Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada. kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendikan
Agama Islam tentang Baitul Mal.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bpk.Soksan Hakim,M.Pd. selaku Dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami, sehingga kami
selaku penulis maupun pembaca dapat lebih memahami tentang Baitul Mal.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca guna memperbaiki makalah
selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan
manfaat bagi pembaca.

Bekasi, Desember 2015

Penulis

1
DAFTAR ISI

JUDUL .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... 1

DAFTAR ISI ................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 3


B. Rumusan masalah ................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Baitul Mal ................................................................ 4


B. Pengertian Dan Ruang Lingkup Baitul Mal ............................................ 6
C. Tujuan Dan Fungsi Baitul Mal ................................................................ 10
D. Penggunaan Dana Baitul Mal ................................................................. 11
E. Pendapatan Baitul Mal ............................................................................ 13

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

2
A. LATAR BELAKANG MASALAH

Dewasa ini suatu negara di dunia pasti membutuhkan suatu institusi yang mampu
memperlancar aktivitas perekonomianya. Dan tentunya institusi tersebut harus mempunyai peran
yang sangat signifikan untuk kelancaran aktivitas perekonomianya. Dan institusi tersebut sudah
ada sejak zaman dulu dan Madinah merupakan kota pertama yang memperkenalkannya, yang
pada saat itu di pimpin dan dicetuskan oleh Rasulullah saw, institusi terebut di sebut Baitul Mal.
Pada waktu itu Baitul Mal memegang peranan yang sangat vital karena bukan hanya aspek
ekonomi tapi semua aspek kehidupan negara. Pada zaman modern ini Baitul Mal disebut dengan
Departemen Keuangan. Tidak bisa dibayangkan seandainya Rasulullah saw tidak mencetuskan
konsep tentang Baitul Mal, apakah mungkin pada saat ini kita mempunyai Departemen
Keuangan? Begitu besarnya peranan Baitul Mal, maka dalam makalah ini kami akan mengulas
hal-hal yang berkaitan dengan Baitul Mal, baik itu dari segi sejarah, fungsi dan perananya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditentukan bahwa rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut :
Apa pengertian dan ruang lingkup Baitul Mal serta fungsi dari Baitul Mal itu sendiri?
Bagaimana Baitul Mal dimasa Rasulullah SAW?

C. TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini sebagaimana dapat mengetahui arti dan ruang lingkup
dari Baitul Mal, mengetahui apa saja tujuan didirikannya Baitul Mal,fungsi Baitul Mal,serta
bagaimana Baitul Mal dimasa Rasulullah SAW.

BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH BERDIRINYA BAITUL MAL

3
Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Baitul Mal dalam makna istilah sesungguhnya sudah ada sejak masa Rasulullah
SAW, yaitu ketika kaum muslimin mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang)
pada Perang Badar. Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian
sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa
pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk
menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada,
harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta
dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan
ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa
menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, dia segera menginfakkannya sesuai
peruntukannya masing-masing.

Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)


Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, keadaan Baitul Mal masih berlangsung seperti
itu di tahun pertama kekhilafahannya (11 H/632 M). Jika datang harta kepadanya dari
wilayah-wilayah kekuasaan Khilafah Islamiyah, Abu Bakar membawa harta itu ke Masjid
Nabawi dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Untuk
urusan ini, Khalifah Abu Bakar telah mewakilkan kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah. Hal ini
diketahui dari pernyataan Abu Ubaidah bin Al Jarrah saat Abu Bakar dibaiat sebagai
Khalifah. Abu Ubaidah saat itu berkata kepadanya, Saya akan membantumu dalam urusan
pengelolaan harta umat.

Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)


Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-
hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan
mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang
dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak
seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, Tidak dihalalkan bagiku dari harta

4
milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim
dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang
Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.

Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)


Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena
pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari
umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Saad menukilkan ucapan Ibnu
Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam
mengumpulkan hadis, yang menyatakan, Usman telah mengangkat sanak kerabat dan
keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa
pemerintahannya.[1] Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang
kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari
penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia
(Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan
oleh Allah SWT.[1] Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil
berkata, "Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku
telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku".

Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)


Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali
pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti
disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh
sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan. Ketika berkobar
peperangan antara Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abu Sufyan (khalifah pertama Bani
Umayyah), orang-orang yang dekat di sekitar Ali menyarankan Ali agar mengambil dana dari
Baitul Mal sebagai hadiah bagi orang-orang yang membantunya. Tujuannya untuk
mempertahankan diri Ali sendiri dan kaum muslimin.

Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

5
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi
Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal
dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka
pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan
Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat.

B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP BAITUL MAL

Secara harfiah/lughowi, baitul maal berarti rumah dana. Baitul mal ini sudah ada
sejak pada zaman rasulullah, berkembang pesat pada abad pertengahan. Baitul mal berfungsi
sebagai pengumpulan dan men-tasyaruf-kan untuk kepentingan sosial.
Menurut Ensiklopedia hukum Islam, baitul mal adalah lembaga keuangan negara
yang bertugas menerima, menyimpan, dan mendistribusikan uang negara sesuai dengan
aturan syariat. Sedangkan menurut Harun Nasution, baitul mal bisa diartikan sebagai
pembendaharan (umum atau negara). Suhrawardi K.Lubis, menyatakan baitul mal dilihat dari
segi istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas mengurusi kekayaan
negara terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan
maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain.
Secara terminologis (mana ishtilah) sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983)
dalam kitabnya al-Amwaal fi Daulah Al-khilafah, Baitul Maal adalah suatu lembaga atau
pihak (Arab: A-Jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik
berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah,
bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya
dimana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara.
Jadi Baitul Maal yaitu sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-Jihat) yang menangani
harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran. Atau tempat (al-makan) untuk
menyimpan dan mengelola pendapatan negara atau lebih dikenal dengan PAD. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa Baitul Maal adalah titipan dana zakat, infak dan
shadaqah serta menjalankannya yang sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

6
Berdasarkan literature klasik ekonomi islam, baitul mal (treasury house) merupakan
institusi sentral dari negara. Ia menjadi institusi konkrit dari negara itu sendiri. Bersama
khalifah, baitul mal menjalankan fungsi-fungsi negara bukan saja pada aspek ekonomi tapi
pada semua aspek kehidupan dalam negara. Ialah yang menjalankan kebijakan-kebijakan
ekonomi melalui divisi-divisi pembangunan, menciptakan mata uang, membangun prasarana
dan infrastruktur perekonomian, menerima, mengelola dan menyalurkan dana-dana
pembangunan, dan lain-lain.

Institusi Baitul Mal


Baitul mal merupakan institusi yang dominan dalam perekonomian islam. Institusi ini
secara jelas merupakan entitas yang berbeda dengan penguasa atau pemimpin negara.
Namun, keterkaitannya sangatlah kuat, karena institusi baitul mal merupakan institusi yang
menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dan sosial dari sebuah negara islam. Dalam banyak
literatur sejarah peradaban dan ekonomi islam klasik, mekanisme baitul mal selalu tidak
dilepaskan dari fungsi khalifah sebagai kepala negara. Artinya berbagai keputusan yang
menyangkut baitul mal dan segala kebijakan institusi tersebut secara dominan dilakukan oleh
khalifah. Fungsi dan eksitensi baitul mal secara jelas telah banyak diungkapkan baik pada
masa Rasulullah saw maupun pada masa kekhalifahan setelah beliau wafat. Namun, secara
konkrit pelembagaan baitul mal baru dilakukan pada masa Umar Bin Khattab, ketika
kebijakan pendistribusian dana yang terkumpul mengalami perubahan. Lembaga baitul mal
itu berpusat di ibu kota Madinah dan memiliki cabang di provinsi-provinsi wilayah islam.
Seperti yang telah diketahui, pada masa Rasulullah saw hingga kepemimpinan Abu
Bakar, pengumpulan dan pendistribusian dana zakat serta pungutan-pungutan lainnya
dilakukan secara serentak. Artinya pendistribusian dana tersebut langsung dilakukan setelah
pengumpulan, sehingga para petugas Baitul Mal selesai melaksanakan tugasnya tidak
membawa sisa dana untuk di simpan. Sedangkan pada masa Umar Bin Khattab,
pengumpulan dana ternyata begitu besar sehingga di ambil keputusan menyimpan untuk
keperluan darurat. Dengan keputusan tersebut, maka Baitul Mal secara resmi dilembagakan,
dengan maksud awal untuk pengelolaan dana tersebut.

