Anda di halaman 1dari 30

WRAP SKENARIO 1

BLOK KEDOKTERAN KELUARGA


DOKTER KELUARGA

KELOMPOK A-4
Ketua : Gery Aldilatama 1102014115
Sekretasis : Ayu Retno Bashirah 1102014053
Anindya Anjas Putriavi 1102014027
Annisa Ayu Rahmawati 1102014031
Diah Ayu Kusuma Wardani 1102014072
Farida Citra Permatasari 1102014094
Hanna Kumari Dharaindas 1102014120
Ikhsanul Akbar Misfa 1102014125
Eko Setio Nugroho 1102013092

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017 – 2018
Skenario 1

Dokter Keluarga

Seorang perempuan berumur 45 tahun datang ke klinik pratama untuk berobat


penyakit darah tinggi yang sudah 5 tahun dideritanya. Pasien datang ke klinik ini atas saran
temannya.

Menurut temannya, klinik pratama pelayanannya sangat bagus, baik cara


pendekatannya maupun jenis pelayanan yang tersedia karena dokter yang berpraktek di klinik
ini adalah dokter keluarga yang agak berbeda dengan dokter umum biasa.

Masih menurut temannya dokter keluarga ini tidak hanya mengobati pasien di klinik,
tetapi juga dapat memberikan pelayanan kunjungan rumah, penyuluhan kesehatan dan
memberikan binaan kepada keluarga di sekitar klinik tersebut.
Kata Sulit

1. Dokter keluarga: yaitu dokter praktik umum yang menjalankan pelayanan primer
yang komprehensif, kontinyu, mengutamakan pencegahan serta mempertimbangkan
keluarga, komunitas dan lingkungan.

Pertanyaan

1. Apa perbedaan dokter keluarga dan dokter umum?


2. Apa saja kewajiban dokter keluarga?
3. Apa keuntungan berobat dengan dokter keluarga?
4. Apa kriteria dokter keluarga?
5. Apa jenis pelayanan yang diberikan dokter keluarga?
6. Berap luas cakupan dokter keluarga?
7. Apa saja contoh penyuluhan kesehatan yang diberikan dokter keluarga?
8. Bagaimana cara pendekatan dokter keluarga?

Jawaban

1. Umum : bersifat kuratif atau hanya mengobati penyakitnya saja


Keluarga : bersifat komperhensif yaitu menyeluruh hingga ke keluarga pasien

2. -Kompetensi dasar: komunikasi efektif, keterampilan klinik dasar, dan keterampilan


pengelolaan masalah.

- Ilmu dan keterampilan klinis layanan primer: dokter bedah, dokter anak, dokter obsgyn.
-Keterampilan klinis layanan primer lanjut: bisa membaca EKG, USG,dsb.
-Keterampilan klinis layanan primer tetap dan pendukung: riset atau mengajar dokter
keluarga.
3. Lebih komunikatif, dapat mendiagnosis dalam sisi psikologis sehingga pasien menjadi
lebih percaya untuk menceritakan keluhan sebenarnya
4. 7 stars doctor : care provider, community leader, communicator, manager. Researcher,
decision maker, dpkter muslim
5. Promotive, preventif, kuratif, rehabilitative. Contohnya: home care dan home visit.
6. Keluarga pasien dan lingkungan sekitar pasien
7. Penyuluhan KB , KIA dll
8. Holistik, komprehensif, dan berkesinambungan

Hipotesis

Dokter keluarga memberikan pelayanan secara promotive, preventif ,kuratif dan


rehabilitative dengan menggunakan pendekatan holistic, komprehensif dan
berkesinambungan. Kriteria dokter keluarga meliputi 7 stars doctor yaitu care provider,
community leader, communicator, manager. Researcher, decision maker, dpkter muslim
dengan kompetensi komunikasi efektif, keterampilan klinik dasar, dan keterampilan
pengelolaan masalah. Keuntungan yang bias diperoleh pasien adalah dapat mendiagnosis
dalam sisi psikologis sehingga pasien menjadi lebih percaya untuk menceritakan keluhan
sebenarnya.
Sasaran Belajar:

1. Memahami dan menjelaskan dokter keluarga


1.1 Memahami dan menjelaskan Definisi Dokter Keluarga
1.2 Memahami dan menjelaskan Standart kompetensi dokter keluarga
1.3 Memahami dan menjelaskan Perbedaan dokter keluarga dengan dokter umum (Tugas
dan Peran)
1.4 Memahami dan menjelaskan Standart Pelayanan dokter keluarga
2. Memahami dan menjelaskan system pelayanan kesehatan nasional
1. Memahami dan menjelaskan dokter keluarga

