Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS JURNAL

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“POSISI HEAD UP 30° SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN


SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK DAN NON
HEMORAGIK”

Oleh :

Debby Rizki Pratama


21219011

PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. Definisi Stroke Hemoragik


Gangguan peredaran darah di otak (GPDO) atau dikenal dengan CVA
(cerebro vascular accident) adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala
atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Secara sederhana stroke didefinisikan sebagai penyakit otak akibat
terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau
perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2016).
Hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah. Otak sangat
sensitif terhadap perdarahan, dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat.
Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga
menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang
disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan
menekan tulang tengkorak (Junaidi, 2016).
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (Adib 2011, dalam Putri G 2017).
Stroke hemoragik dikelompokkan menurut lokasi pembuluh darah :
1. Intracerebral hemoragik, pendarahan terjadi di dalam otak.
2. Subarachnoid hemoragik, pendarahan di daerah antara otak dan jaringan
tipis yang menutupi otak.

B. Etiologi Stroke hemoragik


Menurut (Adib 2011, dalam Putri G 2017) Stroke hemoragik disebabkan oleh
tekanan darah tinggi, yang menekankan dinding arteri sampai pecah.
Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
1. Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya
dapat pecah.
2. Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainanarteriovenosa.
3. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti
payudara, kulit, dan tiroid.
4. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam
dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih
besar.
5. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
6. Overdosis narkoba, seperti kokain.

Faktor-Faktor Resiko Stroke Hemoragik:


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif,
fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan
kadar estrogen tinggi)
8. penyalahgunaan obat ( kokain)
9. konsumsi alkohol

C. Clinical Manifestation
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu
(Batticaca, F.B, 2018). Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
13. Perubahan visi (penurunan visi, atau kehilangan semua atau salah satu
bagian dari visi).

D. Complication Stroke Hemoragik


Komplikasi Stroke Menurut Sudoyo (2016) Meliputi:
1. Hipoksia Serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Luasnya area cidera
4. Disritmia dapat menyebabkan curah jantung tidak konsisten dan
penghentian trombus local.

E. Implementation
1. Penatalaksaan Medis
Menurut (Doengoes, M.E.,dkk. 2018):
a. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
b.Anti koagulan : mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan stroke
infark perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam
dari berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah
yang ada pada klien dengan stroke infark. Penatalaksanaan keperawatan
pada klien dengan stroke infark bertujuan untuk mencegah keadaan yang
lebih buruk dan komplikasi yang dapat ditimbulkan. Untuk itu dalam
merawat pasien stroke perlu diperhatikan faktor-faktor kritis seperti
mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda vital, memantau
fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi kandung kemih, dan
mempertahankan tirah baring (Barbara, 2017).

F. Patofisiologi
Menurut Sylvia A. Price (2015) dan Smeltzer C. Suzanne (2017), stroke
infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah
otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain). Stroke infark
yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk
didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus
vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk dalam suatu
organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak
sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis interna sering mengalami
pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah sehingga terjadi
penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis mencapai suatu tingkat kritis
tertentu, maka meningkatnya turbulensi disekitar penyumbatan akan
menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran darah ke otak akibatnya
perfusi otak akan menurun dan terjadi nekrosis jaringan otak.
Faktor risiko utama pada stroke antara lain hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes mellitus, TIA (Transient Ischemic attack), kadar
lemak dalam darah yang tinggi, dan lain-lain. Adapun manifestasi klinis pada
klien dengan stroke yaitu kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak, perubahan status mental (delirium,
stupor, atau koma), afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan
memahami ucapan), disartia (bicara pelo atau cadel), gangguan penglihatan
diplopia, mual, muntah dan nyeri kepala.
Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penurunan aliran darah
serebral dan luasnya area cedera yang dapat mengakibatkan perubahan pada
aliran darah serebral sehingga ketersediaan oksigen ke otak menjadi berkurang
dan akan menimbulkan kematian jaringan otak.
Pathways : Price, S.A.,dkk, 2015
STROKE

Hemoragik

Pecah Pembuluh Darah Otak

Perfusi Jaringan Otak ↓

ISKEMIA

Metabolisme Anaerob Aktifitas Elektrolit Terganggu

Asidosis Metabolik As Laktat Pompa Na dan K gagal

Vasodilatasi Pembuluh Darah EDEMA OTAK

TIK ↑ Perfusi Jaringan ↓


Nekrosis Jaringan Otak
Jaringan mengalami reaksi dan
pergeseran sensasi nyeri

Kerusakan Sel Neuron Kesadaran ↓


Nyeri kepala

Fungsi Saraf ↓ Fungsi otak sfingter tidak


berfungsi dengan normal
Gangguan Pola Istirahat
Tidur
Saraf Motorik
Gangguan Pola Eliminasi
Kelemahan/
Kelumpuhan

Immobilisasi
Saraf sensorik

Gangguan Pola
Intoleransi Aktivitas Interaksi
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Sudoyo, 2016):
a. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
b. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri
c. Pungsi Lumbal
- menunjukan adanya tekanan normal
- tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan
d. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
e. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
f. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
g. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

H. Observation Chart
1. Assesment
Menurut Tarwoto (2018) pengkajian keperawatan pada pasien stroke
meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada
awal terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya
memiliki tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-
15
2. Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80 b) Nadi Biasanya nadi normal
c) Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan
menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya
alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi
lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5. Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) :
biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri
dan kanan.
6. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun
ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien
yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung .
7. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan
asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat
tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien
dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri
dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan
jari dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya
dapat mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku
biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10. Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya fremitus
sam aantara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya ictus
cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi:
biasanya suara vesikuler
11. Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi : biasanya tidak ada
pembesaran hepar Perkusi : biasanya terdapat suara tympani Auskultasi:
biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan
reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa.
12. Ekstremitas
a) Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak
ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi
reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I
kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada
saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn
(reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke
bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim
(+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak
merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek
patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella
(+)).

h. Pemeriksaan penunjang
Radiologi
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti
stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma.
2. Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah.
Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau
pada intracranial
3. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk
ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak d) Macnetic
Resonance Imaging (MRI) Menentukan posisi serta besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik.
4. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

Laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar
leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
b) Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International
Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini
gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah.
Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti
warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan
dalam dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau
tidak.
c) Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol
berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke
(Robinson, 2014).

2. Diagnosa Keperawatan Yang Bisa Muncul


Menurut (Wilkinson J .M, 2017):
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak
c.  Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
d. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
h. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
DAFTAR PUSTAKA
Adib 2011, dalam Putri G 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke
Hemoragik Di Bangsal Syaraf Rsup Dr. M. Djamil Padang
Batticaca, F.B. 2018, Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan Stroke
Hemoragik, Salemba Medika, Jakarta
Doengoes, M.E.,dkk. 2018, Rencana asuhan keperawatan Edisi 3, EGC, Jakarta
Nanda NIC-NOC, 2015. Edisi Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta
Herdman T.H, dkk, 2018. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, EGC, Jakarta
Junaidi, 2016. Buku Panduan Keperawatan Gawat Darurat. EGC, Jakarta
Long C,.Barbara, 2017. Perawatan Medical Bedah, Jilid 2, Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Padjajaran
Price, S.A.,dkk, 2015. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2, EGC, Jakarta
Smelltzer C, dkk, 2017. Buku ajar keperawatan medikal bedah, jakarta, EGC, 2002
Sudoyo, 2016. Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan Stroke Hemoragik.
Salemba Medika, Jakarta
Tarwoto, 2018. pengkajian keperawatan pada pasien stroke.
Wilkinson J .M, 2017. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
BAB II
TELAAH JURNAL DENGAN METODE PICO

1. Kasus
Ny “S” datang ke RS diantar oleh keluarga, Pada saat di RS klien
mengalami penurunan kesadaran. Sebelum di bawa ke RS ± 2 hari, klien sempat
mengeluh badan lemas, pusing. Tingkat kesadaran somnolen GCS E:3 V: afasia
M:3, pupil isokor 3m/3m dan kiri, akral dingin, Tekanan darah; 140/90 mmHg,
nadi; 112 x/menit, suhu; 36,9 oC, RR; 28 x/menit. Tidak terdapat sianosis dan
capilari refill kembali < 3 detik dan Tugor kulit baik, kembali dalam 2 detik.
Riwayat penyakit dahulu didapatkan data dari hasil pengkajian keluarga pasien
yang mengatakan bahwa klien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetis
militus. Pemeriksaan mata: Simetris antara kanan dan kiri, pada mata kanan sulit
untuk berkedip dan pada mata kiri dapat berkedip, konjungtiva anemis, sklera
tidak ikterik, mulut: Tidak ada stomatitis, pada sisi kanan tidak simetris.
Pemeriksaan dada meliputi paru-paru pada saat di auskultasi klien ngorok
(grogling). Peristaltik usus 14 x/mnt, pada tangan kiri klien terpasang infus.Pada
pemeriksaan neuorologis : Saraf I Olfaktorius: klien tidak bias
mengidentifikasikan perbedaan bau-bauan. Saraf II Optikus :pengelihatan
ketajaman pada klien sangat samar-samar. Saraf III Okulomotorius: Klien tidak
dapat menggerakan mata kesegala arah. Saraf IV Troklearis: Klien tidak dapat
melihat kebawah dan kesamping kanan kiri dengan menggerakkan tangan
pemeriksa. Saraf V Trigeminus : Klien memperlihatkan reflek kornea berkedip.
Saraf VI Abdusens : Klien dapat melirik kanan dan kiri akan tetapi yang mata
sebelah kanan mengalami kesulitan melirik. Saraf VII Fasialis : pada sisi kanan
tidak simetris. Saraf VIII Vestibulokokleari : Klien tidak dapat melakukan tes
keseimbangan berdiri dengan menutup mata dan pendengaran. Saraf XI
glosofaringeus: Klien tidak dapat menelan dan pengecapan lidah. Saraf X Vagus
:Klien tidak bisa pengecapan lidah dan meringis.Saraf XI Asesorius :Klien tidak
dapat menggerakkan kepala dan bahu. Saraf XII Hipoglossus: Klien dapat
menjulurkan lidah. Pemeriksaan penunjang: hasil laboratorium Hb 10 g/dl,
eritrosit 4,72 jt/ul, leukosit 17,7 ribu/ul, hematokrit 30%, trombosit 298 ribu/ul,
Natrium 130mmol/L, Kalium 3,4mmol/L, Ureum 24mg/Dl, GDS 285 mg/dl,.
Hasil CT-Scan dengan hasil tampak gambaran Stroke hemoragic di daerah
ventrikel lateralis bilateral III dan IV. Program terapi : Parenteral ; Rl 20tpm,
Inj. Vit B1; 2x30mg, Ceftriazone 2x1g, Ketorolac; 3x30mg, Ranitidin; 3x25mg,
dan obat oral: Diazepam 2x2mg. Diet: sonde 4500 kalori.

2. Pertanyaan Klinis
Apakah posisi head up 30° dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan
saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik dan non hemoragik?

3. PICO
P: Ny.S dating ke RS mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis
Stroke Hemoragik
I: Posisi Head Up 30° Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen
Pada Pasien Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik
C: -
O: Meningkatkan saturasi oksigen

4. Searching Literatur
Setelah dilakukan searching literatur pada situs kumpulan jurnal/penelitian
yaitu google scholar dan portal garuda.ristekdikti, maka di dapatkan hasil 225
penelitian terkait dengan kata kunci “Stroke Hemoragik”. Kemudian di dapatkan
hasil 85 dengan kata kunci “Intervensi Klien dengan stroke hemoragik”. Dari
temuan beberapa peneliti maka peneliti memilih penelitian yang berjudul “Posisi
Head Up 30° Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada
Pasien Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik” dengan alasan jurnal sesuai
dengan kasus, jurnal diterbitkan pada tahun 2017 yang lalu, serta mudah
diterapkan dalam proses keperawatan.

