenakan terhadap mata uang juga dikenakan terhadap
gedung tempat pembuatan mata uang. Karenanya gedung tersebut juga
disebut Dar as-Sikkah. Darul as-sikkah tersebar diberbagai pelosok wilayah islam
pada waktu itu, sehinggaDarul as-sikkah dikenal sampai di luar kawasan islam. Di
dunia islam mengenal dua jenis mata uang utama, yaitu mata uang dinar emas, di
ambil dari kata dinarius, dan dirhamperak yaitu berasal dari kosa kata
yunanidrachmos. Selain kedua jenis tersebut, terdapat mata uang pecahan atau
disebutmaksur seperti qitha dan mithqal. Pada empat hijrah dunia islam
mengalami krisis mata uang emas dan perak, maka dibuatlah dari tembaga atau
campuran tembaga dengan perak yang disebut dengan fulus ( diambil dari bahasa
latinfollis), yaitu mata uang tembaga tipis. Mata uang tersebut juga disebut al-
qarathis karena mirip dengan lembaran kertas. Setelah muncul mata
uang fulus mata uang mulai dihitung. Setelah banyak mata uang bercap khalifah
munculah kelompok orang-orang memberikan jasa dalam mempermudah
transaksi keuangan dan penukaran mata uang ( as-shayyrifah). Di samping itu
muncul istilah keuangan yang menunjukan bahwa tempat penukaran berubah
fungsinya menjadi Bank. Istilah tersebut antara lain shaftajah, shakk, khath,
hawwalah. Selain itu khalifah Abdul Malik dalam hal pajak dan zakat
memberikan kebijakan dengan memberlakukan kewajiban bagi umat Islam untuk
membayar Zakat dan bebas dari pajak lainnya. Hal ini mendorong orang non-
muslim memmeluk agama Islam. Dengan cara ini, meraka terbebas dari
pembayaran pajak. Setelah itu, meraka meninggalkan tanah pertaniannya guna
mencari nafkah di kota-kota besar sebagai tentara. Kenyataan ini menimbulkan
masalah bagi perekonomian negara. Karena pada satu sisi, perpindahan agama
mengakiibatkan berkurangnya sumber pendapatan negara dari sektor pajak. Pada
sisi lain, bertambahnya militer Islam dari kelompok mawali memerlukan dana
subsidi yang semakin besar. Untuk mengatasi permasalahan ini, khalifah Abdul
Malik bin Marwan mengembalikan beberapa militer Islam kepada profesinya
semula, yakni sebagai petani dan menetapkan kepadanya untuk membayar
sejumlah pajak sebagaimana kewajiban mereka sebelum mereka masuk islam,
yakni sebesar beban kharaj dan jizyah. Khalifah Abd al-Malik juga berhasil
melakukan pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa
arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam. Keberhasilan
khalifah
Abd al-malik diikuti oleh putranya Al-walid Abd al-Malik (705-715) seorang
yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembanguna. Dia
membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personil yang terlibat dalam
kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga
membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang
megah.
c. Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
Selama masa pemerintahannya, beliau menerapkan kembali ajaran islam secara
utuh menyeluruh. Ketika diangkat sebagai khalifah, beliau mengumpulkan
rakyatnya dan mengumumnkan serta menyerahkan seluruh harta kekayaan diri
dan keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui baitul
maal. Dalam melakukan berbagai kebijakannya, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
melindungi dan meningkatkan kemakmuran taraf hidup masyarakat secara
keseluruhan. Ia mengurangi beban pajak yang di pungut dari kaum Nasrani,
menghapus pajak terhadap kaum muslim, membuat takaran dan timbangan,
membasmi cukai dan kerja paksa, dan lain-lain. Berbagai kebijakan berhasil
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan hingga tidak ada lagi
yang mau menerima zakat. Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz juga menetapkan
kebijakan dengan mengurangi beban pajak atas penganut kristen najran dari 2000
keping menjadi 200 keping. Kebijakan ini dikeluarkan karena ternyata masyarakat
kristen khususnya Bani Najran merasa berat. Beban meraka dirasakan terlalu berat
untuk dipikul. Karena kebanyakan mereka bukan orang-orang kaya. Karena itu
mereka menuntut Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz untuk mengurangi beban pajak
tersebut. Dan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menetapkan kebijakan untuk
melarang pembelian tanah non-muslim kepada umat islam, langkah ini diambil
khalifah karena banyak tanah orang kristen yang sudah menjadi milik orang
islam. Sehingga banyak umat kristen yang tidak memiliki lahan untuk digarap.
