Anda di halaman 1dari 55

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tumor abdomen adalah suatu massa yang padat dengan ketebalan yang berbeda-beda,
yang disebabkan oleh sel tubuh yang yang mengalami transformasi dan tumbuh secara
autonom lepas dari kendali pertumbuhan sel normal, sehingga sel tersebut berbeda dari
sel normal dalam bentuk dan strukturnya.
Yang termasuk tumor intra abdomen antara lain, Tumor hepar, Tumor limpa / lien,
Tumor lambung / usus halus, Tumor colon, Tumor ginjal (hipernefroma), Tumor
pankreas. Pada anak-anak dapat terjadi Tumor wilms (ginjal).

2.2 Anatomi dan Fisiologis


Bagian abdomen (perut) sering dibagi menjadi 9 area berdasarkan posisi dari 2 garis
horizontal dan 2 garis vertikal yang membagi-bagi abdomen.
Pembagian berdasarkan region:
1. Regio hipokondriak kanan
2. Regio epigastrika
3. Regio hipokondriak kiri
4. Regio lumbal kanan
5. Regio umbilicus
6. Regio lumbal kiri
7. Regio iliak kanan
8. Regio hipogastrika
9. Regio iliak kiri
Bagian abdomen juga dapat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan posisi dari satu garis
horizontal dan 1 garis vertikal yang membagi daerah abdomen.
1. Kuadran kanan atas
2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah

2
Gambar 2.1 Regio Abdomen
Isi abdomen dapat dibagi dalam organ yang terletak retroperitoneal dan intra
peritoneal serta organ yang pada waktu perkembangan menjadi retroperitoneal. Organ
retroperitoneal ialah ren, ureter, glandula supra renalis, pembuluh-pembuluh darah besar
dan trunkus sympathicus. Oleh karena organ intra peritoneal mempunyai penggantung,
yang menggantunginya kepada diafragma dan dinding dorsal abdomen serta alat-alat
retroperitoneal, mereka dapat digerakkan. Organ ini adalah ventriculus, jejunum, ileum,
appendix vermiformis, colon transfersum colon sigmoid dan hepar. Organ retroperitoneal
sekunder ialah duodenum, colon ascendens, colon descendens dan pancreas.

2.3 Etiologi
Penyebab neoplasma umumnya bersifat multifaktorial. Beberapa faktor yang
dianggap sebagai penyebab neoplasma antara lain meliputi bahan kimiawi, fisik, virus,
parasit, inflamasi kronik, genetik, hormon, gaya hidup, serta penurunan imunitas.
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang abnormal. Perbedaan
sifat sel tumor tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi
autonominya dalam pertumbuhan, kemampuannya mengadakan infiltrasi dan
menyebabkan metastasis.

3
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara lain:
1. Karsinogen
a. Kimiawi
Bahan kimia dapat berpengrauh langsung (karsinogen) atau memerlukan aktivasi
terlebih dahulu (ko-karsinogen) untuk menimbulkan neoplasma. Bahan kimia ini
dapat merupakan bahan alami atau bahan sintetik/semisintetik. Benzopire suatu
pencemar lingkungan yang terdapat di mana saja, berasal dari pembakaran tak
sempurna pada mesin mobil dan atau mesin lain (jelaga dan ter) dan terkenal
sebagai suatu karsinogen bagi hewan maupun manusia. Berbagai karsinogen lain
antara lain nikel arsen, aflatoksin, vinilklorida. Salah satu jenis benzo (a) piren,
yakni, hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH), yang banyak ditemukan di dalam
makanana yang dibakar menggunakan arang menimbulkan kerusakan DNA
sehingga menyebabkan neoplasia usus, payudara atau prostat.
b. Fisik
Radiasi gelombang radioaktif seirng menyebabkan keganasan. Sumber radiasi
lain adalah pajanan ultraviolet dan iritasi kronis pada mukosa yang disebabkan
oleh bahan korosif atau penyakit tertentu juga bisa menyebabkan terjadinya
neoplasma.
c. Viral
Dapat dibagi menjadi dua berdasarkan jenis asam ribonukleatnya; virus DNA
serta RNA. Virus DNA yang sering dihubungkan dengan kanker antara human
papiloma virus (HPV), Epstein-Barr virus (EPV), hepatiti B virus (HBV), dan
hepatitis C virus (HCV). Virus RNA yang karsonogenik adalah human T-cell
leukemia virus I (HTLV-I) .
2. Hormon
Hormon dapat merupakan promoter kegananasan.
3. Faktor gaya hidup
Kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan makan-makanan yang kurang
berserat. Asupan kalori berlebihan, terutama yang berasal dari lemak binatang, dan
kebiasaan makan makanan kurang serat meningkatkan risiko berbagai keganasan,
seperti karsinoma payudara dan karsinoma kolon.
4. Parasit
Parasit schistosoma hematobin yang mengakibatkan karsinoma planoseluler.
5. Genetik, infeksi, trauma, hipersensivitas terhadap obat.

4
2.4 Klasifikasi Tumor Intra Abdomen
1. Tumor Intra Peritoneal
A. Karsinoma Lambung
a) Insiden
Yang tinggi ditemukan di Cina, Jepang dan Chili. Di Jepang insiden
mencapai 70 per 100.000, di Eropa Tengah 40 per 100.000, di Amerika
insiden pada laki-laki 10 per 100.000 populasi pertahun.
b) Etiologi
Sebab timbulnya karsinoma lambung tidak diketahui. Beberapa faktor
tertentu yang menunjukkan factor etiologi :
1. Iritasi berulang
2. Frekuensi lebih tinggi pada orang dengan golongan darah A
3. Polipus lambung, anemia pernisiosa, ulkus ventriculi dan lain-lain.
c) Patologi
Secara makroskopis dibagi 5 tipe :
Tipe I : Pertumbuhan seperti bunga kol dengan pinggir tajam,
permukaannya mengalami indurasi, kemudian terjadi ulserasi.
Tipe II : Ulkus dengan pinggir indurasi yang tidak teratur disekitarnya
terdapat ulkus seperti fistel yang kecil.
Tipe III : Karsinoma koloid
Tipe IV : Leather bottle stomach
Tipe V : Karsinoma karena ulkus ventrikuli kronik
d) Tempat
Tumor lambung dapat berkembang pada banyak bagian lambung,dan
mungkin menyebar melalui lambung dan organ lain, melalui sepanjang
dinding lambung,kedalam oesofagus atau usus halus. Tempat yang paling
umum adalah regio pilorik. Yang paling jarang di Fundus atau seluruh
lambung.
e) Penyebaran
1. Penyebaran Langsung
2. Penyebaran Limfatik
3. Penyebaran Melalui Darah

5
4. Implantasi Transolemik
5. Menyebar melalui kelenjar limfe yang berdekatan dan organ lain seperti,
Hati, pancreas, dan kolon.
B. Tumor Jinak Lambung
Tumor jinak yang sering ditemukan adalah polip dan leiomioma yang dapat
berbentuk adenomatosa, hiperplastik atau fibroid.
a) Pengobatan
Pembedahan dilakukan dengan maksud kuratif dan paliatif. Untuk tujuan
kuratif dilakukan operasi radikal yaitu gastrektomi subtotal atau total, dengan
mengangkat kelenjar limfe regional dan organ lain yang terkena. Sedangkan
untuk tujuan paliatif hanya dilakukan pengangkatan tumor yang perforasi atau
berdarah atau mungkin hanya sekedar membuat jalan pintas lambung.

C. Neoplasma Hati
a) Insiden
Karsinoma hepatoseluler banyak didapatkan di Afrika, Asia Timur dan Asia
Tenggara. Perbandingan laki-laki daripada perempuan 3:1
b) Etiologi
a. Ada hubungan erat antara sirosis hati dan infeksi virus hepatitis B dan C
dengan terjadinya Karsinoma Hepato Seluler.
b. Aflatoksin
c) Patologi
Karsinoma hepatoseluler merupakan 80% dari semua karsinoma hati primer.
Gambaran makroskopis dibagi menjadi tiga macam yaitu bentuk massif
unifokal, bentuk noduler, multifokal dan bentuk difus dengan pertumbuhan
Infiltratif.
d) Pengobatan
Pada saat ini pengobatan hanya ketika ditemukan pada stadium awal dan
jika kesehatan pasien memungkinkan untuk operasi. Pengobatan yang lain dari
operasi mungkin dapat menolong mengontrol penyakit dan lamanya hidup dan
meningkatkan kualitas hidup. Pembedahan karsinoma hepatoseluler dapat
berupa segmentektomi, lobektomi atau lobektomi yang diperluas. Pengobatan
lain tanpa pembedahan berupa pemberian kemoterapi intraarterial,embolisasi
melalui arteri,radiasi,dan penyuntikan intra tumor.