5. Hasil Penelusuran Bukti/Telaah Jurnal


a. Validity
1) Desain
Desain Penelitian ini menggunakan Quasi Experiment Design dengan
pendekatan One Group PretestPosttest Design.
2) Sampel
Teknik sampling dengan consecutive sampling. Jumlah responden
sebanyak 30 orang.
3) Kriteria
kriteria inklusi semua pasien stroke (stroke non hemoragik dan
hemoragik), responden berusia 30-90 tahun dan pasien kritis yang
memiliki status hemodinamik stabil. Sedangkan kriteria eksklusinya
meliputi pasien yang mengalami trauma servikal dan pasien kritis yang
gelisah. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut maka
didapatkan besar sampel sebanyak 30 responden.
4) Randomisasi
Dalam penelitian ini tidak dilakukan random sampling
b. Importance dalam hasil
1) Karakteristik subjek
Karakteristik subjek dalam peneitian ini melitputi umur, jenis kelamin.
2) Beda proposi
Terdapat 2 kelompok yaitu kelompok pre test dan post test. Pre-test
didapatkan hasil 97,07% dan hasil post-test 98,33%.
3) Nilai p value
Hasil analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon didapatkan saturasi
oksigen nilai p value = 0,009 maka p value< 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima yang artinya ada pengaruh posisi head up terhadap
saturasi oksigen.
c. Applicability
1. Dalam diskusi
a) Distribusi karateristik subyek
Karakteristik subjek dalam peneitian ini menunjukkan bahwa Tabel 1
menunjukkan tahap perkembangan usia lanjut merupakan tahap
perkembangan tertinggi terjadi kasus stroke yaitu sebanyak 46,7 %
dan menunjukkan jenis kelamin responden wanita sebanyak 56,7 %
merupakan jenis kelamin terbanyak yang mengalami stroke..
b) Distribusi perbandingan pre dan post
Uji perbandingan pada Pre-test didapatkan hasil 97,07% dan hasil post-
test 98,33%. Hasil analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon
didapatkan saturasi oksigen nilai p value = 0,009 maka p value< 0,05
sehingga H0 ditolak dan H1 diterima yang artinya ada pengaruh posisi
head up terhadap saturasi oksigen.

6. Diskusi (perbandingan jurnal dan kasus)


Stroke paling banyak diderita pada usia lebih dari 65 tahun dan jarang pada
usia dibawah 40 tahun. Data dari WHO menyebutkan jumlah penderita stroke
banyak terjadi pada usia 60 tahun keatas dimana urutan kedua terbanyak di Asia.
Tingginya angka kejadian stroke pada usia lanjut karena pada usia tersebut
berhubungan dengan proses penuaan. Organ tubuh mengalami penurunan fungsi
termasuk pembuluh darah otak menjadi tidak elastis terutama bagian endotel
yang mengalami penebalan, mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin
sempit sehingga terjadi penurunan aliran darah pada otak.
Penelitian ini menyebutkan penderita stroke lebih banyak wanita yaitu
sebesar 56.7 %. American of Heart Association (AHA) memperkirakan stroke
lebih sering dialami oleh wanita sebanyak 60.000 lebih banyak dibanding pria
setiap tahunnya. Besarnya jumlah wanita dalam kejadian stroke terjadi setelah
usia mencapai menopause. Peningkatan faktor risiko stroke pada wanita terjadi
karena kelebihan kadar androgen dan sebaliknya kadar estrogen yang menurun.
Kelebihan androgen berpengaruh pada kadar kolesterol darah menjadi
meningkat sehingga berpengaruh terjadi stroke sedangkan estrogen memliki efek
menurunkan kolesterol plasma dan mempercepat vasodilatasi, jika estrogen
menurun maka akan berisiko terkena stroke. Hal tersebut menyebabkan wanita
menjadi beresiko dua kali lipat terjadi stroke pada 10 tahun setelah menopause.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan nilai rata-
rata saturasi oksigen setelah intervensi (sebelum pemberian posisi 97.07% dan
setelah pemberian posisi 98.33%). Hasil uji statistik wilcoxon didapatkan p
value = 0.009 (< 0.05) yang artinya ada pengaruh pada saturasi oksigen setelah
dilakukan pemberian posisi head up 300. Saturasi oksigen adalah persentase
oksigen yang telah bergabung dengan hemoglobin dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh, pada saat yang sama oksigen dilepas untuk
memenuhi kebutuhan jaringan.5 Secara teoritis, posisi telentang dengan di sertai
head up menunjukkan aliran balik darah dari bagian inferior menuju ke atrium
kanan cukup baik karena resistensi pembuluh darah dan tekanan atrium kanan
tidak terlalu tinggi, sehingga volume darah yang masuk (venous return) ke
atrium kanan cukup baik dan tekanan pengisian ventrikel kanan (preload)
meningkat, yang dapat mengarah ke peningkatan stroke volume dan cardiac
output. Pasien diposisikan head up 300 akan meningkatkan aliran darah diotak
dan memaksimalkan oksigenasi jaringan serebral.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penelitian ini, Posisi Head Up 30° Sebagai Upaya Untuk
Meningkatkan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke Hemoragik Dan Non
Hemoragik efektif dan bias diterapkan dalam intervensi keperawatan. Pada
penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan nilai rata-rata saturasi
oksigen setelah intervensi (sebelum pemberian posisi 97.07% dan setelah
pemberian posisi 98.33%). Hasil uji statistik wilcoxon didapatkan p value =
0.009 (< 0.05) yang artinya ada pengaruh pada saturasi oksigen setelah
dilakukan pemberian posisi head up 30° Pemberian posisi head up 300 dapat
dilakukan pada pasien stroke hemoragik maupun non hemoragik karena dapat
memfasilitasi peningkatan aliran darah ke serebral dan memaksimalkan
oksigenasi jaringan serebral.
DAFTAR PUSTAKA
WHO (2009). The WHO Stepwise Approach to Stroke Surveillance.
http://www.who.int/ncd_surveillance/e n/steps_stroke_manual_v1.2.pdf
diakses tanggal 5 Januari 2017.
Munoz-Venturelli P, et all. Trials. (2015). Head position in Stroke Trial (HeadPost)
sitting-up vs lying-flat positioning of patients with acute stroke: study protocol
for a cluster randomisted controlled trial. DOI 10.1186/S13063-015-0767-1.
Biomed Central. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 26040944 . Diakses
tanggal 13 Februari 2016.
Hafid, MA. (2012). Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Stroke di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar.Jurnal Kesehatan Volume VII No.1/2014.
Program Studi Ilmu keperawatan Fakultas Kesehatan UIN Alauddin Makassar.
http://journal.uinalauddin.ac.id/index.php/kesehatan/arti
cle/download/941/908 . Diakses tanggal 20 desember 2016.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. www.depkes.go.id/resources/download/
general/Hasil%20Riskesdas%202013.p df Diakses tanggal 14 Januari 2017
Sunarto. (2015). Peningkatan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke
Menggunakan Model ElevasiAdi Husada Nursing Journal – Vol.3 No.2
Desember 2017
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis.
Jakarta: Salemba Medika.
Sofyan, AM, Sihombing, EY, Hamra, Yusuf (2013). Hubungan Umur, Jenis
Kelamin, dan Hipertensi dengan Kejadian Stroke. Medula Journal Vol 1 No 1.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/medula/ar ticle/view/182/125 Diakses tanggal 12
Juli 2017.
Mauk, Kristen, L (2006). Gerontological Nursing : Competencies for Care. Jones and
Bartlett Publishers : Sudbury
Laily, SR (2016). Hubungan Karakteristik Penderita dan Hipertensi dengan Kejadian
Stroke Iskemik. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga Surabaya. https://media.neliti.com/media/publicati
ons/75921-ID-none.pdf . Diakses tanggal 12 Juli 2017.
Oktavianus. (2014). Asuhan Keperawatan pada Sistem Neurobehaviour. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Patricia GM, Dorrie F, Carolyn M.Hudak, Barbara M. Gallo. (2014). Keperawatan
Kritis Pendekatan Asuhan Holistik Volume 1 dan 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG
Summers, D., Leonard, A., Wentworth, D., Saver, J.L., Simpson, J., Spilker, J.A.,
Hock, N., Miller, E., & Mitchell, P.H. (2009). Comprehensive overview of
Nursing and Interdisciplinary Care of the Acute Ischemic Stroke Patient. A
Scientific Statement From the American Heart Association.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 19478222 . Diakses tanggal 20
Februari 2017..

Anda mungkin juga menyukai