Lebih jauh lagi, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menerapkan kebijakan otonomi
daerah. Setiap wilayah islam mempunyai wewenang untuk mengelola zakat dan
pajak sendiri-sendiri dan tidak diharuskan menyerakan upeti kepada pemerintahan
pusat. Bahkan sebaliknya pemerintah pusat akan memberikan bantuan subsidi
kepada setiap wilayah islam yang minim pendapatan zakat dan pajaknya. Dengan
demikian, masing-masing wilayah islam diberi kekuasaan untuk mengelola
kekayaannya. Jika terdapat surplus, khalifah Umar Ibn Abdul Aziz menyarankan
agar wilayah tersebut memberi bantuan kepada wilayah yang minim
pendapatannya, untuk menunjang hal ini, ia mengangkat ibn jahdam sebagai Amil
shadaqah yang bertugas menerima dan mendistribusikan hasil shadaqah secara
merata ke seluruh wilayah islam. Pada masa pemerintahannya, sumber-sumber
pemasukan negara berasal dari zakat, hasil rampasan perang, pajak penghasilan
pertanian ( pajak ini diawal pemerintahan khalifah Umar Ibn Abdul Aziz di
tiadakan, mengingat situasi ekonomi yang belum kondusif ). Setelah stabilitas
perekonomian masyarakat membaik, pajak ini ditetapkan, dan hasil pemberian
lapangan kerja produktif kepada masyarakat luas. Akan tetapi, kondisi baitul maal
yang telah dikembalikan oleh Umar Ibn Abdul Aziz kepada posisi yang
sebenarnya itu tidak dapat bertahan lama. Keserakahan para penguasa telah
meruntuhkan sendi-sendi baitul maal, dan keadaan demikian berkepanjangan
sampai masa ke khalifahan Bani Abbasiyah.

2. Dinasti Daulah Abbasiyah ( 132-656H/750-1258M )


Daulah Abbasiyah adalah sebuah negara yang melanjutkan kekuasaan bani
Umayyah. Dinamakan daulah Abbasiah karena para pendiri dan penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Pendiri dinasti ini
adalah Abdullah Al-Safah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al- Abbas.
Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah
pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H.
Sejarah peralihan kekuasaan dari Daulah Umayyah kepada Daulat
‘Abbasiyah bermula ketika Bani Hasyim menuntut kepemimpinan Islam berada di
tangan mereka, karena, mereka adalah keluarga nabi yang terdekat. Tuntutan itu
sebenarnya telah ada ketika wafatnya Rosullalalh. Tetapi tuntutan itu baru
mengeras ketika Bani Umayyah naik tahta dengan mngalahkan Ali bin Abi
Thalib. Bani Hasyim yang menuntut kepemimpinan Islam itu digolongkan
menjadi dua golongan besar. Pertama golongan ‘Alawi, keturunan Ali bin abi
Thalib. Mereka ini dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu: pertama keturunan
dari Fatimah, dan yang kedua keturunan dari Muhammad bin Al-Hanafiyah. Dan
yang kedua adalah golongan Abbasiyah (Bani Abbasiyah), keturunan Al-Abbas
paman Nabi tersebut. Perbedaan dari kedua golongan tersebut, yaitu golongan
Abbasiyah lebih mementingkan kemampuan politik yang lebih besar daripada
golongan ‘Alawi.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan
yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni
perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad
(Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul
Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah
dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat
diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti
akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi.
Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatur
evolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi
identitas revolusi yaitu :
1) Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat
kritik keras dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat
yang di sebabkan ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.
2) Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya
menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan
keadaan dan tuntutan zaman.
3) Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi
yang berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.
4) Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh
orang-orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para
penguasa, oleh karena hal-hal tertentu yang merasa tidak puas dengan sistem
yang ada.