7
Hirarki organisasi dan operasionalnya
Pada masa Umar bin Abdul Azis, dalam operasionalnya institusi baitul mal dibagi
menjadi beberapa departemen. Pembagian departemen dilakukan berdasarkan pos-pos
penerimaan yang dimiliki oleh Baitul mal sebagai bendahara negara. Sehingga departmenen
yang menangani zakat berbeda dengan yang mengelola Khumz, jizyah, Kharaj dan
seterusnya.
Yusuf Qardhawy (1988) membagi baitul mal menjadi empat bagian (divisi) kerja berdasarkan
pos penerimaanya, merujuk pada aplikasi masa islam klasik:
1. Departemen khusus untuk sedekah (zakat)
2. Departemen khusus untuk menyimpan pajak dan upeti
3. Departemen khusus untuk ghanimah dan rikaz
4. Departemen khusus untuk harta yang tidak diketahui warisannya atau yang terputus hak
warisnya (misalnya karena pembunuhan).
Ibn Taimiyah mengungkapkan bahwa dalam administrasi keuangan negara, dalam
Baitul mal telah dibentuk beberapa departemen yang dikenal dengan Diwan (dewan).
Dewan-dewan tersebut diantaranya:
1. Diwan al-Rawatib yang berfungsi mengadministrasikan gaji dan honor bagi pegawai
negeri tentara.
2. Diwan al Jawali wal Mawarist al Hasyriyah yang berfungsi mengelola poll takes (jizyah)
dan harta tanpa waris.
3. Diwan al Kharaj yang berfungsi untuk memungut kharaj.
4. Diwan al Hilali yang berfungsi mengeloksi pajak buah-buahan.

Pada hakikatnya pengembangan institusi dan kebijakan dalam ekonomi Islam tidak
memiliki ketentuan baku kecuali apa yang telah digariskan dalam syariat. Khususnya dalam
pembentukan departemen dan kebijakan strategi pengoleksian dan pendapatan Negara,
sebenarnya juga tergantung pada perkembangan atau kondisi perekonomian Negara pada
waktu tertentu. Merujuk pada apa yang telah dijelaskan oleh Qardhawi tentang institusi
Baitul Mal, dalam operasionalnya, salah satu kebijakan pengelolaan pendapatan Negara
adalah ketika dana yang dimiliki departemen sedekah (zakat) yang fungsinya memenuhi
kebutuhan dasar warga negara kurang, maka dapat menggunakan dana dari departemen lain
yaitu departemen pajak atau upeti. Tahapan penggunaan keuangan negara ini sesuai dengan
yang dijelaskan sebelumnya, dimana sumber keuangan negara utama adalah zakat, kemudian

8
fay dan pajak. Jika masih juga kekurangan maka negara akan melakukan skema tafakul,
dimana semua harta dikumpulkan negara dan dibagikan sama rata.
Pada masa Ali Bin Abi Thalib, baitul mal juga berfungsi mencetak uang beredar
(dinar dan dirham), berarti Baitul Mal bisa berfungsi sebagai otoritas moneter yang
menentukan jumlah uang beredar. Atau bahkan dengan kompleksitas sektor moneter masa
modern ini, pengaturan sektor moneter oleh Baitul Mal tidak hanya terbatas pada jumlah
uang beredar tapi juga melakukan pengawasan dan pengaturan pada arus uang di aktivitas
investasi dan jual beli yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan syariah dalam
perekonomian. Dengan begitu divisi khusus yang mengurangi sektor moneter diperlukan
juga dalam struktur organisasi Baitul Maal.
Struktur organisasi Baitul Maal mengikuti kompleksitas perekonomian modern dapat
mempertimbangkan peran Baitul Maal dalam membuat kebijakan-kebijakan ekonomi
disektor riil dan moneter, disamping perannya yang secara alami membuat kebijakan disektor
sosial. Pengaruh kebijakan disektor riil seperti menentukan tingkat pajak dan
pendistribusiannya menentukan hirarki organisasi Baitul Maal, begitu juga kebijakan meneter
seperti menciptakan uang dan mengelola uang beredar.
Luasnya wilayah kerja Baitul Maal juga menjadi pertimbangan dalam membangun
struktur organisasinya. Konsep desentralisasi menjadi mekanisme kerja Baitul Maal dalam
menjalankan perannya sebagai salah satu lembaga ekonomi Negara. Hubungan pusat dan
daerah dalam pemungutan dan pendistribusian akumulasi dana haruslah berdasarkan
ketentuan syariah dan skala prioritas pembangunan ekonomi umat. Misalkan saja, ketika ada
akumulasi zakat yang terkumpul disuatu daerah maka dana tersebut terlebih dahulu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mustahiq didaerah tersebut. Ketika dana yang
terkumpul tersebut berlebih, maka akan didistribusikan pada daerah yang terdekat yang
memang sangat membutuhkan dana tadi. Namun ada juga yang melakukan hal tersebut
melalui konsep sentralisasi dimana pelaksanaan atau pendistribusian akumulasi dana
dilakukan oleh Baitul Maal pusat. Misalnya dimana sebagian, setengah atau seluruh
akumulasi dana zakat diserahkan pada Baitul Maal pusat.
Pengelola (amil)
Pengelolaan dana yang terhimpun dalam lembaga baitul maal merupakan isu yang
cukup sensitif, sehingga memerlukan pengelola yang memiliki integritas dan profesionalitas

9
tinggi baik secara moral maupun secara teknis. Ketidakjujuran pengelola atau kesalahan
pengelola dana bukan hanya menurunkan popularitas lembaga baitul maal, tapi juga menjalar
pada ketidakpercayaan pada kepemimpinan negara. Karena memang Baitul Maal merupakan
institusi konkrit dari sebuah negara.
Bagian zakat yang diberikan pada pengelola zakat tentu dalam kerangka pemasukan
negara berasal dari zakat ini. Besarnya bagian buat pengelola zakat ini menurut Imam Al-
Ghazali dalam Ihya Ulumuddinnya, sebesar kebutuhannya. Difinisi kebutuhan disini tentu
tidak terlepas pada kebutuhan menjalankan fungsi sebagi pengelola (amil) dan kebutuhan
pengelola zakat itu sendiri. Meskipun harus juga jelas kebutuhan sebesar apa. Annas Zarqa
mengklasifikasikan kebutuhan menjadi dua jenis, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup dan
kehidupan untuk hidup layak.

C. TUJUAN DAN FUNGSI BAITUL MAL

Tujuan baitul mal yaitu : terwujudnya layanan penghimpunan ZIZ dan wakaf yang
mengoptimalkan nilai bagi muzaki, munfiq, tatasaddiq, dan muwafit. Kedua terwujudnya
layanan pendayagunaan ZIS dan wakaf yang mengoptimalkan upaya pemberdayaan
mustahiq berbasis pungutan jaringan. Dan juga terwujudnya organisasi sebagai good
organization yang mengoptimalkan nilai bagi stakeholder dan menjadi benchmark bagi
lembaga oengelola ZIS dan wakaf di indonesia.
Selain itu Baitul mal berfungsi sebagai bendahara negara (konteks sekarang dalam
perekonomian modern disebut departemen keuangan). Tapi pada hakikatnya baitul mal
berfungsi untuk mengelola keuangan negara menggunakan akumulasi dana yang berasal dari
pos-pos penerimaan zakat, kharaj, jizyah, Khums, fay, dan lain-lain, dan dimanfaatkan
untuk melaksanakan program-program pembangunan yang menjadi kebutuhan negara.
Eksitensi lembaga baitul mal pada awalnya merupakan konsekuensi profesionalitas
manajemen yang dilakukan pengelola zakat (Amil). Namun ia juga mereflesikan ruang
lingkup islam, dimana islam didefinisikan juga sebagai agama dan pemerintahan, quran dan
kekuasaan, sehingga baitul mal menjadi salah satu komponen yang menjalankan fungsi-
fungsi pemerintahan dan kekuasaan dari negara. Jadi ketika negara harus mengelola
penerimaan-penerimaan negara, baik yang diatur oleh syariah maupun yang di dapat

10
berdasarkan kondisi pada saat itu, negara membutuhkan negara yang menghimpun,
mengelola dan mendistribusikan akumulasi dana negara tersebut untuk kepentingan negara,
baik penggunaan yang memang diatur oleh syariah atau juga yang merupakan prioritas
pembangunan ketika itu.

D. PENGGUNAAN DANA BAITUL MAL

Eksistensi Baitul Mal cukup tinggi dari zaman Rasulullah SAW hingga masa
pemerintahan berikutnya dan juga hingga saat ini. Eksistensi Baitul Maal sangat membantu
para muslim dalam pengelolaan harta yang diterima oleh kaum muslim. Semasa Rasulullah,
dana Baitul Maal digunakan dan didistribusikan sepenuhnya untuk kepentingan kaum
muslim kala itu. Namun terdapat perbedaan pengelolaan pada masa khalifah Umar bin
Khattab. Umar tidak menggunakan seluruh dana Baitul Mal, tetapi sebagian dana tersebut
disimpan di Baitul Maal sebagai dana cadangan. Meskipun demikian, penggunaan dana
Baitul Maal pada prinsipnya sama untuk memenuhi kebutuhan kaum muslim. Berikut rincian
penggunaan dana Baitul Maal, yaitu:
1. Penggunaan dana untuk penyebaran Islam
Pada masa Khalifah Rasululllah SAW, seiring dengan semakin luasnya wilayah
kekuasaan Islam, beliau selalu menunjuk perwakilannya untuk pergi ke wilayah-wilayah
yang telah kaum muslim taklukan sebelumnya. Setiap kaum muslim menang dalam
peperangan, para utusan nabi hijrah ke tempat-tempat tersebut untuk mengajarkan
penduduk di sana tentang Islam dan Al-Quran. Awalnya, mereka pergi ke tempat-tempat
tersebut menggunakan dana dan tunggangan kuda sendiri. Sampai akhirnya semakin luas
daerah kekuasaan Islam, semakin jauh jaraknya dari Mekkah dan dana Baitul Maal
semakin terkumpul banyak dari pemasukan-pemasukan pajak tanah dan lain sebagainya,
akhirnya utusan Nabi yang bertugas ke tempat-tempat yang jauh dibiayai oleh dana
Baitul Maal dan diberi tunggangan kuda. Jadi, dapat dikatakan bahwa salah satu
penggunaan dana Baitul Maal adalah sebagai biaya untuk perjalanan dakwah
menyebarkan agama Islam (Karim, 2010:134)
2. Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan

11
Pada masa Khalifah Rasulullah, beliau sangat memperhatikan pendidikan kaum
muslim. Beliau mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis. Lalu, beliau menunjuk
beberapa utusan untuk mengajarkan umat lain.Selain itu, tawanan-tawanan perang
diperintahkan Rasulullah untuk mengajarkan kaum muslim membaca dan menulis agar
mereka dapat dibebaskan. Dana Baitul Maal digunakan untuk membiayai perjalanan
utusan-utusannye tersebut dalam mengajarkan membaca dan menulis.
Selain itu, dana Baitul Maal juga digunakan untuk membeli senjata-senjata
perang, pakaian perang, kuda tunggangan yang pada awalnya Rasulullah meminjam
semuanya itu kepada umat lain pada saat perang karena keterbatasan dana. Namun
setelah kaum muslim memenangkan peperangan dan mendapatkan harta rampasan
perang yang selanjutnya dikumpulkan di Baitul Maal, kaum muslim akhirnya dapat
membeli perlengkapan perang sendiri.
3. Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Seperti yang kita tahu, dana Baitul Maal didapatkan dari zakat, kharaj, ghanimah,
jizyah, khums, dan lain sebagainya. Dana-dana tersebut digunakan para khalifah untuk
mensejahterakan rakyat, salah satunya adalah untuk mengatasi masalah kelaparan kaum
fakir miskin.
Setiap sumber dana tersebut digunakan untuk hal-hal tertentu, misalnya zakat digunakan
untuk :
1. Menyantuni fakir miskin
2. Menampung tuna wisma
3. Membayar gaji para pengumpul zakat
4. Melunasi utang-utang yang tidak mampu membayarnya
5. Menolong orang-orang yang baru masuk Islam
6. Membebaskan budak
7. Melaksanakan aktivitas pekerjaan umum

Khums (pajak tanah) juga digunakan untuk hal-hal tertentu. Khums yang didapat dari
tanah tanpa melalui peperangan digunakan Rasulullah untuk hal-hal tertentu saja yang
dianggap tetap oleh Rasulullah. Khums yang didapat dari tanah melalui peperangan
digunakan Rasulullah untuk memenuhi kepentingan harian kaum muslim (Karim, 2010:147).
Selain itu, Rasulullah menggunakan dana Baitul Maal untuk memebrikan hadiah kepada
utusan-utusan datang untuk memeluk agama Islam dengan kisaran-kisaran

12
tertentu.Rasulullah mengutus Bilal untuk mengurus masalah pemeberian hadiah ini. Pada
pemerintahan Umar bin Khattab, beliau pernah mendaftar kaum muslim untuk diberi hadiah
dengan kisaran-kisaran tertentu.
Pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib, beliau membagi dua dana Baitul Maal, yaitu
dana untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin muslim dan kebutuhan fakir miskin non-
muslim. Dapat dilihat bahwa, pemerintahan Islam menggunakan dana Baitul Maal untuk
kepentingan-kepentingan kesejahteraan kaum muslim dan non muslim (social welfare)
(Karim, 2010:148).

E. PENDAPATAN BAITUL MAL

Dengan adanya perang Badar pada abad ke-2 Hijriyah, negara mulai mempunyai
pendapatan dari seperlima rampasan perang (Ghanimah) yang disebut dengan Khums, sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Al-Anfal:41. Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa
bagian 1/5 adalah hak Allah, Rasul dan kerabatnya, golongan yatim, golongan miskin, dan
ibnu sabil. Sedangkan 4/5 sisanya adalah milik para pejuang yang berhak atas rampasan
perang tersebut. Setelah Rasulullah wafat, maka Khulafaur Rasyidin membagi bagian yang
1/5 itu kepada 3 bagian dengan menghapus bagian milik Rasul dan kerabatnya. Selain
dari Khums, akibat peperangan tersebut diperoleh pula pendapatan dari tebusan tawanan
perang bagi yang ditebus, rata-rata 4000 dirham untuk setiap tawanan. Tetapi bagi yang tidak
ditebus wajib mengajar membaca masing-masing sepuluh orang muslim.
Lalu sebagai akibat dari pengkhianatan Bani Nadhir terhadapa Nabi setelah perang
Uhud, Rasulullah mendapatkan tanah wakaf yang pertama dalam sejarah Islam. Pada masa
Rasulullah juga terdapatJizyah yaitu pajak yang dibayarkan oleh orang non muslim
khususnya ahli kitab untuk jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai
dan tidak wajib militer. Besarnya Jizyahsatu dinar per tahun untuk orang dewasa yang
mampu membayarnya. Jizyah diambil dari orang-orang kafir laki-laki yang sudah baligh dan
berakal sehat tapi tidak wajib atas wanita, anak-anak, dan orang gila.
Ada pula sumber pendapatan lain yaitu Kharaj atau pajak tanah yang dipungut dari
orang-orang non muslim ketika khaibar ditaklukan, jumlah kharaj tetap yaitu setengah dari
hasil produksi. Pengertian Kharaj sendiri yaitu kebijakan fiskal yang diwajibkan atas tanah

13
pertanian di negara-negara Islam yang baru berdiri. Ada juga Ushr, yaitu bea impor yang
diberikan kepada semua pedagang, dibayar hanya dalam waktu sekali selama setahun dan
hanya berlaku bagi barang yang nilainya 200 dirham. Ushr juga dipungut terhadap pedagang
kafir zimmi yang melewati perbatasan.
Zakat dan ushr adalah pendapatan yang paling utama bagi negara pada masa
Rasulullah hidup. Kedua jenis pendapatan ini berbeda dengan pajak dan tidak diperlakukan
seperti pajak. Selain itu masih ada lagi yang disebut dengan Amwal Fadhla yaitu harta benda
kaum muslim yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang seorang
muslim yang meninggalkan negerinya. Instrumen lain adalah Nawaib, yaitu pajak yang
jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum muslim yang kaya untuk menutupi
pengeluaran negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk.

***

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari pemaparan makalah diatas dapat penulis simpulkan bahwa baitul maal adalah
sebuah pembendaharaan negara yang mengatur segala pemasukan dan pengeluaran negara.
Berdirinya baitul maal ini karena sebelum islam masuk, terjadi penyalahgunaan keuangan
negara. Maksunya pemerintah yang jail bebas mengambil harta kekayaan rakyat sesuai

14
keinginannya. Namun setelah islam datang maka rasulullah memperkenalkan konsep baru di
bidang keuangan yaitu dengan teknik pengumpulan dana dimana di keluarkannya dana sesuai
kebutuhan dan kepentingan yang mendesak. Walaupun pada rasulullah belum terlalu dikenal tapi
Baitul maal ini berkembang pesat pada masa khalifah Umar Ibn Khattab, begitu pula adanya
peningkatan pendapatan negara pada saat itu.
Baitul maal atau yang sering disebut rumah harta ataupun lembaga yang mengatur
keuangan negara baik dari segi pemasukan, penyimpanan dan juga pendistribusian ini sangat
membantu negara dalam mengelola keuangan. Adanya baitul maal diperlukan pula pengelola.
Pada masa rasulullah, beliau hanya mengutus 40 orang mengelolahnya sedangkan masa
selanjutnya dikelolah oleh khalifah atau amil dan keduanya hanya sebagai pemegang amanah.
Adapun dana yang di kumpulkan itu dari pengumpulan zakat, kharaj, jizyah, infak juga sadaqah
dan negara berkewajiban untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta
anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-orang miskin, membayar utang orang-orang
yang bangkrut; membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu.
Baitul mal membantu terwujudnya layanan penghimpunan ZIZ dan wakaf yang
mengoptimalkan nilai bagi muzaki, munfiq, tatasaddiq, dan muwafit. Kedua terwujudnya
layanan pendayagunaan ZIS dan wakaf yang mengoptimalkan upaya pemberdayaan mustahiq
berbasis pungutan jaringan. Dan juga terwujudnya organisasi sebagai good organization yang
mengoptimalkan nilai bagi stakeholder dan menjadi benchmark bagi lembaga oengelola ZIS dan
wakaf d indonesia. Adapun fungsinya sebagai pembendaharaan yang mengatur tentang keuangan
negara.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman Azhar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi 3 (cet. 4; Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), h. 51-53.
Nurul Huda dan mohamad Heykal, lembaga keuangan islam, Edisi 1 (cet. 1; Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2010), h.25.
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (cet. 1; Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), h.451.
https://id.wikipedia.org/wiki/Baitul_Mal

15
http://baitulmal.pidiekab.go.id/index.php/14-icetheme/icecarousel/64-baitul-mal-di-masa-
rasullah-saw
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/01/18/lxzqku-khazanah-
ekonomi-islam-baitul-mal
http://elsimh-feb11.web.unair.ac.id/artikel_detail-81200-Sejarah%20Pemikiran
%20Ekonomi%20Islam-Baitul%20Maal.html
https://atthahirah600.wordpress.com/2013/11/20/baitul-maal/
http://rumahdhuafa.org/sejarah-baitul-maal-dari-masa-ke-masa/
http://www.bprsyariah.com/news-media/artikel/28-perkembangan-baitul-mal-pada-masa-
rasulullah-dan-sahabat.html

16

Anda mungkin juga menyukai