1.1 Definisi

Dokter keluarga merupakan dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi
dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan
khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan
praktek dokter keluarga (IKK FKUI, 1996).
Dokter keluarga adalah dokter yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan personal, menyeluruh terpadu, berkesinambungan dan proaktif sesuai
dengan kebutuhan pasiennya sebagai anggota satu unit keluarga, komunitas serta
lingkungannya serta bila menghadapi masalah kesehatan khusus yang tak tertanggulangi
bertindak sebagai koordinator dalam konsultasi dan atau rujukan pada dokter ahli yang
sesuai (AAFP, IDI, Singapura).
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum, hanya dalam prakteknya
menggunakan pendekatan kedokteran keluarga. Pendekatan kedokteran keluarga itu prinsip
ada 4, pelayanan yang bersifat personal (invidual) bukan keluarga, pelayanan yang bersifat
primer artinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan primer, lalu komprehensif artinya
dokter keluarga sebagai dokter praktek umum melayani 4 ranah pelayanan yaitu preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Lalu yang ke empat adalah kontinyu, ini yang sering
dilupakan para dokter prakter umum padahal hal tersebut sangat penting, the continuity of
care, atau kesinambungan pelayanan.
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif, dengan mengutamakan
pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan
diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis
penyakitnya. Pelayanan dokter keluarga melibatkan dokter keluarga sebagai penyaring di
tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan
dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat
pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik,
koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan
lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa
memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. (The American Academy of Family
Physician, 1969; Geyman, 1971; McWhinney, 1981).
Pengertian dokter keluarga sendiri menurut PDKI/ Perhimpunan Dokter Keluarga
Indonesia adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien di fasilitas/sistem
pelayanan kesehatan primer guna menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi
tanpa memandang jenis penyakit, usia, dan jenis kelamin yang dapat dilakukan sedini dan
sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menerapkan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan, serta
menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang
diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya
selama pendidikan kedokteran dasar.

Sejarah dan Perkembangan Dokter Keluarga

Pada tahun 1923 Dr. Francis Peabody mulai merasakan bahwa kedokteran
modern telah terkotak-kotak sehingga membutuhkan adanya dokter generalis.
Kemudian pada tahun 1960 pemuka-pemuka generalis mulai mendengungkan
pentingnya generalis sebagai suatu spesialis hingga akhirnya pada tahun 1966
dipublikasikannya konsep bahwa generalis merupakan suatu spesialisasi baru
ditingkat primer.  Pada tahun 1978, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai
programnya “Health for All in 2000”, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu
hal yang utama dalam pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut
menitikberatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi
Dokter Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies
and Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA)
telah merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk
meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan
“Making Medical Practice and Education More Relevant to People’s Needs: The
Role of Family Doctor”.

Sejarah Perkembangan Dokter Keluarga di Indonesia


Pada bulan Juni tahun 1981 terbit Majalah Dokter Keluarga pertama.
Redaksi MDK yang diketuai oleh dr. Biran Affandi sering mengadakan diskusi-
diskusi mengenai konsep dokter keluarga hingga lahirlah sebuah kelompok diskusi
yang dinamakan Kelompok Studi Dokter Keluarga (KSDK). KSDK kemudian
menjadi badan kelengkapan IDI pada tahun 1982. Pada tahun 1986 diwakili oleh
Kolese Dokter Keluarga Indonesia menjadi anggota organisasi dokter keluarga
sedunia (WONCA) yang telah didirikan pada tahun 1972. Pada tanggal 20 Oktober
1990 Nama KSDK berubah menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI)
dan Dr. Azrul Azwar, MPH terpilih menjadi Ketua Umum KDKI. Pada bulan Juni
1996 diadakan pelatihan dokter keluarga pertama di UI dan Unair dan pada bulan
November 1999 pelatihan manajemen praktek dokter keluarga (paket A dan paket
B) pertama dilakukan di 5 kota: Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan
Surabaya. Dalam Kongres Nasional di Makassar 2006 didirikan Kolegium Ilmu
Kedokteran Keluarga (KIKK) dan telah dilaporkan ke IDI dan MKKI (Persatuan
Dokter Keluarga Indonesia, 2009).
Untuk Indonesia, manfaat pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya untuk
mengendalikan biaya dan atau meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan
tetapi juga dalam rangka turut mengatasi paling tidak 3 (tiga) masalah pokok
pelayanan kesehatan lain yakni:
a. Pendayagunaan dokter pasca PTT
b. Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
c. Menghadapi era globalisasi
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan
Penambah Ilmu Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan,
Achmad Sujudi, menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di
Indonesia sepatutnya diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi
dokter komunitas atau dokter Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan
Dokter Umum yang diarahkan menjadi pelayanan dokter keluarga.
Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti
Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan
bagian dari Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Dokter keluarga ini memiliki fungsi sebagai five stars doctor dan memiliki
organisasi yang telah dibentuk yaitu PDKI dan KIKKI yang telah diketahui oleh
IDI.