Dinasti Abbasiyah lebih menekankan padapembinaan peradaban dan kebudayaan
islam dari pada perluasan wilayah. Seperti pada gerakan terjemah yang membawa
kemajuan ilmu pengetahuan. Imam madzhab yang sempat hidup pada masa ini
adalah Imam Abu Hanifah (700-767M), madzhab ini lebih banyak menggunkan
rasio dari pada Hadits. Karena madzhab ini dipengaruhi perkembangan Kufah.
Sedangkan Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan Hadits dan tradisi
masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh ini ditengahi oleh Imam Syafi’I (767-
820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal (780-855 M).
Awal kekuasaan Dinasti Abbasiah ditandai dengan pembangkangan
oleh DinastiUmayah di Andalusia (spanyol) yaitu pembangkangan Abd al-
Rahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas yang tidak tunduk kepada khalifah di
Baghdad yang mirip dengan Muawiyyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib.
Abu al-Abbas al-Safah (750-754M) adalah pendiri Dinasti Abbas. Akan tetapi
karena kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja’far al-Manshur (754-775M) yang
banyak berjasa membangun Dinasti Abbasiyah. Ia digambarkan sebagai orang
yang kuat dan tegas. Pada masa pemerintahanya Baghdad sangat disegani oleh
kekuasaan Byzantium. Bani Abbas juga meraih tumpukan kekuasaan setelah
menggulingkan Dinasti Umayyah pada tahun 750H.
Pada masa ini istilah jihbis yang dulu dikenal sebagai penagih pajak dan
penghitung pajak atas barang dan tanah sekarang popular sebagai penukaran uang.
Pada masa ini juga dikenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat
daritembaga, yang sebelumnya uang terbuat dari emas (dinar) dan perak (dirham).
Di zaman ini, jihbiz juga bisa menerima titipan dana, meminjamkan uang dan jasa
pengiriman uang.
Beberapa Khalifah yang pernah memimpin pemerintahan saat Dinasti Abbasiyah:
1) Abu Ja’far Al-Manshur:
Pada awal pemerintahan beliau, perbendaharaan Negara dapat dikatakan tidak
ada karena khalifah sebelumnya al-Saffah, banyak menggunakan dana Baitul
Maal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Karena hal tersebut
khalifah al-Manshur untuk bersikap keras dalam peneguhan kedudukan
keuangan Negara, di samping itu juga penumpasan musuh-musuh khalifah,
sehingga pada zaman itu dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, Khalifah al-Manshur memerintahkan
bawahannya untuk melaporkan harga, jika terjadi kenaikan harga maka
Khalifah al-Manshur akan memerintahkan wakilnya agar menurunkan harga
ke harga semula. Di samping itu beliau juga sangat menghemat dana Baitul
Maal sehingga saat beliau wafat kekayaan kas Negara sampai 810 juta dirham
karena Khalifah al-Manshur betul-betul meletakkan dasar-dasar yang kuat
bagi ekonomi dan Negara, sehingga dengan demikian pembangunan dalam
segala cabang ekonomi dia pandang soal yang paling penting.
2) Harun al Rasyid:
Popularitas Daulah Abbasiyyah mencapai puncaknya pada Khalifah Harun al-
Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusatraan
berada dalam zaman keemasan. Penerjemahan buku-buku Yunani ke bahasa
Arab pun dimulai. Orang-orang dikirim ke Kerajaan Romawi, Eropa untuk
membeli “Manuscript”. Pada mulanya buku-buku mengenai kedokteran,
kemudian meningkat mengenai ilmu pengetahuan lain dan filsfat. Ia juga
banyak mendirikan sekolah. Salah satu karyanya yang paling besar yaitu
mendirikan Baitul Hikmah, yaitu pusat penerjemah yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Pada masa ini pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan
kemakmuran Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya. Ia membangun Baitul
Maal untuk mengurus keuangan Negara dengan menunjuk seorang wazir yang
mengepalai beberapa dirwan. Pendapatan Baitul Maal dialokasikan untuk reset
ilmiah dan penterjemah buku-buku Yunani, disamping itu untuk biaya
pertahanan dan anggaran rutin pegawai. Pendapatan tersebut juga dialokasikan
untuk membiayai para tahanan dalam hal penyediaan bahan makanan dan
pakaian musim panas dan dingin.
