Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN DIABETES MELITUS

Oleh :

NAMA : Endah Oktaviani


NIM : 21219022

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG


PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2019-2020
A. DEFINISI
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat desturasi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukan sisa metabolisme (toksik uremi) di dalam darah (Arif
Muttaqin, 2013).
Gagal dinjal kronis atau kidney desease merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia (Smaltzer & Bare, 2015).
Gaga ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnay yang beredar dalm darah serta komplikasinya jika
tidak dilakukan dialysis atau transplatasi ginjal) (Nugroho, 2014).
Diabetes merupakan penyakit metabolik sebagai akibat dari
kurangnya insulin efektif maupun insulin absolut dalam tubuh, dimana
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, yang dapat juga
menyebabkan gejala klinik akut maupun kronik. Salah satu komplikasi
kronik dari diabetes adalah nefropati. Kerusakan pada nefron akibat
glukosa dalam darah yang tidak dipakai disebut nefropati diabetes.
Nefropati ini yang lama kelamaan dapat menyebabkan CKD. Bila kita
dapat menahan tingkat glukosa dalam darah tetap rendah, kita dapat
menunda atau mencegah nefropati diabetes (Arsono, 2013).

(Arif Muttaqin, 2013).


B. ETIOLOGI
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
5. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme,
amiloidosis
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
(Arsono, 2013).

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction rub perikardial
2. Pulmoner
a. KrekelS
b. Nafas dangkal
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual dan muntah
b. Perdarahan saluran GI
c. Ulserasi dan perdarahan pada mulut
d. Konstipasi / diare
e. Nafas berbau amonia
4. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kehilangan kekuatan otot
c. Fraktur tulang
d. Foot drop
5. Integumen
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering, bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
6. Reproduksi
a. Amenore, atrofi testis

D. KLASIFIKASI
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
Klasifikasi penyakit Penyakit
Infeksi Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular Nefrosklerosis benigna
Hipertensif Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis
Penyambung nodus
Skelrosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma
fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi
prostat,  striktur uretra, anomaly
congenital pada leher kandung kemih
dan uretra
 
Klasifikasi GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease):
Stage Gambaran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)
1 Normal atau elevated GFR ≥ 90
2 Mild decrease in GFR 60-89
3 Moderate decrease in GFR 30-59
4 Severe decrease in GFR 15-29
5 Requires dialysis ≤ 15
 
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan
melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk
menghitung GFR dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke
laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah
produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari
dalam darah oleh ginjal yang sehat.
Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :
a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)
b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance
Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus:
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
1) Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik
(GGK) biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan
adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap
berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi
100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi
ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya
saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti
diabetes dan hipertensi.
2) Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, tanda – tanda seseorang
berada pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh
karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut
diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit
lainnya seperti diabetes dan hipertensi.
3) Stadium 3
Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami
penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan
penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa–sisa metabolisme akan
menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul
komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau
keluhan pada tulang. Gejala-gejala juga terkadang mulai dirasakan
seperti :
a. Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal
membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang
berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu
banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang
menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna
urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau
merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa
bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun
untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal
berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai
masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk
tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
f. Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke
seorang ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan
memberikan rekomendasi terbaik serta terapi – terapi yang
bertujuan untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Selain
itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk
mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada
stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan
protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam
makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap
rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu
penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan
dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali
didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat
biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai
diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan
sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15 – 30 persen saja
dan apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin
dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal /
dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi
penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada
stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti
tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah
pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah :
a. Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
b. Kelebihan cairan : Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal
membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang
berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau
tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu
banyak cairan yang berada dalam tubuh.
c. Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang
menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna
urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau
merah apabila bercampur dengan darah. Kuantitas urin bisa
bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun
untuk buang air kecil di tengah malam.
d. Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal
berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai
masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.
e. Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk
tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
f. Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
g. Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
h. Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat
dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak.
i. Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya
untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi
pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat
bertahan hidup.
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain :
a. Kehilangan napsu makan
b. Nausea.
c. Sakit kepala.
d. Merasa lelah.
e. Tidak mampu berkonsentrasi.
f. Gatal – gatal.
g. Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
h. Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
i. Keram otot
j. Perubahan warna kulit
(Purnamasari, 2013).

E. ANATOMI FISIOLOGI
a. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar
transverses abdominalis, kuadratuslumborum dan psoas mayor. Ginjal
dipertahankan pada posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.Di
sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang melindungi
kosta, sedangkan di anterior dilindungi loeh bantalan usus yang tebal.

(Gambar Anatomi Ginjal)2014)


Pada orang dewasa panjang ginjal 12-13 cm, lebarnya 6 cm
dan beratnya antara 120-150 gram.Ukurannya tidak berbeda menurut
bentuk dan ukuran tubuh. Sebanyak 95% orang dewasa memliki jarak
antara katub ginjal antara 11-15 cm. perbedaan panjang kedua ginjal
lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk merupakan tanda yang penting
karena kebanyakan penyakit ginjal dimanifestasikan dengan perubahan
struktur. Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta
pingir lateral ginjal berbentuk kenveks, sadangkan pinggir midalnya
berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa struktur yang
masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lainarteri dan vena
renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh satu
kapsula tribosa tipis mengilat, yang berikatan longgar dengan jaringan
dibawah dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan
ginjal.Bagian-bagian ginjal antara lain:

(Gambar Anatomi Ginjal)


1) Kulit ginjal (korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan
darah ini banyak mengandung kapiler-kapiler darah yang tersusun
bergumpal-gumpal disebut glomerolus.Tiap glomerolur dikelilingi
oleh Simpai Bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
Simpai Bownman disebut malphigi. Penyaringan darah terjadi pada
badan malphigi yaitu diantara glomerolus dan Simpai Bownman.
Zat-zat yang terlarut dalam darah akan masuk ke dalam Simpai
Bownman. Dari sini zat-zat tersebut akan menuju pembuluh yang
merupakan lanjutan dari Simpai Bownman yang terdapat di dalam
sumsum ginjal. Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia
setiap ginjal mengandung 1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya
mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Nefron di bagi dalam
dua jenis yaitu:
a) Nefron Kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada
bagian luar dari korteks dengan lingkungan hanle yang pendek
dan tetap berada pada korteks atau mengadakan penetrasi
hanya sampai ke zona luar dari medulla.
b) Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya
terletak pada bagian dalam dari korteks dekat dengan korteks-
medula dengan lengkung henle yang panjang dan turun jauh ke
dalam zona dalam dari medulla, sebelum berbalik dan kembali
ke korteks.
Bagian-bagian nefron:
(1) Glomerolus
Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari
arteriol afferent yang kemudian bersatu menuju arteriol
efferent, berfungsi sebagai tempat filtrasi sebagian air dan
zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.
(2) Kapsula Bownman
Bagian tubulus yang melindungi glomerolus utuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler
glomerolus.
(3) Tubulus, terbagi 3 yaitu:
(a) Tubulus proksimal
Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi
bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresikan
bahan-bahan dari cairan tubuli.
(b) Lengkung henle
Lengkung hanle membentuk lengkungan tajam
berbentu “U”.terdiri dari pars descendens yaitu bagian
yang menurun terbenam dari korteks ke medulla, dan
pars ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke
korteks.Bagian bawah lengkunghenle mempunyai
dinding yang sangat tipis sehingga di sebut segmen
tipis, sedangkan bagian atas yang lebih tebal disebut
segmen tebal. Lengkung henleberfungsi reabsorbsi
bahan-bahan dan cairan tubulus dan sekresi bahan-
bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan
penting dalam mekanisme konsentrasi dan difusi
urine.
(c) Tubulus distal
Tubulus distal berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi
zat-zat tertentu.
(d) Duktus panggul (duktus Kolektifus)
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan
dari delapan nefron yang berlainan.Setiap duktus
pengumpul terbenam kedalam medulla untuk
mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis
ginjal.
2) Sumsum ginjal (medula)
Sumsum ginjal terdiri dari beberapa badan berbentuk kerucut
yang disebut pyramid renal. Dengan dasarnya menghadap
korteks dan puncaknya disebut apeks atau papilla renis,
mengarah kebagian dalam ginjal. Satu pyramid dengan
jaringan korteksdi dalam disebut lobus ginjal.Pyramid antara
8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas
berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara
pyramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna
renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus
yang merupakan lanjutan di Simpai Bownman. Di dalam
pembuluh halus ini terangkut urin yang merupakan hasil
penyaringan darah dalam badan malphigi, stelah mengalami
berbagai proses.
3) Rongga ginjal (pelvis renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal,
berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan
ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks
mayor, yang masing-masing bercabang membentuk beberapa
kaliks minor yang langsung menutupi papilla renis dan
pyramid. Kaliks minor ini menampung urin yang terus keluar
dari papilla. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor,
ke pelvis renis,ke ureter, hingga ditampung dalam kandung
kemih (Vesika Urinaria).

b. Fisiologi Ginjal
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
Kelebihan air dalm tubuh akan di eksresikan oleh ginjal
sebagai urin (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urin yang
dieksresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga
susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan
relative normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan
keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimabang
elektrolit). Bila terjadi pemasukan atau pengeluaran yang
abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang berlebihan
atau penyakit perdarahan (diare atau muntah) ginjal akan
mengikat eksresi ion-ion yang penting (misalnya natrium,
klorida, kalsium dan fosfat).
3) Mengatur keseimbangan asam basa
Cairan tubuh bergantung pada apa yang dimakan, campuran
makanan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH
kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein.
Apabila banyak makan sayur-sayuran, urin akan bersifat
basa. pH urin berfariasi antara 4,8-8,2. Ginjal diekresi urin
sesuai dengan perubahan pH darah.
4) Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin)
zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metebolisme hemoglobin
dan bahan kimia asing (pestisida).
5) Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mensekresi hormone rennin yang mempunyai peran
penting mengatur tekanan darah (system rennin angiotensin
aldosteron) membentuk eritropoiesis mempunyai peran
penting untuk memproses pembentukan sel darah merah
(eritropoiesis).

F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Gagal ginjal kronis sering berlangsung progresif melalui empat
stadium.Penurunan cadangan ginjal memperlihatkan laju filtrasi
glomerolus sebesar 35% hingga 50% laju filtrasi normal.Insufisiensi renal
memiliki laju filtrasi glomerulus sebesar 20% hingga 35% laju filtrasi
normal. Gagal ginjal mempunyai laju filtrasi glomerulus sebesar 20%
hingg 25% laju filtrasi normal, sementara penyakit ginjal stadium terminal
(and-stage renal desease) memiliki laju filtrasi glomerulus kurang dari
20% laju filtrasi normal.
Kerusakan nefron berlangsung progresif; nefron yang sudah rusak
tidak dapat berfungsi dan tidak bisa pulih kembali. Ginjal dapat
mempertahankan fungsi yang relative sampai terdapat sekitar 75% nefron
yang tidak berfungsi. Nefron yang masih hidup akan mengalami hipertrofi
dan meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorbsi, serta sekresi. Eksresi
kompensasi tersebut berlanjut ketika laju filtrasi glomerulus semakin
menurun.
Urine dapat mengandung protein, sel darah merah, dan sel darah
putih atau sedimen (endapan) dalam jumlah abnormal.Produk aktif eksresi
yang utama pada dasarnya masih normal dan kehilangan nefron yang
signifikan. Karena terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kadar
kreatinin plasma meninggi secara proporsional jika tidak dilakukan
penyesuaian untuk melakukannya. Ketika pengangkutan natrium ke dalam
nefronmeningkat maka lebih sedikit natrium yang direabsorbsi sehingga
terjadi kekurangan natrium dan deplesi volume.Ginjal tidak mampu lagi
memekatkan dan mengencerkan urine.
Jika penyebab gagal ginjal kronis tersebut adalah penyakit
intrestinal tubulus, maka kerusakan primer pada tubulus renal, yaitu nefron
pada medulla renal, akan mendahului gagal ginjal sebagaimana
permasalahan yang ditemukan pada asidosis tubulus renal, yaitu deplesi
garam dan gangguan pengenceran serta pemekatan urine. Jika penyebab
primernya adalah kerusakan vaskuler atau glomerulus, maka gejala
proteinuria, hematuria dan syndrome nefrotik lebih menonjol.
Perubahan keseimbangan asam-basa dan memengaruhi
keseimbangan kalsium fosfor. Eksresi fosfat melalui ginjal dan sintesis
1,25 (OH)2- vitamin D3 oleh ginjal akan berkurang. Hiperkalsemia
meningkatkan hipoparatiroidisme sekunder, penurunan laju filtrasi
glomerulus, hiperfosfatemia yang progresif, hipokalsemia, dan disolusi
tulang.Pada insufisiensi ginjal yang dini terjadi peningkatan eksresi asam
dan reabsorpsi fosfat untuk mempertahankan pH pada nilai normal. Ketika
laju filtrasi glomerulus menurun hingga 30% sampai 40% maka terjadi
asidosis metabolic yang progresif dan sekresi kalium dalam tubulus renal
meningkat. Kadar kalium total tubuh dapat meningkat hingga taraf yang
menyebabkan kematian dan memerlukan dialysis.
Pada glomerulosklerosis terjadi distorsi lubang filtrasi dan erosi sel
epitel glomerulus yang meningkatkan transportasi cairan melalui dindidng
glomerulus. Protein berukuran besar melintasi lubang tersebut tetapi
kemudian terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan
menyumbat kapiler glomerulus.Cedera epitel dan endotel menyebabkan
proteinuria.Proliferensi sel mesangial, peningkatan produksi matriks
ekstrasel, dan koagulasi intra glomerulusmenyebabkan sklerosis.
Cedera tubulointerstisial terjadi karena toksin atau kerusakan
iskemik pada tubulus renal seperti halnya nekrosis tubuler akut.Debris dan
endapan kelaium menyumbat tubulus. Defek transportasi tubulus yang
diakibatkan akan disertai edema interstisial, infiltrasi leukosit, dan
nekrosis tubuler. Cedera vaskuler menyebabkan iskemia difus atau local
pada parenkim renal yang disertai penebalan, fibrosis, atau lesi local pada
pembuluh darah ginjal.Kemudian penurunan aliran darah menimbulkan
atrofi tubulus, fibrosis interstisial dan disrupsi fungsional pada filtrasi
glomerulus, gradient medulla renal, dan pemekatan.
Perubahan struktur memicu respons inflamasi.Endapan fibrin
mulai terbentuk disekitar interstisium.Mikroaneurisma terjadi karena
kerusakan dinsing vaskuler dan peningkatan tekanan yang timbul sekunder
akibat obstruksi atau hipertensi. Kehilangan nefron yang akhirnya terjadi
akan memicu hiperfungsi kompensasi pada nefron yang belum mengalami
cedera dan keadaan ini memulai suatu lingkaran baik positif karena terjadi
peningkatan kerentanan.
Pada akhirnya, glomerulus yang sehat menangguang beban kerja
yang terlalu berlebihan sehingga organ ini mengalami sklerosis, menjadi
kaku, dan nekrosis.Zat-zat toksik menumpukan dan perubahan yang
potensial membawa kematian terjadi pada semua organ penting.
Diabetik nefropati ditandai oleh urutan peristiwa yang dapat
diprediksi yang awalnya didefinisikan untuk pasien dengan diabetes tipe 1
tetapi muncul juga pada diabetes tipe 2. Glomerular hiperperfusi dan renal
hipertrofi terjadi pada tahun pertama setelah terjadi onset pada DM dan
menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomerular (GFR). Selama 5 tahun
pertama terjadi DM, terjadi penebalan membran dasar glomerular,
glomerular hipertrofi, dan pengembangan volume mesangial terjadi pada
perubahan GFR normal. Setelah 5 sampai 10 tahun DM tipe 1, 40% pasien
mulai mengeksresi sejumlah kecil albumin pada urin. Mikroalbuminuria
terjadi jika terdapat kadar 30-299 mg/d pengambilan selama 24 jam atau
30-299 g/mg kreatinin pada pengambilan tertentu dan makroalbuminuria
dengan >300 mg tiap 24 jam (Harrison, 2015).
Ada empat perubahan metabolik yang memainkan peran penting dan
menjadi penyebab terjadinya nefropati diabetik yaitu :
1. Glikosilasi : Merupakan serangkaian reaksi kompleks yang terjadi
ketika glukosa dan gula pereduksi lainnya bereaksi dengan protein,
lipid, dan asam nukleat. Pada diabetes mellitus terdapat percepatan
Maillard atau reaksi browning, hal ini menyebabkan pembentukan
produk glikasi akhir (AGEs). Kemudian AGEs mengikat reseptor
spesifik pada makrofag, sel endotel, dan sel mesangial. Interaksi dengan
sel mesangial menyebabkan peningkatan transformasi growth faktor B
(TGF-B) dan sintesis matriks ekstraseluler.
2. Increased Polyol Flux : Hiperglikemia mengakibatkan meningkatnya
kadar glukosa jaringan. Kelebihan glukosa kemudian akan diubah
menjadi sorbitol oleh enzim NADPH-dependent. Sorbitol meningkat
disertai menipisnya myoinositol bebas, hilangnya aktivitas Na, K,
ATPase dan meningkatnya penggunaan kofaktor enzim NADPH dan
NAD menyebabkan perubahan potensial redoks. Gangguan metabolik
ini mengakibatkan disfungsi seluler.
3. Aktivasi Protein Kinase C : Hiperglikemia dikaitkan dengan aktivasi
protein kinase C yang mengatur fungsi pembuluh darah, termasuk
kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas vaskuler.
4. Increased Hexosamine Pathway Influx : Menyebabkan peningkatan
TGF-B dan sintesis matriks ekstraseluler.
PATHWAY
Defisiensi insulin

Hiperglikemia

Diabetes

Darah disaring di ginjal

Kerja nefron bertambah berat

Kompensasi kerja nefron

Keadaan kronis, kematian nefron,


pembentukan jaringan perut

Aliran darah ginjal menurun

Destruksi struktur ginjal progresif

Glomerular Filtration Rate(GFR) menurun

Gagal mempertahankan metabolisme dan


keseimbangan cairan dan elektrolit

Gagal Ginjal Kronis

Gangguan sekresi protein Retensi Na Ginjal iskemik

Sindrom uremia Imbalance cairan Mengekresi air dan garam kurang dari normal
dan elektrolit
Perpospatemia Sekresi rennin, angiotensin II
Volume cairan dan aldosteron meningkat
meningkat
Urokrom tertimbun di kulit Menimbulkan retensi
Edema Beban air dan garam
Toksisitas ureum di otak jantung naik
Kelebihan Edema Pulmoner
hipertrofi
Gangguan asam-basa Volume Cairan
ventrikel kiri
Gagal jantung kongesif:
Nyeri dada, Nadi lemah,
Alkalosis respiratorik Edema paru cyanosis
Intoleransi
Aktivitas
Pola Nafas Tidak Penurunan Curah
Efektif Jantung
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Atas dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan
visibilitas, diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat
kriteria diagnosis klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 2015 yang praktis
dan sederhana. Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila
dipenuhi persyaratan seperti di bawah ini:
a. DM
b. Retinopati Diabetika
c. Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu
tanpa penyebab proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan
plus kadar kreatinin serum >2,5mg/dl.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun
keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa
poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas
berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit,
ginekomastia, impotens.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang
merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa :
a. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
dalam kapiler retina.
b. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah
kapiler vena.
c. Eksudat berupa :
a) Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang
lama.
b) Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas,
dihubungkan dengan iskhemia retina.
d. Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi kapiler.
e. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan
permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
f. Neovaskularisasi Bila penderita jatuh pada stadium end stage
(stadium IV-V) atau CRF end stage, didapatkan perubahan pada :
a) Cor cardiomegali
b) Oedem pulmo
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urin
a) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada
(anuria)
b) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan
disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen
kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin
c) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal
berat
d) Osmoalitas: kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
e) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
f) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
g) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen
juga ada
b. Darah
a) BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir
b) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-
8 gr/dl
c) SDM : menurun, defisiensi eritropoitin
d) GDA : asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
e) Natrium serum : rendah
f) Kalium : meningkat
g) Magnesium : Meningkat
h) Kalsium ; menurun
i) Protein (albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa ,
kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi ginjal, nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
h. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa

H. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
f. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia
I. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
b. Observasi balance cairan
c. Observasi adanya odema
d. Batasi cairan yang masuk
2. Dialysis
a. Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis)
b. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena
dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
a) AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
b) Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke
jantung)
3. Operasi
a. Pengambilan batu
b. transplantasi ginjal
4. Pengendalian gula darah
Dapat dilakukan dengan olahraga, diet dan obat anti diabetes.
Pada pasien ini diberikan diet DM 1700 kal/hari. Pemberian insulin
diberikan untuk mengendalikan kadar gula darah pasien. Pemberian
anti diabetik oral tidak diberikan karena pasien telah mengalami
komplikasi berupa gangguan ginjal. Akibat dari gangguan fungsi ginjal
apabila obat oral diberikan tidak dapat diekskresikan, sehingga
mengalami penumpukan akibatnya terjadi hipoglikemia
5. Diet
Diet protein 0,6 /KgBB/hari dimaksudkan untuk mengurangi
sindrom uremik dan memperlambat penurunan GFR. Diet rendah
garam dimaksudkan untuk mengurangi retensi natrium yang dapat
mengakibatkan hipertensi dan edema. Diet rendah kalium
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya hiperkalemia yang dapat
menimbulkan aritmia jantung yang fatal.
6. Diuretik
Diuretik diberikan untuk mengurangi cairan akibat dari retensi
Na dan air. Pemberian diuretik pada pasien ini dimaksudkan untuk
mengurangi gejala sesak napas akibat edema paru . Diuretik yang
diberikan furosemid 40 mg 1 tab/hari. Selain itu diuretik juga
digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Target tekanan darah
yang dianjurkan adalah <130/80
7. Anti hipertensi
Pemberian antihipertensi diperlukan untuk mengurangi tekanan
darah pada pasien, karena hal ini dapat memperberat proses sklerosis
glomerulus dan menambah beban jantung sehingga jantung bekerja
lebih berat lagi dan akhirnya menimbulkan dekompensasi kordis. Anti
hipertensi yang diberikan pada pasien ini awalnya methyldopa 250 mg
3x1, kemudian digantikan dengan amlodipine 5 mg 1x/hari.
Amlodipine termasuk dalam golongan Ca antagonis non
dihydropiridine, yang berfungsi sebagai venodilator vas eferen
8. Statin
Statin diberikan pada keadaan dislipidemia dengan target LDL
kolestrol <100mg/dl pada pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada
kelainan kardiovaskular. Pada pasien ini diberikan simvastatin 10 gr,
malam hari. 5. Terapi pengganti ginjal Terapi ini dilakukan pada
penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG <15 ml/mnt. Terapi
pengganti tersebut berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau
transplantasi ginjal.
Manajemen terapi
GGK
(penyakit ginjal terminal) terapi konservatif

Dialysis HD di RS, rumah, CAPD

Transplantasi ginjal
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal
dan homeostasis selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan
asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan
menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada
klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk
susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam
amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan
diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan
dari KH dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien
dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu
dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol
volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner
perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau
dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya
tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium
bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi
asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin
manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul
tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan
toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti
kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi
dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
a. Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium,
natrium, cairan
b. Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local &
sistemik, anti hipertensi
c. Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


Menurut Rudi Haryono (2013) adalah:
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelelahan ekstream, kelemahan, malaise.
Gangguan tigur (insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilanagn tonus, penurunan rentang
gerak.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; DJV, nadi kuat, edema jaringan umum dan
piting pada kaki, telapak, tangan.
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Friction rub paarikardial (respons terhadap akumulasi
sisa).
Pucat; kulit coklat kehijauan , kuning.
Kecendrungan pendarahan.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan, dan
sebagainya.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut).
Abdomen kembung, diare, konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, berawan.
Oliguria, dapat menjadi anuria.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa ,elitik tak
sedap pada mulut (pernafasan amonia).
Penggunaan diuretic.
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan
tidak bertenaga.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot/kejang; syndrome “kaki gelisah”; kebas rasa
terbakar pada telapak kaki.
Kebas/kesemutan dan kelemahan, khususnya
eksteremitas bawah
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, koma. Penurunan DTR. Tanda
Chvostek dan Trousseau positif. Kejang, fasikulasi otot,
aktivitas kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala; kram otot / nyeri kaki
(memburuk saat malam hari).
Tanda : Prilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
h. Pernapasan
Gejala : Napas pendek; dipsnea noktural proksimal; batuk
dengan atau tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dipnea, peningkatan frekuensi / kedalaman
(pernapasan kussmaul).
i. Keamanan
Gejala : kulit gatal.
Ada atau berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritus.
Demam (sepsis, dehidrasi); normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami
suhu tubuh lebih rendah dari normal (efek GGK atau
depresi respons imun).
Petekie, area ekimosis pada kulit.
Fraktur tulang; deposit fosfat kalsium (kalsifikasi
metastatik) pada kulit, jaringan lunak, sendi;
ketrebatasan gerak sendi.
j. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido; amenorea; infertilitas.
k. Interaksi social
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mempu
bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam
keluarga.
l. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi unuk gagal ginjal),
penyakit poliskitik, nefritis herediter, kalkulus urinaria,
malignansi.
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun
lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksis saat ini atau berulang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan
cairan dan natrium
c. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan volume
sekuncup
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif NOC : Respiratory Status NIC : Airway Management
berhubungan dengan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
disfungsi neuromuskuler 2. Pasang mayo bila perlu
klien menunjukkan keefektifan pola nafas dengan
3. Monitor respirasi dan status O2
kriteria hasil:
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
No Indikator Awal Tujuan
tambahan
1. Frekuensi pernafasan 5
5. Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
2. Irama pernafasan 5
6. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
3. Kedalaman inspirasi 5
4. Kepatenan jalan 5 oksigenasi
nafas 7. Monitor vital sign
8. Monitor pola nafas
Indikator:
1. Sangat berat
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
2. Kelebihan volume cairan NOC: Elektrolit and acid base balancae NIC Label : Fluid/Electrolyte Management
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 1. Memonitor level abnormal elektrolit serum.
kelebihan asupan cairan dan 24 jam, masalah teratasi dengan kriteria hasil : 2. Mendapatkan spesiemen pemeriksaan
natrium Skala Indikator laboratorium untuk memantau perubahan
No Skala Awal Akhir elektrolit.
1 Bunyi nafas bersih tidak 5 3. Memonitor hasil pemeriksaan Laboratorium
ada dispneu atau
takipneu yang berkaitan dengan keseimbangan cairan.
2 Terbebas dari edema 5 4. Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium yang
3 TTV dalam batas normal 5
berkaitan dengan retensi cairan.
5. Monitor tanda dan gejala retensi cairan dan
Indikator:
ketidakseimbangan elektrolit
1 : Tdk pernah menunjukan
6. Monitor tanda Vital, jika diperlukan.
2 : Jarang menunjukan
7. Monitor respon pasien dalam pemberian
3 : Kadang-kadang menunjukan
medikasi terkait elektrolit.
4 : Sering menunjukan
5: Secara konsisten menunjukan
3. Penurunan curah jantung NOC: Status Sirkulasi NIC :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam Cardiac Care
perubahan volume sekuncup status sirkulasi klien tidak terganggu dengan 1. Mengevaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
kriteria hasil: lokasi, durasi)
2. Mencatat adanya disritmia jantung
Skala Indikator 3. Mencatat adanya tanda dan gejala penurunan
No Skala Awal Akhir cardiac putput
1 Tanda-tanda vital 5 4. Monitor status pernapasan yang menandakan
2 Saturasi oksigen 5
3 Wajah pucat 5 gagal jantung
4 suara jantung abnormal 5 5. Monitor balance cairan
6. Monitor adanya perubahan tekanan darah
Indikator:
7. Anjurkan untuk menurunkan stress
1. Sangat berat
Vital Sign Monitor
2. Berat
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
3. Sedang
2. Mencatat adanya frekuensi tekanan darah
4. Ringan
3. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
5. Tidak ada
setelah aktivitas
4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
4. Intoleransi aktivitas NOC : Self Care : ADLs NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam , Energy manajement
ketidakseimbangan antara klien menunjukkan perbaikan pada aktivitas 1. Mengobservasi adanya pembatasan klien
suplai dan kebutuhan oksigen dengan kriteria hasil: dalam melakukan aktivitas
Skala Indikator 2. Kaji adanya faktor penyebabkan kelemahan
No Skala Awal Akhir Monitor nutrisi dan sumber energy tidak
1 Berpakaian 5 adekuat
2 Kebersihan 5
3 Berpindah 5 3. Monitor respon kardiovaskuler terhadap
4 Ke toilet 5 aktivitas
5 Makan 5
4. Monitor pola tidur dan lamanya tidur dan

Indikator: istirahat pasien

1. Sangat terganggu Activity Therapy

2. Banyak terganggu 1. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas

3. Cukup terganggu yang mampu dilakukan

4. Sedikit terganggu 2. Bantu pasien atau keluarga untuk

5. Tidak terganggu mengidentifikasi kekurangan dalam


beraktivitas
3. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
4. Monitor dan respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, (2013). Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing 2009:1035-1040.
Arsono S. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Gagal
Ginjal Terminal. Jurnal Epidemiologi. 2013.
Dabla PK. Renal function in diabetic nephropathy. World J diabetes. 2014; 15;
1(2): 48–56
Digiulio, Mary & Jacson, Donna.(2007). Keperawatan Medikal
Bedah.Yogyakarta : Rapha Publishing.
Effendi I, Markum HMS. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal. In:

Setiati S,editor. Ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna


Publishing; 2014. p. 2049-60.
Harrison, 2015. In: S. Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 6 ed.
Jakarta: Interna Publishing, pp. 2386-94.
Kementrian Kesehatan RI. Info DATIN Pusat data dan informasi kementrian
kesehatan RI: Situasi dan analisis diabetes. Jakarta: Departemen
Kesehatan; 2014.
Nugroho P, Lydia A. Tes fungsi ginjal. In: Setiati S,editor. Ilmu penyakit dalam.

6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 250-53.


Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi gagal ginjal kronik. In: Setiati S,editor.

Ilmu penyakit dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2014.p.


2325-29.
Smaltzer & Bare, (2012). World Kidney Day: Chronic
Kidney Disease. 2012;
http://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic-kidney-disease/- Diakses
November 2015.

Anda mungkin juga menyukai