Dokter Keluarga di Indonesia


Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Indonesia telah
dimulai sejak tahun 1981 yakni dengan didirikannya Kelompok Studi Dokter Keluarga.
Pada Tahun 1990 melalui kongres yang kedua di Bogor, nama organisasi dirubah
menjadi Kolese Dokter Keluarga Indonesia (KDKI). Sekalipun organisasi ini sejak tahun
1988 telah menjadi anggota IDI, tapi pelayanan dokter keluarga di Indonesia belum
secara resmi mendapat pengakuan baik dari profesi kedokteran ataupun dari pemerintah.
Untuk lebih meningkatkan program kerja, terutama pada tingkat internasional, maka
pada tahun 1972 didirikanlah organisasi internasional dokter keluarga yang dikenal
dengan nama World of National College and Academic Association of General
Practitioners / Family Physicians (WONCA). Indonesia adalah anggota dari WONCA
yang diwakili oleh Kolese Dokter Keluarga Indonesia. Untuk Indonesia, manfaat
pelayanan kedokteran keluarga tidak hanya untuk mengendalikan biaya dan atau
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, akan tetapi juga dalam rangka turut mengatasi
paling tidak 3 (tiga) masalah pokok pelayanan kesehatan lain yakni:
• Pendayagunaan dokter pasca PTT
• Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
• Menghadapi era globalisasi
Di Indonesia kebijaksanaan pengembangan pelayanan kedokteran keluarga
dilakukan melalui berbagai cara. Dalam beberapa tahun terakhir pada beberapa fakultas
kedokteran dari beberapa universitas terkemuka telah dilakukan upaya-upaya untuk
mengintegrasikan pelayanan kedokteran keluarga dalam kurikulum pendidikan dokter
yakni sesuai dengan anjuran WHO bahwa "family medicine" selayaknya diintegrasikan
dalam pendidikan "community medicine" karena kedekatannya. Akan masih diperlukan
waktu untuk mendapatkan tetapi produk dari sistem pendidikan kedokteran ini yakni
dokter umum lulusan fakultas kedokteran yang mempunya wawasan kedokteran
keluarga karena kebijakan ini baru dikembangkan.
Sementara itu bagi dokter umum lulusan fakultas kedokteran sebelumnya yang
saat ini ada di masyarakat, untuk mendapatkan kompetensi khusus selaku dokter
keluargaharus dilakukan dengan cara mengikuti pelatihan secara terprogram dan
bekesinambungan. Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak dilakukan program dan
upaya konversi dari dokter umum menjadi dokter keluarga yang bersertifikat dan diakui
melalui pelatihan-pelatihan. Kurikulum yang telah disepakati dari hasil rumusan
kerjasama tripartid pengembangan dokter keluarga (IDI / KDKI-FK-Depkes) meliputi
empat paket, yaitu :
Paket A: pengenalan konsep kedokteran keluarga,
Paket B: manajemen pelayanan kedokteran keluarga,
Paket C: ketrampilan klinik praktis,
Paket D: pengetahuan klinik mutakhir yang disusun berdasarkan golongan usia.
Demikianlah, sesuai dengan latar belakang yang seperti ini dan juga berbagai
peristiwa khusus yang terjadi di masing - masing negara, akhirnya gerakan dokter
keluarga tersebut mulai bermunculan. Ringkasan sejarah perkembangan yang dimaksud
untuk beberapa negara, secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Inggris
Kehendak untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Inggris telah
dimulai sejak tahun 1844, tetapi pada waktu itu banyak mendapat tantangan.
Barulah kemudian pada tahun 1952, praktek dokter keluarga ini mendapat
pengakuan yakni dengan berhasil didirikannya Royal College of General Practise.
2. Australia
Kehendak untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Australia telah
dimulai sejak tahun 1958, yakni dengan didirikannya The College of General
Practice yang pada waktu itu aktif menyelenggarakan program pendidikan
kedokteran berkelanjutan berikut ujiannya yang telah dimulai sejak tahun 1960.
Kegiatan ini secara resmi diakui pada tahun 1973, yakni dengan mulai
diselenggarakannya Family Medicine Program oleh pemerintah federal.
3. Filipina
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Filipina telah
dimulai sejak tahun 1960 tetapi secara melembaga baru dikenal sejak tahun 1972,
yakni dengan didirikannya The Philipine Academy of Family Physicians.
Organisasi ini aktif menyelenggarakan pendidikan dokter keluarga, yang lulusan
angkatan pertamanya dilantik tahun 1975.
4. Singapura
Kegiatan untuk mengembalikan pelayanan dokter keluarga di Singapura telah
dimulai sejak tahun 1971, dan sejak tahun 1972 aktif menyelenggarakan program
pendidikan. Sayang sekali sampai saat ini program tersebut belum mendapat
pengakuan resmi dari pemerintah.

1.2.Memahami dan Menjelaskan Kompetensi Dokter Keluarga

Kompetensi dokter layanan kedokteran primer termuat dalam dokumen Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) tahun 2006 berjudul “STANDAR KOMPETENSI DOKTER” yang menjabarkan
dalam 7 area kompetensi :
1. Area Komunikasi efektif
mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien
semua usia, anggota keluarga, teman sejawat, masyarakat dan profesi lain.
2. Area Keterampilan Klinis
melakukan prosedur klinis dalam menghadapi masalah kedokteran sesuai dengan
kebutuhan pasien dan kewenangannya.
3. Area landasan Ilmiah Ilmu kedokteran
Mengidentifikasi, menjelaskan, dan merancang penyelesaian masalah kesehatan
secara ilmiah menurut ilmu kedokteran-kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil
yang optimum.
4. Area Pengolahan Masalah Kesehatan
Mengelola masalah kesehatan individu, keluarga, maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, bersinambung, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks
pelayanan kesehatan primer.
5. Area Pengelolaan Informasi
Mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan kemamputerapan
informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil
keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di tingkat primer.
6. Area Mawas diri dan Pengembangan Diri
Melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas kemampuan dan
keterbatasannya; mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dan
kesejahteraan yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya; belajar sepanjang
hayat; merencanakan, menerapkan, dan memantau perkembangan profesi secara
sinambung.
7. Area Etika, Moral, Medikolegal, dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien
Berprilaku profesional dalam praktik kedokteran serta mendukung kebijakan
kesehatan; bermoral dan beretika serta memahami isu etik maupun aspek
medikolegal dalam praktik kedokteran; menerapkan program keselamatan
pasien(IDI, 2007).

Dokter keluarga memiliki 7 kompetensi dasar yang harus dimiliki, yaitu :


1. Memiliki kualitas komunikasi dan ketrampilan.
2. Memliki ketrampilan dan kompetensi dasar.
3. Keterampilan menerapkan dasar-dasar lmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku
danepidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga.
4. Keterampilan mengelola masalah kesehatan pada individu, keluarga
ataupunmasyarakat secara komprehensif, holistik, bersinambung, terkoordinir dan
bekerja samadalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
5. Berpikiran kritis dan memliki kemampuan management yang baik
6. Mau belajar sepanjang hayat
7. Memiliki etika, prilaku yang baik dan berprilaku professional. Memiliki ilmu dan
ketrampilan klinis layanan primer cabang ilmu utama yaitu bedah, penyakit dalam,
kebidanan dan penyakit kandungan, kesehatan anak, THT, mata, kulit dankelamin,
psikiatri, syaraf, kedokteran komunitas, Memiliki ketrampilan klinis layanan primer
lanjut :
1. Ketrampilan melakukan health screening
2. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
3. Membaca hasil EKG
4. Membaca hasil USG
5. ACLS, ATLS, dan APLS

Standar kompetensi dokter keluarga menurut deklarasi WONCA – WHO tahun 2003 :
1. Melaksanakan asuhan bagi pasien dalam kelompok usia tertentu( bayi baru lahir,
bayi, anak, remaja, dewasa, wanita hamil dan menyusui, lansia )
2. Mengintegrasikan komponen asuhan komprehensif
a. Memahami epidemiologi penyakit
b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani secara memadai
c. Memeahami ragam perbedaan faal dan metabolism obat
d. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
e. Menyelenggarakan penilaian risiko khusus usia tertentu
f. Menyelenggarakan upaya pencegahan, penapisan, dan panduan serta penyuluhan
gizi
g. Memahami pokok masalah perkembangan normal
h. Menyelenggarakan konseling, psikologi, dan prilaku
i. Mengkonsultasikan atau merujuk pasien tepat pada waktunya bila diperlukan
j. Menyelenggarakan layanan paliatif
k. Menjunjung tinggi aspek pelayanan kedokteran
3. Mengkoordinasikan layanan kesehatan
a. Dengan keluarga pasien (penilaian keluarga, pertemuan keluarga atau pasien,
pembinaan dan konseling keluarga)
b. Dengan masyarakat (penilaian kesehatan masyarakat dan epidemiologi,
pemeriksaan atau penilaian masyarakat, mengenali dan memanfaatkan sumber
daya masyarakat, program pencegahan dan pendidikan bagi masyarakat,
advokasi atau pembelaan kepentingan kesehatan masyarakat )
4. Melayani kesehatan masyarakat yang menonjol (kelainan alergik, anastesia dan
penanganan nyeri, kelainan yang mengancam jiwa, kelainan kardiovaskular,
kelainan kulit, kelainan mata dan telinga, kelainan saluran cerna, kelainan
perkemihan dan kelamin, kelainan obstetric dan ginekologi, penyakit infeksi,
kelainan musculoskeletal, kelainan neoplastik, kelainan neurologi, dan psikiatri)
5. Melaksanakan profesi dalam tim penyedia kesehatan (menyusun dan menggerakan
tim, kepemimpinan, ketrampilan manajemen praktek, pemecahan masalah konflik,
peningkatan kualitas).
Kompetensi dokter keluarga seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi
Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun
2006 adalah :
1. Kompetensi Dasar
a. Ketrampilan Komunikasi Efektif
b. Ketrampilan Klinik Dasar
c. Ketrampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku,
dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
d. Ketrampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir, dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
e. Memanfaaatkan, menilai secara kritis, dan mengelola informasi
f. Mawas diri dan pengembangan diri / belajar sepanjang hayat
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik
2. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Utama
a. Bedah
b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d. Kesehatan Anak
e. THT
f. Mata
g. Kulit dan Kelamin
h. Psikiatri
i. Saraf
j. Kedokteran Komunitas
3. Ketrampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Ketrampilan melakukan “health screening”
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
4. Ketrampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga
5. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
6. Ilmu dan Ketrampilan Manajemen Klinik

1.3 Memahami dan menjelaskan perbedaan dokter keluarga dengan dokter umum

Dokter Praktek Umum Dokter Keluarga


Cakupan Pelayanan Terbatas Lebih Luas
Sifat Pelayanan Sesuai Keluhan Menyeluruh, Paripurna,
bukan sekedar yang
dikeluhkan
Cara Pelayanan Kasus per kasus dengan Kasus per kasus dengan
pengamatan sesaat berkesinambungan
sepanjang hayat
Jenis Pelayanan Lebih kuratif hanya untuk Lebih kearah
penyakit tertentu pencegahan, tanpa
mengabaikan pengobatan
dan rehabilitasi
Peran keluarga Kurang dipertimbangkan Lebih diperhatikan dan
dilibatkan
Promotif dan pencegahan Tidak jadi perhatian Jadi perhatian utama
Hubungan dokter-pasien Dokter – pasien Dokter – pasien – teman
sejawat dan konsultan
Awal pelayanan Secara individual Secara individual sebagai
bagian dari keluarga
komunitas dan
lingkungan

1.4 Standar pelayanan dokter keluarga


1. Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik (Standards of clinical care)
a. Standar Pelayanan Paripurna (standard of comprehensive of care)
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga adalah pelayanan medis strata pertama
untuk semua orang yang bersifat paripurna (comprehensive), yaitu termasuk pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive and spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan
(disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan
kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.
1. Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang
Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik umum dengan pendekatan kedokteran
keluarga yang memenuhi standar pelayanan dokter keluarga dan diselenggarakan oleh
dokter yang sesuai dengan standar profesi dokter keluarga serta memiliki surat ijin
pelayanan dokter keluarga dan surat persetujuan tempat praktik.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan pemeliharaan
kesehatan dan peningkatan kesehatan pasien dan keluarganya.
3. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala kesempatan
dalam menerapkan pencegahan masalah kesehatan pada pasien dan keluarganya.
4. Deteksi dini
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala kesempatan
dalam melaksanakan deteksi dini penyakit dan melakukan penatalaksanaan yang tepat
untuk itu.
5. Kuratif medic
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk melaksanakan pemulihan kesehatan
dan pencegahan kecacatan pada strata pelayanan tingkat pertama, termasuk
kegawatdaruratan medik, dan bila perlu akan dikonsultasikan dan / atau dirujuk ke
pusat pelayanan kesehatan dengan strata yang lebih tinggi.
6. Rehabilitasi medik dan social
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menerapkan segala kesempatan
rehabilitasi pada pasien dan/atau keluarganya setelah mengalami masalah kesehatan
atau kematian baik dari segi fisik, jiwa maupun sosial.
7. Kemampuan sosial keluarga
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan kondisi sosial pasien
dan keluarganya.
8. Etik medikolegal
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim yang sesuai dengan mediko legal dan etik
kedokteran.
b. Standar Pelayanan Medis (standard of medical care).
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara lege artis.
1. Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan pasien (patient-
centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama pasien, kekhawatiran dan
harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta memperoleh keterangan untuk
dapat menegakkan diagnosis
2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Dalam rangka memperoleh tanda-tanda kelainan yang menunjang diagnosis atau
menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga melakukan pemeriksaan fisik secara
holistik; dan bila perlu menganjurkan pemeriksaan penunjang secara rasional, efektif
dan efisien demi kepentingan pasien semata.
3. Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Pada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan beberapa
diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis holistik.
4. Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan prognosis pasien
berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda bukti terkini (evidence
based).
5. Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik penatalaksanaan
untuk dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling dengan kepedulian terhadap
perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga) pada keadaan di saat itu.
6. Konsultasi
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat dilakukan kepada
dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan,
demi kepentingan pasien semata.
7. Rujukan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain yang
dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan kepada dokter
keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, rumah sakit atau dinas
kesehatan, demi kepentingan pasien semata.
8. Tindak lanjut
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat dilaksanakan
tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di tempat pasien.
9. Tindakan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang rasional
pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata pertama, dan demi
kepentingan pasien.
10. Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan rasional,
berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan
pasien.
11. Pembinaan keluarga
Pada saat-saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik, bila
adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan pembinaan keluarga,
termasuk konseling keluarga.

c. Standar Pelayanan Menyeluruh (standard of holistic of care)


Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat menyeluruh, yaitu peduli
bahwa pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
1. Pasien adalah manusia seutuhnya
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai manusia
yang seutuhnya.
2. Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai bagian
dari keluarga pasien, dan memperhatikan bahwa keluarga pasien dapat mempengaruhi
dan/atau dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
3. Pelayanan menggunakan segala sumber di sekitarnya
Pelayanan dokter keluarga mendayagunakan segala sumber di sekitar kehidupan pasien
untuk meningkatkan keadaan kesehatan pasien dan keluarganya.

d. Standar Pelayanan Terpadu (standard of integration of care)


Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan
kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga
merupakan kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan
kedokteran, baik dari formal maupun informal.
1. Koordinator penatalaksanaan pasien
Pelayanan dokter keluarga merupakan koordinator dalam penatalaksanaan pasien yang
diselenggarakan bersama, baik bersama antar dokter-pasien-keluarga, maupun bersama
antar dokter – pasien - dokter spesialis / rumah sakit.
2. Mitra dokter – pasien
Pelayanan dokter keluarga merupakan keterpaduan kemitraan antara dokter dan pasien
pada saat proses penatalaksanaan medis.
3. Mitra lintas sektoral medic
Pelayanan dokter keluarga bekerja sebagai mitra penyedia pelayanan kesehatan dengan
berbagai sektor pelayanan kesehatan formal di sekitarnya.
4. Mitra lintas sektoral alternatif dan komplimenter medic
Pelayanan dokter keluarga mempedulikan, memperhatikan kebutuhan dan perilaku
pasien dan keluarganya sebagai masyarakat yang menggunakan berbagai pelayanan
kesehatan nonformal di sekitarnya.

e. Standar Pelayanan Bersinambung (standard of continuum care)


Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung,
yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif efisien, proaktif dan terus menerus
demi kesehatan pasien.
1. Pelayanan proaktif
Pelayanan dokter keluarga menjaga kesinambungan layanan secara proaktif.
2. Rekam medik bersinambung
Informasi dalam riwayat kesehatan pasien sebelumnya dan pada saat datang, digunakan
untuk memastikan bahwa penatalaksanaan yang diterapkan telah sesuai untuk pasien
yang bersangkutan.
3. Pelayanan efektif efisien
Pelayanan dokter keluarga menyelenggarakan pelayanan rawat jalan efektif dan efisien
bagi pasien, menjaga kualitas, sadar mutu dan sadar biaya.
4. Pendampingan
Pada saat-saat dilaksanakan konsultasi dan / atau rujukan, pelayanan dokter keluarga
menawarkan kemudian melaksanakan pendampingan pasien, demi kepentingan pasien.

2. Standar Perilaku dalam Praktik (Standards of behaviour in practice)


a. Standar perilaku terhadap pasien (patient-physician relationship standard)
Pelayanan dokter keluarga menyediakan kesempatan bagi pasien untuk
menyampaikan kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta memberikan kesempatan
kepada pasien untuk memperoleh penjelasan yang dibutuhkan guna dapat memutuskan
pemilihan penatalaksanaan yang akan dilaksanakannya.
1. Informasi memperoleh pelayanan
Pelayanan dokter keluarga memberikan keterangan yang adekuat mengenai cara untuk
memperoleh pelayanan yang diinginkan.
2. Masa konsultasi
Waktu untuk konsultasi yang disediakan oleh dokter keluarga kepada pasiennya adalah
cukup bagi pasien untuk menyampaikan keluhan dan keinginannya, cukup untuk dokter
menjelaskan apa yang diperolehnya pada anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta cukup
untuk menumbuhkan partisipasi pasien dalam melaksanakan penatalaksanaan yang
dipilihnya, sebisanya 10 menit untuk setiap pasien.
3. Informasi medik menyeluruh
Dokter keluarga memberikan informasi yang jelas kepada pasien mengenai seluruh
tujuan, kepentingan, keuntungan, resiko yang berhubungan dalam hal pemeriksaan,
konsultasi, rujukan, pengobatan, tindakan dan sebagainya sehingga memungkinkan
pasien untuk dapat memutuskan segala yang akan dilakukan terhadapnya secara puas
dan terinformasi.
4. Komunikasi efektif
Dokter keluarga melaksanakan komunikasi efektif berlandaskan rasa saling percaya.
5. Menghormati hak dan kewajiban pasien dan dokter
Dokter keluarga memperhatikan hak dan kewajiban pasien, hak dan kewajiban dokter
termasuk menjunjung tinggi kerahasiaan pasien.

b. Standar perilaku dengan mitra kerja di klinik (Standard of partners relationship


in practice)
Pelayanan dokter keluarga mempunyai seorang dokter keluarga sebagai pimpinan
manajemen untuk mengelola klinik secara profesional.
1. Hubungan profesional dalam klinik
Dokter keluarga melaksanakan praktik dengan bantuan satu atau beberapa tenaga
kesehatan dan tenaga lainnya berdasarkan atas hubungan kerja yang profesional dalam
suasana kekeluargaan.
2. Bekerja dalam tim
Pada saat menyelenggarakan penatalaksanaan dalam peningkatan derajat kesehatan
pasien dan keluarga, pelayanan dokter keluarga merupakan sebuah tim.
3. Pemimpin klinik
Pelayanan dokter keluarga dipimpin oleh seorang dokter keluarga atau bila terdiri dari
beberapa dokter keluarga dapat dibagi untuk memimpin bidang manajemen yang
berbeda di bawah tanggung jawab pimpinan.

c. Standar perilaku dengan sejawat (Standard of working with colleagues)


Pelayanan dokter keluarga menghormati dan menghargai pengetahuan, ketrampilan
dan kontribusi kolega lain dalam pelayanan kesehatan dan menjaga hubungan baik secara
profesional.
1. Hubungan profesional antar profesi
Pelayananan dokter keluarga melaksanakan praktik dengan mempunyai hubungan
profesional dengan profesi medik lainnya untuk kepentingan pasien.
2. Hubungan baik sesama dokter
Pelayanan dokter keluarga menghormati keputusan medik yang diambil oleh dokter
lain dan memperbaiki penatalaksanaan pasien atas kepentingan pasien tanpa merugikan
nama dokter lain.
3. Perkumpulan profesi
Dokter keluarga dalam pelayanan dokter keluarga adalah anggota perkumpulan profesi
yang sekaligus menjadi anggota Ikatan Dokter Indonesia dan berpartisipasi pada
kegiatan-kegiatan yang ada.

d. Standar pengembangan ilmu dan ketrampilan praktik (Standard of knowledge


and skill development)
Pelayanan dokter keluarga selalu berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah guna
memelihara dan menambah ketrampilan praktik serta meluaskan wawasan pengetahuan
kedokteran sepanjang hayatnya.
1. Mengikuti kegiatan ilmiah
Pelayanan dokter keluarga memungkinkan dokter yang berpraktik untuk secara teratur
dalam lima tahun praktiknya mengikuti kegiatan - kegiatan ilmiah seperti pelatihan,
seminar, lokakarya dan pendidikan kedokteran berkelanjutan lainnya.
2. Program jaga mutu
Pelayanan dokter keluarga melakukan program jaga mutu secara mandiri dan / atau
bersama - sama dengan dokter keluarga lainnya, secara teratur ditempat praktiknya.
3. Partisipasi dalam kegiatan pendidikan
Pelayanan dokter keluarga mempunyai itikad baik dalam pendidikan dokter keluarga,
dan berusaha untuk berpartisipasi pada pelatihan mahasiswa kedokteran atau pelatihan
dokter.
4. Penelitian dalam praktik
Pelayanan dokter keluarga mempunyai itikad baik dalam penelitian dan berusaha untuk
menyelenggarakan penelitian yang sesuai dengan etika penelitian kedokteran, demi
kepentingan kemajuan pengetahuan kedokteran.
5. Penulisan ilmiah
Dokter keluarga pada pelayanan dokter keluarga berpartisipasi secara aktif dan / atau
pasif pada jurnal ilmiah kedokteran.
e. Standar partisipasi dalam kegiatan masyarakat di bidang kesehatan (standard as
community leader)
Pelayanan dokter keluarga selalu berusaha berpartisipasi aktif dalam segala kegiatan
peningkatan kesehatan di sekitarnya dan siap memberikan pendapatnya pada setiap kondisi
kesehatan di daerahnya.
1. Menjadi anggota perkumpulan social
Dokter keluarga dan petugas kesehatan lainnya yang bekerja dalam pelayanan dokter
keluarga, menjadi anggota perkumpulan sosial untuk mempeluas wawasan pergaulan.
2. Partisipasi dalam kegiatan kesehatan masyarakat
Bila ada kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat di sekitar tempat praktiknya,
pelayanan dokter keluarga bersedia berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan
tersebut.
3. Partisipasi dalam penanggulangan bencana di sekitarnya
Bila ada wabah dan bencana yang mempengaruhi kesehatan di sekitarnya, pelayanan
dokter keluarga berpartisipasi aktif dalam penanggulangan khususnya dalam bidang
kesehatan.

3. Standar Pengelolaan Praktik (Standards of practice management)


a. Standar sumber daya manusia (Standard of human resources)
Dalam pelayanan dokter keluarga, selain dokter keluarga, juga terdapat petugas
kesehatan dan pegawai lainnya yang sesuai dengan latar belakang pendidikan atau
pelatihannya.
1. Dokter keluarga
Dokter keluarga yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga adalah dokter yang
bersertifikat dokter keluarga dan patut menjadi panutan masyarakat dalam hal perilaku
kesehatan.
2. Perawat
Perawat yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga telah mengikuti pelatihan
pelayanan dengan pendekatan kedokteran keluarga.
3. Bidan
Bidan yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga telah mengikuti pelatihan
pelayanan dengan pendekatan kedokteran keluarga.
4. Administrator klinik
Pegawai administrasi yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga, telah mengikuti
pelatihan untuk menunjang pelayanan pendekatan kedokteran keluarga.

b. Standar manajemen keuangan (Standard of finance management)


Pelayanan dokter keluarga mengelola keuangannya dengan manajemen keuangan
profesional.
1. Pencatatan keuangan
Keuangan dalam praktek dokter keluarga tercatat secara seksama dengan cara yang
umum dan bersifat transparansi.
2. Jenis sistim pembiayaan praktik
Manajemen keuangan pelayanan dokter keluarga dikelola sedemikian rupa sehingga
dapat mengikuti, baik sistem pembiayaan praupaya maupun sistim pembiayaan fee-for
service

c. Standar manajemen klinik (Standard management of clinic for practice)


Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan pada suatu tempat pelayanan yang disebut
klinik dengan manajemen yang profesional.
1. Pembagian kerja
Semua personil mengerti dengan jelas pembagian kerjanya masing-masing.
2. Program pelatihan
Untuk personil yang baru mulai bekerja di klinik diadakan pelatihan kerja (job
training) terlebih dahulu.
3. Program kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
Seluruh personil yang bekerja di klinik mengikuti prosedur K3 (kesehatan dan
keselamatan kerja) untuk pusat pelayanan kesehatan.
4. Pembahasan administrasi klinik
Pimpinan dan staf klinik secara teratur membahas pelaksanaan administrasi klinik
4. Standar Sarana dan Prasarana (Standards of Facilities)
a. Standar fasilitas praktik (standard of practice facilities)
Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan strata pertama
yang lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sekitarnya.
1. Fasilitas untuk praktik
Fasilitas pelayanan dokter keluarga sesuai untuk kesehatan dan keamanan pasien,
pegawai dan dokter yang berpraktik.
2. Kerahasiaan dan privasi
Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan dan privasi pasien.
3. Bangunan dan interior
Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan bangunan permanen atau semi
permanen serta dirancang sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis strata pertama
yang aman dan terjangkau oleh berbagai kondisi pasien.
4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat sekitarnya.
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah diatur oleh
organisasi profesi.

b. Standar peralatan klinik (standard of practice equipments)


Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan fasilitas
pelayanannya, yaitu pelayanan kedokteran di strata pertama (tingkat primer).
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia layanan strata
pertama.
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang medis yang minimal
harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan
strata pertama.
3. Peralatan non medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan non medis yang minimal harus dipenuhi
di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan strata pertama.
c. Standar proses-proses penunjang praktik (Standard of clinical supports process)
Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses-proses yang menunjang
kegiatan pelayanan dokter keluarga.
1. Pengelolaan rekam medic
Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi rekam medik
dengan dasar rekam medik berorientasikan pada masalah (problem oriented medical
record).
2. Pengelolaan rantai dingin
Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai beku (cold chain
management) yang berpengaruh kepada kualitas vaksin atau obat lainnya.
3. Pengelolaan pencegahan infeksi
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan universal precaution management yang
mengutamakan pencegahan infeksi pada pelayanannya.
4. Pengelolaan limbah
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan sistim pembuangan air kotor dan limbah,
baik limbah medis maupun limbah nonmedis agar ramah lingkungan dan aman bagi
masyarakat sekitar klinik.
5. Pengelolaan air bersih
Pelayanan dokter keluarga mengkonsumsi air bersih atau air yang telah diolah sehingga
aman digunakan.
6. Pengelolaan obat
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan sistim pengelolaan obat sesuai prosedur yang
berlaku termasuk mencegah penggunaan obat yang kadaluwarsa.

2. Memahami Dan Menjelaskan Sistem Kesehatan Nasional (Skn) Indonesia

Sistem kesehatan menurut WHO adalah sebuah proses kumpulan berbagai faktor
kompleks yang berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
dan kebutuhan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada setiap saat
diutuhkan.
Dalam sebuah sistem harus terdapat unsur-unsur input, proses, output, feedback,
impact dan lingkungan. Sistem kesehatan yang telah di sahkan sesuai SK Menkes bahwa
tujuan yang pasti adalah meningkatkan derajat yang optimal dalam bidang kesehatan dan
kesejahteraan yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu
derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
1945.
Sistem Kesehatan Nasional perlu dilaksanakan dalam konteks Pembangunan
Kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti: kondisi
kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan,
keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, dan kemampuan tenaga kesehatan mengatasi
masalah tersebut.
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi:
1.      Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
2.      Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
3.      Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
4.      Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi/terobosan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem rujukan.
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi
Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar
subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini,
maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan
pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan
oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis,
berhasil guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
1.      Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2.      Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, 28 H ayat (1) dan ayat
(3), serta Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1),
3.      Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
Mengacu pada substansi perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini
serta pendekatan manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem yang mempengaruhi
pencapaian dan kinerja Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia meliputi:
1.      Upaya Kesehatan : Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan
(promotif), pencegahan (preventif), dan pemulihan (rehabilitasi) masih dirasakan kurang.
Memang jika kita pikirkan bahwa masalah Indonesia tidak hanya masalah kesehatan bahkan
lebih dari sekedar yang kita bayangkan, tapi jika tahu bahwa dalam hal ini kita masih dalam
proses dimana bagai sebuah ayunan yang mana pasti akan menemukan titik temu dan kita
dapat menunggu, tapi kapankah hal ini...kita tunggu yang lebih baik. Untuk dapat mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia.
2.      Pembiayaan Kesehatan : Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu hanya
rata-rata 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD 12-18 per kapita
per tahun. Persentase ini masih jauh dari anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling
sedikit 5% dari PDB per tahun. Sementara itu anggaran pembangunan berbagai sektor lain
belum sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat,
terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
3.      SDM Kesehatan : Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia
kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil
dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan kesehatan. Sumber Daya Manusia
Kesehatan dalam pemerataannya masih belum merata, bahkan ada beberapa puskesmas yang
belum ada dokter, terutama di daerah terpencil. Bisa kita lihat, rasio tenaga kesehatan dengan
jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru,
sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap tahun
sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.850. Sedangkan
produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk
1:2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih
terbatas. Hal ini bisa menjadi refleksi bagi Pemerintah dan tenaga medis, agar terciptanya
pemerataan tenaga medis yang memadai.
4.      Sumberdaya Obat, Perbekalan Kesehatan, dan Makanan : Meliputi berbagai kegiatan
untuk menjamin: aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama
obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan
obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang  kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Industri farmasi di Indonesia saat ini cukup
berkembang seiring waktu. Hanya dalam hal ini pengawasan dalam produk dan obat yang
ada. Perlunya ada tindakan yang tegas, ketat dalam hal ini.
5.      Pemberdayaan Masyarakat : Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila
ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Ini penting, agar masyarakat termasuk swasta
dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Keberhasilan
pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat. Dalam
hal ini agar tercapainya Indonesia Sehat 2010 juga dibutuhkan. Sayangnya pemberdayaan
masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan
secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk
mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan,
advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum
banyak dilaksanakan.
6.      Manajemen Kesehatan : Meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum
kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan. Manajemen kesehatan sangatlah
berpengaruh juga, karena dalam hal ini yang memanage proses, tetapi keberhasilan manajemen
kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta
administrasi kesehatan. Jika tidak tersedianya hal ini maka bisa jadi proses manajemen akan
terhambat/ bahkan tidak berjalan. Sebenarnya, jika kita menengok sebentar bagaimana proses
pemerintah bekerja, selalu berusaha dan berupaya yang terbaik, baik juga tenaga medis. Hanya
saja dalam prosesnya terdapat sebuah kendala baik dalam SDM pribadi ataupun sebuah
pemerintahan itu. Bisa jadikan renungan bagaimana kita bisa membuat sebuah sistem yang lebih
baik dengan input-proses-dan output yang bisa menghasilkan sebuah kebanggaan dan sebuah
tujuan bersama
DAFTAR PUSTAKA

Azwar A, Gan GL, Wonodirekso S. 2004. A Primer On Family Medicine Practice.


Singapore: Singapore International Foundation
Azwar A. 1996. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Jakarta: IDI.
Azwar A. 2008. Peran dan Fungsi Dokter Keluarga dalam Pelayanan Kesehatan Primer
dalam presentasi “Revisi Kurikulum Berbasis Kompetensi”. Padang.
Danasari. 2008. Standar Kompetensi Dokter Keluarga Perhimpunan Dokter Keluarga
Indonesia.
Depkes. 2001. IDI, Fakultas Kedokteran Seri Pendidikan Kedokteran Bersinambung
Firman Lubis, Dept Kedokteran komunitas dalam Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58,
Nomor: 2, Februari 2008
IDI . 2007. Petunjuk Teknis: Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan
Untuk Dokter Praktik Umum. [Internet]. viewed 4 Desember 2014, from:
http://dc239.4shared.com/doc/gBDGV6rJ/preview.html
Ikatan Dokter Indonesia, Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia, Kolegium Ilmu
Kedokteran Keluarga Indonesia, 2007
Olesen F, Dickinson J dan Hjortdahl P. 2000. General Practice – “Time for A New
Definition”, BMJ; 320:354–7.
Persatuan Dokter Keluarga Indonesia .2009. Kronik PDKI. [Internet]. viewed 4 Desember
2014, from: http://www.pdki-arpac.or.id/index_pdki.php?show=data/sejarah
Persatuan Dokter Keluarga Indonesia .2009. Program Konversi. [Internet]. viewed 4
Desember 2013, from: http://www.pdki-arpac.or.id/index_pdki.php?show=data/konversi
Qomariyah. 2008. Program Konversi Dokter Umum- Dokter Keluarga
Qomariyah. 2011. Sekilas Kedokteran Keluarga FK Universitas Yarsi.
Qomariyah. 2011. Sekilas Kedokteran Keluarga. Jakarta: FKUI.
Sugito Wonodirekso Majalah Kedokteran Indonesia vol 53 no 9 september 2003

Anda mungkin juga menyukai