Selain itu, Khalifah Harun juga sangat memperhatian masalah perpajakan,
sehingga beliau menunjuk Abu Yusuf menyusun sebuah kitab pedoman
mengenai perekonomian syari’ah yang kitabnya berjudul al-Kharaj.
Sumber-sumber pemikiran ekonomi pada masa itu diperoleh dari sektor-sektor
yang beragam:
a) Perdagangan Dan Industri :
Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan dengan cara
memudahkan jalan-jalannya, umpamanya :
· Dibangun sumur dan tempat-tempagt istirahat dijalan-jalan yang
dilewati kafilah dagang.
· Dibangunkan armada-armada dagang.
· Dibangunkan armada-armada untuk melindungi pantai-pantai
Negara dari serangan bajak laut.
Untuk tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam bidang
perdagangan, maka Khalifah Harun al-Rasyid membuktikan satu badan
khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran
timbangan, menentukan harga pasar, atau dengan kata lain mengatur
politik
Komoditas lain yang berorientasi komersil selain barang-barang logam
seperti mas dan perak, bahan pakaian, hasil laut, kertas dan obat-obatan,
adalah budak-budak. Pada saat itu budak merupakan komuditas yang
dihasilkan untuk diperjual belikan. Daerah pemasok utama budak yaitu
Farghana dan Asia Tenga, serta Afrika dan Turki. Budak ini apabila sudah
dibeli oleh tuannya di gunakan untuk tenaga kerja ladang pertanian,
perkebunan dan pabrik. Namunbagi pemerintah, budak-budan ini direkrut
sebagai anggota militer demi mempertahankan Negara.

b) Pertanian dan perkebunan :


Terbentuknya kekhalifahan yang stabil, juga mempengaruhi pekembangan–
perkembangan didalam sektor ekonomi khususnya di sektor pertanian.
Sebagai contoh Irak , sebelum di kuasai kaum Muslim keadaan
dari produksi pertanian sangat merosot, di mana banjir melanda di
beberapa kanal dan bendungan Tigris, kemudian bencana ini di perbaiki
oleh kaum Muslimin setelah Irak di kuasai oleh kaum Muslimin.
Kota administratif dan tentara Muslim seperti Busrah , Kufah , Masul dan
Al- wasid menjadi pusat usaha pengembanggan pertanian. Untuk
menggarap daerah ini, di datangkan buruh tani dari kawasan Afrika Timur,
sehingga pertumbuhaan desa-desa kecil, karena majunnya usaha tani dan
perkebunan.
c) Perkembangan ilmu pertanian :
Berbeda dengan khalifah dari Daulah Umayyah yang bersikap menindas
para petani dengan pajak yang sangat amatlah tinggi, masa pemerintahan
khalifah Daulah Abasiyyah justru sebaliknya, mereka membela dan
menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi dan ada
pula yang dihapus sama sekali. Disamping itu di lakukan banyak
kebijakan untuk kaum tani, di antaranya:
Ø Memperlakukan ahli zimah dan mawaly dengan perlakuan adil dan
menjamin hak miliknya.
Ø Mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang berlaku keras
terhadap para petani.
Ø Memperluas daerah pertanian di berbagai wilayah negara.
Ø Membangun dan menyempurnakan perhubungan ke daerah pertanian ,
baik udara atau air.
Ø Membangun dan memperbaiki kanal dan bendungan, agar tidak ada
wilayah yang kesulitan dalam hal irigasi.
d) Pendapatan Negara :
Selain dari sector perdagangan, pertanian, dan perindustrian, sumber
pendapatan Negara juga berasal dari pajak. Pendapatan dari jizyah juga
merupakan masukan bagi Negara. Jizyah adalah pajak kepala yang
dipungut dari penduduk non Muslim kepada pemerintahan Islam sebagai
wujud loyalitas mereka kepada pemerintah dan konsekuensi dari
perlindungan yang diberikan pemerintah Islam untuk mereka. Sumber
pendapatan lain adalah dari zakat, ‘asyur al-tijarah, dan kharaj.
Pada masa Harun al-Rasyid terdapat klasifikasi pembayaran jizyah.