6
D. Tumor Ganas Saluran Empedu
a) Insiden
Antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda. Umur kejadian rata-rata 60
tahun dan dapat timbul pada setiap usia.
b) Patologi
Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai adenokarsinoma yang juga
disebut kolangio karsinoma tetapi dapat juga mirip jaringan parut atau
kolangitis. Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus
atau duktus koledokus.
c) Pengobatan
Yang terbaik adalah pembedahan. Adenokarsinoma saluran empedu yang baik
direseksi bila terdapat pada duktus koledokus bagian distal atau papilla vater.
Pembedahan dilakukan dengan cara whipple.

E. Tumor Ganas Kandung Empedu


a) Insiden
Jarang ditemukan dan biasanya terdapat pada usia lanjut.
b) Etiologi
Sekitar 8% faktor etiologi adalah kolelitiasis karena resiko transformasi kearah
keganasan.
c) Patologi
Kebanyakan tumor primer kandung empedu adalah adenokarsinoma, dimana
secara histologik dapat bersifat scirhosis, papilar atau mukoid.
d) Pengobatan
Pencegahan dilakukan dengan melakukan kolesistektomi pada penderita
kolelitiasis merupakan cara yang paling baik.Apabila sudah ditemukan
karsinoma kandung empedu harus dilakukan kolesistektomi dan reseksi baji
hepar selebar 3-5 cm,disertai diseksi kelenjar limfe regional didaerah
ligamentum hepatoduodenale.

F. Neoplasma Limfa

7
Tumor limpa primer jarang ditemukan dan telah diklasifikasikan menjadi : yang
timbul dari jaringan fibrosa kapsul dan jaringan trabekularis, unsur limfoid,
jaringan vascular dan sinus, serta jenis lainnya yang jarang timbul seperti tumor
inklusi embrionik. Tumor limfa jinak dapat merupakan kista, kemangioma atau
hamartoma.

G. Usus Halus
a. Tumor Jinak
Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan
yeyunum. Polip adenomatosa menduduki tempat nomor satu, disusul oleh
Lipoma, leiomioma dan hemangioma.
b. Tumor Ganas
Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum, jenis yang ditemukan ialah
limfoma ganas, karsinoid dan adenokarsinoma.
a) Pengobatan
Berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus dipulihkan
kembali,sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi
radikal.
H. Kolon
Bagian asenden dan desenden terutama retroperitoneum sedangkan kolon
sigmoideum dan transversum terletak intra peritoneal.
a. Neoplasma Jinak
a) Polip
Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan Neoplasma jinak terbanyak
di kolon.
b) Poli Posis Kolon
Merupakan penyakit herediter yang jarang ditemukan.
c) Lipoma
d) eiomioma
b. Neoplasma Ganas
a) Insiden
Kejadian karsinoma kolon cukup tinggi di Indonesia, juga angka kematiannya.
Insiden pada pria sebanding dengan wanita dan lebih banyak pada orang

8
muda. Di AS tempat kedua tersering bagi neoplasma ganas primer dengan
140.000 kasus baru dan 60.000 kematian.

b) Etiologi
Berbagai polip kolon dapat berdegenerasi maligna. Radang kronik kolon juga
beresiko tinggi.
c) Letak
Sekitar 70-75% terletak pada sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip,
colitis ulserosa dan colitis amuba kronik.
d) Patologi
Secara maskroskrospis terdapat tiga tipe Ca.Colon. Tipe polipoid terutama di
sekum dan kolon asenden, tipe skirne, terutama ditemukan di kolon desendens
sigmoid dan ulceratif.
e) Klasifikasi
Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran histologik dibagi
menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan dalamnya infiltrasi di dinding usus.
f) Pengobatan
Tiga pengobatan utama dari kanker kolon adalah opersai, radiasi, dan
kemoterapi, tergantung dari staging kanker. Operasi adalah terapi utama untuk
kanker kolon,biasanya reseksi segmental. Reseksi kadang menyebabkan
gangguan pada saluran cerna. Jika tumor besar dan menyebabkan obstruksi
diperlukan colonostomi temporer.Tapi jika tumor tidak biasa
dibuang,dilakukan kolonostomi permanen.Pengobatan dengan radiasi energi
tinggi menghancurkan sel-sel tumor. Radiasi sesudah operasi dapat membunuh
sel-sel tumor yang mungkin tidak dilihat selama operasi. Penggunaan
kemoterapi setelah operasi meningkatkan harapan hidup pasien. Fluourasil
(5FU) adalah obat yang paling sering digunakan untuk terapi Ca kolon.

2. Tumor Retroperitoneal
A. Ginjal
a. Insiden
Di RS insidensi tumor ginjal menempati urutan ketiga dari tumor saluran
kemih, setelah tumor kandung kemih dan prostat.

9
a) Tumor Jinak
Tumor ginjal padat jinak ialah adenoma, onkositoma, leiomioma, lipoma,
hemangioma dan hamartoma

b) Tumor Ganas
Tumor ginjal ganas biasanya berupa tumor padat yang berasal dari
urotelium, yaitu karsinoma sel transisional atau berasal dari sel epitel ginjal
atau adenokarsinoma yaitu tumor Grawitz atau dari sel nefroblasi, yaitu
tumor wilus.
c) Adenokarsinoma ginjal
Dilaporkan pertama kali oleh Grawitz pada tahun 1883 sehingga dikenal
juga dengan tumor Grawitz.
a. Insidensi
Tumor ini tersering mengenai penderita pada usia enam puluhan dan
dua atau tiga kali dijumpai lebih sering pada laki-laki
b. Etiologi
Penyebab pasti dari tumor ganas ini belum diketahui walaupun secara
eksperimen dilaporkan adanya hubungan denagn cycasin, aflatoksin,
antibiotika, zat kimia, virus, dan radiasi.
c. Pengobatan
Pada tumor stadium I,II,IIIA, nefrektomi radikal memberi kemungkinan
sembuh. Pengobatan pilihan untuk tumor yang belum menunjukan
tanda-tanda metastasis adalah radikal nefrektomi, yaitu pengangkatan en
bloc ginjal beserta tumornya dan kapsul gerota secara intak. Bila sudah
metastasis maka pengobatan yang dianjurkan adalah nefrektomi, itupun
bila harapan hidup diperkirakan lebih dari 6 bulan.

B. Tumor Ureter
Hampir semua tumor ureter adalah karsinoma sel transisional. Kira-kira 2/3
terdapat pada bagian distal ureter.

C. Tumor Pankreas

10
Keganasan yang paling umum ditemukan, adenokarsinoma duktulus, merupakan
penyakit yang tidak memberikan gejala dan terus berlanjut dengan prognosis
yang buruk dan angka kelangsungan hidup pasien 5 tahun dari pasien kurang dari
1%.

a) Tumor Jinak
Tumor jinak yang berasal dari sel eksokrin jarang ditemukan dan mencakup
adenoma sel duktulus dan sel asinus serta tumor jaringan ikat seperti
hemangioma, limfangioma dan tumor dermoid.
b) Tumor Ganas
Tumor eksokrin ganas mencakup spektrum luas sel duktulus. Asinus dan
tumor jaringan ikat, tetapi lebih dari 90% timbul sebagai adenokarsinoma
duktulus.
c) Adenokarsinoma Pankreas
Ada tendensi insidens tumor pankreas ganas meningkat di AS dan Eropa. Di
Indonesia karsinoma pankreas, tidak jarang ditemukan dan merupakan tumor
ganas ketiga terbanyak pada pria setelah tumor paru dan tumor kolon. Insiden
tertinggi pada usia 50-60 tahun.
a. Etiologi
Merokok berat, diit daging, diabetes mellitus dan gastrektomi.
b. Tempat
Dua pertiga tumor pancreas ditemukan pada hulu pankreas dan sisanya di
korpus dan ekor pankreas.
c. Pengobatan
Terapi dari kanker pancreas sebagaimana semua kanker mungkin
melibatkan kombinasi dari operasi,radioterapi,dan kemoterapi.Untuk
menentukan pilihan terbaik dari terapi di evaluasi lagi staging dari
kanker.Untuk stadium awal keganasan tanpa metastasis penyakit,reseksi
melalui prosedur yang disebut Pankreaticduodenoktomi atau whipple
prosedur.

2.5 Gejala Klinis


Kanker dini sering kali tidak memberikan keluhan spesifik atau menunjukan tanda
selama beberapa tahun. Umumnya penderita merasa sehat, tidak nyeri dan tidak

11
terganggu dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Pemeriksaan darah atau pemeriksaan
penunjang umumnya juga tidak menunjukkan kelainan.
Oleh karena itu, American Cancer Society telah mengeluarkan peringatan tentang
tanda dan gejala yang mungkin disebabkan kanker. Tanda ini disebut “7-danfer warning
signals CAUTION”.

