Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

KORUPSI DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA

OLEH

KELOMPOK 1
KELAS A

FEBRIO JENOVA
ANANDA FAUZAN (0807135434)
EDWIDYA O. ARMAY (0807132889)
RICKY ARIE ANDY (0907136258)
ANDI MULYA ADHA (1107111940)
ABDUL RASYID (1107114138)
SASTRA SILVESTER (1107114148)
FIRMANSYAH (1007135840)
HASNUL BUSTAMAN (1007121527/

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU


PEKANBARU

2012

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah, kami ucapkan kehadirat Illahi Robbi, karena


atas rahmat, taufiq dan hidayahnya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “KORUPSI DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA“.

Makalah ini sengaja kemi susun sebagai pemenuhan tugas pembelajaran


kewarganegaraan dan supaya dapat membantu dan mempermudah kami dan
mahasiswa lainnya dalam memahami korupsi yang ada di Indonesia saat ini.

Kami menyadari bahwa isi makalah ini masih sangat jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami sangat mengharap saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi


penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Pekanbaru, 05 Desember 2012

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai
suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan
oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat
sejak dari perencanaan sampai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara
dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman
kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan
sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau
intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara
negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di Indonesia dewasa ini
sudah merupakan patologi social (penyakit sosial) yang sangat berbahaya
yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara
yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif
oleh kalangan anggota legislatif dengan dalih studi banding, THR, uang
pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi
hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan
aji mumpung. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik nadi yang paling rendah maka jangan harap
negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain
untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak
negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1.2 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian korupsi dan faktor-faktor
penyebabnya.
BAB II
ISI
2.1 Pengertian dan Teori Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya


busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi
menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang
dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang
ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas,
Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi
adalah persoalan politik pemaknaan.
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak perdana yang
memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan
uang negara untuk kepentingannya. Sementara itu, Syed Hussen Alatas
memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur
yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain.
Korupsi dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan
nepotisme. Disitu ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar
hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan
khusus dari pihak yang disuap.
Pemerasan, suatu tindakan yang menguntungkan diri sendiri yang
dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu serta pihak lain dengan
terpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana pemerasan bisa berupa
kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya.
Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atas dasar
kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk
kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi
kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup
pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang
dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa
bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.
Jeremy Pope, dalam bukunya Menghadapi Korupsi: Elemen Sistem
Integritas Nasional, menjelaskan bahwa korupsi adalah masalah global yang
setiap orang harus perhatian. Praktik korupsi yang selaras dengan konsep
pemerintahan totaliter, diktator yang meletakkan kekuasaan di tangan
beberapa orang. Namun, ada perbedaan dalam sistem sosio-politik korupsi
demokratis tidak bisa lebih parah dan bahkan praktik korupsi, jika kehidupan
sosial-politik toleransi dan bahkan memberikan ruang bagi praktek korupsi
untuk berkembang.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa,
Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa,
memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu
barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan
modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu
menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertainnly). Ketidakpastian
ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang
sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus
ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of
Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan
akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah
untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter
yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan
administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya
untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun
asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau
kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula
dikategorikan melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat
budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya
wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut
lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton.
Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar
kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada
hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada
bocoran budaya.

2.2 Ciri-Ciri Korupsi


Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin
dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada
perkembangannya acap kali dilakukan secara bersama-sama untuk
menyulitkan pengusutan.
2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan
dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang
terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah
dilakukan.
3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud
elemen perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh Negara
menyangkut pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikan
bangunan, izin perusahaan, dan lain-lain.
4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu
dibalik kebenaran.
5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki
pengaruh. Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar
berpihak padanya. Mengutamakan kepentingannya dan melindungi segala
apa yang diinginkan.
6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan
hukum publik dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu
lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan
jasa kepentingan publik.
7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang
berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal
yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat
kepercayaan kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
koruptor sendiri. Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di
hadapan publik adalah bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu
pihak sang koruptor menunjukkan perilaku menyembunyikan tujuan untuk
menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab, di pihak lain dia
menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.