Mereka yang kaya dikenakan jizyah sebesar 48 dirham, golongan ekonomi
menengah 24 dirham, sedangkan dibawah itu hanya 12 dirham.
e) Sistem Moneter:
Sebagai alat tukar , para pelaku ekonomi menggunakan mata uang dinar
dan dirham. Mata uang dinar emas di gunakan oleh para pedagang, di
wilayah kekuasaansetelah Barat, meniru orang- orang Bizantium.
Sedangkan mata uang dirham perak di gunakan oleh para pedagang di
wilayah Timur, meniru kekaisaran Sassaniah.
Penggunaan dua mata uang ini menurut Azumardi Azra, memiliki dua
konsekuensi.Pertama mata uang dinar harus di perkenalkan di
wilayah- wilayah yang hanya mengenal mata uang dirham, kedua dengan
mengeluarkan emas ini mengurangi penyimpanan emas batangan atau
perhiasan. Mata uang emas maupun perak, tidak bisa menempuh
perjalanan jauh, karena dengan resiko yang ssangat besar. Karena itu para
pedagang dan orang-orang yang mengadakan perjalanan jauh memerlukan
sistem cek. Bisa di pastikan sistem cek yang di perkenalkan oleh sistem
perbankan modern, berasal di bahasa arab shakk.
Dan terjadinya kegiatan peningkatan ekonomi, maka berlangsunglah
sirkulasi kekayaan dan surplus ekonomi di dalam wilayah kekuasaan
islamDalam masa–masa ini orang-orang yang semula miskin ,tetapi emilki
etos kerja dan etos ekonomi yang timggi, sangat mungkin melakukan
mobilitas sosial melalui usaha-usahaekonomi.Di dalam situasi dimana
kekayaan neredar dengan bebas dan lancar, maka bakat, kemauan, dan
kerja keras lebih menjanjikan untuk mencapai ,mobilitas sosial dari
keturunan.mobilitas yang cepat, khususnya di masa dinasti abbasiyah
semakin mungkin sehubungan dengan penekanan ajaran islam tentang
derajat persamaan muslim.
Kemunduran
Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan
khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling
berkaitan satu sama lain. Beberapa di antara nya adalah sebagai berikut :
a. Faktor Internal :
Ø Persaingan antar Bangsa.
Ø Kemerosotan Ekonomi.
Ø Konflik Keagamaan.
b. Faktor Eksternal:
Ø Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode
dan menelan banyak korban.
Ø Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam.

BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Sistem ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan,terutama oleh pemimpinnya, karena ekonomi merupakan pangkal utama
berjalannya suatu negara. Demikian juga pada masa Khulafa’ Al-Rasyidin sistem ekonomi
sangat diperhatikan.
Pemikiran ekonomi pada masa Khulafa’ al-Rasyidin merupakan lanjutan dari pemikiran
ekonomi yang muncul pada masa Nabi Muhammad SAW. Pemikiran antara masa Nabi
Muhammad SAW dengan pemikiran ekonomi pada masa Khulafa’ al-Rasyidin memiliki
kemiripan di antaranya Zakat, Pajak kharaj dan pendistribusian kekayaan.
Sedangkan Pemikiran Ekonomi Islam Bani Umayyah Pada masa pemerintahan Bani
Umayyah, kebijakan ekonomi banyak dibentuk berdasarkan ijtihad para fuqoha dan ulama
sebagai konsekuensi semakin jauhnya rentang waktu (lebih kurang satu abad) antara zaman
kehidupan Rasulullah saw dan masa pemerintahan tersebut.
di zaman Bani Abbasiyah, istilah jihbizpopuler sebagai suatu profesi penukaran uang. Pada
zaman itu mulai diperkenalkan uang jenis baru yang disebut fulus yang terbuat dari tembaga.
Khalifah-khalifah Pemikir Ekonomi Islam pada masa Bani Abbasiyah yaitu : Abu Ja’far Al-
Manshur dan Harun al-Rasyid yang telah banyak membawa perubahan besar dalam aspek
ekonomi di masa pemerintahan Bani Abbasiyah.

DAFTAR PUSTAKA
http://ernandablog.blogspot.com/2015/11/makalah-pemikiran-ekonomi-islam-pada.html?m=1
http://rizalyusuf29.blogspot.com/2017/03/pemikiran-ekonomi-pada-masa-khulafa-
al.html?m=1
http://hadyliteon.blogspot.com/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai