KELOMPOK A-4
Ketua : Gery Aldilatama 1102014115
Sekretasis : Ayu Retno Bashirah 1102014053
Anindya Anjas Putriavi 1102014027
Annisa Ayu Rahmawati 1102014031
Diah Ayu Kusuma Wardani 1102014072
Farida Citra Permatasari 1102014094
Hanna Kumari Dharaindas 1102014120
Ikhsanul Akbar Misfa 1102014125
Eko Setio Nugroho 1102013092
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2017 – 2018
Skenario 1
Dokter Keluarga
Masih menurut temannya dokter keluarga ini tidak hanya mengobati pasien di klinik,
tetapi juga dapat memberikan pelayanan kunjungan rumah, penyuluhan kesehatan dan
memberikan binaan kepada keluarga di sekitar klinik tersebut.
Kata Sulit
1. Dokter keluarga: yaitu dokter praktik umum yang menjalankan pelayanan primer
yang komprehensif, kontinyu, mengutamakan pencegahan serta mempertimbangkan
keluarga, komunitas dan lingkungan.
Pertanyaan
Jawaban
- Ilmu dan keterampilan klinis layanan primer: dokter bedah, dokter anak, dokter obsgyn.
-Keterampilan klinis layanan primer lanjut: bisa membaca EKG, USG,dsb.
-Keterampilan klinis layanan primer tetap dan pendukung: riset atau mengajar dokter
keluarga.
3. Lebih komunikatif, dapat mendiagnosis dalam sisi psikologis sehingga pasien menjadi
lebih percaya untuk menceritakan keluhan sebenarnya
4. 7 stars doctor : care provider, community leader, communicator, manager. Researcher,
decision maker, dpkter muslim
5. Promotive, preventif, kuratif, rehabilitative. Contohnya: home care dan home visit.
6. Keluarga pasien dan lingkungan sekitar pasien
7. Penyuluhan KB , KIA dll
8. Holistik, komprehensif, dan berkesinambungan
Hipotesis
1.1 Definisi
Dokter keluarga merupakan dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi
dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan
khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan
praktek dokter keluarga (IKK FKUI, 1996).
Dokter keluarga adalah dokter yang mempunyai tanggung jawab menyelenggarakan
pelayanan kesehatan personal, menyeluruh terpadu, berkesinambungan dan proaktif sesuai
dengan kebutuhan pasiennya sebagai anggota satu unit keluarga, komunitas serta
lingkungannya serta bila menghadapi masalah kesehatan khusus yang tak tertanggulangi
bertindak sebagai koordinator dalam konsultasi dan atau rujukan pada dokter ahli yang
sesuai (AAFP, IDI, Singapura).
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum, hanya dalam prakteknya
menggunakan pendekatan kedokteran keluarga. Pendekatan kedokteran keluarga itu prinsip
ada 4, pelayanan yang bersifat personal (invidual) bukan keluarga, pelayanan yang bersifat
primer artinya hanya melayani sebatas dokter pelayanan primer, lalu komprehensif artinya
dokter keluarga sebagai dokter praktek umum melayani 4 ranah pelayanan yaitu preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Lalu yang ke empat adalah kontinyu, ini yang sering
dilupakan para dokter prakter umum padahal hal tersebut sangat penting, the continuity of
care, atau kesinambungan pelayanan.
Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan
primer yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif, dengan mengutamakan
pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan
diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis
penyakitnya. Pelayanan dokter keluarga melibatkan dokter keluarga sebagai penyaring di
tingkat primer sebagai bagian suatu jaringan pelayanan kesehatan terpadu yang melibatkan
dokter spesialis di tingkat pelayanan sekunder dan rumah sakit rujukan sebagai tempat
pelayanan rawat inap, diselenggarakan secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik,
koordinatif dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan
lingkungannya serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa
memilah jenis kelamin, usia serta faktor-faktor lainnya. (The American Academy of Family
Physician, 1969; Geyman, 1971; McWhinney, 1981).
Pengertian dokter keluarga sendiri menurut PDKI/ Perhimpunan Dokter Keluarga
Indonesia adalah tenaga kesehatan tempat kontak pertama pasien di fasilitas/sistem
pelayanan kesehatan primer guna menyelesaikan semua masalah kesehatan yang dihadapi
tanpa memandang jenis penyakit, usia, dan jenis kelamin yang dapat dilakukan sedini dan
sedapat mungkin, secara paripurna, dengan pendekatan holistik, bersinambung, dan dalam
koordinasi serta kolaborasi dengan profesional kesehatan lainnya, dengan menerapkan
prinsip pelayanan yang efektif dan efisien yang mengutamakan pencegahan, serta
menjunjung tinggi tanggung jawab profesional, hukum, etika dan moral. Layanan yang
diselenggarakannya (wewenang) sebatas kompetensi dasar kedokteran yang diperolehnya
selama pendidikan kedokteran dasar.
Pada tahun 1923 Dr. Francis Peabody mulai merasakan bahwa kedokteran
modern telah terkotak-kotak sehingga membutuhkan adanya dokter generalis.
Kemudian pada tahun 1960 pemuka-pemuka generalis mulai mendengungkan
pentingnya generalis sebagai suatu spesialis hingga akhirnya pada tahun 1966
dipublikasikannya konsep bahwa generalis merupakan suatu spesialisasi baru
ditingkat primer. Pada tahun 1978, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai
programnya “Health for All in 2000”, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu
hal yang utama dalam pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut
menitikberatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi
Dokter Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies
and Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA)
telah merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk
meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan
“Making Medical Practice and Education More Relevant to People’s Needs: The
Role of Family Doctor”.
Kompetensi dokter layanan kedokteran primer termuat dalam dokumen Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI) tahun 2006 berjudul “STANDAR KOMPETENSI DOKTER” yang menjabarkan
dalam 7 area kompetensi :
1. Area Komunikasi efektif
mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien
semua usia, anggota keluarga, teman sejawat, masyarakat dan profesi lain.
2. Area Keterampilan Klinis
melakukan prosedur klinis dalam menghadapi masalah kedokteran sesuai dengan
kebutuhan pasien dan kewenangannya.
3. Area landasan Ilmiah Ilmu kedokteran
Mengidentifikasi, menjelaskan, dan merancang penyelesaian masalah kesehatan
secara ilmiah menurut ilmu kedokteran-kesehatan mutakhir untuk mendapat hasil
yang optimum.
4. Area Pengolahan Masalah Kesehatan
Mengelola masalah kesehatan individu, keluarga, maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, bersinambung, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks
pelayanan kesehatan primer.
5. Area Pengelolaan Informasi
Mengakses, mengelola, menilai secara kritis kesahihan dan kemamputerapan
informasi untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah, atau mengambil
keputusan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan di tingkat primer.
6. Area Mawas diri dan Pengembangan Diri
Melakukan praktik kedokteran dengan penuh kesadaran atas kemampuan dan
keterbatasannya; mengatasi masalah emosional, personal, kesehatan, dan
kesejahteraan yang dapat mempengaruhi kemampuan profesinya; belajar sepanjang
hayat; merencanakan, menerapkan, dan memantau perkembangan profesi secara
sinambung.
7. Area Etika, Moral, Medikolegal, dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien
Berprilaku profesional dalam praktik kedokteran serta mendukung kebijakan
kesehatan; bermoral dan beretika serta memahami isu etik maupun aspek
medikolegal dalam praktik kedokteran; menerapkan program keselamatan
pasien(IDI, 2007).
Standar kompetensi dokter keluarga menurut deklarasi WONCA – WHO tahun 2003 :
1. Melaksanakan asuhan bagi pasien dalam kelompok usia tertentu( bayi baru lahir,
bayi, anak, remaja, dewasa, wanita hamil dan menyusui, lansia )
2. Mengintegrasikan komponen asuhan komprehensif
a. Memahami epidemiologi penyakit
b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan jasmani secara memadai
c. Memeahami ragam perbedaan faal dan metabolism obat
d. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi
e. Menyelenggarakan penilaian risiko khusus usia tertentu
f. Menyelenggarakan upaya pencegahan, penapisan, dan panduan serta penyuluhan
gizi
g. Memahami pokok masalah perkembangan normal
h. Menyelenggarakan konseling, psikologi, dan prilaku
i. Mengkonsultasikan atau merujuk pasien tepat pada waktunya bila diperlukan
j. Menyelenggarakan layanan paliatif
k. Menjunjung tinggi aspek pelayanan kedokteran
3. Mengkoordinasikan layanan kesehatan
a. Dengan keluarga pasien (penilaian keluarga, pertemuan keluarga atau pasien,
pembinaan dan konseling keluarga)
b. Dengan masyarakat (penilaian kesehatan masyarakat dan epidemiologi,
pemeriksaan atau penilaian masyarakat, mengenali dan memanfaatkan sumber
daya masyarakat, program pencegahan dan pendidikan bagi masyarakat,
advokasi atau pembelaan kepentingan kesehatan masyarakat )
4. Melayani kesehatan masyarakat yang menonjol (kelainan alergik, anastesia dan
penanganan nyeri, kelainan yang mengancam jiwa, kelainan kardiovaskular,
kelainan kulit, kelainan mata dan telinga, kelainan saluran cerna, kelainan
perkemihan dan kelamin, kelainan obstetric dan ginekologi, penyakit infeksi,
kelainan musculoskeletal, kelainan neoplastik, kelainan neurologi, dan psikiatri)
5. Melaksanakan profesi dalam tim penyedia kesehatan (menyusun dan menggerakan
tim, kepemimpinan, ketrampilan manajemen praktek, pemecahan masalah konflik,
peningkatan kualitas).
Kompetensi dokter keluarga seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi
Dokter Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun
2006 adalah :
1. Kompetensi Dasar
a. Ketrampilan Komunikasi Efektif
b. Ketrampilan Klinik Dasar
c. Ketrampilan menerapkan dasar-dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku,
dan epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
d. Ketrampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir, dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
e. Memanfaaatkan, menilai secara kritis, dan mengelola informasi
f. Mawas diri dan pengembangan diri / belajar sepanjang hayat
g. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktik
2. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Utama
a. Bedah
b. Penyakit Dalam
c. Kebidanan dan Penyakit Kandungan
d. Kesehatan Anak
e. THT
f. Mata
g. Kulit dan Kelamin
h. Psikiatri
i. Saraf
j. Kedokteran Komunitas
3. Ketrampilan Klinis Layanan Primer Lanjut
a. Ketrampilan melakukan “health screening”
b. Menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium lanjut
c. Membaca hasil EKG
d. Membaca hasil USG
e. BTLS, BCLS, dan BPLS
4. Ketrampilan Pendukung
a. Riset
b. Mengajar kedokteran keluarga
5. Ilmu dan Ketrampilan Klinis Layanan Primer Cabang Ilmu Pelengkap
a. Semua cabang ilmu kedokteran lainnya
b. Memahami dan menjembatani pengobatan alternatif
6. Ilmu dan Ketrampilan Manajemen Klinik
1.3 Memahami dan menjelaskan perbedaan dokter keluarga dengan dokter umum
Sistem kesehatan menurut WHO adalah sebuah proses kumpulan berbagai faktor
kompleks yang berhubungan dalam suatu negara, yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
dan kebutuhan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat pada setiap saat
diutuhkan.
Dalam sebuah sistem harus terdapat unsur-unsur input, proses, output, feedback,
impact dan lingkungan. Sistem kesehatan yang telah di sahkan sesuai SK Menkes bahwa
tujuan yang pasti adalah meningkatkan derajat yang optimal dalam bidang kesehatan dan
kesejahteraan yang sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu
derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
1945.
Sistem Kesehatan Nasional perlu dilaksanakan dalam konteks Pembangunan
Kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, seperti: kondisi
kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan,
keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, dan kemampuan tenaga kesehatan mengatasi
masalah tersebut.
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi:
1. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
2. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
3. Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
4. Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi/terobosan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem rujukan.
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi
Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar
subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini,
maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan
pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan
oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis,
berhasil guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, 28 H ayat (1) dan ayat
(3), serta Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1),
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
Mengacu pada substansi perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini
serta pendekatan manajemen kesehatan tersebut diatas, maka subsistem yang mempengaruhi
pencapaian dan kinerja Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia meliputi:
1. Upaya Kesehatan : Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan
(promotif), pencegahan (preventif), dan pemulihan (rehabilitasi) masih dirasakan kurang.
Memang jika kita pikirkan bahwa masalah Indonesia tidak hanya masalah kesehatan bahkan
lebih dari sekedar yang kita bayangkan, tapi jika tahu bahwa dalam hal ini kita masih dalam
proses dimana bagai sebuah ayunan yang mana pasti akan menemukan titik temu dan kita
dapat menunggu, tapi kapankah hal ini...kita tunggu yang lebih baik. Untuk dapat mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia.
2. Pembiayaan Kesehatan : Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu hanya
rata-rata 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD 12-18 per kapita
per tahun. Persentase ini masih jauh dari anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling
sedikit 5% dari PDB per tahun. Sementara itu anggaran pembangunan berbagai sektor lain
belum sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Pembiayaan kesehatan yang kuat,
terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
3. SDM Kesehatan : Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia
kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil
dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan kesehatan. Sumber Daya Manusia
Kesehatan dalam pemerataannya masih belum merata, bahkan ada beberapa puskesmas yang
belum ada dokter, terutama di daerah terpencil. Bisa kita lihat, rasio tenaga kesehatan dengan
jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru,
sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap tahun
sekitar 40.000 perawat baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.850. Sedangkan
produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk
1:2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih
terbatas. Hal ini bisa menjadi refleksi bagi Pemerintah dan tenaga medis, agar terciptanya
pemerataan tenaga medis yang memadai.
4. Sumberdaya Obat, Perbekalan Kesehatan, dan Makanan : Meliputi berbagai kegiatan
untuk menjamin: aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama
obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan
obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Industri farmasi di Indonesia saat ini cukup
berkembang seiring waktu. Hanya dalam hal ini pengawasan dalam produk dan obat yang
ada. Perlunya ada tindakan yang tegas, ketat dalam hal ini.
5. Pemberdayaan Masyarakat : Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila
ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Ini penting, agar masyarakat termasuk swasta
dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Keberhasilan
pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat. Dalam
hal ini agar tercapainya Indonesia Sehat 2010 juga dibutuhkan. Sayangnya pemberdayaan
masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam
mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan
secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat masih dalam bentuk
mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan,
advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum
banyak dilaksanakan.
6. Manajemen Kesehatan : Meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum
kesehatan, dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan. Manajemen kesehatan sangatlah
berpengaruh juga, karena dalam hal ini yang memanage proses, tetapi keberhasilan manajemen
kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya data dan informasi kesehatan, dukungan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta
administrasi kesehatan. Jika tidak tersedianya hal ini maka bisa jadi proses manajemen akan
terhambat/ bahkan tidak berjalan. Sebenarnya, jika kita menengok sebentar bagaimana proses
pemerintah bekerja, selalu berusaha dan berupaya yang terbaik, baik juga tenaga medis. Hanya
saja dalam prosesnya terdapat sebuah kendala baik dalam SDM pribadi ataupun sebuah
pemerintahan itu. Bisa jadikan renungan bagaimana kita bisa membuat sebuah sistem yang lebih
baik dengan input-proses-dan output yang bisa menghasilkan sebuah kebanggaan dan sebuah
tujuan bersama
DAFTAR PUSTAKA