2.3 Macam-Macam Korupsi


Tindak pidana korupsi yang dilakukan cukup beragam bentuk
dan jenisnya. Namun, bila diklasifikasikan ada tiga jenis atau macamnya,
yaitu bentuk, sifat, dan tujuan
1. Bentuk korupsi
Bentuk korupsi terdiri atas dua macam, yaitu materil dan immateril.
Jadi korupsi tidak selamanya berkaitan dengan penyalahgunaan uang
negara. Korupsi yang berkaitan dengan uang termasuk jenis korupsi
materiil.
Seorang pejabat yang dipercaya atasan untuk melaksanakan
proyek pembangunan, karena tergoda untuk mendapatkan keuntungan
besar proyek yang nilainya Rp 1.000.000,00 di mark-up (dinaikkan)
menjadi Rp2.000.000,00 bentuknya jelas penggelembungan nilai proyek
yang terkait dengan keuntungan uang. Sedangkan yang immaterial adalah
korupsi yang berkaitan dengan pengkhianatan kepercayaan, tugas, dan
tanggung jawab. Tidak disiplin kerja adalah salah satu bentuk korupsi
immaterial. Memang negara tidak dirugikan secara langsung dalam praktik
ini. Tetapi, akibat perbuatan itu, pelayanan yang seharusnya dilakukan
negara akhirnya terhambat. Keterlambatan pelayanan inilah kerugian
immaterial yang harus ditanggung negara atau lembaga swasta. Begitu
juga dengan mereka yang secara sengaja memanfaatkan kedudukan atau
tanggung jawab yang dimiliki untuk mengeruk keuntungan pribadi.
2. Berdasarkan sifatnya
a. Korupsi publik
Dari segi publik menyangkut nepotisme, fraus, bribery, dan
birokrasi. Nepotisme itu terkait dengan kerabat terdekat. Segala peluang
dan kesempatan yang ada sebesar-besarnya digunakan untuk
kemenangan kerabat dekat. Kerabat dekat bisa keponakan, adik-kakak,
nenek atau kroni. Fraus, artinya, berusaha mempertahankan posisinya
dari pengaruh luar. Berbagai cara dilakukan untuk kepentingan ini.
Sodok kanan, sikut kiri, suap kanan, suap kiri, semua dilakukan agar
posisi yang telah dicapai/diduduki tidak diambil pihak lain atau direbut
orang lain.  Bribery, artinya pemberian upeti pada orang yang
diharapkan dapat memberikan perlindungan atau pertolongan bagi
kemudahan usahanya.  Bribery juga memiliki dampak yang cukup
signifikan bagi kemajuan usaha.
Namun, sasarannya, lebih tertuju pada output (hasil kerja).
Birokrasi juga bagian tak terpisahkan dari praktik korupsi. Birokrasi
yang seharusnya berfungsi mempermudah memberikan pelayanan pada
masyarakat, justru berubah menjadi kendala pelayanan. Orang yang
datang meminta pelayanan pada birokrat seharusnya mendapat peta
yang jelas dari pintu mana dia memulai usahanya. Tetapi, sebaliknya,
orang langsung melihat ketidakjelasan terhadap apa yang diharapkan.
Birokrasi tidak diciptakan untuk kepentingan masyarakat, tetapi
kepentingan birokrat.
b. Korupsi privat
Sisi lain korupsi ditinjau dari privat, yang dimaksud privat ada
dua,yaitu badan hukum privat dan masyarakat. Praktik korupsi terjadi
dibadan umum privat dan masyarakat terjadi karena adanya interaksi
antara badan hukum privat dengan birokrasi, antara masyarakat dengan
birokrasi. Jadi, sifat interaksi yang terjadi adalah timbal balik. Interaksi
tersebut menghasilkan deal-deal tertentu yang saling menguntungkan.
Jadi, korupsi tidak hanya di lembaga-lembaga institusi negara, tetapi
dengan swasta bergulir, karena ada interaksi. Tanpa ada interaksi antar
swasta dengan pemerintah tidak akan terjadi.
Ada dua model korupsi, yaitu: pertama internal, yakni korupsi
yang dilakukan oleh orang dalam. Kedua internal-eksternal, yakni
kolaborasi antara sektok privat dengan publik.
3. Berdasarkan tujuannya
Pada umumnya tujuan korupsi, untuk memperoleh keuntungan
pribadi,tetapi secara spesifik meliputi empat tujuan sebagai berikut:
a. Politik, orang melakukan korupsi karena bertujuan politik.
Praktik korupsi dilakukan bersamaan dengan kegiatan politik praktis.
Tujuan utama korupsi jenis ini untuk mencapai kedudukan.
b. Di bidang ekonomi, dilakukan pun untuk kesuksesan bisnisnya. Kurang
lebih wujudnya sama, praktik korupsi disini juga dilakukan dengan
segala cara. Tetapi, sasarannya adalah pemegang kekuasaan. Tujuannya
ada dua, yaitu: pertama, mendapat kemudahan di bidang perizinan dan
pengembangan usaha. Kedua, untuk memperoleh akses pasar. Monopoli
adalah bentuk kongkret permainan korupsi di bidang ekonomi.
c. Di bidang pendidikan. Lembaga yang seharusnya sebagai kawah candra
dimuka, tempat menggodok para calon penerus bangsa, ternyata juga
bisa menjadi lahan yang subur untuk praktik korupsi. Fenomena jual
beli gelar dan nilai adalah bukti kuat bahwa di lembaga ini juga
terjangkit korupsi.
d. Di bidang hukum, praktik korupsi ditujukan untuk memperoleh fasilitas
dan perlindungan hukum. Fasilitas disini berupa kepastian hukum
terhadap bisnis atau usaha koruptor. Sedangkan, perlindungan hukum
menyangkut upaya dari si koruptor memainkan hukum hingga bisa
terbebas dari segala ancaman hukum pidana.

Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 dan


UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi.
33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni:
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi

Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat


diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23)
yaitu:
 Model korupsi lapis pertama
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang
dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau
petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke
kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas
jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
 Model korupsi lapis kedua
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan
hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut
Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan
yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan
lingkupnya bisa mencapai level nasional.
 Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional
dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis
kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai
otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya
terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi
internasional korupsi tersebut.

2.4 Faktor-Faktor Penyebab Korupsi


Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi
menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya
bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari
situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi.
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Menurut Prop. Dr. Nur
Syam, M.Si. penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena
ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu
ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan
sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi,
maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara
pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi
adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan
yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih
terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak
orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula
kemungkinan orang akan melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.
Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab
terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan
ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan
struktur sosial (7,08 %).
Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya
korupsi adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.
Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi
yaitu :
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat
pemerintah dengan upeti atau suap.
d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap
bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak
dapat dihindarkan.
f. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan
dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan
kekayaannya.
g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan
organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.

Kemudian menurut Erry R.Hardjapamekas, ia menyebutkan tingginya


kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
1. Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,
2. Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
3. Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan
perundangan,
4. Rendahnya integritas dan profesionalisme,
5. Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan,
keuangan, dan birokrasi belum mapan,
6. Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat,
7. Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.

Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan


tindakan korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan,
hasrat, kehendak, dan sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya
dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut
GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
meliputi:
 Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah
yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
 Opportunities (kesempatan) : berkaitan dengan keadaan organisasi
atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga
terbuka kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
 Needs (kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg
dibutuhkan oleh individu-individu untuk menunjang hidupnya
yang wajar.
 Exposures (pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau
konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku
diketemukan melakukan kecurangan.

Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku


(aktor) korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun
di luar organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban.
Sedangkan faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan
korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan.
Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi seseorang untuk
melakukan tindakan pidana korupsi, diantarnya;
Klasik
a. Ketiadaan dan kelemahan pemimpin.
Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi.
Pemimpin yang bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol
manajemen lembaganya. Kelemahan pemimpin ini juga termasuk ke
leadershipan, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki karisma,
akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk
menumbuhkan rasa takut di kalangan staf untuk melakukan
penyimpangan.
b. Kelemahan pengajaran dan etika.
Hal ini terkait dengan sistem pendidikan dan substansi pengajaran
yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada
pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk
pengimplementasiannya.
c. Kolonialisme dan penjajahan.
Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang
tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha dan senantiasa
menempatkan diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan
usaha, mereka lebih cenderung berlindung di balik kekuasaan
(penjajah) dengan melakukan kolusi dan nepotisme. Sifat dan
kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan
sebagian orang melakukan korupsi..
d. Rendahnya pendidikan.
Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi.
Minimnya keterampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang
usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan berbagai
keterbatasan itulah mereka berupaya mencari peluang dengan
menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yang
besar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen
terhadap pendidikan yang dimiliki.
Karena pada kenyataannya  koruptor rata-rata memiliki tingkat
pendidikan yang memadai, kemampuan, dan skill.
e. Kemiskinan.
Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas
kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorang
cenderung melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya. Atas
keinginannya yang berlebihan ini, orang akan menggunakan
kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f. Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumur
hidup atau di buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman seperti itulah
yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g.   Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
Modern
a. Rendahnya Sumber Daya Manusia.
Penyebab korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat
rendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada empat
komponen, sebagai berikut:
1) Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang
menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan
knowledge.
2) Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing
komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa
dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh
umat manusia. Komitmen mengandung tanggung jawab untuk
melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan menguntungkan semua
pihak.
3) Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
4) Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemampuan seseorang
mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki
kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang
dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standardalam
mencapai tujuan.
b. Struktur Ekonomi
Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan
ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap. Sekarang
tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya, sehingga
semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita terlalumemporak-
perandakan produk lama yang bagus.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hal-hal atau faktor-faktor yang


menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi antara lain;
 Kurang atau dangkalnya pendidikan agama dan etika sehingga
memebrikan peluang untuk dilakukannya tindak pidana korupsi.
 Kurangnya sanksi yang keras.
 Kurangnya gaji dan pendapatan pegawai dibandingkan dengan
kebutuhan yang makin hari makin meningkat.
 Lemahnya pengawasan terhadap para penyelenggara Negara.
 Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan
sumber atau sebab meluasnya korupsi.

 Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan
efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi.
2.5 Dampak Korupsi
 Menyusutnya pendapatan Negara
Penerimaan Negara untuk pembangunan didapatkan dari dua sector,
yaitu dari pungutan bea dan penerimaan pajak. Pendapatan Negara dapat
berkurang apabila tidak diselamatkan dari penggelapan dan
penyelewengan oleh oknum pejabat pemerintah pada sektor-sektor
penerimaan Negara tersebut.
 Rapuhnya keamanan dan ketahanan Negara
Keamanan dan ketahanan Negara akan menjadi rapuh apabila para
pejabat mudah disuap karena kekuatan asing yang hendak memaksakan
ideology atau pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia yang dijadikan
sebagi sarana untuk mewujudkan cita-citanya. Pengaruh korupsi juga
dapat mengakibatkan berkuragnya loyalitas masyarakat terhadap Negara.
 Perusakan mental pribadi
Seseorang yang sering melakukan penyelewengan dan
penyalahgunaan wewenang, mentalnya akan rusak. Hal ini mengakibatkan
segala sesuatunya dihitung dengan materi dan akan meluapkan segala
yanga menjadi tugasnya serta hanya melakukan tindakan atauppun
perbuatan yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya ataupun orang
lain yang dekat dengan dirinya. Yang lebih berbahaya lagi, jika tindakan
korupsi ditiru atau dicontoh oleh generasi muda Indonesia. Apabila hal itu
terjadi maka cita-cita bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur semakin sulit untuk dicapai.
 Hukum tidak lagi dihormati
Negara kita merupakan Negara hukum dimana segala sesuatu harus
didasarkan pada hukum. Tanggung jawab dalam hal ini bukan hanya
terletak pada penegak hukum saja namun juga pada seluruh warga Negara
Indonesia. Cita-cita untuk menggapai tertib hukum tidak akan terwujud
apabila para penegak hukum melakukan tindakan korupsi sehingga hukum
tidak dapat ditegakkan, ditaati, serta tidak diindahkan oleh masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,
kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya
pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan
rangkaian kata dalam bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan
kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar
korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi
nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah
yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah
tersebut tidak pernah tepat sasaran. Pemberantasan korupsi seakan hanya
menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh
sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan
membuat keputusan politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor
korupsi di Indonesia.

3.2 Saran
Sebaiknya implementasi dari pemberantasan korupsi bukan hanya
tanggung jawab pemerintah/ pihak yang berwenang, namun semua warga
Negara Indonesia hendaknya turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Mubaryanto, artikel, "Pro dan Keadilan", Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM,


2004Jeremy Pope, "Menghadapi Korupsi: Elemen Sistem Integritas
Nasional",Transparency International, 2000.

Membaca Akhiar Salmi, Paper 2006, "Memahami UU tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi", MPKP FE, UI

Drehel, Axel and Christos Kotsogiannis, Corruption Around the World: Evidence
from a Structural Mode. 2004

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta :


GhaliaIndonesia

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung
: Penerbit Sinar Baru.

Anda mungkin juga menyukai