C = Change in bowel or bladder habit

A = a sore that does not heal

U = unusual bleding or discharge

T = thickening in breast or elsewhere

I = indigestion or difficult
O = obvious change in wart or mole

N = nagging cough or hoarseness

Tumor intra abdomen merupakan


salah satu tumor yang sangat sulit untuk dideteksi. Berbeda dengan jenis tumor lainnya
yang mudah diraba ketika mulai mendesak jaringan di sekitarnya. Hal ini disebabkan
karena sifat rongga tumor abdomen yang longgar dan sangat fleksibel. Tumor abdomen
bila telah terdeteksi harus mendapat penanganan khusus. Bahkan, bila perlu dilakukan
pemantauan disertai dukungan pemeriksaan secara intensif. Bila demikian, pengangkatan
dapat dilakukan sedini mungkin.
Biasanya adanya tumor dalam abdomen dapat diketahui setelah perut tampak
membuncit dan mengeras. Jika positif, harus dilakukan pemeriksaan fisik dengan hati-
hati dan lembut untuk menghindari trauma berlebihan yang dapat mempermudah
terjadinya tumor pecah ataupun metastasis. Dengan demikian mudah ditentukan pula
apakah letak tumornya intraperitoneal atau retroperitoneal. Tumor yang terlalu besar sulit
menentukan letak tumor secara pasti. Demikian pula bila tumor yang berasal dari rongga
pelvis yang telah mendesak ke rongga abdomen.
Berbagai pemeriksaan penunjang perlu pula dilakukan, seperti pemeriksaan darah
tepi, laju endap darah untuk menentukan tumor ganas atau tidak. Kemudian mengecek
apakah tumor telah mengganggu sistem hematopoiesis, seperti pendarahan intra tumor
atau metastasis ke sumsum tulang dan melakukan pemeriksaan USG atau pemeriksaan
lainnya.
Tanda dan Gejala :
- Hiperplasia.

12
- Konsistensi tumor umumnya padat atau keras.
- Tumor epitel biasanya mengandung sedikit jaringan ikat, dan apabila tumor
berasal dari masenkim yang banyak mengandung jaringan ikat elastis kenyal
atau lunak.
- Kadang tampak Hipervaskulari di sekitar tumor.
- Bisa terjadi pengerutan dan mengalami retraksi.
- Edema sekitar tumor disebabkan infiltrasi ke pembuluh limfa.
- Konstipasi.
- Nyeri.
- Anoreksia, mual, lesu.
- Penurunan berat badan.
- Pendarahan.

2.6 Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan klinik di sini adalah pemeriksaan rutin yang biasa dilakukan dengan cara
anamnesis dan pemeriksaan fisik, yaitu:
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Pemeriksaan ini sangat penting, karena dari hasil pemeriksaan klinik yang dilakukan
secara teliti, menyeluruh, dan sebaik-baiknya dapat ditegakkan diagnosis klinik yang
baik pula. Pemeriksaan klinik yang dilakukan harus secara holistik, meliputi bio-psiko-
sosio-kulturo-spiritual.
Anamnesis seorang pasien, dapat bermacam-macam mulai dari tidak ada keluhan
sampai banyak sekali keluhan, bisa ringan sampai dengan berat. Semakin lanjut stadium
tumor, maka akan semakin banyak timbul keluhan gejala akibat tumor ganas itu sendiri
atau akibat penyulit yang ditimbulkannya.
Apabila ditemukan tumor ganas di dalam atau di permukaan tubuh yang jumlahnya
banyak (multiple), maka perlu ditanyakan tumor mana yang timbul lebih dahulu.
Tujuannya adalah untuk memperkirakan asal dari tumor tersebut. Pemeriksaan fisik ini
sangat penting sebagai data dasar keadaan umum pasien dan keadaan awal tumor ganas
tersebut saat didiagnosa. Selain pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus terhadap tumor
ganas tersebut perlu dideskripsikan secara teliti dan rinci. Untuk tumor ganas yang

13
letaknya berada di atau dekat dengan permukaan tubuh, jika perlu dapat digambar
topografinya pada organ tubuh supaya mudah mendeskripsikannya. Selain itu juga perlu
dicatat :
1. Ukuran tumor ganas, dalam 2 atau 3 dimensi,
2. Konsistensinya
3. Ada perlekatan atau tidak dengan organ di bawahnya atau kulit di atasnya.

2.7 Pemeriksaan Radiologi


Endoskopi (sebuah penelitian dimana sebuah pipa elastis digunakan untuk melihat
bagian dalam pada saluran pencernaan) adalah prosedur diagnosa terbaik. Bertujuan
untuk memeriksa helicobacter pylori, dan untuk mengambil contoh jaringan untuk
diteliti di bawah sebuah mikroskop (biopsi).
Jika kanker ditemukan, orang biasanya menggunakan computer tomography (CT)
scan pada dada dan perut untuk memastikan penyebarannya yang mana tumor tersebut
telah menyebar ke organ-organ lainnya. Jika CT scan tidak bisa menunjukkan
penyebaran tumor.
Pemeriksaan imaging yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
tumor ganas (radiodiagnosis) banyak jenisnya mulai dari yang konvensional sampai
dengan yang canggih, dan untuk efisiensi harus dipilih sesuai dengan kasus yang
dihadapi.
Pada tumor ganas yang letaknya profunda dari bagian tubuh atau organ,
pemeriksaan imaging diperlukan untuk tuntunan (guiding) pengambilan sample
patologi anatomi, baik itu dengan cara fine needle aspiration biopsi (FNAB) atau
biopsy lainnya.
Selain untuk membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan imaging juga
berperan dalam menentukan staging dari tumor ganas. Beberapa pemeriksaan imaging
tersebut antara lain:
- Radiografi polos atau radiografi tanpa kontras, contoh: X-foto tengkorak, leher,
toraks, abdomen, tulang, mammografi, dll.
- Radiografi dengan kontras, contoh: Foto Upper Gr, bronkografi, Colon in loop,
kistografi, dll.
- USG (Ultrasonografi), yaitu pemeriksaan dengan menggunakan gelombang suara.
Contoh: USG abdomen, USG urologi, mammosografi, dll.

14
- CT-scan (Computerized Tomography Scanning), contoh: Scan kepala, thoraks,
abdomen, whole body scan, dll.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging). Merupakan alat scanning yang masih
tergolong baru dan pada umumnya hanya berada di rumah sakit besar. Hasilnya
dikatakan lebih baik dari CT.
- Scinfigrafi atau sidikan Radioisotop. Alat ini merupakan salah satu alat scanning
dengan menggunakan isotop radioaktif, seperti: Iodium, Technetium, dll. Contoh:
scinfigrafitiroid, tulang, otak, dll.
- RIA (Radio Immuno Assay), untuk mengetahui petanda tumor (tumor marker).
2.8 Gambaran Radiologi
1. Tumor Hepar
Ada 2 macam gambaran hepatoma yaitu bentuk nodular yang gambaran nodul
tumor jelas misalnya tumor yang tidak berbatas rata, atau bentuk difuse. Hepatoma
bentuk difuse ditandai dengan edchopattern yang sangat kasat dan mengelompok
dengan batas tidak teratur dan bagian sentralnya lebih ecvhogenik. Pembuluh darah
disekitarnya sering distorted. Seringkali para ultrasonografer yang tidak
berpengalaman membuat diagnosa sirosis padahal diagnosa yang betul adalah sirosis
dan hepatoma diffuse. Gambaran hepatoma diffuse harus dibedakan dari gambaran
focal fatty liver dimana ada gambaran echopattern yang kasar tetapi fokal.

Gambar 2.2 - Hepatoma Difuse dan Hepatoma Noduler


Hepatoma yang berukuran 3 cm atau kurang disebut : Hepatoma dini (early). Bila
ukuran lebih dari 3 cm disebut : Hepatoma lanjut (advanced). Hepatoma dini sering
kali bersifat hypoechoic sedang hepatoma lanjut biasanya hyperechoic atau multiple
echo yang menunjukkan nekrosis atau fibrosis dalam tumor. Kadang – kadang
hepatoma dini berbentuk seperti mata sapi (bull’s eye).

15
Gambar 2.3 - Gambaran USG Hepatoma Lanjut berupa hyperechoic

2. Tumor Limpa
Pada tumor primer pada limpa ditemukan gambaran bulging atau
penggelembungan
tepi limpa dengan struktur eko
parenkim yang tidak homogen.

Gambar 2.4 - Spiral CT scan dipotong 7 mm, dengan limpa sangat membesar (di sebelah
kanan pemirsa), menunjukkan massa tumor kurang radiodense dengan limpa agak padat
normal berdekatan.
3. Tumor Lambung atau Usus halus
Bila ada tumor lambung, maka dengan sendirinya kontras tidak dapat mengisinya,
sehingga pada pengisian lambung, tempat tersebut merupakan tempat yang luput dari
pengisian kontras (luput isi atau filling defect).
a) Stadium Awal Kanker Lambung
Lesi-lesi yang Nampak di mukosa dan submukosa diklasifikasikan menjadi 3
tipe:
b. Lesi tipe I yaitu adanya elevasi dan penonjolan keluar lumen lebih dari 5 mm.

16
c. Lesi tipe II yaitu adanya lesi superficial yang adanya elevasi (IIa), datar (IIb),
atau tertekan (IIc).
d. Lesi tipe III stadium kanker awal adalah gambaran dangkal, ulkus ireguler
dikelilingi nodul-nodul, kumpulan lipatan-lipatan mukosa.
b) Kanker Lambung Stadium Lanjut
Kanker lambung kadang-kadang Nampak dalam foto polos abdomen sebagai
gambaran abnormalitas pada kontur gaster atau adanya gambaran massa soft
tissue yang masuk ke dalam kontur gaster. Jarang ditemukan musin yang
diproduksi kanker yang akan memberikan gambaran area kalsifikasi. Pada studi
barium, karsinoma gaster tampak gambaran polypoid, ulcerative atau lesi
infiltrate.

Gambar 2.5 - Polypoid Carcinoma lambung. Radiografi dengan kontras Foto


Upper GI menunjukkan kelainan yang mengisi lobulated (panah) di antrum
lambung.

17
Gambar 2.6 - Tumor jinak stroma gastrointestinal dalam Duodenum
4. Tumor Kolon
- Adanya penonjolan ke dalam lumen berupa polip bertangkai (pedunculated) atau
tak bertangkai (sesile).
- Terjadi kerancuan dinding kolon bersifat simetris (napskin ring) atau asimetris
(apple core).
- Kekakuan dinding colon bersifat segmental (lumen colon dapat atau tidak
menyempit)

Gambar 2.7 – Pedunculated polip pada kolon descenden

Gambar 2.8 - Gambaran “apple core” pada colon sigmoid

18
Gambar 2.8 – Kanker caecum. Massa polipoid mendesak lipatan iliocaecal
sehingga menyebabkan obstruksi.

Gambar 2.9 - Polypoid carcinoma. Massa berlobus besar di rectosigmoid


junction.
5. Tumor Ginjal
- pemeriksaan dengan IVP terlihat gambaran sistem kalixes yang tidak
teratur (tumor willms).
- bayangan masa dapat tidak homogen, tidak ada kalsifikasi, mengandung
banyak jaringan lunak (hipernefroma).
- massa di daerah ginjal, batas tidak jelas, menutupi bayangan musculus
psoas bagian atas (sarcoma ginjal).

19
Gambar 2.10 - CT scan bayi dengan massa ginjal yang besar (panah). Jaringan
ginjal normal adalah ditunjukkan di sebelah kanan tumor Wilms (panah kepala,
struktur berwarna putih).
6. Tumor Ureter
Terdapat gambaran filling defect pada daerah yang terdapat polip dengan atau
tanpa dilatasi proksimalnya.

Gambar 2.11 Gambaran filling defect (panah) di ureter adalah karakteristik dari
polip fibroepithelial.
7. Tumor Buli-buli
Penampakan carsinoma vesika urinaria dapat berupa defek pengisian pada vesika
urinaria yang terisi kontras atau pola mukosa yang tidak teratur pada film kandung
kemih pascamiksi. Jika urogram intravena menunjukkan adanya obstruksi ureter, hal
tersebut lebih menekankan pada keterlibatan otot – otot di dekat orifisium ureter
dibandingkan obstruksi akibat massa neoplasma yang menekan ureter. CT atau MRI
bermanfaat dalam penilaian praoperatif terhadap penyebab intramural dan
ekstramural, invasi lokal, pembesaran kelenjar limfe, dan deposit sekunder pada hati
atau paru.

20
Gambar 2.12 - Transisi Cell Carcinoma. Radiografi dari urogram ekskretoris
menunjukkan massa lobulated (panah) yang menyebabkan kelainan di dasar
kandung kemih

.
8. Tumor Pankreas
CT Scan dari multisection aksial pada pasien dengan kanker pankreas
menunjukkan penipisan massa rendah di kepala pankreas, berdekatan dengan vena
mesenterika superior.

Gambar 2.13 – CT Scan Tumor Pankreas (kiri)


Gambar 2.14 - Endoskopi Tumor pancreas (kanan)

2.9 Penatalaksanaan
1) Pembedahan /operatif
Pembedahan adalah modalitas penanganan utama, biasanya gasterektoni subtotal atau
total, dan digunakan untuk baik pengobatan maupun paliasi.

21
Pasien dengan tumor lambung tanpa biopsy dan tidak ada bukti matastatis jauh harus
menjalani laparotomi eksplorasi atau seliatomi untuk menentukan apakah pasien
harus menjalani prosedur kuratif atau paliatif. Komplikasi yang berkaitan dengan
tindakan adalah injeksi, perdarahan, ileus,

2) Radioterapi
Penggunaaan partikel energy tinggi untuk menghancurkan sel-sel dalam pengobatan
tumor dapat menyebabkan perubahan pada DNA dan RNA sel tumor.
Bentuk energy yang digunakan pada radioterapi adalah ionisasi radiasi yaitu energy
tertinggi dalam spektrum elektromagnetik.

3) Kemoterapi
Kemoterapi sekarang telah digunakan sebagai terapi tambahan untuk reseksi tumor,
untuk tumor lambung tingkat tinggi lanjutan dan pada kombinasi dengan terapi
radiasi dengan melawan sel dalam proses pembelahan, tumor dengan fraksi
pembelahan yang tinggi ditangani lebih efektif dengan kemoterapi.
2.10 Gangguan Pada Abdomen Bagian Kanan Bawah

1. Apendisitis Infiltrat
a) Definisi
Apendisitis adalah proses keradangan pada apendiks. Apendisitis infiltrat adalah
proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-
usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass).

b) Etiologi
Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada apendisitis akut. Fecalith
merupakan penyebab umum obstruksi apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa apendiks, barium
yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus
terutama Oxyuris vermicularis.
Obstruksi apendiks juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika
tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti

22
pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya apendisitis. Faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya apendisitis adalah trauma, stress psikologis, dan
herediter.
Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi.
Fecalith ditemukan pada 40% kasus apendisitis akut sederhana, sekitar 65% pada
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitis akut
gangrenosa dengan perforasi.

Gambar 2.2 Appendicitis (dengan fecalith)


Bakteriologi
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada Colon
normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali
Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri
yang umumnya terdapat di apendiks, Apendisitis akut dan Apendisitis perforasi
adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri
fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.

c) Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks
yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas

23
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika
sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60cmH20. Manusia
merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi
perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan diapedesis bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses patofisiologi apendisitis berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut Apendikularis infiltrat. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.
Apendikularis infiltrat merupakan tahap patologi Apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau Adnexa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abscess, Apendisitis
akan sembuh dan massa periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya
akan mengurai diri secara lambat.

24
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus
yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria, uterus
tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses
melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
d) Manifestasi Klinis
Gejala apendisitis akut umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia. Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-
rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ (Right Lower
Quadrant). Variasi dari lokasi anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri,
sebagai contoh; apendiks yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ
(Left Lower Quadrant) menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks di daerah
pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal apendiks dapat menyebabkan nyeri
testicular.
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks, biasanya
suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga
> 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75% pasien dijumpai
muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan
oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala apendisitis
adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri

25
perut, maka diagnosis apendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri
abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 1,5,7,8
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
apendiks.
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri
lokal pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis. Pasien dengan peritonitis
difus biasanya bernafas mengorok. Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien
dapat diobservasi dulu selama 6 jam. Pada penderita apendisitis biasanya
menunjukkan peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit
pada bayi, hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya,
muncul gejala muntah, demam, dan nyeri. 1,4
Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik Apendicitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap
dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise,
dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit
belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri
abdomen kanan bawah akan semakin progresif.

f) Pemeriksaan Fisik
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah apendiks sehingga nyeri perut berkurang.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.

26
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat
pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya
Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut
kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri.
Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan
cepat membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan
selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abscess) juga pada palpasi
akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal Toucher) sebagai
massa yang hangat.
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat Apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur
menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada
Apendisitis pelvika.
Pada Apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak
dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukan untuk mengetahui letak Appendix.
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:
 Rovsing’s sign
Jika LLQ (Left Lower Quadrant) ditekan, maka terasa nyeri di RLQ (Right
Lower Quadrant). Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif pada
apendisitis namun tidak spesifik.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal

27
dari peradangan apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi
rigiditas abdomen.
 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi Apendiks, abscess lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

Gambar . Cara melakukan Obturator sign


 Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral)
Pemeriksa menekan di LLQ (Left Lower Quadrant) kemudian
melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien
merasakan nyeri di RLQ (Right Lower Quadrant).
 Wahl’s sign
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat
dilakukan perkusi di RLQ (Right Lower Quadrant), dan terdapat penurunan
peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
 Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat
tungkai kanannya ditekuk.
 Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak apendiks.
 Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum
Douglasi atau Apendisitis letak pelvis.

28
 Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
 Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)

g) Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan
pada keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis apendisitis akut harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada
apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut
meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa
abscess.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat
antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥
11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas
90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
Appendix, pada Apendisitis akut dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.

2. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis.
apendiks diidentifikasi atau dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus
yang nonperistaltik yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal,
apendiks diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila
tanpa kompresi ukuran anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya
appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari apendiks normal,
yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur
berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis apendisitis akut.
29
Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak tampak adanya
cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akut tersingkir dengan
USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan
untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun
endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%.
USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya
terbatas pada kehamilan lanjut.1
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang
dapat menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak
tertekan karena proses inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu
banyak lemak. USG negatif palsu dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada
ujung apendiks, letak retrocaecal, apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh
usus kecil, atau bila apendiks mengalami perforasi oleh karena tekanan.

Gambar 6. Ultrasonogram pada potongan longitudinal Apendisitis

3. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis apendisitis akut, tetapi dapat
sangat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien apendisitis
akut, kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan

30
temuan yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila
ditemukan sangat mendukung diagnosis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada
anak-anak.
Tanda – tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan,
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan caian – udara di
sekum atau ileum).
Foto polos pada apendisitis perforasi :
a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan
bawah.
b. Penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
c. Garis lemak pra peritoneal menghilang.
d. Skoliosis ke kanan
e. Tanda – tanda obstruksi usus seperti garis – garis permukaan cairan akibat
paralisis usus – usus lokal di daerah proses infeksi.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop


leukosit. Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG,
tapi jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa
terutama saat dicurigai adanya Abscess apendiks untuk melakukan percutaneous
drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan
yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada caecum dan apendiks yang kosong
dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan
radiografi dari pasien suspek appendisitis harus dipersiapkan untuk pasien yang
diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi
segera saat ada indikasi klinis.

31
Gambar 7. Gambaran CT Scan abdomen: Penebalan Apendiks (panah) dengan
appendicolith
4. Laparoscopy
Laparoscopy adalah Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic
yang dimasukan dalam abdomen, apendiks dapat divisualisasikan secara langsung.
Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan
tindakan ini didapatkan peradangan pada apendiks maka pada saat itu juga dapat
langsung dilakukan pengangkatan apendiks.

5. Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.

Tabel 3. Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.

Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

Keterangan:

32
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil

5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

7-8 : kemungkinan besar Appendicitis

9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis
dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses
akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan
yang sama seperti apendisitis akut.

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun


pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
Apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan.

Diagnosis banding Apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi


anatomi dari inflamasi Apendiks, tingkatan dari proses dari yang simple sampai
yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien.

1. Crohn disease
Teraba massa pada perut kanan bawah disertai nyeri dikarenakan terdapat inflamasi
usus halus, nyeri menetap, terlokalisir. Terdapat diare, LED meningkat, terdapat
anemia ringan. Pemeriksaan USG. terdapat ulkus aptosa.
2. Tumor sekum
Berat badan menurun, anoreksia, anemia, malaise, perubahan buang air besar
(konstipasi atau diare), perubahan diameter feses (berawarna merah, kehitaman,
bercampur lendir), timbul rasa nyeri, mual, muntah, massa pada kuadran kanan
bawah,
3. Torsi kista ovarium

33
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas tinggi dan teraba massa dalam rongga
pelvis pada pemeriksaan perut, vaginal toucher, atau rectal toucher. Tidak terdapat
demam. Pemeriksaan USG dapat memastikan diagnosis.
4. Amebiasis intestinal
Teraba massa biasanya pada sigmoid atau sekum. BAB berdarah, nyeri terlokalisir,

g) Penatalaksanaan
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular
infiltrat :
 Total bed rest
 Diet lunak bubur saring
 Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi,

2. Crohn Disease
a) Definisi
Crohn’s disease merupakan penyakit inflamasi kronis transmural pada saluran
cerna dengan etiologi yang tidak diketahui. Crohn’s disease dapat melibatkan
setiap bagian dari saluran cerna mulai dari mulut hingga anus tetapi paling sering
menyerang usus halus dan colon
b) Etiologi dan Faktor – faktor Resiko
Etiologi dari Crohn’s disease masih belum diketahui. Terdapat beberapa
penyebab potensial yang diperkirakan secara bersama-sama menimbulkan
Crohn’s disease, yang paling mungkin adalah infeksi, imunologis, dan genetik.
Kemungkinan lain adalah faktor lingkungan, diet, merokok, penggunaan
kontrasepsi oral, dan psikososial.
c) Patologi
Stadium dini Crohn’s disease ditandai dengan limfedema obstruktif dan
pembesaran folikel-folikel limfoid pada perbatasan mukosa dan submukosa.

34
Ulserasi mukosa yang menutupi folikel-folikel limfoid yang hiperplastik
menimbulkan pembentukkan ulkus aptosa. Pada pemeriksaan mikroskopis,
ulkus aptosa terlihat sebagai ulkus-ulkus kecil yang berbatas tegas dan tersebar,
dengan diameter sekitar 3 mm dan dikelilingi oleh daerah eritema. Sebagai
tambahan, lapisan mukosa menebal sebagai akibat dari inflamasi dan edema,
dan proses inflamasi tersebut meluas hingga melibatkan seluruh lapisan usus
Ulkus aptosa cenderung membesar atau saling bersatu, menjadi lebih
dalam dan sering menjadi bentuk linear. Sejalan dengan makin buruknya
penyakit, dinding usus menjadi semakin menebal dengan adanya edema dan
fibrosis, dan cenderung menimbulkan pembentukkan striktura. Karena lapisan
serosa dan mesenterium juga mengalami inflamasi, maka lengkungan-
lengkungan usus menjadi saling menempel. Akibatnya, ulkus-ulkus yang telah
meluas hingga keseluruhan dinding usus akan membentuk fistula antar
lengkungan usus yang saling menempel. Tetapi lebih sering terjadi saluran
sinus yang berakhir buntu ke dalam suatu cavitas abses di dalam ruang
peritoneal, mesenterium, atau retroperitoneum.

f. Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klinis umum pada Crohn’s disease adalah demam, nyeri
abdomen, diare, dan penurunan berat badan. Diare dan nyeri abdomen
merupakan gejala utama keterlibatan colon. Perdarahan per rectal lebih jarang
terjadi. Keterlibatan usus halus dapat berakibat nyeri yang menetap dan
terlokalisasi pada kuadran kanan bawah abdomen
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen yang dapat disertai rasa penuh atau adanya massa. Pasien juga
dapat menderita anemia ringan, leukositosis, dan peningkatan LED.
Obstruksi saluran cerna merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Pada stadium dini, obstruksi pada ileum yang terjadi akibat edema
dan inflamasi bersifat reversibel. Sejalan dengan makin memburuknya
penyakit, akan terbentuk fibrosis, yang berakibat menghilangnya diare yang
digantikan oleh konstipasi dan obstruksi sebagai akibat penyempitan lumen
usus
35
Pembentukkan fistula sering terjadi dan menyebabkan abses,
malabsorpsi, fistula cutaneus, infeksi saluran kemih yang menetap, atau
pneumaturia. Meskipun jarang, dapat terjadi perforasi usus sebagai akibat
dari keterlibatan transmural dari penyakit ini
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah x-foto polos, x-foto
kontras tunggal saluran cerna bagian atas dengan follow-though usus halus
atau enteroclysis dengan CT, dan pemeriksaan kontras ganda usus halus.
USG dan MRI dapat digunakan sebagai penunjang jika terdapat masalah
dengan penggunaan kontras.
Hingga saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang
berguna dalam diagnosis Crohn’s disease, atau yang berhubungan dengan
aktivitas klinis penyakit.
5. Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
Penatalaksanaan medikamentosa Crohn’s disease dapat dibagi menjadi
terapi terhadap kekambuhan akut dan terapi pemeliharaan. Dalam terapi
terhadap kekambuhan akut, pemicu-pemicu seperti infeksi yang mendasari,
fistula, perforasi, dan proses patologi lainnya harus dihilangkan terlebih dahulu
sebelum dilakukannya terapi glukokortikoid intravena
Obat-obatan yang digunakan dalam terapi terapi Crohn’s disease
mencakup antibiotika, aminosalisilat, kortikosteroid, dan imunomodulator.
Terapi Bedah
Antara 70 – 80% pasien dengan Crohn’s disease membutuhkan terapi
bedah. Indikasi terapi bedah pada Crohn’s disease mencakup kegagalan terapi
medikamentosa dan/atau timbulnya komplikasi, seperti obstruksi saluran
cerna, perforasi usus dengan pembentukan fistula atau abses, perforasi bebas,
perdarahan saluran cerna, komplikasi-komplikasi urologis, kanker, dan
penyakit-penyakit. Terapi bedah pada pasien dengan Crohn’s disease harus
ditujukan kepada komplikasinya, hanya segmen usus yang terlibat dalam
komplikasi saja yang direseksi dan tidak boleh lebih luas, untuk menghindari
terjadinya short bowel syndrome.
Anak-anak penderita Crohn’s disease dengan gejala-gejala sistemik
seperti gangguan tumbuh-kembang, akan mendapatkan keuntungan dengan

36
menjalani terapi bedah reseksi usus. Meskipun komplikasi ekstraintestinal
Crohn’s disease bukan merupakan indikasi utama terapi bedah, namun sering
mengalami perbaikan setelah reseksi usus (5).
Reseksi segmental usus yang terbukti terlibat penyakit yang diikuti
dengan anastomosis merupakan prosedur pilihan dalam terapi bedah Crohn’s
disease. Alternatif prosedur lain dari reseksi segmental dari lesi-lesi yang
mengobstruksi adalah stricturoplasty. Teknik ini memungkinkan
ditinggalkannya daerah permukaan usus dan terutama cocok untuk pasien
dengan penyakit yang menyebar luas dan telah mengalami striktura fibrotik
yang mungkin telah pernah menjalani operasi sebelumnya dan dalam risiko
timbulnya short bowel syndrome. Namun teknik stricturoplasty mempunyai
risiko kekambuhan yang cukup tinggi. Prosedur-prosedur bypass usus kadang-
kadang perlu dilakukan jika telah terjadi abses-abses intramesenterial atau jika
usus yang sakit telah bersatu membentuk massa inflamasi yang padat, yang
tidak memungkinkan dilakukannya mobilisasi usus. Prosedur bypass
(gastrojejunostomy) juga digunakan jika telah terjadi striktura duodenum,
dimana prosedur stricturoplasty maupun reseksi segmental sulit dilakukan.
Sejak tahun 1990-an, telah dilakukan prosedur operasi laparoskopik terhadap
pasien-pasien dengan Crohn’s disease, namun hasilnya masih belum
memuaskan dan teknik operasinya sulit.
g) Komplikasi
Manifestasi ekstraintestinal Crohn’s disease mencakup aptosa oral, ulkus,
eritema nodosum, osteomalacia dan anemia sebagai akibat dari malabsorpsi kronis;
osteonekrosis sebagai akibat terapi steroid kronis; pembentukkan batu empedu
sebagai akibat keterlibatan ileus yang menyebabkan gangguan reabsorpsi garam
empedu; batu oksalat ginjal sebagai akibat dari penyakit colon; pancreatitis sebagai
akibat dari terapi sulfasalazine, mesalamine, azathioprine atau 6-mercaptopurine;
pertumbuhan bakteri yang berlebihan rebagai akibat reseksi bedah; dan manifestasi-
manifestasi lainnya seperti amyloidosis, komplikasi tromboembolik, penyakit
hepatobiliaris, dan kolangitis sklerosis primer

3. Hernia
a) Definisi

37
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan adalah suatu
penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang
diliputi oleh dinding. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh,
kebanyakan defek melibatkan dinding abdomen dan pada umumnya di daerah
inguinal.1
b) Klasifikasi
a. Berdasarkanterjadinya
- Hernia bawaan (congenital)
- Hernia didapat (akuisita)
b. Berdasarkanletak
- Hernia diafragmatika
- Hernia inguinalis
- Hernia umbilikalis
- Hernia scrotalis
- Hernia femoralis
c. Berdasar kansifatnya
- Hernia reponibel : isi hernia dapatkeluarmasuk
- Hernia irreponibel : isi hernia tidakdapatdireposisikembalikedalamronggaperut
- Hernia inkarserata : sudahterjadigangguanpasaseusus yang terperangkap
- Hernia strangulata : terjadi gangguan vaskule rakibat penjepitan sehingga timbuln
ekrotik

c) Etiologi
1. Peninggian tekanan intra abdomen yang berulang :
-Overweight
-Mengangkat barang yang berat yang tidak sesuai dengan ukuran badan
-Sering mengedan karena adanya gangguan konstipasi atau gangguan saluran kencing
-Adanya tumor yang mengakibatkan sumbatan usus
-Batuk yang kronis dikarenakan infeksi, bronchitis, asthma, emphysema, alergi
-Kehamilan
-Ascites
2.Adanya kelemahan jaringan /otot.
3.Tersedianya kantong.

38
d) Patofisiologi
Pada wanita ovarium turun ke pelvis dan gubernaculum bagian inferior menjadi
ligamentum rotundum yang mana melewati cincin interna ke labia majus.
Processus vaginalis normalnya menutup, menghapuskan perluasan rongga peritoneal
yang melewati cincin interna. Pada pria kehilangan sisa ini akan melekatkan testis yang
dikenal dengan tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tidak menutup maka hidrokel
atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Sedangkan pada wanita akan terbentuk kanal
Nuck. Akan tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya
processus vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis
lateralis proseccus vaginalisnya menutup.5

Hernia berkembang ketika tekanan intraabdominal mengalami peningkatan seperti


tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat,pada saat buang air besar,batuk yang
kuat dan sering. Tekanan intraabdominal yang berlebihan dan berlangsung lama akan
menyebabkan suatu kelemahan pada dinding abdomen. Pertama akan terjadi kerusakan
yang sangat kecil pada dinding abdomen,kemudian penekanan yang lama akan terjadi
hernia.

e) Gejala Dan Tanda Klinik


Gejala
Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya nyeri
dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia ditemukan
pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja.
Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia
ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum. Dengan
bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan rasa nyeri,
sehingga pasien berbaring untuk menguranginya.
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit
dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih berkurang
untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi.
Tanda
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan
berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit untuk

39
dilihat.kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara memasukan jari ke
annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan
sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain
halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan jaringan tissue
dapat dirasakan pada tonjolandi kanalis ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat
didiagnosa.
Perbedaan hil dan him pada pemeriksaan fisik sangat sulit dlakukan dan ini
tidak terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa melihat jenisnya.
Hernia ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan gambaran
yang sama . hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering merupakan hernia
ingunalis lateralis.

Pada inspeksi
Pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan terlihat
simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan menghilang
pada saat pasien berbaring . sedangkan pada hernia ingunalis lateralis akan terlihat
tonjolan yang yang bebentuk elip dan susah menghilang padaa saat berbaring.

Pada palpasi
Dinding posterior kanalis ingunalisakanterasa dan adanyatahanan pada hernia
inguanalislateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan terasa dan tidak adanya
tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika pasien diminta untuk batuk pada
pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada sisi jari maka itu hernia
direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis lateralis. Penekanan melalui
cincin interna ketika pasien mengedan juga dapat membedakan hernia direct dan hernia
inguinalis lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan melewati
Trigonum Hesselbach’s dan kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika
hernianya besar maka pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan
kanalis inguinalis sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak
dapat ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan operasi.

f) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:

40
Leukocytosis dengan shifttotheleft yang menandakan strangulasi.
Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi
dehidrasi.
Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang
menyebabkan nyeri lipat paha.8
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha
atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.8
Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu
adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous
Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya secara
spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga extraperitoneal. Ada 4 tipe
pembagian reduction of hernia en masse :
1. Retropubic
2. Intra abdominal
3. Pre peritoneal
4. Pre peritoneal locule

g) Penatalaksanaan Hernia
1. Konservatif :
- Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan
lambat dan menetap sampai terjadi reposisi
- Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi Trendelenburg,
pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia, kemudian bila berhasil, anak
boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.
- Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi dan harus
dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan karena merusak kulit
dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan strangulasi masih mengancam
2. Operatif
-Anak-anak  Herniotomy :

41
Karena masalahnya pada kantong hernia,maka dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai dengan lehernya, dibuka dan dibebaskan isi hernia, jika ada
perlekatan lakukan reposisi, kemudian kantong hernia dijahit setinggi-tinggi
mungkin lalu dipotong.
Karena herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat
direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral
- Dewasa  Herniorrhaphy :
 Minimally Invasive Surgery (Laparoscopy)
 TAPP = Trans Abdominal Pre Peritoneal
 TEP = Total Extra Peritoneal

4) Kista
a) Definisi
Kista adalah suatu jenis tumor, penyebab pastinya sendiri belum diketahui. Kista
adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan. Pada wanita
organ yang paling sering terjadi adalah kista ovarium.
b) Jenis kista
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista dibedakan menjadi dua macam, yaitu
kista non-neoplastik dan kista neoplastik.

Kista ovarium non neoplastik


a. Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel de graaf yang tidak sampai berovulasi, namun
tumbuh terus menjadi kista folikel. Bisa didapatkan satu kista atau beberapa dan
besarnya biasanya berdiameter 1-1 ½cm
Dalam menangani tumor ovarium, timbul persoalan apakah tumor yang dihadapi
itu neoplasma atau kista folikel. Umumnya jika diameter tumor tidak lebih dari 5 cm,
dapat di tunggu dahulu karena kista folikel dalam 2 bulan akan hilang sendiri.
Kista folikuler secara tipikal kecil dan timbul dari folikel yang tidak sampai saat
menopause, sekresinya akan terlalu banyak mengandung estrogen sebagai respon
terhadap hipersekresi FSH ( folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone)
normalnya ditemui saat menopause berdiameter 1 -10 cm (folikel normal berukuran limit

42
2,5 cm); berasal dari folikel ovarium yang gagal mengalami involusi. Dapat multipel dan
bilateral. Biasanya asimtomatik.
b. Kista korpus lutein
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus
albikans. Kadang-kadang korpus luteum akan mempertahankan diri (korpus luteum
persisten); perdarahan yang terjadi di dalamnya akan menyebabkan kista, berisi cairan
berwarna merah coklat karena darah tua.
Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum memberi gambaran yang khas.
Dinding kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang
berasal dari sel-sel teka.
Penanganan kista luteum ini menunggu sampai kista hilang sendiri. Dalam hal ini
dilakukan operasi atas dugaan kehamilan ektopik terganggu, kista korpus luteum
diangkat tanpa mengorbankan ovarium.
c. Kista teka lutein
Kista biasanya bilateral dan sebesar tinju. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat
luteinisasi sel-sel teka. Tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh hormone
koriogonadrotropin yang berlebihan.
Kista granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus luteum indung telur yang
fungsional dan membesar bukan karena tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang
berlebihan saat fase pendarahan dari siklus menstruasi.
Kista teka-lutein biasanya berisi cairan bening, berwarna seperti jerami; biasanya
berhubungan dengan tipe lain dari pertumbuhan indung telur, serta terapi hormon.

d. Kista inklusi germinal


Terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian - bagian terkecil dari epitel
germinativum pada permukaan ovarium. Biasanya terjadi pada wanita usia lanjut dan
besarnya jarang melebihi 1 cm. Kista terletak di bawah permukaan ovarium dan isinya
cairan jernih dan serous.
e. Kista endometrium
Kista ini merupakan endometriosis yang berlokasi di ovarium.
Neoplastik jinak
1. Kistik:
a. Kistoma ovari simpleks

43
Kista ini mempunyai permukaan yang rata dan halus, biasanya bertangkai,
seringkali bilateral dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di
dalam kista jernih, serous dan berwarna kuning.
Terapinya terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan tetapi
jarinngan yang dikeluarkan harus segera diperiksa secara histologik untuk
mengetahui apakah ada keganasan.
b. Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium, umumnya jenis ini tak mencapai ukuran
yang sangat besar, di bandingkan dengan kistadenoma muscinosum. Pertumbuhan
menjadi ganas apabila di temukan pertumbuhan papilifer, proliferasi dan
stratifikasi epitel, serta anaplasia dan mitosis pada sel-sel. Secara mikroskopik di
golongkan dalam kelompok tumor ganas.
c. Kistadenoma ovarii musinosum
Asal tumor belum diketahui dengan pasti. Menurut meyer, berasal dari teratoma
dimana di dalam pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen lain.
Umumnya berbentuk multilokuler, ukurannya dapat mencapai ukuran yang amat
besar
d. Kista endometroid
Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan
terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam rahim tetapi
melekat pada dinding luar ovarium. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan
tersebut menghasilkan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan
menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu
rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexual intercourse.

e. Kista dermoid

44
Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi
beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua
indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista
terpuntir/ pecah.

2. Solid:
Semua tumor ovarium yang padat adalah neoplasma. Akan tetapi, ini tidak berarti
bahwa termasuk suatu neoplasma yang ganas, meskipun semuanya berpotensi
maligna. Potensi menjadi ganas sangat berbeda pada berbagai jenis.
a. Fibroma
b. Leiomioma
c. Fibroadenoma
d. Papiloma
e. Angioma
f. Limfangioma
g. Tumor brenner

c) Etiologi
Penyebab terjadinya kista ovarium yaitu terjadinya gangguan pembentukan
hormon pada hipotalamus, hipofise, atau ovarium itu sendiri. Kista ovarium timbul
dari folikel yang tidak berfungsi selama siklus menstruasi.1
Faktor resiko terjadinya kista ovarium.4
a. Riwayat kista ovarium sebelumnya
b. Siklus menstruasi yang tidak teratur
c. Meningkatnya distribusi lemak tubuh bagian atas
d. Menstruasi dini
e. Tingkat kesuburan

45
d) Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut
Folikel de Graaf. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari
2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus
luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-
tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis
dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-
mula akan membesar kemudian secara bertahap akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu
jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-
lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.1,2
Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau
sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik
gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada
kehamilan multiple dengan diabetes, hcg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan
menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat
menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian
HCG.
Kista neoplastik dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak
terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas
dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling
sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik
parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa
dan mucinous. Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk
jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari germ sel
primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan
germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan mesodermal. Endometrioma adalah
kista berisi darah dari endometrium ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium
biasanya terdiri folikel-folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti
terlihat dalam sonogram.
e) Tanda dan gejala
Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulkan gejala dalam waktu
yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik. 4

46
Pada stadium awal gejalanya dapat berupa;
a. Gangguan haid
b. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering
berkemih.
c. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan
nyeri spontan dan sakit diperut.
d. Nyeri saat bersenggama.
Pada stadium lanjut.4;
a. Asites
b. Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta organ di dalam rongga perut
c. Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan
d. Gangguan buang air besar dan kecil.
e. Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.

f) Penatalaksanaan
Dapat dipakai prinsip bahwa tumor ovarium neoplastik memerlukan operasi
dan tumor non neoplastik tidak. Tumor non neoplastik biasanya besarnya tidak
melebihi 5 cm. Tidak jarang tumor-tumor tersebut mengalami pengecilan secara
spontan dan menghilang.
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang tidak ganas adalah
pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian ovarium yang
mengandung tumor. Tetapi jika tumornya besar atau ada komplikasi perlu dilakukan
pengangkatan ovarium, disertai dengan pengangkatan tuba. Seluruh jaringan hasil
pembedahan perlu dikirim ke bagian patologi anatomi untuk diperiksa.
Pasien dengan kista ovarium simpleks biasanya tidak membutuhkan terapi.
Penelitian menunjukkan bahwa pada wanita postmenopause, kista yang berukuran
kurang dari 5 cm dan kadar CA 125 dalam batas normal, aman untuk tidak dilakukan
terapi, namun harus dimonitor dengan pemeriksaan USG serial. Sedangkan untuk
wanita premenopause, kista berukuran kurang dari 8 cm dianggap aman untuk tidak
dilakukan terapi.
Terapi bedah diperlukan pada kista ovarium simpleks persisten yang lebih
besar 10 cm dan kista ovarium kompleks. Laparoskopi digunanan pada pasien dengan
kista benigna, kista fungsional atau simpleks yang memberikan keluhan. Laparotomi

47
harus dikerjakan pada pasien dengan resiko keganasan dan panda pasien dengan kista
benigna yang tidak dapat diangkat dengan laparaskopi. Eksisi kista dengan konservasi
ovarium dikerjakan pada pasien yang menginginkan ovarium tidak diangkat untuk
fertilitas di masa mendatang.
Pengangkatan ovarium sebelahnya harus dipertimbangkan pada wanita
postmenopause, perimenopause, dan wanita premenopasue yang lebih tua dari 35
tahun yang tidak menginginkan anak lagi serta yang beresiko menyebabkan
karsinoma ovarium. Diperlukan konsultasi dengan ahli endokrin reproduksi dan
infertilitas untuk endometrioma dan sindrom ovarium polikistik. Konsultasi dengan
onkologi ginekologi diperlukan untuk kista ovarium kompleks dengan serum CA 125
lebih dari 35 U/ml dan pada pasien dengan riwayat karsinoma ovarium pada keluarga.
5. Kehamilan Ektopik Terganggu
a) Definisi
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh
spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus. Istilah
kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih juga
banyak dipaakai, oleh karena terdapat beberapa jenis kehamilan ektopik yang
berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat yang normal, misalnya kehamilan
pars interstitialis dah kehamilan pada serviks uteri
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan:
• Tuba Fallopii
Kehamilan tuba meliputi > 95% yang terdiri atas pars ampularis (55%), pars ismika
(25%), pars fimbriae (17%) dan pars intersitialis (2%)
• Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
• Ovarium
• Intraligamenter
• Abdominal
• Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus

Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi


di Tuba ( 97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 %
di fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter,
dimana sekitar 2-2,5% muncul di kornua uterus.

48
Gambar 1 : Lokasi terjadinya kehamilan ektopik
Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin, namun
pendapat ini tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk dalam
kehamilan ektopik.

b) Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan pembuahan
didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.1,2,6
Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa factor,
termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba,
infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro
pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa
mekanisme anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai
penyebab dari implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba.
Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan
kedalam tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari
tuba fallopii serta nidasi yang terjadi diluar cavum uteri atau diluar enndometrium, maka
terjadilah kehamilan ektopik.
Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi
embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Diantara faktor –faktor
yang menghambat perjalanan ovum ke uterus antara lain :
 Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba yang menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang berkelok-kelok
panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan
pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor tuba yang lain adalah kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang

49
bersifat kongenital. Adanya tumor disekkitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor
ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, jug adapat menjadi etiologi
kehamilan ektopik.
 Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh disaluran
tuba.
 Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih oanjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
 Faktor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan
gerakan ”tuba” melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya
kehamilan ektopik.
 Faktor lain
Termasuk disini antara lain adalah pemakai IUD dimana proses peradangan yang
dapat timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering
dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
Kehamilan Tuba
Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi di dalam tuba. Kejadian kehamilan tuba aialah
1 diantara 150 persalinan (Amerika). Angka kejadian kehamilan ektopik cenderung
meningkat. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh factor sebagai berikut :
1. Meningkatnya prevalensi penyakit tuba karena Penyakit Menular Seksual (PMS)
sehingga terjadi oklusi parsial tuba. Terjadi salpingitis, terutama radang
endosalping yang mengakibatkan menyempitnya lumen tuba dan berkurangnya
silia mukosa tuba karena infeksi yang memudahkan terjadnya impllantasi zigot di
dalam tuba.
2. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apendisitis atau endometriosis.
Tuba dapat tertekuk atau lumen menyempit.
3. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya. Meningkatnya risiko ini
kemungkinan karena salpingitis yang terjadi sebelumnya.
4. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering tindakan abortus provokatus
makin tinggi kemungkinan terjadinya salpingitis.
5. Tumor yang mengubah bentuk tuba (mioma uteri atau edneksa).

Patogenesis
Menurut tempat nidasi maka terjadilah kehamilan ampula dalam ampula tuba,
kehamilan ismus dalam ismus tuba dan kehamilan interstisial dalam pars interstitial tuba.
50
Kadang –kadang nidasi terjadi di dalam fimbria. Dari bentuk yang telah disebutkan tadi dapat
terjadi kehamilan tuba abdominal, tuba ovarial, atau kehamilan dalam ligamentum latum.
Kehamilan yang paling sering terjadi di dalam ampula tuba. Impantasi tuba dapat bersifat
kolumnar ialah implantasi pada puncak lipatan selaput tuba dan telur terletak dalam lipatan
selaput lendir. Bila kehamilan pecah, akan pecah ke dalam lumen tuba (abortus uber).
Telur dapat pula menembus epitel dan berimplantasi interkolumner, terletak dalam
lipatan selaput lendir, yaitu telur masuk ke dalam lapisan otot tuba karena tuba tidak
mempunyai desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan masuk rongga peritoneum
(rupture tuba). Walaupun kehamilan terjadi di luar rahim, rahim membesar juga karena
hipertrofi Dari ottot-ototnya, yang disebabkan pengaruh hormone-hormon yang dihasilkan
trofoblas, begitu pula endometriumnya nerubah menjadi desidua vera. Setelah janin mati,
desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkn sepotong demi sepotong. Akan tetapi kadang-
kadang lahir secara keseluruhan sehingga merupakan cetakan dari cavum uteri (desidual
cast). Pelepasan desidua ini disertai dengan perdarahan dan kejadian ini menerangkan gejala
perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik yang terganggu.
Perkembangan Kehamilan Tuba
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada minggu 6-
12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat
terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik
untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di
uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu
sampai 10 minggu.2 Kemungkinan itu antara lain :2,10
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi. Pada implantasi secara kolumner, ovum
yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi
resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya
haidnya saja yang terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus tuba. Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh
darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari koriales pada dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung
dari derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan
selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah
kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada
implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan
tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kea
rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini
disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti
lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus
dengan lumen sempit.
3. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan
terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel

51
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hematosalping.
4. Ruptur tuba. Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan
rupture pada saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran
kadar korionik gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada
trimester pertama oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering
terjadi bila ovum berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada
kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul
pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena
trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.

Gambar 3 : Ruptur tuba


Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba tertutup. Dalam
hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas, akan pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah ligamentum latum dan
terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan
intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak
mati dan meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita
dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila
besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan
masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.

52
c) Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang teliti
dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk menegakkan
diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat
bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah
merupakan sesuatu yang harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan
diagnosis.2
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk
beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat
terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah
perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan
saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan
sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.2,4
Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan
kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan
pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada palpasi perut ternyata tegang Pada jenis
yang tidak mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit
menggembung dan nyeri tekan.2
Pemeriksaan Ginekologi. Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda
kehamilan muda. Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping
uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri
raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik,
sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.2,4

d) Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu diagnostik dapat dilakukan :
1. Tes kehamilan
Kalau positif maka ada kehamilan
2. Douglas Punksi (kuldosintesis)
Jarum besar yang dihubungkan dengan spuit ditusukkan ke dalam kavum douglas
di tempat kavum Douglas menonjol ke forniks posterior. Jika terisap darah , ada 2
kemungkinan yang akan terjadi yaitu adanya darah dalam kavum Douglas yang
mengakibatkan perdarahan dalam rongga perut atau tertusuknya vena dan
terisapnya darah vena dari daerah tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahui
bahwa Douglas punksi positif, artinya adanya perdarahan dalam rongga perut dan
darah yang diisap, dan biasanya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan darah yang

53
kecil. Jika darah kurang tua warnanya dan membeku, darah itu berasal dari vena
yang tertusuk.
3. Ultrasonografi
• Bila dapat dilihat kantong kehamilan intrauterin, kemungkinan
kehamilan ektopik sangat kecil. Kantong kehamilan intrauterin sudah
dapat dilihat dengan ultrasnografi pada kehamilan 5 minggu. Mencari
kehamilan ektopik pada kehamilan 5 minggu lebih sulit dibandingkan
dengan kehamilan intrauterin. Combined pregnancy, yaitu terjadi
kehamilan intrauterin, yang juga terdapat kehamilan ektopik. Kejadian
ini kemungkinannya sangat kecil.
• Bila terlihat gerakan jantung janin di luar uterus, yang merupakan
bukti pasti kehamilan ektopik.
• Massa di luar kavum uteri belum tentu suatu massa dari kehamilan
ektopik.
• Kavum uteri kosong dengan kadar β-hCG di atas 6.000 mIU/ml
kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
4. Laparoskopi
Keuntungan laparoskopi dibanding ultrasonografi ialah laparoskopi dapat melihat
keadaan rongga pelvis secara a vue, ketepatan diagnostik lebih tinggi dan
kerugiannya lebih invasif dibandingkan dengan ultrasonografi.

e) Penatalaksanaan
Terapi Bedah
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.
Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi )
dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan
teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak
terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang,
atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil
dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi
laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak
lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.

54
Gambar 6 : Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang
berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan
terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan
tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi
trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada
isthmus.

Gambar 7 : Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan ektopik


di pars ampullaris.
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan
lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik

55
yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras (milking)
untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.

Gambar 8 : Kehamilan
ektopik tuba kanan yang
terlihat pada laparaskopi.
Tuba kanan yang
membesar karena
terdapat kehamilan
ektopik ada disebelah
kanan di E.
Tuba kiri yang
tersumbat terlihat pada
L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada
dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang
paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan
trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post
operasi sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.

56

Anda mungkin juga menyukai